• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN RESMI ROSALINDA SIAHAAN PLUG 14

N/A
N/A
Rosalinda Siahaan

Academic year: 2025

Membagikan "LAPORAN RESMI ROSALINDA SIAHAAN PLUG 14"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIKUM PETROLOGI

Oleh :

ROSALINDA SIAHAAN 111.200.014

Plug : 6

LABORATORIUM BAHAN GALIAN SIE PETROLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2021

(2)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PETROLOGI

DISUSUN OLEH :

ROSALINDA SIAHAAN 111.200.014

Plug : 6

Diajukan sebagai Laporan Akhir Praktikum Petrologi pada Semester 2 tahun ajaran 2020 / 2021 Program Studi Teknik Geologi

Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Yogyakarta, 10 Juli 2021 Disahkan Oleh

ASSISTEN PETROLOGI

LABORATORIUM BAHAN GALIAN SIE PETROLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2021

(3)

Laporan resmi praktikum Petrologi ini saya persembahkan untuk :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.

2. Kedua orangtua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan tugas-tugas praktikum

3. Kelompok Praktikum Petrologi Plug 6 tahun 2020 atas kerja samanya dan bersedia untuk saling berbagi pengetahuan didalam maupun diluar waktu praktikum

4. Saudara angkatan 2020 yang selalu kompak dan solid yang sudah saling membantu dan memberi masukan dalam menyelesaikan laporan ini.

5. Mas Ikbar Aulia Zamani, Mas M. Irfan Firmansyah dan Mas M.Kemal Nahrowi selaku asisten plug 6

6. Staff asisten petrologi,yang berbaik hati dalam mengajari serta membimbing saya dalam mengerjakan tugas tugas praktikum ini.

7. Untuk semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengerjaan laporan ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu,saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuannya dan mohon maaf atas kesalahan yang saya lakukan dalam laporan ini.

Semoga laporan praktikum Petrologi ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai mana mestinya untuk semua bidang terutama bidang pendidikan baik secara internal ataupun eksternal.

(4)

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat – Nya penulis dapat menyelesaikan laporan resmi ini dengan baik.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada para staff asisten petrologi dan pihak pihak lain yang telah membantu penulis selama melaksanakan praktikum petrologi maupun dalam penulisan Laporan Resmi ini,sehingga penulis dapat menambah ilmu pengetahuan dan juga pengalaman.Khususnya dilingkungan Program Study Teknik Geologi,Fakultas Teknologi Mineral,Universitas Pembangunan Nasional “Veteran “ Yogyakarta

Laporan Resmi Praktikum Petrologi ini penulis buat sebagai pelengkap tugas praktikum yang telah dilaksanakan di Laoratorium Bahan Galian Sie Petrologi Program Studi Teknik Geologi,Universitas Pembangunan Nasional “Veteran “ Yogyakarta.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, selaku penulis saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat memperbaiki dan menyusun laporan yang lebih baik dimasa mendatang

Besar harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi praktisi dan akademisi dibidang Ilmu Geologi dan praktikan Praktikum Kristalografi Mineralogi. Terimakasih

Yogyakarta, 10 Juli 2021 Penulis,

ROSALINDA SIAHAAN 111.200.014

(5)

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR GAMBAR...vii

DAFTAR TABEL...ix

PENDAHULUAN...x

BAB I BATUAN BEKU...1

I.1. Magma...2

I.2. Afinitas Magma...3

I.3. Evolusi Magma...4

I.4. Seri Reaksi Bowen dan Rock Forming Mineral...6

I.5. Jenis Batuan Beku...8

I.6. Struktur Batuan Beku...9

I.7. Tekstur Batuan Beku... 11

I.8. Komposisi Mineral... 15

I.9. Warna...16

I.10. Diagram Alir Deskripsi Batuan Beku...19

I.11. Penamaan Batuan Beku...20

I.12. Contoh Deskripsi Batuan Beku...27

BAB II BATUAN PIROKLASTIK...28

II.1. Komponen Penyusun Batuan Piroklastik...28

II.2. Mekanisme Pengendapan Batuan Piroklastik...29

II.3. Struktur dan Tekstur Batuan Piroklastik...30

II.4. Komposisi dalam Batuan Piroklastik...32

II.5. Klasifikasi Batuan Piroklastik...33

II.6. Alur Pendeskripsian Batuan Piroklastik...34

(6)

III.1. Penggolongan dan Penamaan Batuan Sedimen...36

III.2. Pemerian Batuan Sedimen Klastik...37

III.3. Pemerian Batuan Sedimen Nonklastik...43

III.4. Pemerian Batuan Sedimen Karbonat Klastik...45

III.5. Klasifikasi Batuan Sedimen...46

III.6. Diagram Alir Pendeskripsian Batuan Sedimen...54

III.7. Contoh Deskripsi Batuan Sedimen...55

BAB IV BATUAN METAMORF...56

IV.1. Tipe Metamorfisme...56

IV.2. Struktur Batuan Metamorf...57

IV.3. Tekstur Batuan Metamorf...59

IV.4. Komposisi Batuan Metamorf...61

IV.5. Penamaan Batuan Metamorf...61

IV.6. Alur Pemerian nama Batuan Metamorf...65

IV.7. Fasies Metamorfisme...66

IV.8. Contoh Deskripsi Batuan Metamorf...68 PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

Gambar 1. 1. Jenis-jenis Intrusi...2

Gambar 1. 2. Tabulasi setting tectonic, Wilson (1989)...3

Gambar 1. 3. Diagram Perbandingan K2O dan SiO2, Peccerilo dan Taylor (1976) 4 Gambar 1. 4. Skema differensisasi magma (Atlas of Volcanic USGS)...6

Gambar 1. 5. Skema yang menunjukan Seri Reaksi Bowen...8

Gambar 1.6. Beberapa struktur yang dijumpai pada batuan beku (a) Columnar Joint, (b) Pillow Lava, (c) Vesikular, (d) Masif...11

Gambar 1.7. Klasifikasi IUGS (QAPF) untuk batuan plutonik (M<90%)...21

Gambar 1. 8. Klasifikasi IUGS untuk batuan vulkanik (M<90%)...22

Gambar 1. 9. Klasifikasi Batuan Gabbroid berdasarkan Plagioklas (Plg), Piroksen (Px), Olivin (Ol), Orthopiroksen (Opx), Klinopiroksen (Cpx), dan Hornblende (Hbl)... 23

Gambar 1. 10. Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan olivin (Ol), Orthpiroksen (Opx), Klinopiroksen (Cpx), dan Hornblende (Hbl)...23

Gambar 1.11. Klasifikasi Batuan Beku menurut W.T. Huang (1962)...24

Gambar 2. 1. Illustrasi terbentuknya partikel/butiran vulkanik hingga proses sedimentasi dan lithifikasi (Schmidt, 1981)...29

Gambar 2. 2. Karakteristi endapan piroklastik (McPhie,1993)...30

Gambar 2. 3. Hubungan genetik antara produk endapan vulkanik primer dan sekunder...33

Gambar 2. 4. Klasifikasi Batuan Piroklastik Fisher dan Schminke (1984)...34

Gambar 3. 1. Derajat Pemilahan...38

Gambar 3. 2. Derajat Pembundaran Butir...39

Gambar 3. 3. Bangun Butiran Sedimen...39

Gambar 3. 4. Flute Cast...40

Gambar 3. 5. Struktur (a) Graded Bedding, (b) Cross Bedding...40

Gambar 3. 6. Struktur (a) Slump dan (b) Flame Structure...41

Gambar 3. 7. Bentuk-bentuk lapisan sedimen...42

Gambar 3. 8. Golongan batuan sedimen menurut Koesoemadinata, 1980...46

Gambar 3. 9. Klasifikasi Folk (1974) untuk batuan sedimen silisiklastik gravel- bearing (kiri) dan gravel-free sediments (kanan)...48

Gambar 3. 10. Klasifikasi Batupasir menurut Pettihjon (1987)...49

(8)

Gambar 3. 12. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962)...52 Gambar 3. 13. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971). .53 Gambar 4.1. Fasies metamorfisme, Nelson (2011)...66

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1. Indeks Warna...16

Tabel 1. 2. Pengenalan Mineral dan Sifatnya...17

Tabel 1. 3. Konsep Clan Williams, 1954...20

Tabel 1. 4. Pembagian Batuan Beku dari Berbagai Aspek...25

Tabel 2. 1. Ukuran Butir Piroklastik...30

Tabel 2. 2. Klasifikasi Menurut Schmidt (1981)...33

Tabel 3. 1. Ukuran butir pada batuan sedimen (Wentworth, 1922)...37

Tabel 3. 2. Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee & Weir, 1953)...43

Tabel 3. 3. Pemerian ukuran kristal modifikasi Skala Wentworth...44

Tabel 3. 4. Ukuran butir pada Batuan Sedimen Karbonat Klastik (Grabeau, 1904) ...45

Tabel 3. 5. Nama-nama Batuan Karbonat...50

Tabel 4. 1. Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan tekstur menurut W.T. Huang (1962)...63

Tabel 4. 2. Skema klasifikasi batuan metamorf (Mason, 1990)...64

Tabel 4. 3. Fasies metamorfisme, Eskola (1915)………67

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(10)

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(11)

Geologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang komposisi dan susunan dalam kerak bumi,cara terbentuknya dan perjalanan bumi selamaa kurun waktu geologi.Bumi tersusun atas bebatuan,dan bebatuan disusun oleh mineral.Begitu pula dengan mineral,mineral mempunyai system Kristal yang membedakan anatara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya.

Mineral adalah suatu benda padat homogeny yang terdapat di alam seacara

anorganik,mempunyai komposisi kimia pada batas tertentu serta susunan atomnya teratur.

Batuan adalah kumpulan-kumpulan atau agregat dari mineral-mineral yang kemudian membeku dan mengeras.

Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan dan kondisi pembentukannya.

II. Tujuan

1. Mengetahaui apa itu batuan

2. Dapat menentukan jenis batuan dan pembentukannya 3. Dapat mengetahui kandungan mineral dalam suatu batuan 4. Dapat mendiskripsikan batuan dengan baik dan benar 5. Dapat menamai batuan dengan baik dan benar

(12)

BABI BATUAN BEKU

Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat cair liat, pijar, bersifat mudah bergerak yang kita kenal dengan nama magma.

Penggolongan batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu 1.

Berdasarkan genetik batuan, 2. Berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan

3. Berdasarkan susunan mineraloginya.

Batuan Beku dapat dibagi menjadi:

A. Batuan Beku Ekstrusif

Batuan beku sebagai hasil pembekuan magma yang keluar di atas permukaan bumi baik di darat maupun di bawah muka air laut. Pada saat mengalir di permukaan massa tersebut membeku relatif cepat dengan melepaskan kandungan gasnya. Oleh karena itu sering memperlihatkan struktur aliran dan banyak lubang gasnya (vesikuler). Magma yang keluar di permukaan atau lava setidaknya ada 2 jenis: Lava Aa dan Lava Pahoehoe.

Lava Aa terbentuk dari massa yang kental sedangkan lava Pahoehoe terbentuk oleh massa yang encer.

B. Batuan Beku Intrusif

Batuan hasil pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Ukuran mineralnya kasar, > 1 mm atau 5 mm. Magma yang mengintrusi di kerak pada kedalaman yang dangkal (<1 km) sering disebut sebagai intrusi hipabasal. Sedangkan istilah pluton digunakan untuk tubuh intrusi yang lebih besar dan lebih dalam.

1. Berbentuk tidak teratur dengan dinding yang curam dan tidak diketahui batas bawahnya. Yang memiliki penyebaran > 100 km2 disebut batolith,

yang kurang dari 100 km2 dikenal dengan stock sedangkan yang lebih kecil dan relatif membulat disebut boss. Ketiganya merupakan peristilahan dalam batuan plutonik.

(13)

2. Intrusi berbentuk tabular yang memotong struktur setempat (diskordan) disebut dyke/korok sedangkan yang konkordan mengikuti bidang

(14)

perlapisan disebut sill atau lacholit kalau cembung ke atas, sedangkan jika cembung ke bawah pada bagian atasnya disebut sebagai lopolith.

3. Intrusi berdimensi kecil dan membulat sering dikenal dengan intrusi silinder atau pipa.

I.1. Magma

Gambar 1. 1. Jenis-jenis Intrusi

Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat mobile, bersuhu antara 900 ° - 1200 °C atau lebih dan berasal dai kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas (F.F.

Grouts, 1947; Tumer dan verhogen 1960, H. Williams, 1962). Dalam Dally (1933), Winkler (1957), Vide W. T. Huang (1962), berpendapat bahwa magma asli (primer) bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi menjadi magma yang bersifat lain.

Sedangkan Bunsen (1951), dan W. T. Huang (1962) mempunyai pendapat bahwa ada dua jenis magma primer, yaitu basaltis dan granitis dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.

Komposisi kimiawi magma dari contoh batuan-batuan beku terdiri dari:

a. Senyawa-senyawa yang bersifat non-volatil dan merupakan senyawa oksida dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga merupakan mayor element, terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.

(15)

b. Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.

c. Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb.

I.2. Afinitas Magma

Afinitas magma adalah perbandingan silika dan alkali dalam batuan beku dan dapat dikelompokkan berdasarkan perbandingan tersebut.

Aspek yang mempengaruhi afinitas adalah oksida kimianya dari perbandingan alkali dan silika dan setting tectonic. Afinitas magma lebih banyak terkait dengan magma series.

Afinitas magma atau magma series dapat terbagi ke dalam dua kelompok yaitu alkaline dan subalkaline. Batuan alkaline kaya akan alkali dan biasanya tidak jenuh dengan silika. Sedangkan, batuan subalkaline jenuh akan silika. Golongan subalkaline terbagi lagi menjadi calc-alkaline dan tholeiitic. Batuan tholeiitic lebih menunjukkan pengkayaan unsur Fe dibanding Mg daripada batuan calc-alkaline dan umumnya variasi silikanya lebih sedikit. Golongan calc-alkaline lebih menunjukkan pengkayaan silika dan alkali. Afinitas magma dapat dikaitkan dengan setting tektonik yang berpengaruh pada pembentukannya. Berikut adalah klasifikasi setting tectonic berdasarkan afinitas magma menurut Wilson, 1989.

Gambar 1. 2. Tabulasi setting tectonic, Wilson (1989)

Peccerillo dan Taylor, (1976) mengelompokkan jenis magma berdasarkan kandungan potassium (K2O) dan silika (SiO2) menjadi empat golongan seperti pada gambar dibawah.

(16)

Gambar 1. 3. Diagram Perbandingan K2O dan SiO2, Peccerilo dan Taylor (1976)

I.3. Evolusi Magma

Magma dapat berubah menjadi magma yang besifat lain oleh proses- proses sebagai berikut:

Hibridasi, merupakan pembentukan magma baru karena pencampuran dua magma yang berlainan jenisnya.

Sinteksis, merupakan pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan samping.

Anateksis, merupakan proses pambentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar.

Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami differensiasi magma. Differensiasi magma ini meliputi semua proses yang mengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi massa batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.

Proses diferensisai magma meliputi:

Fractional Crystallization, merupakan pemisahan kristal dari larutan magma, karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau kristal-

(17)

kristal pada waktu pendinginan tidak dapat mengikuti perkembangan.

Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang mencolok dan tiba- tiba.

Crystal Settling/Gravitational Settling, merupakan pengendapan kristal-kristal berat mengandung Ca, Mg, dan Fe oleh gravitasi yang akan memperkaya magma pada bagian dasar waduk. Disini mineral silikat berat akan terletak dibawah mineral silikat ringan.

Liquid Immisibility, merupakan proses dimana larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing - masing akan membeku membentuk bahan yang heterogen.

Crystal Flotation, merupakan pengembangan kristal ringan dari sodium (Na) dan potassium (K) yang akan memperkaya magma pada bagian atas dari waduk magma.

Vesiculation, merupakan proses dimana magma yang mengandung komponen seperti CO2 , SO2, S2, Cl2, dan H2O sewaktu naik kepermukaan membentuk gelembung-gelembung gas dan membawa serta komponen volatile Sodium (Na) dan Potasium(K).

Diffusion, merupakan proses dimana bercampurnya batuan dinding dengan magma didalam waduk magma secara lateral.

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(18)

Gambar 1. 4. Skema differensisasi magma (Atlas of Volcanic USGS)

I.4. Seri Reaksi Bowen dan Rock Forming Mineral

Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian yaitu deret discontinue dan deret kontinue. Mineral- mineral dalam deret tersebut digolongkan dalam dua golongan besar yaitu:

1. Golongan mineral berwarna gelap atau mafik mineral 2. Golongan mineral berwarna terang atau felsik mineral

Dalam proses pendinginan magma, magma tidak langsung membeku, tetapi mengalami penurunan temperature secara perlahan ataupun cepat.

Penurunan temperature ini disertai mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral tertentu sesuai dengan temperature pembentukannya. Pembentukan mineral-mineral tersebut telah disusun

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(19)

oleh

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(20)

N. L. Bowen (1922) menjadi sebuah deret yang dikenal sebagai Deret Bowen.

Sebelah kiri mewakili golongan mineral mafik (Ferro-Magnesian Silikat) yang merupakan seri reaksi diskontinue. Mineral pertama yang terbentuk pada suhu tinggi adalah Olivine, akan tetapi jika magma dalam kondisi jenuh silika maka mineral pertama yang terbentuk adalah Piroksen. Kedua mineral tersebut merupakan pasangan “Incongruent Melting”, dimana setelah pembentukan olivine terjadi jika temperature semakin rendah olivine akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Selanjutnya temperature akan semakin menurun, menyebabkan piroksen beraksi dengan larutan sisa membentuk Amphibole, begitu seterusnya sampai tercapai suhu pembentukan biotit. Seri diskontinue akan menghasilkan mineral yang berbeda secara komposisi maupun sistem kristalnya.

Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas, karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthit merupakan mineral pertama yang terbentuk pada suhu tinggi. Kemudian seiring penurunan suhu bitownit terbentuk sampai pada mineral plagioklas suhu rendah yaitu albit. Seri ini disebut dengan Seri Kontinue. Reaksi yang berlangsung dalam mineral plagioklas disebut Solid Solution

dimana terjadi pengurangan unsur Ca dan penambahan unsur Na dalam satu tubuh mineral seiring turunnya temperature.

Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Felspar ke mineral Muskovit dan yang terakhir mineral Kuarsa, maka mineral Kuarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral Mafik, dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain.

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(21)

Gambar 1. 5. Skema yang menunjukan Seri Reaksi Bowen

Garis putus merupakan Batasan golongan batuan yang ditandai dengan komposisi mineral yang dominan dalam pembatasannya. Misalnya Kuarsa, Muskovit, Biotit, K-Feldspar tergolong ke dalam batuan asam.

Selanjutnya amati apakah batuan tersebut plutonik atau vulkanik, lalu perhatikan perbandingan plagioklas dengan K-Feldspar.

I.5. Jenis Batuan Beku

A. Klasifikasi berdasarkan tekstur

Berdasarkan ukuran kristal dan tempat terbentuknya, batuan beku dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Batuan Beku Vulkanik

Batuan beku vulkanik terbentuk di atas atau dekat dengan

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(22)

permukaan bumi (intrusi dangkal). Menurut Williams (1983) batuan

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(23)

beku yang berukuran kristal kurang dari 1 mm adalah kelompok batuan vulkanik, terutama kehadiran massa gelas.

b. Batuan Beku Plutonik

Batuan beku plutonik yang terbentuk pada kedalaman yang sangat besar dan mempunyai ukuran kristal lebih dari 1 mm.

B. Klasifikasi berdasarkan kimiawi

Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam Geologi (Hughes, 1962), dan dibagi dalam empat golongan, yaitu:

a. Batuan Beku Asam, bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66 % SiO2. Contoh batuan ini Granit dan Riolit.

b. Batuan Beku Intermediet, bila batuan tersebut mengandung 52%

-66% SiO2. Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.

c. Batuan Beku Basa, bila batuan tersebut mengandung 45% - 52%

SiO2. Contoh batuan ini adalah Gabro dan Basalt.

d. Batuan Beku Ultra Basa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari 45% SiO2. Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan Dunit.

C. Klasifikasi berdasarkan kejenuhan silika

Berdasarkan kejenuhan silika (SiO2) batuan beku dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

a. Over Saturated Rock, bila batuan beku tersebut lewat jenuh silika.

Contoh batuan tridimit.

b. Saturated Rock, bila batuan beku tersebut jenuh silika. Contoh batuan mengandung feldspar, piroksen, amfibol bervariasi dengan mineral sphene, zirkon, apatit, dll.

c. Under Saturated Rock, bila batuan beku tersebut tidak jenuh silika. Contoh batuan yang non felspatoid yaitu batuan yang tidak muncul mineral felspatoid biasanya pada fase olivin magnesian.

I.6. Struktur Batuan Beku

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar, seperti lava bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), seperti

(24)

lava

bongkah, struktur aliran dan lain-lainnya. Struktur batuan berkaitan dengan proses saat pembentukannya. Macam-macam struktur batuan beku adalah:

a. Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.

b. Pillow Lava, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusif, yang dicirikan oleh massa berbentuk bantal dimana ukuran dari bentuk ini adalah umumnya 30 - 60 cm dan jaraknya berdekatan.

c. Columnar Joint, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tertanam secara tegak lurus arah aliran membentuk tiang-tiang.

d. Sheeting Joint, struktur yang terjadi akibat pelepasan beban ataupun aliran lava yang membentuk kekar berlembar.

e. Vesikular, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai dengan lubang-lubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.

f. Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnnya).

g. Amigdalodal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh mineral-mineral sekunder seperti zeolit, karbonat dan bermacam silika.

h. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang menerobos.

i. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen- fragmen dari lava itu sendiri.

(25)

Gambar 1.6. Beberapa struktur yang dijumpai pada batuan beku (a) Columnar Joint, (b) Pillow Lava, (c) Vesikular, (d) Masif

I.7. Tekstur Batuan Beku

Tekstur dalam batuan beku merupakan hubungan antar mineral atau mineral (fenokris) dengan massa dasar yang menyusun batuan. Selama pembentukan tekstur dipengarui oleh kecepatan dan stadia kristalisasi.

Yang kedua tergantung pada suhu, komposisi kandungan gas, kekentalan magma dan tekanan. Dengan demikian tekstur tersebut merupakan fungsi dari sejarah pembentukan batuan beku. Dalam hal ini tekstur tersebut menunjukkan derajat kristalisasi (degree of crystallinity), ukuran butir (grain size), granularitas dan kemas (fabric), (Williams, 1982; Huang, 1962 ).

1. Derajat kristalisasi

Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dengan massa gelas dalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat j

Holokristalin, apabila batuan tersusun oleh massa kristal

Hipokristalin, apabila batuan tersusun oleh massa kristal dan gelas

(26)

Holohialin, apabila batuan seluruhnya tersusun oleh massa gelas 2. Derajat Granularitas

Granularitas merupakan ukuran kristal dalam batuan beku, dapat sangat halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula sangat kasar. Umumnya dikenal dua kelompok ukuran butir, yaitu afanitik dan fanerik.

a. Afanitik

Dikatakan afanitik apabila ukuran individu kristal sangat halus, sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang.

b. Fanerik

Kristal individu yang dapat diamati oleh mata telanjang, dibedakan menjadi beberapa ukuran yaitu:

 Halus, ukuran diameter rata-rata kristal individu < 1 mm

 Sedang, ukuran diameter kristal 1 mm – 5 mm

 Kasar, ukuran diameter kristal 5 mm – 30 mm

 Sangat kasar, ukuran diameter kristal > 30 mm 3. Kemas

Kemas meliputi bentuk kristal dan susunan hubungan antar kristal dan/atau gelas dalam suatu batuan.

a. Bentuk Kristal

Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam bentuk yaitu:

Euhedral, apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai bidang kristal yang sempurna

Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna

Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang tidak sempurna

Secara tiga dimensi dikenal dengan:

Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama besar

(27)

Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi lain.

Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur b. Relasi

Merupakan hubngan antara kristal dengan kristal yang lain atau gelas dalam suatu batuan.

1. Granularitas atau Equigranular

Apabila mineral dalam suatu batuan memiliki ukuran yang relative seragam, terdiri dari:

Panidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran seragam dan euhedral. Bentuk butir euhedral merupakan penciri mineral-mineral yang terbentuk paling awal, hal ini dimungkinkan mengingat ruangan yang tersedia masih sangat luas sehingga mineral-mineral tersebut sampai membentuk kristal secara sempurna.

Hipidiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif seragam dan subhedral.

Bentuk butiran penyusun subhedral atau kurang sempurna yang merupakan penciri bahwa pada saat mineral terbentuk, maka rongga atau ruangan yang tersedia sudah tidak memadai untuk memadai untuk dapat membentuk kristal secara sempurna.

Allotriomorfik granular, yaitu sebagian besar mineralnya berukuran relatif seragam dan anhedral.

Bentuk anhedral atau tidak beraturan sama sekali merupakan pertanda bahwa bahwa pada saat mineral- mineral penyusun ini terbentuk hanya dapat mengisi rongga yang tersedia saja. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa mineral-mineral anhedral tersebut terbentuk paling akhir dari rangkaian proses pembentukan batuan beku.

2. Inequigranular

(28)

Apabila ukuran mineral dalam batuan tidak sama. Dalam satu batuan terdiri oleh kristal yang berukuran besar (fenokris) dan massa dasar.

Porfiritik, adalah tekstur batuan beku dimana kristal besar tertanam dalam massa dasar kristal yang lebih halus.

Vitroverik, apabila fenokris tertanam dalam massa dasar berupa gelas.

4. Tekstur Khusus

Karakter tekstur ditentukan oleh bentuk kristal, struktur, relasi, atau karakter internal telah memberikan bentuk khusus. Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa detail dari suatu batuan tidak bisa ditentukan tanpa menggunakan mikroskop. Selain tekstur menunjukkan bentuk dan relasi antar kristal juga menunjukkan pertumbuhan bersama antara mineral – mineral yang berbeda. Berikut beberapa tekstur khusus dari batuan beku:

Diabasik, yaitu tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, di sini piroksen tidak terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen.

Trachitik, yaitu tekstur dimana fenokris sanidin dan piroksen tertanam dalam massa dasar kristal sanidin yang relatif tampak penjajaran dengan isian butir-butir piroksen, oksida besi dan aksesori mineral.

Intergranular, adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar plagioklas ditempati oleh kristal – kristal piroksen, olivin atau biji besi.

Intersertal, adalah tekstur batuan beku yang memiliki ruang antar plagioklas diisi massa dasar gelas.

Ophitic, adalah tekstur batuan beku dimana kristal-kristal plagioklas tertanam secara acak dalam kristal yang lebih besar olivin atau piroksen.

(29)

I.8. Komposisi Mineral

Menurut Walter T. Huang (1962), komposisi mineral dikelompokkan menjadi tiga kelompok mineral yaitu:

A. Mineral Utama

Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan kehadirannya sangat menentukkan dalam penamaan batuan.

1. Mineral Felsik, mineral berwarna terang dengan densitas rata- rata 2,5-2,7 gr/m3, yaitu:

 Kuarsa (SiO2)

 Kelompok Feldspar, terdiri dari Orthoklas, Anorthoklas, Sanidin, Mikroklin, Adularia dalam kelompok Alkali Feldspar [(K,Na) AlSi3O8] dan Anorthit, Bitownit, Labradorit, Andesin, Oligoklas, dan Albit dalam kelompok Plagioklas [(Na,Ca) AlSi3O8].

 Kelompok Felspatoid, terdiri dari Nefelin, Sodalit, Leusit, Nosean, Hauyne, Cancrinite

 Kelompok mika, muscovit

2. Mineral Mafik, mineral dengan warna gelap dan densitas rata- rata 3,0-3,6 gr/m3, yaitu:

 Kelompok mineral olivine, terdiri dari fayalite dan forsterite

 Kelompok piroksen, terdiri dari enstatite, hiperstein, augit, pigeonit, diopsid.

 Kelompok mika, terdiri dari biotit, plogopit.

 Kelompok Amfibole, terdiri dari antofilit, cumingtonit, hornblende, rieberkit, tremolit, aktinolit, glaukofan, dll.

B. Mineral Sekunder

Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil pelapukan, hidrotermal maupun metamorfisme terhadap mineral- mineral utama. Dengan demikian mineral-mineral ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma (non pirogenetik). Mineral sekunder terdiri dari :

(30)

 Kelompok kalsit (kalsit, dolomit, magnesit, siderit), dapat terbentuk dari hasil ubahan mineral plagioklas.

 Kelompok serpentin (antigorit dan krisotil), umumnya terbentuk dari hasil ubahan mineral mafik (terutama kelompok olivin dan piroksen).

 Kelompok klorit (proktor, penin, talk), umumnya terbentuk dari hasil ubahan mineral kelompok plagioklas.

 Kelompok kaolin (kaolin, hallosit), umumnya ditemukan sebagai hasil pelapukan batuan beku.

C. Mineral Tambahan (Accessory Mineral)

Merupakan mineral-mineral yang terbentuk pada kristalisasi magma, umumnya dalam jumlah sedikit. Termasuk dalam golongan ini antara lain Hematit, Kromit, Muskovit, Rutil, Magnetit, Zeolit, Apatit dan lain-lain.

I.9. Warna

Batuan beku tersusun oleh mineral felsik yang berwarna terang dan mineral mafik yang berwarna gelap. Warna dari batuan beku dapat diekspresikan dengan data kualtatif menggunakan indeks warna (M) yang merefleksikan presentase volume mineral mafik dalam batuan beku.

Tabel 1. 1. Indeks Warna

Indeks Warna Interval

Hololeucocratic 0-10

Leucocratic 10-35

Mesocratic 35-65

Melanocratic 65-90

Holomelanocratic 90-100

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(31)

Tabel 1. 1. Pengenalan Mineral dan Sifatnya

Mineral Warna Perawakan Belahan Keterangan

Mineral Felsik Kuarsa

Tak berwarna- abu-abu pucat ketika

dikelilingi mineral gelap

Irregular, anhedral, granular

Tidak ada, pecahan konkoidal

Kilap Kaca

Alkali Feldspar Putih, merh jambu, hijau

Prismatik, tabular, anhedral,

2 arah saling tegak lurus

Umumnya kusam tapi juga dapat kilap kaca atau sutera

Plagioklas Putih susu, abu-abu gelap

Prismatik, panjang, anhedral

2 arah hampir saling tegak lurus

Umumnya kusam tapi juga dapat kilap kaca atau sutera

Muskovit Tak berwarna

Tabular, berlembar, terkadang membentuk persegi enam

1 arah, sempurna

Mengkilap, silver, dan kilap mutiara

Nepheline Putih sampai abu-abu pucat

Umumnya muncul sebagai

mikrokristalin Jelas, 2 arah Kilap lemak, kilap kaca Mineral Mafik

Olivin

Hijau, Hijau kekuningan, terkadang coklat

Equidimensional, anhedral

Sangat buruk, pecahan tampak

Kilap kaca

Piroksen Hitam-Coklat

Prismatic pendek, belahan terkadang dapat diamati

2 arah saling tegak lurus

Kilap kaca, dan kusam saat terubahkan

Amphibole Hitam-coklat

Prismatik panjang, accicular

2 arah membentuk sudut lancip

Kilap Arang

Biotit Hitam- coklat gelap

Tabular, berlembar, terkadang membentuk persegi enam

1 arah sempurna

Sangat berkilau, kilap kaca

Tourmalin Hitam, hijau, biru, merah

Prismatik panjang,

menjarum Sangat buruk Kilap kaca Mineral Aksessoris

Apatite

Hijau pucat- hijau kekuningan

Euhedral,

rounded Sangat buruk Kilap Kaca

Sphene

Tak berwarna- kuning, hijau, sampai coklat

Kristal berbentuk

euhedral rombik Baik, 1 arah Kilap Kaca

(32)

Mineral Warna Perawakan Belahan Keterangan

Mineral Aksessoris

Garnet Merah, coklat, atau kuning

Granular dodecahedral,

trapezohedral Buruk

Kilap kaca, terkadang kusam Lucite Putih, abu-abu

Euhedral trapezohedral kristal

Tidak ada Kilap kaca, kilap resin Hematite Merah- merah

kecoklatan Powdery, fibrous Tidak ada Kilap tanah Magnetite Hitam, hitam

kecoklatan Granular cubic,

octahedra Buruk Kilap Logam

Ilmenite

Hitam, Hitam kecoklatan, abu-abu

Berlembar, prismatik, rod-

like Tidak ada Kilap logam,

kilap tanah Monazite Kuning muda-

coklat gelap Tabular Searah Kilap resin

Mineral Sekunder

Kalsit Putih,

translusen Granular, fibrous 3 arah

Kilap kaca, beraksi dengan HCl

Zeolit grup

Hijau muda, putih, kuning muda,

terkadang pink, merah, biru

Masif, granular, radiating fibrous, menjarum

Bervariasi Kilap kaca, Kilap sutera

Lempung

Putih sampai coklat muda

dan hijau Powdery Baik, tapi tak

tampak Kilap tanah

Epidot

Hijau-kuning pucat, terkadang coklat-merah

Prismatik, menjarum granular,

Searah Kilap kaca

Serisit Tidak

berwarna, Putih

Tabular,

berlembar Sempurna Kilap kaca

berukran halus Klorit Hijau- kuning

kehijauan Granular, tabular Searah Kilap Mutiara

Pirit Kuning emas Kubik, granular Buruk Kilap logam

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(33)

Warna (representatif) Hitam keabu-abuan, Coklat

Bintik-bintik putih Struktur

Tekstur Derajat Kristalisasi

Komposisi Mineral (total 100%) Kuarsa (%), Plagioklas (%) dll I.10. Diagram Alir Deskripsi Batuan Beku

Holohialin

Afanitik

Hipokristalin

Fanerik-Afanitik

Holokristalin

Fanerik Bentuk Kristal

Anhedral

Inequigranular

Subhedral Euhedral

Equigranular

Porfiritik Allotriomorfik Granular Vitroverik Hipidiomorfik Granular

Panidiomorfik Granular

Clan William (1954) IUGS (1974) W.T. Huang (1962) Keseragaman Kristal

Granularitas

(34)

I.11. Penamaan Batuan Beku

Konsep Clan William 1954, Dasar penamaan berdasarkan perbandingan K-Feldspar dengan total Feldspar dan teksturnya

Asam

Tabel 1. 2. Konsep Clan Williams, 1954

KF >2/3 TF 1/3 TF < KF < 2/3 TF 1/8 TF< KF< 1/3 TF

Vulkanik Riolit Riodasit Dasit

Plutonik Granit Adamelit Granodiorit

Intermediet

KF >2/3 TF 1/3 TF < KF < 2/3 TF KF< 1/3 TF

Vulkanik Trachyt Trachyandesit Andesit

Plutonik Syenit Monzonit Diorit

Pengelompokan Berdasarkan Teksturnya Basa

Vulkanik Basalt

Plutonik Gabro

Ultrabasa

Plutonik Peridotit dan Dunite

Catatan:

KF: K-Feldspar

Total Feldspar (TF): K-Feldspar + Plagioklas

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(35)

Klasifikasi IUGS

Gambar 1.7. Klasifikasi IUGS (QAPF) untuk batuan plutonik (M<90%)

Klasifikasi IUSG didasarkan pada kehadiran mineral mafik dan felsik serta dibagi menjadi QAPF untuk batuan beku plutonik dan vulkanik dimana jumlah M <90%. Untuk menggunakan klasifikasi ini, perlu menghitung jumlah Kuarsa (Q), Alkali Feldspar (A), Plagioklas (P), dan Feldspatoid (F) harus dihitung ulang dari total mineral dalam batuan dan harus berjumlah 100%.

Contoh: Jika diketahui Q= 10%, A= 30%, P= 20%, dan M= 40%, maka nilai Q, A, dan P adalah,

Q + A + P = 10 + 30 + 20 + 0 = 60 Q= 10/60 x 100% = 16.7%

A= 30/60 x 100% = 50%

P= 20/60 x 100% = 33.3%

(36)

Selanjutnya mencari rasio P terhadap total feldspar (P+A). Rasio ini diplot pada garis horizontal pada diagram ini. Untuk mencari nilai rasio plagioklas dengan cara:

Rasio Plagioklas = P/(A+P) x 100%

Maka dari contoh rasio plagioklas = 33.3/(50+33.3) x 100% = 40% Dari data tersebut maka batuannya adalah Quartz Monzonit.

Gambar 1. 8. Klasifikasi IUGS untuk batuan vulkanik (M<90%)

Jika batuan plutonik dan total mineral mafik (M) > 90% maka digunakan klasifikasi

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(37)

Gambar 1. 9. Klasifikasi Batuan Gabbroid berdasarkan Plagioklas (Plg), Piroksen (Px), Olivin (Ol), Orthopiroksen (Opx), Klinopiroksen (Cpx), dan Hornblende (Hbl)

Gambar 1. 10. Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan olivin (Ol), Orthpiroksen (Opx), Klinopiroksen (Cpx), dan Hornblende (Hbl)

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(38)

 Klasifikasi W.T. Huang

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

Gambar 1.11. Klasifikasi Batuan Beku menurut W.T. Huang (1962)

(39)

Tabel 1. 3. Pembagian Batuan Beku dari Berbagai Aspek

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(40)

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(41)

I.12. Contoh Deskripsi Batuan Beku

1. Jenis Batuan : Batuan Beku Asam Plutonik Warna : Merah (Segar), Coklat (Lapuk) Struktur : Masif

Tekstur : Derajat Kristalisasi : Holokristalin

Derajat Granularitas : Fanerik Kasar (5-30 mm)

Kemas :

 Bentuk Kristal : Euhedral

 Relasi : Panidiomorfik Granular Komposisi : Orthoklas 40%

Kuarsa 35%

Plagioklas 10%

Biotit 9%

Amfibole 6%

Nama batuan : Granit (Clan Willian, 1954)

2. Jenis Batuan : Batuan Beku Basa Vulkanik

Warna : Hitam (Segar), Coklat Abu-abu (Lapuk) Struktur : Masif

Tekstur : Derajat Kristalisasi : Hipokristalin

Derajat Granularitas : Afanitik-Fanerik Halus (< 1mm)

Kemas :

 Bentuk Kristal : Euhedral

 Relasi : Inequigranular: Vitroverik Komposisi : Piroksen 20%

Massa dasar gelas 80%

Nama batuan : Basalt (Clan Willian, 1954)

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(42)

BAB II BATUAN

PIROKLASTIK

Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunungapi. Material penyusun tersebut terendapkan dan terbatukan/terkonsolidasikan sebelum mengalami transportasi (reworked) oleh air atau es (Williams, 1982). Pada kenyataanya batuan hasil kegiatan gunungapi dapat berupa aliran lava sebagaimana diklasifikasikan dalam batuan beku atau berupa produk ledakan (eksplosif) dari material yang bersifat padat, cair ataupun gas yang terdapat dalam perut gunungapi.

II.1. Komponen Penyusun Batuan Piroklastik

Fisher (1984) dan Williams (1982) mengelompokkan material- material penyusun batuan piroklastik menjadi:

A. Kelompok Material Esensial (Juvenoil)

Material esensial terbentuk dari magma yang diletuskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma. Massa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, massa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikcnal dcngan batuapung (pumice).

B. Kelompok Material Asesori (Cognate)

Material asesori merupakan material yang berasal dari endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua.

C. Kelompok Material Asidental (Bahan Asing)

Material asidental adalah material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua di bawah gunung api tersebut, terutama adalah batuan dinding di sekitar leher vulkanik. Batuannya dapat berupa batuan beku,

(43)

endapan maupun batuan ubahan.

(44)

Gambar 2. 1. Illustrasi terbentuknya partikel/butiran vulkanik hingga proses sedimentasi dan lithifikasi (Schmidt, 1981)

II.2. Mekanisme Pengendapan Batuan Piroklastik

Ada tiga cara material piroklastik diendapkan yaitu melalui mekanisme jatuhan, hembusan dan aliran.

1. Piroklastik Jatuhan

Ketika letusan gunung berapi yang eksplosif mengirimkan awan serpihan ke udara, fragmen piroklastik dapat jatuh kembali ke permukaan dikarenakan gravitasi ketika hujan abu terjadi, endapan yang terbentuk melalui mekanisme ini disebut endapan piroklastik jatuhan.

2. Piroklastik Hembusan

Konsentrasi rendah partikel dalam aliran gravitasi yang terdiri dari partikel vulkanik dan gas dikenal sebagai piroklastik hembusan dibedakan dari aliran piroklastik karena sifat encernya dan karakteristik aliran turbulennya (Sparks 1976; Carey 1991).

3. Piroklastik Aliran

Akibat gaya gravitasi partikel dan gas vulkanik dalam konsentrasi

(45)

tinggi dapat membentuk massa material yang mengalir seperti campuran sedimen-fluida mekanisme pengendapan ini disebut sebagai piroklastik

(46)

aliran. Aliran piroklastik dapat terjadi akibat, runtuhnya kolom erupsi vertikal abu, ledakan lateral atau miring dari gunung berapi, ataupun runtuhnya bagian dari tubuh gunungapi. Aliran ini bergerak pada kecepatan yang tinggi, mencapai 300 m/s, dan dapat memiliki suhu lebih dari 1000°C.

Gambar 2. 2. Karakteristi endapan piroklastik (McPhie,1993)

II.3. Struktur dan Tekstur Batuan Piroklastik

Seperti halnya batuan vulkanik lainnya, batuan piroklastik mempunyai struktur vesikuler, skoria dan amigdaloidal. Selain itu batuan jenis ini juga mengalami proses pengendapan, sehingga struktur sedimen seperti laminasi, perlapisan dan graded bedding juga dapat terbentuk. Jika klastika pijar dilemparkan ke udara dan kemudian terendapkan dalam kondisi masih panas, memiliki kecenderungan mengalami pengelasan antara klastika satu dengan lainnya. Struktur tersebut dikenal dengan pengelasan atau welded.

1. Ukuran Butir

Tabel 2. 1. Ukuran Butir Piroklastik

Ukuran Butir (mm)

Bentuk Butir

Nama Klastika

Nama Endapan Piroklastik Belum

Terbatukan Terbatukan

Membulat Bom Tepra Bom Agglomerat

Meruncing Blok Tepra Blok Breksi

Piroklastik

64 Lapilus Tepra Lapili Batulapili

2

(47)

Debu

0.04 Halus Debu Halus Tuf Halus

(48)

2. Derajat Pembundaran

Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada batuan klastika sedang sampai kasar. Derajat Pembundaran dibagi menjadi:

Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan cembung ( Equidimensional)

Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi butiran cekung.

Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.

Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung- ujung yang tajam

Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing dan tajam

3. Derajat Pemilahan (Sorting)

Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan klastika. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut:

Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan klastika.

Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan klastika yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari debu hingga lapilus atau bahkan bomb/blok

4. Kemas (Fabric)

Cara tentang bagaimana partikel sedimen disusun disebut sebagai kemas (fabric). Terdapat dua komponen penting dalam kemas yaitu grain orientation dan grain packing. Grain orientation mengacu pada sumbu transportasi sedimen (arah aliran) pada bidang horizontal.

Orientasi ini disebabkan oleh transportasi dan proses pengendapan.

Grain packing mengacu pada pola jarak atau kerapatan butir. Dikenal istilah grain supported apabila butiran saling kontak, dan matrix

(49)

supported apabila butiran mengambang dalam matrix pasir atau lumpur.

II.4. Komposisi dalam Batuan Piroklastik A. Mineral Sialis

Mineral-mineral sialis terdiri dari :

Kuarsa (Si02), ditemukan hanya pada batuan gunungapi yang kaya kandungan silika atau bersifat asam.

Felspar, baik alkali maupun kalsium felspar (Ca)

Felspatoid, merupakan kelompok mineral yang terjadi jika kondisi larutan magma dalam keadaan tidak atau kurang jenuh silika.

B. Mineral Ferromagnesian

Merupakan kelompok mineral yang kaya kandungan Fe dan Mg silikat yang kadang-kadang disusul oleh Ca silikat. Mineral tersebut hadir berupa kelompok mineral

Piroksen, mineral penting dalam batuan gunung api

Olivin, merupakan mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan miskin silika.

Hornblende, biasanya hadir dalam andesit

Biotit, merupakan mineral mika yang terdapat dalam batuan vulkanik berkomposisi intermediet hingga asam.

C. Mineral Tambahan

Yang sering hadir adalah ilmenit dan magnetit. Keduanya merupakan mineral bijih. Selain itu seringkali didapati mineral senyawa sulfida atau sulfur murni.

D. Mineral Ubahan

Dalam batuan piroklastik mineral ubahan seringkali muncul saat batuan terlapukkan atau terkena alterasi hidrotermal. Mineral tersebut seperti: klorit, epidot, serisit, limonit, montmorilonit dan lempung, kalsit.

E. Material Tambahan

Material lain selain mineral yang sering muncul dalam batuan piroklastik adalah debu, fragmen batuan (lithik), dan glass shard.

(50)

Gambar 2. 3. Hubungan genetik antara produk endapan vulkanik primer dan sekunder

II.5. Klasifikasi Batuan Piroklastik

 Klasifikikasi Schmidt (1981)

Tabel 2. 2. Klasifikasi Menurut Schmidt (1981)

(51)

Struktur:

Masif, perlapisan, graded bedding, cross bedding, dll

Nama Batuan

 Klasifikasi Fisher & Schminke (1984)

Gambar 2. 4. Klasifikasi Batuan Piroklastik Fisher dan Schminke (1984)

II.6. Alur Pendeskripsian Batuan Piroklastik Warna (representatif)

Tekstur

Ukuran Butir:

Bomb/Blok, lapillus, debu

Derajat Pembundaran:

Membundar/meruncing, dkk

Pemilahan:

Baik/buruk

Kemas:

Terbuka/tertutup

Komposisi:

Mineral sialis, mineral ferrogmansian, material tambahan, dkk

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(52)

II.7. Contoh Deskripsi Batuan Piroklastik Jenis Batuan : Batuan Piroklastik

Warna : Putih Keabu-abuan (Segar), Kuning (Lapuk) Struktur : Masif

Tekstur : Ukuran Butir : Lapilus (2-64 mm) Derajat Pembundaran: Menyudut

Derajat Pemilahn : Terpilah Buruk

Kemas : Terbuka

Komposisi : Mineral Sialis : Kuarsa

Mineral Ferogmanesian: Hornblende Material Tambahan : Debu Halus, Lithik Nama batuan : Batulapili (Schmidt, 1981)

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(53)

BAB III BATUAN SEDIMEN

Pengertian umum mengenai batuan endapan/sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat litifikasi bahan rombakan batuan asal atau hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan organisme.. Dimuka bumi ini dibandingkan dengan batuan beku, batuan endapan sangatlah sedikit, ± 5% volume walaupun demikian penyebarannya di muka bumi menempati lebih dari 65% luasan. Oleh karena itu batuan endapan merupakan lapisan tipis di kulit bumi.

Kenampakan yang paling menonjol dari jenis batuan sedimen adalah perlapisan, struktur internal dan eksternal lapisan, bahan rombakan yang tidak kristalin, mengandung fosil dan masih banyak lagi. Pada Sedimen yang Kristalin, umumnya monomineralik dan tergolong ke dalam batuan Sedimen Non Klastik seperti rijang, kalsit, gypsum, dll.

III.1. Penggolongan dan Penamaan Batuan Sedimen

Batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu Batuan Sedimen Klastik dan Batuan Sedimen Non Klastik

1. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali rombakan batuan asal, baik batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan sedimen yang lebih tua. Adapun fragmentasi batuan asal dimulai dari pelapukan, baik mekanik maupun kimiawi, lalu tererosi, tertransportasi dan terendapkan pada cekungan pengendapan lalu mengalami proses Diagenesa yaitu proses perubahan-perubahan pada temperatur rendah yang meliputi Kompaksi, Sementasi, Rekristalisasi, Autigenesis, dan Metasomatisme.

Klastik yang bersifat Silikaan (Breksi, Konglomerat, Pasir, Lanau, Lempung)

Klastik yang bersifat Karbonatan (Kalsirudite, Kalkarenite, Kalsilutite). Komposisi mineral atau garam karbonat lebih dari 50%.

(54)

2. Batuan Sedimen Non Klastik

Terbentuk dari reaksi kimia atau kegiatan organisme. Reaksi kimia yaitu Kristalisasi atau reaksi Organik ( Penggaraman unsur – unsur laut, pertumbuhan kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement.

Nonklastik bersifat Silikaan (Rijang)

Nonklastik bersifat Karbonan (Batubara)

Nonklastik bersifat Karbonatan (travertine, tufa, bioherm, biostrom, dll)

III.2. Pemerian Batuan Sedimen Klastik

Pemerian batuan sedimen klastika meliputi:

1. Tekstur

Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta susunannya (Pettijohn, 1975).

1. Ukuran Butir (Grain Size)

Pemerian ukuran butir didasarkan pada pembagian besar butir yang disampaikan oleh Wentworth (1922), seperti di bawah ini

Tabel 3. 1. Ukuran butir pada batuan sedimen (Wentworth, 1922)

Ukuran Butir (mm)

Nama Butiran

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

> 256 Bongkah Boulder

64-256 Berangkal Couble

4-64 Kerakal Pebble

2-4 Kerikil Gravel/Granule

1-2 Sangat Kasar Very Coarse

0.5-1 Kasar Coarse

0.25-0.5 Pasir Sedang Pasir Medium

0.125-0.5 Halus Fine

0.06-0.125 Sangat Halus Very Fine

0.004-0.06 Lanau Silt

< 0.004 Lempung Clay

boratorium Petrologi

Universitas Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta

(55)

2. Pemilahan/Sortasi (Sorting)

Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan endapan/sedimen. Dalam Pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut:

Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan sedimen.

Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan klastika yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah.

 Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak seragam.

Gambar 3. 1. Derajat Pemilahan

3. Derajat Pembudaran (Roundness)

Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada batuan klastika sedang sampai kasar.

Derajat Pembundaran dibagi menjadi:

Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan cembung ( Equidimensional)

(56)

Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi butiran cekung.

Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.

Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung yang tajam

Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing dan tajam

Gambar 3. 2. Derajat Pembundaran Butir

Gambar 3. 3. Bangun Butiran Sedimen

4. Kemas (Fabric)

Cara tentang bagaimana partikel sedimen disusun disebut sebagai kemas (fabric). Terdapat dua komponen penting dalam kemas yaitu grain orientation dan grain packing. Grain orientation mengacu pada sumbu transportasi sedimen (arah aliran) pada bidang horizontal. Orientasi ini disebabkan oleh transportasi dan proses pengendapan. Grain packing mengacu pada pola jarak atau kerapatan butir. Dikenal istilah grain

(57)

(a) (b)

supported apabila butiran saling kontak, dan matrix supported apabila butiran mengambang dalam matrix pasir atau lumpur.

2. Struktur

Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. Studi Struktur paling baik dilakukan di lapangan (Pettijhon, 1975). Menurut Selley, 1970, struktur sedimen yang terbentuk dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Struktur Sedimen Pre-Depositional

Terbentuk sebelum pengendapan sedimen yang lebih muda dan dapat dilihat pada permukaan bidang perlapisan. Contoh:

Grooves, Flutes, Scour Mark, Tool Markings.

Gambar 3. 4. Flute Cast

2. Struktur Sedimen Sin-Depositional

Terbentuk bersamaan dengan proses pengendapan Sedimen Contoh : Cross Bedding, Graded Bedding, Lamination.

(58)

Gambar 3. 5. Struktur (a) Graded Bedding, (b) Cross Bedding

(59)

(a) (b) 3. Struktur Sedimen Post-Depostional

Terbentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya berhubungan dengan proses deformasi. Contoh:

Slump, Load Cast, Flame Structure.

Gambar 3. 6. Struktur (a) Slump dan (b) Flame Structure

Struktur batuan sedimen yang penting adalah perlapisan. Struktur ini umum terdapat pada batuan Sedimen Klastik yang terbentuknya disebabkan beberapa faktor antara lain:

 Adanya perbedaan warna mineral,

 Adanya perbedaan ukuran butir,

 Adanya perbedaan komposisi mineral

 Adanya perubahan macam batuan

 Adanya perubahan struktur sedimen

 Adanya perubahan kekompakan Macam-macam perlapisan:

1. Masif

Bila tidak menunjukkan struktur dalam (Pettijohn & Potter, 1964) atau ketebalan lebih dari 120 cm. (Mc. Kee & Weir, 1953) 2. Perlapisan Sejajar

Bila menunjukkan bidang perlapisan yang sejajar, 3. Laminasi

Perlapisan sejajar yang memiliki ketebalannya kurang dari 1 cm. Terbentuk dari suspensi tanpa energi mekanis.

4. Perlapisan Pilihan

Bila perlapisan disusun oleh butiran yang berubah dari halus ke kasar pada arah vertical,

(60)

5. Perlapisan Silang-siur (Cross-bedding)

Perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di atas atau dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.

Pada bidang perlapisan terdapat kenampakan penting seperti:

Gelembur gelombang (Ripple mark), terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angin,

Rekah kerut, rekahan pada permukaan bidang perlapisan sebagai akibat proses penguapan

Cetak suling, cetakan sebagai akibat pengerusan media terhadap batuan dasar

Cetak beban, cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis.

Bekas jejak organisme, bekas rayapan, rangka, ataupun tempat berhenti binatang

Gambar 3. 7. Bentuk-bentuk lapisan sedimen

(61)

Tabel 3. 2. Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee & Weir, 1953)

Ketebalan (cm) Penamaan Lapisan Sedimen

> 120 Lapisan Sangat Tebal

60-120 Lapisan Tebal

5-60 Lapisan Tipis

1-5 Lapisan Sangat Tipis

0.2-1 Laminasi

< 0.2 Laminasi Tipis 3. Komposisi Mineral

Komposisi mineral dari batuan sedimen klastik dapat dibedakan menjadi:

1. Fragmen

Fragmen adalah bagian butiran yang berukuran lebih besar, dapat berupa pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang fosil dan zat organik.

2. Matriks (massa dasar)

Matrik adalah butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan terletak diantaranya sebagai massa dasar. Matrik dapat berupa pecahan batuan, mineral atau fosil.

3. Semen

Semen adalah material pengisi rongga serta pengikat antar butir sedimen, dapat berbentuk Amorf atau Kristalin. Pada sedimen berbutir halus (lempung dan lanau) semen umumnya tidak hadir karena tidak adanya rongga antar butiran. Bahan bahan semen yang lazim adalah:

 Semen karbonat (kalsit dan dolomit)

 Semen silika (kalsedon, kuarsit)

 Semen oksida besi (limonit, hematit dan siderit) III.3. Pemerian Batuan Sedimen Nonklastik

Pemerian batuan sedimen Non Klastik didasarkan pada:

1. Tekstur

Tekstur dibedakan menjadi kristalin dan amorf.

a. Amorf

Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal.

Referensi

Dokumen terkait