LAPORAN PENDAHULUAN LIMFADENOPATI CHOLLY DI RUANG SERUNI RSUD DR. CHASBULLAH ABDULMADJID
KOTA BEKASI
Disusun oleh :
ANISA MAIDATUZAHRA 3720230044
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2023
A. Konsep Dasar Teori 1. Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.
Limfadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya. Pada daerah leher (cervical), pembesaran kelenjar getah bening didefinisikan bila kelenjar membesar lebih dari diameter satu centimeter. Pembesaran kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata dan generalisata. Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris. Sedangkan berdasarkan waktu terjadinya, dikatakan limfadenopati akut jika pembesaran KGB terjadi kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati subakut jika pembesaran KGB berlangsung 2- 6 minggu dan limfadenopati kronis jika pembesaran KGB berlangsung lebih dari 6 minggu.
2. Anatomi dan fisiologis sistem Limpatik
Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Limfonodus/Kelenjar Getah Bening (KGB) menyaring cairan limfe yang beredar di sistem limfe dalam seluruh tubuh. Limfonodus berkerja sama dengan limpa, timus, tonsil, adenoid, agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak peyer atau gut associated lymphoid tissue (GALT) terorganisir sebagai pusat sel –sel imun untuk menyaring antigen dari cairan ekstraseluler.
Limfe adalah cairan yang dikembalikan dari cairan interstitium ke plasma melalui sistem limfe, tempat cairan tersebut disaring melalu kelenjar limfe untuk pertahanan imun. Sistem limfe ini terdiri dari jaringan pembuluh satu arah yang luas dan merupakan rute tambahan untuk mengembalikan cairan interstitium ke dalam darah. Pembuluh-pembuluh limfe yang kecil dan buntu (Kapiler limfe) berada hampir semua jaringan tubuh.Tekanan cairan dibagian luar dari pembuluh mendorong tepi-tepi tersebut masuk, membuka katup dan memungkinkan cairan
interstitium tersebut masuk.
Fungsi dari sistem limfe ini adalah : a. Pertahanan terhadap penyakit
b. Limfe disaring oleh KGB yang terletak di sepanjang perjalanan sistem limfe.
Sebagai contoh bakteri yang diserap dari cairan interstitium dihancurkan oleh sel- sel fagosit khusus yang terletak dalam kelenjar limfe.
c. Mengembalikan kelebihan cairan filtrasi d. Transportasi lemak yang diserap
e. Produk akhir pencernaan lemak terlalu besar untuk memperoleh akses ke kapiler darah tetapi mudah masuk ke pembuluh limfe terminal
f. Mengembalikan protein plasma yang difitrasi oleh kapiler
Tubuh mempunyai sekitar 600 KGB, tetapi hanya KGB yang terletak di region submandibula, aksila atau inguinal yang dapat normal dipalpasi pada orang sehat. Fungsi dari KGB sebagai tempat pertukaran limfosit dengan limfe (menyingkiran, menyimpan, memproduksi dan menambahkan).
Limfosit dalam KGB menghasilkan antibody dan mensensitisasi sel T yang kemudian dikeluarkan ke limfe.Makrofag dalam KGB membersihkan mikroba dan debris lain berupa partikel dari limfe.
Gambar 2. Diagram Kelenjar getah bening
Bagian-bagian KGB terdiri dari subkapsular, korteks (folikel primer, foliker sekunder dan zona interfolikuler) folikel di korteks ada tempat sel B proliferasi, interfolikuler adalah tempat diferensiasi dan prolferasi antigen-dependent T-cell . Bagian terdalam dari KGB adalah bagian medulla yang terdiri dari sel plasma dan small B lymphocytes yang memfasilitasi sekresi immunoglobulin keluar dari kelenjar limfe. Ukuran KGB tergantung dari umur seseorang, lokasi dari KGB dalam tubuh dan kejadian imunologis sebelumnya. Pada neonates KBG hampir tidak terlihat, sistem limfatik anak akan mencapai puncak pertumbuhannya pada saat anak
berusia 12 tahun.
3. Etiologi
a. Infeksi virus
1) Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
2) Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV),
3) Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
4) Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, 5) Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus,
dan
6) Human Immunodeficiency Virus (HIV ).
b. Infeksi bakteri
disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.
c. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi.
d. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat- obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
e. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
f. Penyakit sistemik lainnya
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus (SLE).
4. Klasifikasi
Berdasarkan luas limfadenopati:
a. Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
b. Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio.
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer, sekitar
¾ penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang dengan limfadenopati generalisata.
5. Manifestasi Klinik
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.
b. Sering keringat malam.
c. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
d. Timbul benjolan di bagian leher.
6. Patofisiologis
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu.
Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat menghasilkan petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung (misalnya hitung darah lengkap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit).
Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diambil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa.
Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi.
(Oswari, 2000). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. (Oswari, 2000). Pada awal pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa.
(Oswari, 2000)
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kemungkinan infeksi atau keganasan darah. Laju Endap Darah, dilakukan untuk melihat adanya tanda inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi.
b. Kultur Darah
Kultur darah dilakukan untuk melihat adanya penyebab infeksi dengan bakteri yang spesifik.
Penembusan lambat cairan interstitial kedalam saluran limfe jaringan.
Radang Limfe
Terjadi kenaikan aliran limfe pada daerah peradangan
Menuju sentral dalam badan
Bergabung kembali ke vena
Perubahan dalam kemampuan pembekuan darah
Pembuluh vena yang terkecil agak meregang Bila terjadi trauma
Banyak cairan interstitial masuk ke pembuluh limfe
Kandungan protein bertambah
Resiko kekurangan volume cairan
Menekan organ
pernapasan Terjadi bengkak
Ketidakefektifan pola napas
Dilakukan tindakan invasif
Kontinuitas jaringan kulit
Jaringan mengeluarkan zat kimia bradykinin,
serotonin, prostaglandin hingga
menstimulasi nyeri Port de entree
Resiko infeksi Nyeri akut
Diteruskan ke thalamus sebagai
pusat sensori Defisit perawatan
diri Kelemahan fisik
2. Ultrasonography (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
3. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.
8. Penatalaksanaan
Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya berisi cairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin akan memberi obat antibiotik. Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam. Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan jarum tipis, untuk diperiksa dengan mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau penyebab yang lain. Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot cairan isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
9. Komplikasi
Limfadenopati dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika limfadenopati terdapat pada mediastinal, hal ini dapat menyebabkan vena cava superior syndrome dengan obstruksi dari aliran darah, bronchi atau obstruksi
trachea. Bila limfadenopati pada abdominal (perut) dapat menyebabkan konstipasi dan obstruksi intestinal yang dapat mengancam kesehatan. Limfadenopati yang disebabkan oleh keganasan dapat mengganggu metabolism tubuh yang menyebabkan nephropathy, hyperkalemia, hypercalcemia, hypocalcemia dan gagal ginjal. (Oktarizal, 2019).
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dari proses keperawatan yang mencangkup pengumpulan data, penyusunan, validasi dan pencatatan data. Pengkajan dibagi dalam pengumpulan data dan pengorganisasian data. Pengkajian dilakukan sebelum penetapan diagnosa keperawatan.
Pengkajian merupakan proses yang kontiyu dilakukan dalam setiap tahap proses keperawatan. Pengkajian dilakukan untuk mementukan hasil strategi keperawatan yng telah dilakukan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. ( Sumijatun, 2010).
2. Pengumpulan data a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrec, diagnosis medis dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan sekarang
a) Keluhan Utama Saat Masuk RS
Menjelaskan mengenai keluhan utama yang pertama kali klien rasakan seperti nyeri tekan, demam, kelelahan atau berkeringat malam hari.
Dituliskan juga penanganan yang pernah dilakukan dan penanganan pertama yang diberikan saat masuk rumah sakit.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita infeksi saluran pernapasan atas, faringitis, penyakit periodontal, konjungtivis, limfadenitis, tinea, gigitan serangga, imunisasi yang tidak lengkap dan dermatitis. Tanyakan mengenai obat – obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan
(Suradhipa & Ariawati, 2019).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. (Suradhipa & Ariawati, 2019).
d. Pola aktivitas sehari-hari 1) Pola Nutrisi
Hal yang perlu dikaji dalam nutrisi antara lain : jenis makanan dan minuman, porsi yang dihabiskan, keluhan mual dan muntah, lokasi nyeri, nafsu makan.
perawat juga harus memperhatikan adanya perubahan pola makan sebelum dan saat sakit, penurunan turgor kulit, berkeringat, dan penurunan berat badan.
2) Pola Eliminasi
Pada klien dengan limfadenopati biasanya cenderung mengalami peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus distal sehingga terjadi retensi urine.
3) Pola istirahat
Pada klien dengan limfadenopati cenderung mengalami penurunan kualitas tidur dikarenakan adanya gejala konstitusional seperti berkeringat malam hari.
4) Personal Hygiene
Kebersihan pada klien dengan limfadenopati biasanya masih terjaga kebersihannya terkecuali jika sudah mengalami keganasan atau infeksi yang non spesifik seperti tuberculosis, limfoma dan penyakit vascularkolagen.
5) Aktivitas
Pada klien dengan limfadenopati biasanya tidak terbatas.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan limfadenopati dapat dilakukan secara persistem berdasarkan hasil observasi keadaan umum, pemeriksaan persistem meliputi : Sistem Pernafasan, Sistem Kardiovaskular, Sistem Persyarafan, Sistem Urinaria, Sistem Pencernaan, Sistem Muskuloskeletal, Sistem Integumen, Sistem Endokrin, Sistem Limfatik, Sistem Pendengaran, Sistem Pengelihatan dan Pengkajian Sistem Psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus menyeluruh pada sistem Limfatik. (Suradhipa & Ariawati, 2019).
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien limfadenopati biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis. Tanda-tanda vital normal : TD :
120/80 mmHg, N :80-100 x/menit, R : 16-20 x/menit, S : 36,5-37,0oC.
(Suradhipa & Ariawati, 2019).
2) Tanda-tanda Vital
Nadi dan Tekanan darah biasanya menurun normal. Biasanya didapatkan respirasi klien dyspnea/sesak. Suhu meningkat karena adanya demam.
(Suradhipa & Ariawati, 2019).
3) Pemeriksaan Fisik Persistem : a. Sistem Pernafasan
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda limfadenopati adalah dispnea, batuk dan pilek. (Suradhipa & Ariawati, 2019).
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem ini tekanan darah dan nadi dan nadi cenderung normal tetapi dapat mengalami peningkatan apabila ada merasakan nyeri. (Suradhipa &
Ariawati, 2019).
c. Sistem Pencernaan
Pada klien biasanya ditemukan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, radang amandel, infeksi tenggorokkan dan infeksi gigi. (Suradhipa
& Ariawati, 2019).
d. Sistem Genitourinaria
Dalam sistem ini intake dan output masih dalam batas normal, limfadenopati generalisata ukuran biasanya <1,5 cm pada inguinal.
(Suradhipa & Ariawati, 2019).
e. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid (Suradhipa & Ariawati, 2019).
f. Sistem Limfatik
ada limfadenopati pada umumnya teraba pada pembesaran kelenjar getah bening (KGB) dengan ukuran lebih besar dari 1 cm2. (Suradhipa &
Ariawati, 2019).
g. Sistem Persyarafan
Pada umumnya pada sistem persyarafan tidak terdapat kelainan keadaan umum baik dan keadaan Composmentis (Glasslow Coma Scale 15). Pada 12 nervus tidak terjadi kelainan yang signifikan. (Suradhipa & Ariawati, 2019) :
h. Tes Fungsi Cerebral 4) Pemeriksaan Diagnostik
a. Hb / Ht : untuk mengkaji sel darah yang lengkap.
b. Leukosit : untuk melihat apakah adanya kemungkinan infeksi atau tidak.
c. Analisa Gas Darah : menilai keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
d. Tes fungsi ginjal dan hati (BUN, Kreatinin) : menilai efek yang terjadi terhadap fungsi hati atau ginjal.
e. CT – Scan : menilai CT nodul limfa terhadap sebagian peradangan.
f. Tiroid : menilai aktifitas tiroid.
g. EKG : menilai hipertrofi atrium, ventrikel, iskemia, infark dan distritmia.
5) Terapi
Terapi merupakan data obat yang dikonsumsi atau diberikan kepada klien.
3. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermia b.d proses penyakit; inflamasi (D.0130) b) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit (D.0074) c) Ansietas b.d krisis situasional (D.0080)
4. Intervensi Keperawatan
Diagnose keperawatan Tujuan Intervensi keperawatan
Hipertermia b.d proses penyakit; inflamasi (D.0130)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan Termogulasi Membaik (L.14134) dengan kriteria hasil :
1. Mengigil menurun 2. Pucat menurun 3. Takikardi menurun 4. Suhu tubuh membaik 5. Tekanan darah membaik 6. Kadar glukosa darah membaik
Manajemen Hipertermia (I.15506) Tindakan
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia 2. Monitor suhu
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor komplikasi akibat hipertemia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral
5. Lakukan pendinginan eksternal Edukasi
1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit (D.0074)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan Status Kenyamanan meningkat (L.08064) dengan kriteria hasil:
1. Keluhan tidak nyaman menurun 2. Gelisah menurun
3. Keluhan sulit tidur menurun 4. Pola tidur membaik
Manajemen nyeri (I.08238) Tindakan
Observasi :
- Mengidentifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal - Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan - Monitor efk samping penggunaan
analgetik Terapeutik :
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompre hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri - Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
-
Kolaborasi :
Kolaborsi pemberian analgetik, jika perlu Ansietas b.d krisis situasional (D.0080) Setelah dilakukan Tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan Tingkat Ansietas menurun (L. 09093) dengan kriteria hasil :
1. Perilaku gelisah menurun 2. Perilaku tegang menurun 3. Pucat menurun
4. Frekuensi nadi menurun 5. Tremor menurun
6. Konsentrasi membaik
Reduksi ansietas (I.09314) Tindakan
Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2. Identifikasi kemmapuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda ansietas Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
5. Latih Teknik relaksasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas
5. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung atau tidak langsung.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan.
Hal-hal yang dievaluasikan adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Nursalam, 2007)
Kriteria perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan meliputi menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, 16 mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasikan perencanaan (Nursalam, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Ferrer R. Lymphadenopathy: Diff erential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician. 1998;58:1315.
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician. 2002;66:2103-10.
Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults [Internet]. 2010 Sep [cited 2011 Jan 27].
Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2009.
Buku Ajar Anatomi Umum. FK UNHAS
Harsono. 2000. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi l. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Fudith M. Hilkinson.2007. Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil NOC ed. 7. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arief. 2013. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: EGC
NANDA International. 2012. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC