• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Ekstraksi Beta-Karoten dari Wortel dengan Metode Soxhlet

N/A
N/A
Felicia W

Academic year: 2025

Membagikan "Laporan Praktikum Ekstraksi Beta-Karoten dari Wortel dengan Metode Soxhlet"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Laboratorium Dasar II Modul 3 - Ekstraksi Soxhlet

Tanggal : 22 April 2025 No. Kelompok : L2.25.20

Anggota :

- Vyola Novaliani (14323014) - Felicia Wijaya (14323033) I. Tujuan percobaan

1. Mengekstraksi beta-karoten dari sampel wortel menggunakan alat ekstraksi soxhlet dengan pelarut n-heksana.

2. Mengukur jumlah ekstrak beta-karoten yang diperoleh menggunakan

spektrofotometri uv-vis untuk menentukan konsentrasi dan efisiensi ekstraksi.

II. Penjelasan Mengapa Percobaan Penting untuk Dilakukan

Percobaan ekstraksi Soxhlet ini penting untuk dilakukan karena teknik ekstraksi kontinu seperti Soxhlet merupakan metode yang efisien dan banyak digunakan dalam industri pangan untuk mengisolasi senyawa non-polar, seperti lemak, pigmen, dan senyawa bioaktif dari bahan pangan. Beta-karoten, sebagai salah satu senyawa karotenoid yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi, banyak ditemukan dalam wortel dan digunakan sebagai pewarna alami serta bahan fungsional dalam produk pangan.

Dalam industri pangan, pemahaman tentang ekstraksi senyawa target seperti beta-karoten sangat penting untuk memastikan kualitas, stabilitas, dan nilai gizi produk akhir. Teknik Soxhlet memungkinkan ekstraksi senyawa secara efisien dengan pelarut yang sesuai (n-heksana), sehingga dapat diaplikasikan dalam skala industri untuk menghasilkan ekstrak berkualitas tinggi.

Selain itu, kemampuan untuk menganalisis konsentrasi ekstrak menggunakan spektrofotometer UV-Vis memberikan dasar bagi mahasiswa dalam memahami prinsip analisis instrumental yang berguna untuk penelitian dan pengembangan produk di masa depan.

Percobaan ini juga melatih keterampilan laboratorium, seperti melatih mahasiswa dalam berbagai kompetensi teknis, mulai dari perangkaian alat ekstraksi yang kompleks, pemilihan pelarut yang tepat (n-heksana untuk senyawa non-polar), hingga pengendalian parameter proses seperti suhu dan waktu ekstraksi. Aspek analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Vis juga menjadi poin penting dalam percobaan ini. Selain itu, praktikum ini memperkenalkan prinsip keberlanjutan lingkungan melalui proses daur ulang pelarut menggunakan rotary evaporator, yang sejalan dengan konsep green chemistry. Dengan memahami proses ekstraksi Soxhlet, mahasiswa dapat mengoptimalkan kondisi ekstraksi,

(2)

meminimalkan penggunaan pelarut, dan meningkatkan efisiensi proses, yang selanjutnya dapat diterapkan dalam industri untuk mengurangi biaya produksi dan dampak lingkungan.

III. Deskripsi Percobaan

Percobaan ini dimulai dengan merangkai alat ekstraksi Soxhlet sesuai skema yang disediakan dalam modul, yang terdiri atas labu alas bulat (dalam hal ini labu leher tiga), unit ekstraktor Soxhlet, dan kondensor pendingin air. Sistem akan terpasang dengan kokoh dan aman menggunakan klem dan statif seperti yang terlihat pada gambar III.1. Kemudian dilanjutkan dengan menyiapkan kertas saring yang dapat menyaring partikel padat namun tetap memungkinkan pelarut menembus dan melarutkan senyawa target. Kertas saring tersebut akan dimasukkan sampel wortel kering yang telah dicacah dan dikeringkan sebelumnya untuk mengetahui massa awal sampel (M₀). Sampel ini kemudian dimasukkan ke dalam thimble lalu diletakkan di dalam badan ekstraktor Soxhlet.

Gambar III.1 Rangkaian Alat Ekstraksi

(3)

Selanjutnya, sebanyak 375 mL pelarut n-heksana dituangkan ke dalam labu leher 3.

Penambahan pelarut ini bisa dilakukan sebelum atau setelah alat dirakit, tetapi disarankan dituang sebelum alat dirakit, terutama agar tidak mengenai heating mantle yang bisa menimbulkan bahaya kebakaran. Untuk memastikan proses pendidihan berlangsung merata dan tidak terlalu hebat, beberapa batu didih dimasukkan ke dalam labu berisi pelarut. Setelah semua bagian alat terpasang dengan benar dan rapat, sistem dipanaskan menggunakan heating mantle hingga suhu pelarut mencapai sekitar 60°C. Suhu dijaga sekitar 60°C selama proses ekstraksi Soxhlet karena suhu ini mendekati tetapi masih sedikit di bawah titik didih n-heksana, yaitu 68,7°C. Tujuannya adalah untuk memastikan pelarut dapat menguap dengan stabil namun tetap terkendali. Dalam ekstraksi Soxhlet, pelarut perlu diuapkan agar bisa naik ke kondensor, lalu mengembun dan menetes ke sampel untuk melarutkan senyawa target seperti beta-karoten. Jika suhu terlalu rendah, n-heksana tidak akan menguap secara efisien, sehingga proses sirkulasi pelarut terganggu dan efisiensi ekstraksi menurun. Namun, jika suhu terlalu tinggi, pelarut bisa mendidih terlalu cepat dan berisiko menyebabkan tekanan berlebih dalam sistem tertutup, mengurangi keamanan dan kestabilan ekstraksi.

Proses ini berlangsung secara siklik: pelarut mengisi ruang ekstraktor, melarutkan beta-karoten dari wortel, kemudian melimpah kembali ke labu bawah. Setiap siklus pelarut akan membawa beta-karoten dari thimble ke dalam labu, dan proses ini terus terjadi hingga 5 siklus.

Pada saat siklus pertama selesai, mahasiswa membuka tutup leher samping labu leher tiga untuk mengambil sebagian kecil larutan (sekitar 4 mL) menggunakan pipet ukur. Larutan ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil yang sebelumnya telah ditimbang. Setelah larutan dingin, tabung ditimbang ulang untuk mendapatkan massa larutan. Larutan tersebut kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 450 nm untuk mengukur absorbansi, karena beta-karoten menyerap cahaya pada panjang gelombang tersebut.

Dengan menggunakan kurva kalibrasi yang telah tersedia, konsentrasi beta-karoten dalam sampel dihitung dari nilai absorbansi.

Langkah ini diulangi untuk siklus kedua dan seterusnya guna mendapatkan konsentrasi selama waktu ekstraksi. Setelah semua siklus selesai dan tidak ada lagi senyawa yang larut secara signifikan, pemanas dimatikan dan sistem dibiarkan dingin sampai suhu turun di bawah 40°C. Larutan terakhir (campuran pelarut dan ekstrak beta-karoten) dalam labu kemudian dikumpulkan, ditimbang, dan dianalisis absorbansinya dengan spektrofotometer untuk menghitung konsentrasi dan total massa beta-karoten yang berhasil diekstraksi, menggunakan berat molekul beta-karoten yaitu 536,9 g/mol.

Langkah terakhir adalah menghitung kadar awal beta-karoten dalam sampel wortel, dinyatakan dalam satuan ppm (part per million), dengan asumsi seluruh beta-karoten yang ada dalam sampel telah berhasil diekstraksi. Sisa pelarut yang tidak digunakan untuk analisis dikumpulkan dan diserahkan ke asisten praktikum untuk dimurnikan kembali menggunakan rotary evaporator, sehingga dapat digunakan ulang pada percobaan lain.

(4)

IV. Hasil yang Diperoleh

a. Massa Bahan Kering

Massa awal sampel wortel = 10g Massa akhir sampel wortel = 11.3g b. Massa Larutan Awal dan Akhir

Massa labu leher 3 = 210g Massa batu didih = 2.3g

Massa Total Awal (Massa Larutan + Labu Leher Tiga + Batu Didih) = 452g Massa larutan awal = Massa Total Awal - (Labu Leher Tiga + Batu Didih)

= 452g - (210g + 2.3g) = 239.7g Massa Gelas Kimia = 234.97g

Massa Total Akhir (Massa Larutan + Gelas Kimia + Batu Didih) = 440g Massa larutan akhir = Massa Total Akhir - (Gelas Kimia + Batu Didih)

= 440g - (234.97g + 2.3g) = 202.73g c. Absorbansi dan Massa Larutan Tiap Siklus

Tabel 4.1 Data Suhu, Absorbansi, dan Massa Larutan Tiap Siklus Siklus Menit ke- Suhu ( C) Massa Sampel

Larutan Ekstrak (gr)

Absorbansi

1 14 63 2.83 0.156

2 22 62 2.86 0.213

3 33 62 3.07 0.245

4 44 62 3.12 0.275

5 53 63 3.32 0.301

V. Pengolahan Data

a. Menentukan Konsentrasi Beta-Karoten dalam Larutan Ekstrak dengan Kurva Kalibrasi

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data absorbansi dari 5 siklus ekstraksi. Data tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi Beta Karoten dengan menggunakan persamaan hasil kalibrasi yang diperoleh dari kurva yang telah diberikan pada modul praktikum sebagai berikut:

(5)

Gambar 5.1 Kurva kalibrasi Konsentrasi Beta-Karoten dengan Absorbansi Dari kurva tersebut dapat diambil data estimasi titik-titik absorbansi dan konsentrasinya untuk pelarut heksan yang digunakan pada praktikum ini yang ditandai dengan bentuk lingkaran. Data-data yang diperoleh dari kurva tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1 Data Konsentrasi dan Absorbansi Ekstrak dengan Pelarut Heksan Konsentrasi β-Carotene (µM) Absorbansi

0 0.00

1.5 0.25

3.0 0.45

6.0 0.95

12.0 1.70

Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh persamaan kalibrasi dengan menggunakan regresi data konsentrasi dan absorbansi ekstrak dalam pelarut heksan dari kurva yang diberikan pada modul untuk menentukan konsentrasi beta karoten dari percobaan yang telah dilakukan, yaitu:

y = 0.1417x + 0.0325

(6)

Dari regresi persamaan kalibrasi tersebut, diperoleh data konsentrasi beta karoten dalam satuan µM yang memiliki massa molar (Mr) sebesar 536.9 g/mol, kemudian dapat dikonversi ke satuan ppm dengan menggunakan rumus:

𝑝𝑝𝑚 = µ𝑀 × 100𝑀𝑟

Tabel 5.2 Data Konsentrasi Beta Karoten Hasil Percobaan Tiap Siklus Siklus Absorbansi Konsentrasi

β-Carotene (µM)

Konsentrasi β-Carotene (ppm)

1 0.156 0.872 0.162

2 0.213 1.274 0.237

3 0.245 1.500 0.279

4 0.275 1.711 0.319

5 0.301 1.895 0.353

b. Menentukan Massa Beta-Karoten yang Diperoleh dari Tiap Sampel Larutan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, digunakan pelarut heksan yang memiliki densitas = 0.66g/mL yang artinya 1 gram larutan ekstrak akan mengandung 1.515mL sehingga massa beta karoten yang diperoleh tiap sampel larutan dapat ditentukan menggunakan rumus berikut:

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 (𝑔) = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑡𝑎 𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛 (𝑝𝑝𝑚) × 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 (𝑔𝑟) 660000

Pada perhitungan ini digunakan asumsi tidak ada beta karoten yang hilang selama proses ekstraksi dan beta karoten yang terlarut pada larutan heksan telah homogen sehingga dapat terdeteksi dengan sempurna oleh spektrofotometer UV-Vis. Selain itu, kondisi spektrofotometri stabil dan tidak ada gangguan eksternal. Data hasil perhitungan massa ekstraknya terdapat pada tabel berikut:

Tabel 5.3 Data Hasil Perhitungan Massa Ekstrak Tiap Sampel Siklus Massa Sampel Larutan

Ekstrak (gr)

Konsentrasi Beta Karoten (ppm)

Massa Ekstrak (mg)

1 2.83 0.162 0.000694

(7)

2 2.86 0.237 0.001025

3 3.07 0.279 0.001297

4 3.12 0.319 0.001509

5 3.32 0.353 0.001777

Massa akhir larutan ekstrak yang diperoleh adalah sebesar 202.73g sehingga dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh massa ekstrak pada larutan ekstrak akhir sebesar 0.184mg.

c. Kadar Awal Beta Karoten dalam Sampel Wortel dengan Satuan ppm

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dihitung kadar awal beta karoten pada sampel wortel kering dengan menggunakan rumus berikut:

keterangan:

Cawal = kadar awal beta-karoten dalam wortel (ppm)

Me = massa ekstrak beta-karoten yang diperoleh setelah ekstraksi (g) MSampel_Wortel = Massa sampel wortel yang digunakan dalam ekstraksi (g)

digunakan untuk konversi ke ppm (mg/kg) 106

𝐶𝑎𝑤𝑎𝑙 = 0.000184 𝑔𝑟𝑎𝑚

202.73 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 106 = 0. 9076 𝑝𝑝𝑚

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh kadar awal beta karoten dalam sampel wortel kering sebanyak 0.9076 ppm.

VI. Analisis Hasil

Pada percobaan ini, dilakukan sebanyak 5 siklus ekstraksi dengan pengaturan suhu dijaga stabil pada kisaran 62–63°C. Suhu ini sengaja dipilih karena berada dekat namun masih di bawah titik didih n-heksana (68,7°C), sehingga memungkinkan pelarut menguap secara konsisten tanpa menimbulkan tekanan berlebih. Penguapan yang stabil ini penting untuk memastikan siklus kondensasi dan penetesan pelarut ke dalam sampel dapat berlangsung terus-menerus dengan lancar. Apabila suhu terlalu rendah, pelarut tidak akan cukup menguap untuk membentuk siklus, yang akhirnya menghambat proses ekstraksi. Sebaliknya, jika suhu melebihi titik didihnya secara

(8)

signifikan, pelarut bisa menguap terlalu cepat, meningkatkan tekanan dalam sistem, serta memperbesar risiko kebocoran atau kerusakan pada alat. Dalam percobaan ekstraksi Soxhlet ini, sistem ekstraksi berjalan dalam bentuk siklus berulang, yaitu pelarut diuapkan, dikondensasi, dan menetes ke dalam thimble yang berisi sampel, kemudian larutan jenuh kembali mengalir ke labu alas bulat melalui pipa sifon. Berdasarkan data hasil praktikum, tercatat waktu terjadinya tiap siklus sebagai berikut:

Tabel VI.1. Analisis Waktu Siklus

Siklus Waktu (Menit) Selisih Antar Siklus

1 14 -

2 21 7

3 33 12

4 44 11

5 53 9

Dari tabel tersebut terlihat bahwa selisih waktu antar siklus tidak konstan, melainkan berfluktuasi—terkadang lebih cepat (7 menit), terkadang lebih lambat (12 menit), atau hampir konstan (11 menit, 9 menit). Siklus pertama memerlukan waktu paling lama (14 menit) yang dikarenakan sistem masih dalam fase awal pemanasan, sehingga temperatur pelarut naik secara bertahap dan belum mencapai suhu optimal untuk menguap secara efisien. Inersia termal alat juga mempengaruhi, seperti kaca dan pelarut masih menyerap energi panas, sehingga pemanasan pelarut terjadi secara lambat. Setelah siklus pertama, siklus ke-2 berlangsung hanya dalam 7 menit, karena sistem telah mulai mencapai suhu operasi stabil, menyebabkan pelarut lebih cepat menguap dan melakukan satu siklus penuh. Namun pada siklus ketiga, waktu kembali meningkat menjadi 12 menit. Hal ini bisa terjadi karena pelarut mulai mengalami kejenuhan dengan beta-karoten, sehingga proses pemindahan massa (pelarutan) menjadi lebih lambat, terjadi penurunan efisiensi kondensasi, misalnya akibat laju aliran air pendingin yang tidak konstan, dan pengambilan sampel manual atau pembukaan sistem sesaat (seperti saat membuka labu leher tiga) dapat menyebabkan gangguan sementara dalam kestabilan suhu dan tekanan. Siklus ke-4 dan ke-5 masing-masing berlangsung dalam 11 dan 9 menit, yang menunjukkan bahwa sistem mulai mencapai fase stabil dan seimbang.

Pada awal percobaan, massa bahan kering berupa wortel yang digunakan adalah 10 gram.

Namun, setelah proses ekstraksi selesai, massa sisa bahan dalam thimble meningkat menjadi 11,3 gram. Kenaikan massa ini kemungkinan besar disebabkan oleh adsorpsi atau penyerapan sebagian pelarut n-heksana ke dalam residu padat (ampas wortel) selama proses berlangsung.

Selain itu, beberapa senyawa yang tidak terekstraksi juga mungkin mengalami reabsorpsi pelarut atau hasil ekstrak parsial, sehingga menambah berat akhir residu. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab ketidaksempurnaan pemisahan antara komponen target dan matriks sampel. Pelarut

(9)

n-heksana yang digunakan adalah 375 mL, bila dikonversikan ke massa dengan densitas n-heksana (±0,66 g/mL), setara dengan sekitar 247,5 gram. Massa aktual yang dicatat sebagai larutan awal adalah 239,7 gram, dan setelah proses ekstraksi, massa larutan akhir yang tersisa hanya 202,73 gram. Penurunan massa ini dapat disebabkan oleh penguapan pelarut selama proses berlangsung, terutama saat pengambilan sampel dilakukan dengan membuka tutup labu leher tiga. Selain itu, pelarut juga bisa menempel di dinding alat, thimble, atau hilang karena penguapan saat sistem belum tertutup sempurna. Penyusutan pelarut ini merupakan penyumbang utama terhadap ketidaksempurnaan efisiensi pemulihan pelarut dan ekstrak.

Setelah larutan hasil ekstraksi diambil tiap siklus, dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 450 nm, yaitu panjang gelombang maksimum serapan beta-karoten. Hasil absorbansi pada tiap siklus berturut-turut adalah 0.156; 0.213; 0.245; 0.275; dan 0.301. Peningkatan ini menunjukkan akumulasi senyawa beta-karoten dalam pelarut seiring waktu, sesuai dengan prinsip Hukum Lambert-Beer, di mana absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa dalam larutan. Untuk menghitung konsentrasi beta-karoten, digunakan persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi, yaitu:

y = 0.1417x + 0.0325

Dengan y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi (dalam μM), dan didapat konsentrasi untuk tiap siklus berturut-turut adalah 0.872; 1.274; 1.500; 1.711; dan 1.895. Konsentrasi ini kemudian dikonversikan menjadi satuan ppm untuk memudahkan interpretasi dalam konteks industri pangan, dan diperoleh kadar dari 0,162 ppm hingga 0,353 ppm per siklus. Dengan menggunakan data massa larutan dan asumsi densitas n-heksana 0,66 g/mL, maka massa beta-karoten yang berhasil diperoleh dari setiap sampel dihitung, dengan nilai berkisar antara 0,000694 mg hingga 0,001777 mg. Setelah seluruh siklus selesai, dan massa akhir larutan ekstrak terukur sebesar 202,73 g, total massa beta-karoten yang berhasil diekstrak dihitung sebesar 0,184 mg.

Langkah akhir dalam analisis adalah menentukan kadar awal beta-karoten dalam sampel wortel kering berdasarkan massa ekstrak yang diperoleh. Dengan massa sampel awal 10 gram dan total massa beta-karoten sebesar 0,184 mg, maka kadar awal senyawa tersebut dalam wortel dihitung sebesar 0,9076 ppm. Nilai ini menunjukkan jumlah beta-karoten yang berhasil diekstraksi dari setiap satu juta bagian sampel, dan menjadi indikator keberhasilan metode ekstraksi yang digunakan.

Secara keseluruhan, proses ekstraksi beta-karoten dengan metode Soxhlet pada percobaan ini menunjukkan pelaksanaan yang cukup baik dari sisi teknis, namun belum menghasilkan tingkat efektivitas yang optimal. Hal ini tercermin dari kadar beta-karoten yang diperoleh, yaitu sebesar 0,9076 ppm, yang berada jauh dibawah rentang kadar yang dilaporkan dalam berbagai literatur untuk wortel kering, yakni antara 10 hingga 100 ppm tergantung varietas tanaman dan kondisi pasca panen. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa target kemungkinan belum berhasil terlarut dan terakumulasi dalam pelarut selama waktu ekstraksi yang telah ditetapkan. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya hasil adalah potensi kehilangan pelarut selama proses berlangsung, terutama saat pengambilan sampel dilakukan

(10)

dengan membuka labu leher tiga. Ketika labu dibuka untuk pengambilan sampel, fenomena ini menyebabkan penguapan tambahan yang tidak diinginkan, dan secara tidak langsung mengurangi jumlah larutan serta senyawa yang berhasil dikumpulkan. Pada suhu operasi sekitar 62–63°C, yang mendekati titik didih n-heksana, pelarut cenderung mudah menguap sehingga kehilangan pelarut maupun ekstrak sangat mungkin terjadi. Selain itu, senyawa beta-karoten dapat mengalami adsorpsi pada permukaan thimble atau dinding alat kaca, yang menghambat perolehan penuh senyawa ke dalam fase pelarut. Keberadaan residu pelarut pada permukaan alat juga dapat mengganggu kestabilan massa larutan yang diukur.

Kesalahan dalam pengukuran massa juga berkontribusi terhadap deviasi data, terutama karena metode yang digunakan melibatkan pengurangan massa wadah berisi larutan dengan massa wadah kosong. Ketidaksesuaian dalam kalibrasi atau penggunaan alat ukur yang tidak terstandarisasi dapat menghasilkan nilai yang kurang akurat. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian antara ukuran tabung reaksi dan kuvet blanko pada alat spektrofotometer UV-Vis, yang menyebabkan tutup spektrofotometer tidak tertutup rapat. Keadaan ini memungkinkan adanya kebocoran cahaya dari lingkungan sekitar ke dalam sistem, yang pada akhirnya mempengaruhi akurasi pembacaan absorbansi dan konsentrasi beta-karoten yang dihitung. Selain itu, asumsi bahwa larutan bersifat homogen dapat dipertanyakan, karena tidak dilakukan homogenisasi menyeluruh sebelum pengambilan sampel. Jika terjadi stratifikasi atau pengendapan sebagian senyawa, maka sampel yang dianalisis tidak akan mencerminkan konsentrasi aktual dari seluruh larutan ekstrak, sehingga dapat menyebabkan hasil pengukuran menjadi bias. Dengan mempertimbangkan seluruh faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun metode ekstraksi Soxhlet secara prinsip sangat tepat untuk mengekstraksi senyawa non-polar seperti beta-karoten, pelaksanaannya pada percobaan ini masih menyimpan sejumlah kendala teknis yang berdampak pada efisiensi dan akurasi hasil.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa produk yang paling baik dilihat dari hasil uji beta karoten dan daya terima adalah pada kue bolu kukus dengan substitusi wortel parut

“ Evaluasi Pengaruh Penambahan Antioksidan BHA Terhadap Stabilitas Beta Karoten Dan Karakteristik Fisikokimia Sensori Jelly Wortel Selama Penyimpanan ” ini guna

Berikut ini Tabel 4.13, penelitian yang juga menggunakan bahan sarang semut sebagai ekstrak dengan metode ekstraksi soxhletasi dan pengujian spektrofotometri UV-Vis untuk

Praktikum kali ini tentang penentuan konsentrasi dalam sampel dengan menggunakan metoda spektrofotometri UV dengan mencari absorbansi dari larutan standar

Uji Aktivitas Antioksidan Body Butter Umbi bit (Beta vulgaris L.) adalah tanaman yang mengandung betasianin (pigmen ungu) dan betasantin (pigmen kuning) yang membuat warna Bit Merah tua menjadi keunguan. Buah ini mengandung sejumlah kecil senyawa flavonoid (anthocyanin) yang memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formulasi body butter ekstrak etanol bit (Beta vulgaris L.) sebagai antioksidan dan melihat aktivitas antioksidan dengan metode perendaman DPPH. Ekstraksi bit menggunakan metode maserasi menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. Rumus uji aktivitas antioksidan diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 520 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumus i memperoleh nilai IC50 sebesar 240 buah / mL (AAI = 0,16), rumus II memperoleh nilai IC50 sebesar 139,93 buah/mL (AAI = 0,28), dan rumus III memperoleh nilai IC50 sebesar 133,34 buah/mL (AAI = 0,29). Semakin tinggi konsentrasi antioksidan dari sediaan body butter ekstrak etanol buah, semakin kecil nilai IC50, dan semakin besar nilai AAI yang diperoleh. Berdasarkan hasil yang diperoleh, antioksidan dari ekstrak etanol bit body butter masih mampu melawan radikal bebas pada tingkat yang lemah. Tahap awal yang dilakukan dalam uji aktivitas antioksidan adalah dengan membuat variasi konsentrasi meningkat dari sediaan body butter ekstrak