• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PASCA PANEN

N/A
N/A
Shahiban Muzaki

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PASCA PANEN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PASCA PANEN

(Pengujian Mutu Destruktif dan Non-Destruktif)

Oleh :

Nama : Shahiban Muzaki

NPM : 240110210094

Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 3 Mei 2023 Waktu/Shift : 07.30 – 09.10 WIB/B2 Asisten Praktikum : 1. Annisa Pusponegoro

2. Hana Sofia

3. Shitah Khoerunnisa 4. Trevina Mikha S.

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

2023

Nilai:

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kadar air merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas bahan hasil pertanian. Hal ini karena kandungan air yang tepat pada bahan pertanian akan mempengaruhi kualitas produk dan juga daya tahan produk tersebut.

Oleh karena itu, perhitungan kadar air sangat penting untuk mengetahui apakah suatu bahan pertanian siap untuk diolah, disimpan, atau dikemas. Selain itu, perhitungan kadar air juga sangat penting untuk menentukan jumlah bahan pengering yang diperlukan dalam proses pengeringan. Dalam pengolahan bahan pertanian, terutama pada pengolahan makanan, kadar air juga sangat penting dalam menentukan keamanan dan kualitas produk. Sebagai contoh, kadar air yang tinggi pada bahan pertanian dapat menyebabkan pertumbuhan jamur dan bakteri yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada produk.

Dalam praktikum perhitungan kadar air bahan hasil pertanian, metode yang umumnya digunakan adalah metode pengeringan. Metode ini dilakukan dengan cara mengeringkan sampel bahan pertanian pada suhu dan waktu yang ditentukan untuk mengurangi kadar air pada sampel. Dengan mengetahui kadar air suatu bahan hasil pertanian, maka dapat ditentukan strategi penanganan yang tepat akan bahan tersebut. Dengan penanganan yang tepat maka bahan hasil pertanian akan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan menguntungkan. Dengan pentingnya mengetahui kadar air suatu bahan, maka praktikum ini sangatlah penting untuk mengetahui cara mengukur kadar air suatu bahan.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum kali ini adalah:

1. Mahasiswa dapat mempelajari analisis mutu pada bahan hasil pertanian secara destruktif;

2. Mahasiswa dapat mempelajari analisis mutu pada bahan hasil pertanian secara non-destruktif;

3. Mahasiswa dapat menganalisis pengujian destruktif menggunakan penetrometer sebagai evaluasi kekerasan dan kadar air dalam basis basah dan basis kering; dan

(3)

4. Mahasiswa dapat menganalisis pengujian non-destruktif menggunakan color reader.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Destruktif dan Non-Destruktif

Metode destruktif dalam penilaian mutu bahan hasil pertanian adalah metode yang melibatkan pengambilan sampel dan penghancuran bahan tersebut untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif yang lebih mendalam terhadap kandungan nutrisi dan bahan kimia yang terdapat dalam bahan tersebut. Metode destruktif dapat digunakan untuk penilaian mutu berbagai jenis bahan hasil pertanian, seperti biji-bijian, tepung, dan produk olahan lainnya. Dalam metode ini, sampel bahan diambil dan dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil, kemudian diuji untuk memperoleh informasi tentang kandungan nutrisi dan bahan kimia yang terkandung dalam bahan tersebut. Metode ini biasanya dilakukan di laboratorium dengan menggunakan peralatan khusus, seperti spektrofotometer dan kromatografi.

Salah satu contoh aplikasi metode destruktif adalah dalam penilaian mutu tepung terigu. Metode destruktif dapat digunakan untuk mengukur kadar protein, serat, lemak, dan karbohidrat dalam tepung terigu. Dengan melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif menggunakan metode destruktif, dapat diperoleh informasi yang lebih akurat tentang kandungan nutrisi tepung terigu, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan kualitas dan nilai gizi tepung tersebut (Sudarmo, 2016).

2.2 Kadar Air

Kadar air pada bahan hasil pertanian adalah persentase jumlah air yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar air pada bahan hasil pertanian memiliki peran penting dalam mempengaruhi kualitas dan daya tahan bahan tersebut. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba dan pembusukan bahan, sedangkan kadar air yang terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringan dan kerusakan pada bahan. Untuk mengetahui kadar air pada bahan hasil pertanian, dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar air seperti moisture meter atau oven (Eris & Mulyaningrum, 2019). Kadar air pada bahan hasil pertanian dapat menjadi faktor kunci dalam memengaruhi kualitas dan daya tahan bahan tersebut. Bahan dengan kadar air yang tinggi cenderung lebih mudah terkena serangan mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, dan virus. Selain itu, bahan tersebut juga lebih rentan terhadap proses pembusukan dan pengurangan kualitas.

(5)

Sementara itu, bahan dengan kadar air yang rendah cenderung lebih mudah rusak atau pecah, yang mengurangi nilai dari bahan tersebut. Oleh karena itu, kadar air yang ideal harus dipertahankan pada tingkat yang optimal untuk setiap jenis bahan (Fitriyanti & Yuliani, 2019).

Ada beberapa metode untuk mengukur kadar air pada bahan hasil pertanian, termasuk pengukuran menggunakan alat seperti moisture meter atau oven. Pada pengukuran dengan alat moisture meter, alat akan memberikan nilai persentase kadar air langsung setelah alat diarahkan ke bahan yang ingin diukur. Sedangkan pada pengukuran dengan menggunakan oven, sampel bahan dikeringkan pada suhu dan waktu tertentu, kemudian dihitung kadar airnya dengan membandingkan berat sebelum dan sesudah pengeringan. Hasil pengukuran kadar air pada bahan hasil pertanian dapat digunakan untuk memperkirakan umur simpan bahan tersebut atau memperkirakan kapan bahan akan rusak. Pengukuran ini juga berguna untuk mengatur kondisi penyimpanan bahan yang tepat, seperti suhu dan kelembapan, agar bahan tetap segar dan tidak rusak (Sutrisno, Setyawan, & Sari, 2017).

2.3 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu proses untuk menghilangkan kadar air pada bahan hasil pertanian dengan cara mengurangi kelembapan di sekitar bahan tersebut.

Sehingga bahan tersebut dapat bertahan lebih lama tanpa mengalami kerusakan.

Dalam proses pengeringan, bahan hasil pertanian dipaparkan pada udara panas atau sinar matahari sehingga air dalam bahan tersebut menguap dan keluar dari permukaan bahan. Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air pada bahan, sehingga dapat meningkatkan daya tahan dan kualitas bahan tersebut. Proses pengeringan harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kondisi bahan hasil pertanian yang akan dikeringkan. Kondisi pengeringan yang tidak tepat dapat menyebabkan bahan menjadi mudah pecah atau rusak, sehingga mengurangi kualitas dari bahan tersebut. Oleh karena itu, dalam proses pengeringan perlu dilakukan pemantauan terus-menerus terhadap suhu dan kelembaban yang dihasilkan. (Suprayitno, Hardiwinoto, & Suryadi, 2016).

Terdapat beberapa jenis pengeringan yang dapat dilakukan (Putra &

Hamdani, 2019), diantaranya

1. Pengeringan matahari (sun drying): proses pengeringan dengan cara memaparkan bahan pada sinar matahari langsung selama beberapa hari. Metode

(6)

ini sering digunakan pada bahan hasil pertanian yang berukuran besar seperti padi, jagung, atau kacang-kacangan;

2. Pengeringan oven (oven drying): proses pengeringan dengan cara memanaskan bahan pada suhu tertentu selama beberapa jam. Metode ini sering digunakan pada bahan hasil pertanian dalam skala kecil seperti rempah-rempah atau biji- bijian; dan

3. Pengeringan kabinet (cabinet drying): proses pengeringan dengan cara mengeringkan bahan dalam ruangan tertutup dengan kondisi udara yang dikontrol. Metode ini sering digunakan pada bahan hasil pertanian yang memerlukan pengeringan dengan suhu dan kelembaban tertentu seperti bahan herbal atau teh.

2.4 Kekerasan pada Pisang dan Jeruk

Nilai kekerasan pada pisang dapat bervariasi tergantung pada jenis pisang, tingkat kematangan buah, dan kondisi lingkungan di mana pisang ditanam dan disimpan. Oleh karena itu, nilai kekerasan pada pisang dapat sangat berbeda-beda.

Beberapa nilai kekerasan pisang yang dilaporkan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan pada buah pisang Cavendish yang masih hijau sekitar 11 N dan meningkat menjadi sekitar 28 N ketika buah mencapai tingkat kematangan penuh (Sapuan, Yidris, & Mohd, 2010);

2. Kekerasan pada buah pisang Cavendish pada tingkat kematangan yang masih hijau sekitar 8,95 N dan meningkat menjadi sekitar 17,35 N pada tingkat kematangan yang matang (Sanusi, Ernawati, & Peranginangin, 2017); dan

3. Kekerasan pada buah pisang Kepok Kuning pada tingkat kematangan yang masih hijau sekitar 12,04 N dan menurun menjadi sekitar 6,14 N pada tingkat kematangan penuh (Widodo & Rochman, 2018).

Nilai kekerasan pada jeruk dapat bervariasi tergantung pada jenis jeruk, tingkat kematangan buah, dan kondisi lingkungan di mana jeruk ditanam dan disimpan. Oleh karena itu, nilai kekerasan pada jeruk juga dapat sangat berbeda- beda. Beberapa nilai kekerasan jeruk yang dilaporkan dalam penelitian adalah sebagai bpekerikut:

(7)

1. Penelitian oleh Hernández-Sánchez, Gómez-López, dan García-Sánchez (2014) melaporkan bahwa kekerasan pada buah jeruk Valencia sekitar 3,5- 4,5 kgf (Hernández-Sánchez, Gómez-López, & García-Sánchez, 2014);

2. Penelitian oleh Khan et al. (2019) melaporkan bahwa kekerasan pada buah jeruk Kinnow sekitar 2,52-3,11 kgf (Khan, Iqbal, Maqsood, Qureshi, &

Anjum, 2019); dan

3. Penelitian oleh Kusuma, Anurogo, dan Rochmadi (2019) melaporkan bahwa kekerasan pada buah jeruk Pontianak sekitar 2,09-2,84 kgf (Kusuma, Anurogo, & Rochmadi, 2019).

2.5 Warna pada Pisang dan Jeruk

Pengukuran warna dapat dilakukan dengan colorimeter, chromameter, atau spektrofotometer. Nilai warna dapat dinyatakan dengan derajat hue dari rentang 0- 360. Adapun warna pada pisang dari beberapa penelitian dihasilkan:

1. Nilai hue pada pisang Cavendish berkisar antara 80,05 - 86,85 (Almeida, Oliveira, Santos, da Silva, & Nogueira, 2021);

2. Nilai hue pada pisang Gros Michel berkisar antara 70,34 - 75,2 (Navarro- Pascual-Ahuir, García-Sánchez, Hernández-Sánchez, & Gómez-López, 2021); dan

3. Nilai hue pada pisang Raja berkisar antara 97,15 - 98,07 (Sidabutar, Anggraheni, & Mustikasari, 2020).

Adapun warna jeruk dari beberapa penelitian dihasilkan:

1. Nilai hue pada jeruk Siam Madu berkisar antara 87,4 - 95,4 (Wulandari, Amanto, & Suardana, 2018);

2. Nilai hue pada jeruk Keprok Garut berkisar antara 79,08 - 85,60 (Ardiarini & Kusnandar, 2019);

3. Nilai hue pada jeruk Pontianak berkisar antara 90,28 - 96,18 (Yusmanizar, Pratama, & Soenardjo, 2020); dan

4. Nilai hue pada jeruk peras berkisar antara 85-95 (Rizal, Rizal, &

Iskandar, 2019).

(8)

2.6 Total Padatan Terlarut pada Pisang dan Jeruk

Total padatan terlarut atau disingkat Brix adalah ukuran konsentrasi total gula dan senyawa non-gula yang terlarut dalam sebuah larutan. Pada buah pisang, kandungan gula dan senyawa non-gula yang terlarut diukur dengan nilai Brix yang menjadi indikator kualitas dan kematangan buah pisang. Beberapa penelitian di Indonesia yang mengukur nilai Brix pada pisang antara lain:

1. Nilai Brix pada pisang Kepok kuning berkisar antara 23,73 - 24,76 (Rostiana & Kusnandar, 2017);

2. Nilai Brix pada pisang Cavendish berkisar antara 20,10 - 23,30 (Nurhayati & Suhandy, 2018); dan

3. Nilai Brix pada pisang Mas berkisar antara 16,86 - 19,28 (Mubarik, Saad,

& Sari, 2021).

Pada buah jeruk, kandungan gula dan senyawa non-gula yang terlarut diukur dengan nilai Brix yang menjadi indikator kualitas dan kematangan buah jeruk.

Beberapa penelitian di Indonesia yang mengukur nilai Brix pada jeruk antara lain:

1. Penelitian oleh Trisnawati et al. (2019) melaporkan bahwa nilai Brix pada jeruk Pontianak berkisar antara 8,70 - 9,86 (Trisnawati, Sari, & Hermanto, 2019);

2. Penelitian oleh Fitria et al. (2017) melaporkan bahwa nilai Brix pada jeruk Keprok Madu berkisar antara 9,15 - 10,68 (Fitria, Hanani, & Yudiarti, 2017); dan

3. Penelitian oleh Saputra et al. (2018) melaporkan bahwa nilai Brix pada jeruk Navel berkisar antara 10,57 - 11,63 (Saputra, Kusnadi, & Kuswanto, 2018).

(9)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:

1. Alu dan mortar, untuk menghaluskan baha;

2. Cawan, untuk menyimpan sampel bahan;

3. Chromameter, untuk menukur warna bahan;

4. Desikator, untuk menstabilkan kadar air dengan menghilangkan air dan kristal hasil pemurnian;

5. Label, untuk memberi tanda bahan;

6. Oven, untuk mengeringkan bahan;

7. Penetrometer, untuk mengukur nilai kekerasan bahan;

8. Penjepit, untuk menjepit bahanketika keluar dari oven;

9. Pisau, untuk memotong bahan;

10. Refraktometer, untuk mengukur total padatan terlarut bahan;

11. Spatula, untuk mengaduk bahan;

12. Timbangan, untuk mengukur massa bahan; dan 13. Wadah sampel, untuk menyimpan bahan.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:

1. Jeruk peras; dan 2. Pisang Muli.

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Prosedur Pengukuran Kadar Air

Prosedur uji kadar air pada praktikum kali ini adalah:

1. Menyediakan 4 cawan kosong;

2. Memanaskan cawan kosong dengan menggunakan oven pada temperatur105℃ selama 30 menit;

3. Mendidinginkan cawan kosong yang sudah dipanaskan dalam desikator selama 5 menit, lalu menimbang massa cawan tersebut (A);

(10)

4. Menimbang massa daging dan kulit sampel bahan sebanyak 2 gram dan memasukkannya ke dalam masing-masing cawan yang telah diketahui massanya (B);

5. Mengeringkan sampel dalam cawan dengan menggunakan oven pada suhu 105℃ selama 3 jam;

6. Mendinginkan sampel bahan dalam desikator selama 5 menit;

7. Menimbang cawan dan isinya kemudian mengeringkan kembali selama 1 jam, lalu mendinginkannya ke dalam desikator; dan

8. Menimbang sampel bahan kering dan cawan sampai beratnya konstan (C).

3.2.2 Prosedur Pengukuran Kekerasan pada Bahan Prosedur uji kekerasan pada praktikum kali ini adalah:

1. Mengupas kulit sampel bahan pada bagian yang akan diuji;

2. Melakukan kalibrasi pada penetrometer;

3. Menekan penetrometer secara tegak lurus terhadap permukaan buah;

4. Menekan penetrometer pada bahan yang akan diukur melewati bagian yang keras;

5. Mengamati nilai yang ditunjukan oleh jarum penunjuk;

6. Mencatat nilai yang tertera pada penetrometer;

7. Melakukan pengukuran pada tiga titik yang berbeda, yakni bagian pangkal, tengah, dan ujung buah; dan

8. Menghitung hasil pengukuran.

3.2.3 Prosedur Pengukuran Warna Bahan

Prosedur pengukuran warna menggunakan color reader pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan chromameter dan monitor display pada posisi;

2. Melakukan kalibrasi dengan standar putih dan standar hitam;

3. Mengukur karakteristik warna L*, a*, dan b*, serta melakukan pengulangan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-ratanya; dan 4. Mencatat hasil nilai L*, a*, b*, C, dan H.

(11)

3.2.4 Prosedur Pengukuran Nilai Brix

Prosedur pengujian respon cahaya pada praktikum kali ini adalah:

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan;

2. Mengeluarkan sedikit cairan buah dengan menekan daging buah, lalu meletakkannya di atas lensa refraktrometer;

3. Apabila mengambil bagian daging buah, maka terlebih dahulu dihancurkan menggunakan alu dan mortar hingga sampel halus;

4. Membaca skala yang tertera pada refraktrometer;

5. Mencatat skala yang terbaca pada tabel;

6. Mengulangi langkah 3 sebanyak 3 kali pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah; dan

7. Menentukan nilai rata-rata hasil kekerasan sampel bahan.

(12)

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Data Pengamatan

Tabel 1. Tabel Pengukuran Destruktif Pisang Pengulangan Nilai Brix

Digital

Nilai Kekerasan

Penampakan Sampel

1 22,6 2,55

2 18,3 2,6

3 23 2,45

Rata-rata 21,30 2,53

SDTV 2,61 0,08

Tabel 2. Data Pengukuran Non-Destruktif untuk Pisang

Pengulangan L a* b* C H

1 40,84 -3,32 24,16 24,39 97,83 2 48,21 -2,12 27,22 27,31 94,45 3 45,05 -2,81 32,25 32,37 94,98 Rata-rata 44,7 -2,75 27,88 28,02 95,75

Tabel 3. Tabel Pengukuran Destruktif Jeruk Pengulangan Nilai Brix

Digital

Nilai Kekerasan

Penampakan Sampel

1 7,8 2,65

2 7,6 2,58

3 8,4 2,62

Rata-rata 7,93 2,62

SDTV 0,42 0,04

Tabel 4. Data Pengukuran Non-Destruktif untuk Jeruk

Pengulangan L a* b* C H

1 40,92 -5,1 25,95 26,45 101,12 2 40,3 -7,81 25,32 26,49 107,14 3 47,03 -6,73 35,28 35,92 100,8 Rata-rata 42,75 -6,55 28,85 29,62 103,02

(13)

Tabel 5. Kadar Air Daging Buah Pisang Setelah 3 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata Massa

cawan kosong

Massa cawan +

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 5,094 7,149 5,699 70,56

70,50

239,67

239,07

2 5,094 7,151 5,701 70,49 238,88

3 5,094 7,153 5,702 70,47 238,65

Tabel 6. Kadar Air Kulit Buah Pisang Setelah 3 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan +

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 4,89 6,88 5,15 86,59

86,59

645,69

645,69

2 4,89 6,88 5,15 86,59 645,69

3 4,89 6,88 5,15 86,59 645,69

Tabel 7. Kadar Air Daging Buah Jeruk Setelah 3 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan+

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 5,05 7,10 5,30 87,64

87,52

709,09

701,47

2 5,05 7,05 5,31 87,27 685,83

3 5,05 7,10 5,30 87,64 709,09

Tabel 8. Kadar Air Kulit Buah Jeruk Setelah 3 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan+

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 5,00 7,01 5,61 69,82

69,83

231,30

231,43

2 5,00 7,01 5,61 69,82 231,30

3 5,00 7,01 5,61 69,85 231,68

(14)

Tabel 9. Kadar Air Daging Buah Pisang Setelah 4 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan+

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 5,09 7,15 5,67 72,02

72,02

257,39

257,39

2 5,09 7,15 5,67 72,02 257,39

3 5,09 7,15 5,67 72,02 257,39

Tabel 10. Kadar Air Kulit Buah Pisang Setelah 4 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan+

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 4,89 6,88 5,15 86,64

86,64

657,50

651,50

2 4,89 6,88 5,15 86,64 648,50

3 4,89 6,88 5,15 86,64 648,50

Tabel 11. Kadar Air Daging Buah Jeruk Setelah 4 Jam

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan+

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 5,05 7,10 5,30 88,03

87,93

735,51

728,71

2 5,05 7,05 5,30 87,73 714,69

3 5,05 7,10 5,30 88,04 735,51

Tabel 12. Kadar Air Kulit Buah Jeruk (4 jam)

Ulangan

a b c

KABB (%)

Rata- rata (%)

KABK (%)

Rata- rata (%) Massa

cawan kosong

Massa cawan+

bahan basah

Massa cawan +

bahan kering

1 5,00 7,01 5,60 70,01

69,99

233,50

233,26

2 5,00 7,01 5,61 69,92 232,40

3 5,00 7,01 5,60 70,05 233,89

(15)

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Daging Pisang KABB =𝐵 − 𝐶

𝐵 − 𝐴𝑋100%

KABK =𝐵 − 𝐶

𝐶 − 𝐴𝑋100%

1. Setelah 3 Jam

KABB 1 =7,149 g − 5,699 g

7,149 g − 5,094 g𝑋100% = 70,56%

KABK 1 = 7,149 g − 5,699 g

5,699 g − 5,094 g𝑋100% = 239,67%

KABB 2 = 7,151 g − 5,701 g

7,151 g − 5,094 g𝑋100% = 70,49%

KABK 2 = 7,151 g − 5,701 g

5,701 g − 5,094 g𝑋100% = 238,88%

KABB 3 = 7,153 g − 5,701 g

7,153 g − 5,094 g𝑋100% = 70,47%

KABK 3 = 7,153 g − 5,702 g

5,702 g − 5,094 g𝑋100% = 238,65%

2. Setelah 4 Jam

KABB 1 =7,15 g − 5,67 g

7,15 g − 5,09 𝑋100% = 72,02%

KABK 1 =7,15 g − 5,67 g

5,67 g − 5,09 g𝑋100% = 257,39%

KABB 2 =7,15 g − 5,67 g

7,15 g − 5,09 𝑋100% = 72,02%

KABK 2 =7,15 g − 5,67 g

5,67 g − 5,09 g𝑋100% = 257,39%

KABB 3 =7,15 g − 5,67 g

7,15 g − 5,09 𝑋100% = 72,02%

KABK 3 =7,15 g − 5,67 g

5,67 g − 5,09 g𝑋100% = 257,39%

(16)

4.2.2 Perhitungan Kulit Pisang 1. Setelah 3 Jam

KABB 1 =6,88 g − 5,15 g

6,88 g − 4,89 g𝑋100% = 86,59%

KABK 1 =6,88 g − 5,15 g

5,15 g − 4,89 g𝑋100% = 645,69%

KABB 2 =6,88 g − 5,15 g

6,88 g − 4,89 g𝑋100% = 86,59%

KABK 2 =6,88 g − 5,15 g

5,15 g − 4,89 g𝑋100% = 645,69%

KABB 3 =6,88 g − 5,15 g

6,88 g − 4,89 g𝑋100% = 86,59%

KABK 3 =6,88 g − 5,15 g

5,15 g − 4,89 g𝑋100% = 645,69%

2. Setelah 4 Jam

KABB 1 =6,88 g − 5,15 g

6,88 g − 4,89 g𝑋100% = 86,64%

KABK 1 =6,88 g − 5,15 g

5,15 g − 4,89 g𝑋100% = 651,50%

KABB 2 =6,88 g − 5,15 g

6,88 g − 4,89 g𝑋100% = 86,64%

KABK 2 =6,88 g − 5,15 g

5,15 g − 4,89 g𝑋100% = 651,50%

KABB 3 =6,88 g − 5,15 g

6,88 g − 4,89 g𝑋100% = 86,64%

KABK 3 =6,88 g − 5,15 g

5,15 g − 4,89 g𝑋100% = 651,50%

4.2.3 Perhitungan Daging Jeruk 1. Setelah 3 Jam

KABB 1 =7,10 g − 5,30 g

7,10 g − 5,05 g𝑋100% = 87,64%

KABK 1 =7,10 g − 5,30 g

5,30 g − 5,05 g𝑋100% = 709,09%

KABB 2 =7,05 g − 5,31 𝑔

7,05 g − 5,05 g𝑋100% = 87,27%

KABK 2 =7,05 g − 5,31 g

5,31 g − 5,05 g𝑋100% = 685,83%

(17)

KABB 3 =7,10 g − 5,30 g

7,10 g − 5,05 g𝑋100% = 87,64%

KABK 3 =7,10 g − 5,30 g

5,30 g − 5,05 g𝑋100% = 709,09%

2. Setelah 4 Jam

KABB 1 =7,10 g − 5,30 g

7,10 g − 5,05 g𝑋100% = 88,03%

KABK 1 =7,10 g − 5,30 g

5,30 g − 5,05 g𝑋100% = 735,51%

KABB 2 =7,05 g − 5,31 g

7,05 g − 5,05 g𝑋100% = 87,27%

KABK 2 =7,05 g − 5,31 g

5,31 g − 5,05 g𝑋100% = 714,69%

KABB 3 =7,10 g − 5,30 g

7,10 g − 5,05 g𝑋100% = 88,03%

KABK 3 =7,10 g − 5,30 g

5,30 g − 5,05 g𝑋100% = 735,51%

4.2.4 Perhitungan Kulit Jeruk 1. Setelah 3 Jam

KABB 1 =7,01 g − 5,61 g

7,01 g − 5,00 g𝑋100% = 69,82%

KABK 1 =7,01 g − 5,61 g

5,61 g − 5,00 g𝑋100% = 231,30%

KABB 2 =7,01 g − 5,61 g

7,01 g − 5,00 g𝑋100% = 69,82%

KABK 2 =7,01 g − 5,61 g

5,61 g − 5,00 g𝑋100% = 231,30%

KABB 3 =7,01 g − 5,61 g

7,01 g − 5,00 g𝑋100% = 69,82%

KABK 3 =7,01 g − 5,61 g

5,61 g − 5,00 g𝑋100% = 231,30%

2. Setelah 4 Jam

KABB 1 =7,01 g − 5,60 g

7,01 g − 5,00 g𝑋100% = 70,01%

KABK 1 =7,01 g − 5,60 g

5,60 g − 5,00 g𝑋100% = 233,50%

(18)

KABB = 7,01 g − 𝐶

7,01 g − 5,00 g𝑋100% = 69,92%

KABK =7,01 g − 5,61 g

5,61 g − 5,00 g𝑋100% = 232,40%

KABB 3 =7,01 g − 5,60 g

7,01 g − 5,00 g𝑋100% = 70,01%

KABK 3 =7,01 g − 5,60 g

5,60 g − 5,00 g𝑋100% = 233,50%

(19)

BAB V PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas mengenai mutu suatu produk bahan hasil pertanian dengan menggunakan metode destruktif dan non-destruktif. Metode destruktif yang dilakukan terdiri dari pengukuran brix serta kekerasan bahan.

Adapun pengukuran non-destruktif dilakukan dengan mengukur warna dari bahan.

Selain itu, dilakukan juga pengukuran mutu produk bahan hasil pertanian dengan menggunakan parameter kadar air basis basah dan basis kering. Mutu produk perlu untuk diketahu dengan tujuan untuk mengetahui ciri-ciri suatu bahan pada konsisi tertentu, dengan diketahuinya batasan tersebut maka penentuan perilaku terhadap bahan dapat dilakukan.

Bahan yang menjadi objek pengamatan adalah pisang muli dan jeruk peras.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pisang muli dalam kondisi belum matang memiliki nilai brix sebesar 22,6. Artinya dari keseluruhan kandungan bahan tersebut, sebanyak 22,6% dari pisang adalah padatan terlarut/gula. Nilai tersebut sesuai dengan range nilai brix dari pisang sebagaimana yang tertera pada tinjauan pustaka. Adapun jeruk memiliki total padatan terlarut sebesar 7,93, artinya sebanyak 7,93 kandungan jeruk adalah padatan terlarut/gula.

Jika dibandingkan antara keduanya, maka pisang memiliki rasa yang lebih manis, karena pada dasarnya semakin tinggi nilai brix maka semakin manis suatu bahan tersebut, begitupun sebaliknya. Pengukuran nilai kekerasan menunjukkkgfan pisang memiliki kekerasan sebesar 2,53 kgf dan jeruk sebesar 2,62. Kedua nilai tersebut sesuai dengan rentang nilai kekerasan yang ada pada tinjauan pustaka diatas. Satuan dari nilai tersebut menunjukkan besar beban yang dapat ditahan sesaat sebelum bahan mengalami kerusakan. Karena terjadi kerusakan pada pengukuran brix dan kekerasan, maka kedua metode tersebut tergolong kedalam metode destruktif.

Metode non-destruktif yang dilakukan untuk menilai mutu bahan pada praktikum kali ini adalah dengan mengukur warna bahan dengan menggunakan chromameter. Warna dapat menunjukkan mutu dari suatu produk bahan hasil pertanian berdasarkan acuan yang telah ada. Dari hasil pengukuran, pisang memiliki nilai hue sebesar 94,98. Nilai tersebut menunjukkan warna pada pisang yaitu kuning. Adapun jeruk memiliki derajat hue sebesar 100,8 dengan artian jeruk

(20)

memiliki warna kuning. Dari warna tersebut dapat diketahui bahwa pisang telah mendekati masa pematangan.

Pengeringan bahan dilakukan selama 4 jam dengan perhentian di jam ke-3.

Dengan hasil untuk daging pisang pada jam ke-3 memiliki kadar air basis basah sebesar 70,50% dan basis kering sebesar 239,07%. Setelah 4 jam pengeringan nilaimya menjadi 72,02% basis basah dan 257,39. Artinya terjadi peningkatan kadar air yang menguap selama proses pengeringan. Pada jam ke-3 kulit jeruk memiliki basis basah sebesar 86,56% dan basis kering sebesar 645,69% dan pada jam ke-4 basis basahnya menjadi 86,64% dan basis keringnya menjadi 651,50%.

Sama seperti pada daging pisang, terjadi peningkatan nilai, airnya kandungan air pada kulit masih dapat teruapkan pada jam ke-4.

Daging jeruk pada jam ke-3 memiliki kadar air basis basah sebesar 87,52%

dan basis keringnya sebesar 701,47%. Adapun pada jam ke-4 basis basahnya menjadi 87,93% dan basis keringnya menjadi 728,71%. Adapun kulit jeruk memiliki basis basah sebesar 69,83% pada jam ke-3 dan basis keringnya 231,43%.

Pada jam ke-4 basis basahnya menjadi 69,99% dan basis keringnya menjadi 233,26%. Seluruh nilai meningkat dari jam ke-3 menuju jam ke-4. Kadar air basis basah menunjukkan kandungan air bahan jika dibandingkan dengan bahan pada kondisi mula-mula. Nilainya dari basis basah tidak akan melebihi 100% karena acuannya adalah bahan pada kondisi mula-mula. Adapun untuk basis kering nilainya bisa melebihi 100% karena acuannya adalah bahan pada kondisi kering.

Misalnya suatu bahan memiliki basis kering sebesar 500%, maka kadar air dari bahan tersebut adalah 5 kali lipat dari bahan dalam kondisi kering tanpa air.

Mutu dari bahan hasil pertanian dapat diketahui dengan berbagai cara. Cara yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari bahan hasil pertanian terkait. Misalnya pada industri, tidak mungkin seseorang melakukan pengujian mutu dengan destruktif karena hal tersebut akan merusak bahan dalam jumlah besar dan menurunkan nilainya, adapun metode yang dipilih bisa dengan metode non- destruktif dengan citra misalnya karena tidak akan merusak bahan. Keseluruhan metode memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendir, tinggal disesuaikan dengan apa yang menjadi tujuan seseorang. Dengan mengetahui mutu dari bahan maka kita akan mengetahui penanganan tepat yang dapat dilakukan.

(21)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:

1. Analisis mutu dengan metode destruktif dilakukan dengan mengukur parameter dari suatu bahan dengan efek samping berupa kerusakan pada bahan, metodenya mulai dari menghitung brix, kekerasan, dan lain-lain;

2. Analisis mutu dengan metode non-destrukti mengukur parameter dari suatu bahan dengan tanpa efek kerusakan yang terjadi, metodenya berupa pengukuran dengan citra, Nir, dan lain-lain;

3. Penetrometer digunakan untuk menilai mutu bahan berdasarkan

kekerasannya, kadar air dari bahan menunjukkan jumlah kandungan air pada bahan; dan

4. Color reader dapat menentukan mutu bahan dengen menilai warna dari bahan hasil pertanian.

6.2 Saran

Saran dari praktikum kali ini adalah hendaknya praktikan mencatat setiap nilai yang dihasilkan dengan tujuan agar data-data hasil praktikum dapat dihasilkan dengan baik.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Almeida, M., Oliveira, L., Santos, D., da Silva, E. R., & Nogueira, R. I. (2021).

Banana ripening classification using color features and artificial neural networks. Journal of Food Measurement and Characterization, 15(4), 2287-2294.

Ardiarini, N., & Kusnandar, F. (2019). Karakteristik fisik dan kimia buah jeruk keprok Garut pada tiga tingkat kematangan. Jurnal Hortikultura Indonesia, 10(2), 132-139.

Eris, F. I., & Mulyaningrum, Y. (2019). Analisis Kadar Air dan Kadar Abu pada Bahan Baku Kacang Tanah. Jurnal Teknologi Pertanian, 20(2), 97-102.

Fitria, D., Hanani, N., & Yudiarti, T. (2017). Pemilihan dosis pupuk kandang dan pengaruhnya terhadap karakteristik buah jeruk Keprok Madu (Citrus reticulata Blanco). Jurnal Agroteknologi Tropika, 5(3), 395-401.

Fitriyanti, L., & Yuliani, S. (2019). Analisis Kadar Air dan Kadar Abu Buah Mangga Gedong Gincu dan Arumanis. Jurnal Agroindustri, 9(1), 10-16.

Hernández-Sánchez, N., Gómez-López, V. M., & García-Sánchez, F. (2014). Effect of citrus ripeness on mechanical properties, permeability and microstructure. International Journal of Food Science & Technology, 49(7), 1633-1639.

Khan, I. U., Iqbal, A., Maqsood, M., Qureshi, T. M., & Anjum, F. M. (2019). Effect of maturity on mechanical properties of Kinnow mandarin fruit. Journal of Food Science and Technology, 56(2), 1114-1122.

Kusuma, H. S., Anurogo, W., & Rochmadi, R. (2019). The effect of harvest time and storage temperature on physical and mechanical properties of Pontianak orange fruit. International Journal of Agricultural Technology, 15(1), 67- 82.

Mubarik, N., Saad, M., & Sari, R. A. (2021). Pengaruh perendaman dalam asam askorbat dan lama penyimpanan terhadap mutu pisang mas (Musa acuminata). Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 20(1), 23-34.

Navarro-Pascual-Ahuir, E., García-Sánchez, F., Hernández-Sánchez, N., &

Gómez-López, V. (2021). Effect of the maturity stage on mechanical and sensory properties of Gros Michel bananas. Food Science and Technology International, 27(2), 135-146.

Nurhayati, E., & Suhandy, D. (2018). Pengaruh suhu penyimpanan dan lama penyimpanan terhadap sifat fisikokimia pisang Cavendish (Musa acuminata Colla). . Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 6(2), 165-173.

Putra, A. R., & Hamdani, M. (2019). Peningkatan Kualitas Jahe Merah dengan Pengeringan Kabinet. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 7(3), 117-124.

Rizal, M., Rizal, A., & Iskandar, A. (2019). Pengaruh Lama Waktu Pemasakan Kulit Jeruk Peras (Citrus sinensis Osbeck) Terhadap Kadar Limonen, Uji

(23)

Organoleptik dan Kandungan Vitamin C pada Minuman Sirup Jeruk Peras.

Jurnal Riset Teknologi Industri, 10(2), 117-124.

Rostiana, E., & Kusnandar, F. (2017). Kajian pengaruh kemasan berpori dan suhu penyimpanan terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik buah pisang kepok kuning (Musa paradisiaca L. Jurnal Hortikultura Indonesia, 8(1), 34- 44.

Sanusi, R., Ernawati, L., & Peranginangin, R. (2017). Pengukuran Kekerasan Pisang Cavendish dan Pisang Ambon pada Tingkat Kematangan yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pertanian, 18(2), 110-116.

Sapuan, S. M., Yidris, N., & Mohd, N. (2010). Relationship between the hardness and maturity of Cavendish bananas. International Journal of Food Engineering, 6(3), 1-9.

Saputra, A., Kusnadi, J., & Kuswanto, A. (2018). Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap mutu buah jeruk Navel (Citrus sinensis L. Osbeck).

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 18(2), 95-102.

Sidabutar, R., Anggraheni, E., & Mustikasari, E. (2020). Kajian pengaruh iradiasi sinar gamma pada pisang kepok (Musa paradisiaca L.) terhadap tingkat kematangan dan kualitas pisang selama penyimpanan. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 8(1), 22-28.

Sudarmo, A. (2016). Teknik Analisis Bahan Pangan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suprayitno, E., Hardiwinoto, S., & Suryadi, Y. (2016). Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Kualitas Jeruk Keprok Batu 55. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 5(1), 11-18.

Sutrisno, E., Setyawan, D., & Sari, D. (2017). Analisis Kadar Air pada Sayuran Segar yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 13(1), 32-37.

Trisnawati, S., Sari, R. A., & Hermanto, B. (2019). Karakteristik mutu buah jeruk Pontianak (Citrus nobilis Lour) selama penyimpanan dengan suhu rendah.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 7(2), 51-58.

Widodo, W., & Rochman, E. M. (2018). Analisis Pengaruh Lama Waktu Pemasakan dan Tingkat Kematangan terhadap Kekerasan Pisang Kepok Kuning dengan Menggunakan Alat Uji Kekerasan. Jurnal Keteknikan Pertanian, 6(1), 37-44.

Wulandari, N., Amanto, B., & Suardana, I. W. (2018). Pengaruh pengemasan terhadap sifat fisikokimia buah jeruk Siam Madu (Citrus nobilis Lour. var.

microcarpa Hassk). Jurnal Pascapanen Pertanian, 15(2), 69-80.

Yusmanizar, Y., Pratama, R. A., & Soenardjo, N. (2020). Karakteristik kualitas jeruk Pontianak (Citrus nobilis Lour var microcarpa Hassk) pada dua tingkat kematangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 9(2), 38-42.

(24)

LAMPIRAN

Gambar 1. Timbangan analitik

(Sumber: Dokumentasi kelompok, 2023)

Gambar 2. Refraktometer

(Sumber: Dokumentasi kelompok, 2023)

Gambar 3. Pengukuran kulit jeruk

(Sumber: Dokumentasi kelompok, 2023)

Referensi

Dokumen terkait

Narcotics Law and Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 4 of 2021 concerning changes to the classification of narcotics which is