LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
“Pembuatan Ekstrak Padat Cair, Ekstraksi Cair-Cair dan Kromatografi Lapis Tipis”
Dosen Pengampu :
apt. Ghani Nurfiana Fadma Sari, S.Farm., M.Farm.
Disusun oleh Kelompok 1 (N) :
1. Yosef Sabatudung (A28227148) 2. Nadia Syarofina (A28227150) 3. Wianda Rolani Elisabeth (A28227152) 4. Rahel Christin J. Thomas (A28227153) 5. Nibras Mufida (A28227156)
PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA 2024
BAB I PENDAHULUAN I. TUJUAN
a. Pembuatan Ekstrak
Mahasiswa mengetahui cara pembuatan ekstrak dengan berbagai metode ekstraksi padat-cair.
b. Ekstraksi Cair-Cair dan KLT
Setelah melakukan praktikum para mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemisahan / fraksinasi ekstrak tanaman menggunakan metode ekstraksi cair – cair.
2. Menentukan fase gerak yang cocok untuk pemisahan senyawa menggunakan metode KLT.
II. LATAR BELAKANG
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Kemenkes RI, 2017). Untuk membuat ekstrak kental dan kering, hasil penyarian selanjutnya diuapkan hingga semua atau hampir semua pelarutnya menguap, masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Depkes RI, 1995). Proses ekstraksi bahan nabati atau bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian atau ekstraksi (Depkes RI, 1986).
Ekstraksi/penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan (Depkes RI, 1986).
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan dengan oven tidak lebih dari 60°C. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang belum dikeringkan (Kemenkes RI, 2017).
Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak. Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan derajat kehalusan tertentu.
Serbuk simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran
derajat kehalusan tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat halus. Kecuali dinyatakan lain, derajat kehalusan serbuk simplisia untuk pembuatan ekstrak merupakan serbuk simplisia halus dengan nomor pengayak 60. Serbuk simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang bukan merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian dari serangga dan hama serta sisa tanah (Kemenkes RI, 2017).
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik memenuhi kriteria berikut :
a. murah dan mudah diperoleh b. stabil secara fisika dan kimia c. bereaksi netral
d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar e. selektif untuk senyawa yang ingin diekstraksi f. tidak mempengaruhi zat berkhasiat
g. diperbolehkan oleh peraturan (Depkes R1, 1986).
Depkes RI (2000) menjelaskan bahwa cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah: selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, keamanan.
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena kapang dan kamir sulit tumbuh, tidak beracun, netral, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan, suhu yang diperlukan rendah untuk pemekatan. Kekurangannya mahal dan kurang selektif.
Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air.
Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan disari. Dengan diketahuinya kandungan yang dapat ditelusuri dari pustaka, dapat dilakukan beberapa percobaan untuk mencari perbandingan pelarut yang tepat (Depkes RI, 1986). Pelarut yang digunakan yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Sifat zat aktif yang terkandung di dalam bahan
mempengaruhi metode ekstraksi dan jenis pelarut yang dipilih. Beberapa jenis metode ekstraksi:
A. Maserasi
Maserasi merupakan metode pengekstraksian serbuk simplisia dengan cara merendam dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang zat aktifnya mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dll (Depkes, 1986). Keuntungannya adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.
Prinsip Maserasi yaitu Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode yaitu:
1) Digesti. Digesti adalah cara maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan atau dengan pemanasan lemah (40-50 C). Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
2) Maserasi dengan mesin pengaduk. Penggunaan mesin pengaduk berputar terus- menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat 6-24 jam.
3) Remaserasi. Cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4) Maserasi melingkar. Maserasi melingkar adalah maserasi yang diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar.
Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya
5) Maserasi melingkar bertingkat. Maserasi melingkar bertingkat adalah penyempurnaan maserasi melingkar karena perpindahan massa berhenti bila keseimbangan telah terjadi, dengan maserasi melingkar bertingkat:
simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali sesuai jumlah bejana penampung
sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, simplisia disari lagi dengan cairan penyari baru
hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari simplisia baru
penyarian berulang-ulang mendapat hasil yang lebih baik daripada sekali dengan jumlah pelarut sama.
B. Sokletasi
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (alat Soxhlet) sehingga terjadi ekstraksi berkesinambungan kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungannya adalah cairan penyari sedikit dan langsung diperoleh hasil lebih pekat; simplisia disari cairan penyari murni segar sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak; penyarian dapat dilakukan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut. Kerugiannya larutan dipanaskan terus sehingga zat aktif tidak tahan panas tidak cocok (Depkes RI 1986).
Prinsip Sokletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam selonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila
cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
C. Kajian tentang tanaman ciplukan (Physalis angulata L)
Tanaman ciplukan (Physalis angulata L) merupakan jenis tanaman obat yang secara klinis terbukti memiliki khasiat sebagai antimalaria, antioksidan, antiartritis, dan antiinflamasi. Golongan senyawa yang terdapat dalam herba ciplukan yaitu golongan steroid, flavonoid, dan alkaloid. Salah satu senyawa yang terdapat dalam herba ciplukan yaitu Physalin F dan Withangulatin A. Senyawa physalin mempunyai BM 528,55, titk lebur 248-249, physalin ini termasuk senyawa dari golongan steroid.
Berdasarkan Kemenkes RI (2010), zat identitas herba ciplukan adalah fisalin A.
Herba ciplukan mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,86% dihitung sebagai kuersetin. Ekstrak herba ciplukan memiliki rendemen tidak kurang dari 9,6% dan mengandung flavonoid total tidak kurang dari 3,54% dihitung sebagai kuersetin.
D. Ekstrasi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Dalam metode ini, senyawa didistribusikan dalam dua pelarut menurut koefisien partisi yang berbeda. Teknik ini sangat efektif sebagai langkah pertama pemisahan senyawa dalam skala yang cukup besar dari ekstrak senyawa bahan alam. Penggunaan ekstraksi cair-cair pada fitokimia sering diistilahkan dengan metode partisi pelarut. Teknik pemisahan menggunakan partisi pelarut melibatkan penggunaan dua pelarut tak bercampur dalam corong pisah, dan senyawa- senyawa tersebut didistribusikan dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien partisi yang berbeda.
Kd = 𝑐1
𝑐2
Kd adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan kesimbangan atau kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur. C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2. Biasanya pelarut pertama adalah air sedangkan pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air.
Menurut Nerst : “apabila suatu zat berada dalam suatu campuran pelarut yang tidak saling bercampur maka zat tersebut akan terdistribusi sedemikian rupa diantara kedua pelarut tersebut dan akan berada dalam kesetimbangan pada temperature dan tekanan tertentu asalkan tidak terjadi interaksi kimia antara zat-zat dalam larutan.”
Dalam bidang fitokimia ekstraksi cair-cair juga digunakan untuk purifikasi.
Purifikasi dapat terjadi jika solut memiliki koefisien partisi besar, sedangkan pengotor memiliki koefisien partisi yang lebih rendah.Kesempurnaan ekstraksi dipengaruhi oleh pH, macam pelarut, jumlah volume pelarut, dan jumlah ekstraksi yang dilakukan.
Tujuan utama ekstraksi adalah purifikasi dapat terjadi jika solute memiliki koefisien partisi besar, sedangkan pengotor memiliki koefisien partisi yang lebih rendah.
E. Kormatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase diam dan yang lainnya berupa fase gerak. Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan dalam analisis ekstrak suatu bahan alam dan juga memainkan bagian penting dalam fraksinasi, isolasi, dan deteksi senyawa aktif hadir dalam ekstrak tanaman. KLT merupakan metode sederhana dan murah untuk mendeteksi adanya senyawa aktif dalam suatu tanaman tanaman, sampel dan peralatan yang dibutuhkan juga sedikit dan tidak membutuhkan waktu analisis yang lama. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler (Hostettmann, K., dkk., 1995)
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM I. ALAT DAN BAHAN
Ekstrasi Padat Cair
Alat Bahan
Perkolator, beaker glass, batang pengaduk, gelas ukur, kertas saring,
kapas, bejana gelap, Erlenmeyer, seperangkat alat soxhlet, batu didih, bejana maserasi, corong, waterbath,
vacuum rotary evaporator
Simplisia herba ciplukan (Physalis angulata L), etanol
Ekstrasi Cair-cair
Alat Bahan
Corong pisah, batang pengaduk, Erlenmeyer, kertas saring, cawan, lempeng KLT silika gel 60 F254, bak
kromatografi, pipa kapiler, cawan penguap, klem dan statif, lampu UV 254
nm dan 366 nm.
Ekstrak herba ciplukan, n-heksana, etil asetat, aquadest
II. CARA KERJA 1. Maserasi
Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut (contoh: 200gr serbuk membutuhkan pelarut 2.000 ml/2L)
Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk
Diamkan selama 18 jam.
Pisahkan maserat dengan cara sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.
Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya satu kali dengan jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut sebanyak setengah kali jumlah volume pelarut
Kumpulkan semua maserat, Uapkan dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental.
2. Sokletasi
3. Ekstrasi Cair-cair
Bungkus dengan kertas saring dan masukkan dalam alat soxhlet.
Timbang 30 gram serbuk herba ciplukan
Tambahkan etanol 96% paling sedikit sebanyak satu setengah kali sirkulasi.
Panaskan cairan penyari dengan kecepatan 4-5 sirkulasi/jam.
Lakukan penyarian hingga filtrat tidak berwarna.
Pekatkan filtrat yang diperoleh dengan penguap putar (vacuum rotary evaporator) atau waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
Timbang ekstrak, Hitung rendemen ekstrak yang diperoleh, lalu Ambil sedikit ekstrak, masukkan vial, dan beri label.
Menimbang 10 gram ekstrak dan memasukan ke dalam beaker glass, lalu menambahkan etanol 96% sebanyak 10 mL dan aquades 65 mL.
Masukkan larutan ke dalam corong pisah dan ekstraksi dengan 3 × 75 mL n-heksan atau sampai bening.
Pisahkan fraksi n-heksan dan kumpulkan.
Ekstraksi residu dengan 3 × 75 mL etil asetat atau sampai bening.
4. Kormatrogafi Lapis Tipis (KLT)
Menjenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran Etil asetat : asam format : asam asetat glasial : air (7:3)
Menyiapkan ekstrak herba ciplukan dari proses maserasi dan sokhlet serta menyiapkan fraksi n-hesana, fraksi etil asetat dan fraksi air.
Menyiapkan lempeng KLT dan memberi tanda batas 1 cm dari batas atas dan bawah plat dengan pensil.
Menotolkan ekstrak dan fraksi herba ciplukan pada baris batas bawah plat KLT.
memasukan lempeng KLT dalam chamber kemudian mengamati lempeng KLT hingga fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas.
amati bercak pada lampu UV 254 nm dan UV 366 nm kemudian menghitung Rf masing-maisng ebrcak yang muncul.
Pisahkan fraksi etil asetat lalu kumpulkan; juga fraksi air.
Semua fraksi dipekatkan diatas waterbath.
Setelah fraksi pekat, timbang bobot masing-masing fraksi dan hitung rendemennya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN I. HASIL DAN PERHITUNGAN
a. Pembuatan Ekstrak
Simplisia : Herba Ciplukan (Phsalis angulata L) Pelarut : Etanol 96%
Ekstrak Maserasi Ekstrak Soxhlet Organoleptis Warna hijau
kehitaman
Bau aromatis
Bentuk kental
Warna hijau kehitaman
Bau aromatis
Bentuk kental Jumlah pelarut yang
digunakan (mL)
2 L + 1 L= 3 L 1 1/2 sirkulasi
Kecepatan sirkulasi 10 Sirkulasi
Bobot serbuk (g) 200 gr 30 gr
Bobot ekstrak (g) 28 gr 3 gr
Rendemen (%) 14% 10%
Perhitungan:
Rendemen (%) Maserasi = berat ekstrak
berat serbuk 𝑥 100%
= 28 gr
200 gr𝑥 100%
= 14 %
Rendemen (%) Sokletasi = berat ekstrak
berat serbuk 𝑥 100%
= 3 gr
30 gr𝑥 100%
= 10%
b. Ekstraksi Cair- Cair
Fraksi n- heksana
Fraksi etil asetat Fraksi air
Organoleptis Warna hijau
Bau aromatis
Bentuk kental
Warna hijau pekat kehitaman
Bau aromatis
Bentuk kental
Warna coklat kehitaman
Bau aromatis
Bentuk kental Bobot ekstrak
(g)
10 gr 10 gr 10 gr
Bobot fraksi (g)
3 gr 3 gr 3 gr
Rendemen fraksi (%)
30% 30% 30%
Fraksi tidak larut : ADA / TIDAK Bobot fraksi tidak larut :
Perhitungan :
- Rendemen (%) Fraksi n-heksana = bobot fraksi
bobot ekstrak𝑥 100%
= 3 gr
10 gr𝑥 100%
= 30%
- Rendemen (%) Fraksi etil asetat = bobot fraksi
bobot ekstrak𝑥 100%
= 3 gr
10 gr𝑥 100%
= 30%
- Rendemen (%) Fraksi air = bobot fraksi
bobot ekstrak𝑥 100%
= 3 gr
10 gr𝑥 100% = 30%
c. KLT
Fase gerak : n-Heksana: etil asetat (7:3) Fase diam : Silika Gel 60 F254
Pereaksi pendeteksi :
Sampel Kode bercak Rf Warna noda
Visible UV 254 nm
UV 366 nm
Pereaksi
N - Heksan Tidak terdapat kode bercak.
Karena pada saat penotolan terlalu tebal
0,5111 cm Ungu Putih Ekstrak
Etil Asetat 0,1111 cm Hijau Merah Fraksi
Herba ciplukan
II. PEMBAHASAN
Pada percobaan yang pertama ini berjudul Ekstraksi padat-cair dengan tujuan yaitu melakukan ekstraksi suatu zat dari bahan padat yang terdapat di alam dengan ekstraksi soxhlet. Adapun prinsip dari ekstraksi padat-cair ini yaitu pemisahan komponen kimia dari bahan padat yaitu cipluan dengan bantuan pelarut yaitu pelarut etanol 96%. Kedua bahan tersebut dipisahkan dengan cara destilasi.
Percobaan kali ini kami menggunakan alat bernama ekstraksi Soxhlet. Alat ini sendiri memiliki beberapa tahap seperti evaporasi yaitu pelarut dipanaskan dan akan terjadi penguapan. etanol dan uap panas akan ikut memanaskan bahan yang akan diekstraksi yaitu cengkeh setelah itu uap akan didinginkan dengan proses kondensasi sehingga terjadi pengembunan dan terbentuk air yang akan menetes dari bawah alat condenser kemudian air itu akan memenuhi tabung di bawahnya yaitu tabung yang berisi cipluan. Ketika air dari uap itu sudah memenuhi tabung maka air itu akan turun kebawah melalui pipa kecil dan kembali ke RBF yang berisi pelarut etanol yang sedari tadi dipanaskan. Ketika air dari tabung ekstraksi sudah turun ke bawah maka tandanya satu siklus sudah selesai dan dilakukan berulang-ulang sampai dengan jumlah sirkulasi yang ditentukan.
Kami melakukan ekstraksi dengan menggunakan bahan cipluan. Warna yang dihasilkan oleh ekstraksi cipluan adalah coklat tua.
Pada percobaan yang kedua ini berjudul Ekstraksi cair-cair dengan tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui konsep dasar ekstraksi cair-cair, mengetahui cara pemilihan larutan ekstraksi dan mengetahui cara melakukan ekstraksi cair-cair.
Adapun prinsip kerja dari ekstraksi cair-cair yaitu pemisahan komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian pada fase kedua. Lalu kedua fase mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair dan komponen kimia akan terpisah kedalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Pada ekstraksi dengan menggunakan corong pisah. Dilakukan dengan cara mengukur ekstrak sebanyak 10 gram, selanjutnya dimasukkan kedalam beker glass dan tambahkan 10ml etanol 96%, 65ml aquadest dan 75ml N-heksan kemudian masukkan dalam corong pisah kemudian digojok selama lima (5) menit secara perlahan-lahan kedalam agar tidak terjadi emulsi. Fungsi pengojokan ialah untuk membantu proses pemisahan. Dilakukan sebanyak 3x replikasi. Kemudia cairan N-heksan yang sudah direplikasi sebanyak 3x dimasukkan ke dalam gelas belimbing dan diuapkan pada waterbat. Ketika N-heksan ditambahkan kedalam corong pisah dan membentuk 2 fase (tidak bercampur), dimana fase atas adalah N-haksan dengan wama kecoklatan dan fase dibawahnya adalah pelarut air dan ekstrak.
Kemudian setelah N-heksan selesai direplikasi, selanjutnya sisa bahan yang masih ada dalam corong pisah ditambahkan 75ml etil asetat. Pengerjaannya sama dengan N-heksan. Direplikasi sebanyak 3x kemudian cairan etil asetat dituangkan dalam gelas belimbing dan diuapkan di waterbat.
Terbentuknya 2 lapisan antara N-heksan dengan air disebabkan karena berat jenis antara kedua larutan tersebut berbeda. Dimana air mempunyai berat jenis yang
lebih besar bila dibandingkan dengan N-heksan. Perbedaan berat jenis kedua larutan tersebut yang mengakibatkan terbentuknya 2 lapisan. Begitu juga pada etil asetat.
Pada percobaan yang ketiga ini berjudul Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Tujuan praktikum ini agar mahasiswa mengetahui cara pemisahan dengan menggunakan metode krommatografi lapis tipis (KLT) dan untuk mengetahui cara pemisahan pigmen warna dari tinta dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan campuran. Kromatografi lapis tipis dilakukan pada selembar kaca, plastic, atau alumunium foil yang dilapisi dengan silica gel/selulosa. Setelah sampel diaplikasikan pada plat, fase gerak ditarik plat melalui aksi kapiler (Bele, 2019).
Ada beberapa kemungkinan mengapa tidak muncul bercak saat melihat ekstrak menggunakan UV-Vis pada panjang gelombang 366 nm dan 254 nm setelah ekstraksi menggunakan KLT:
Komponen tidak Absorban: Bisa jadi komponen dalam ekstrak tidak menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, termasuk panjang gelombang 366 nm dan 254 nm yang digunakan dalam UV-Vis. Ini mungkin disebabkan oleh ketiadaan senyawa yang berinteraksi dengan panjang gelombang tersebut dalam ekstrak yang digunakan.
Konsentrasi Terlalu Rendah: Konsentrasi komponen yang diinginkan dalam ekstrak mungkin terlalu rendah untuk dideteksi oleh UV-Vis, terutama pada panjang gelombang yang lebih tinggi seperti 366 nm. Ini dapat terjadi jika jumlah senyawa yang diinginkan dalam ekstrak sangat sedikit atau jika efisiensi ekstraksi tidak memadai.
Kontaminasi atau Interferensi: Ada kemungkinan bahwa adanya kontaminan atau senyawa lain dalam ekstrak yang mengganggu atau mempengaruhi hasil pengukuran UV-Vis pada panjang gelombang tertentu. Ini bisa mengakibatkan ketidakmunculan bercak yang diharapkan atau perubahan yang tidak diinginkan dalam spektrum.
Kerusakan pada Senyawa: Kemungkinan lain adalah bahwa senyawa yang diharapkan mungkin telah rusak atau terdegradasi selama proses ekstraksi atau penyimpanan, sehingga tidak lagi menunjukkan absorbansi pada panjang gelombang yang dipilih.
Dalam konteks ekstraksi menggunakan KLT, perlu diperhatikan bahwa KLT adalah teknik pemisahan dan pemurnian yang bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam campuran.
Kemungkinan beberapa senyawa tidak terdeteksi atau tidak terlihat pada UV-Vis mungkin karena karakteristik spesifik dari senyawa-senyawa tersebut.
Prinsip KLT (Kromatografi Lapis Tipis): KLT adalah teknik pemisahan yang berdasarkan pada perbedaan daya tarik antara fase diam (substrat lapis tipis) dengan fase gerak (pelarut yang bergerak
Beberapa alasan mengapa tidak terlihat bercak saat melihat ekstrak dengan UV-Vis pada panjang gelombang 366 nm dan 254 nm setelah menggunakan KLT adalah:
Komponen yang Tidak Menyerap Cahaya: Komponen dalam ekstrak mungkin tidak menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu yang digunakan dalam UV-Vis. Ini bisa disebabkan oleh ketiadaan senyawa yang bereaksi dengan panjang gelombang tersebut dalam ekstrak.
Konsentrasi Terlalu Rendah: Konsentrasi komponen yang diinginkan mungkin terlalu rendah untuk dideteksi oleh UV-Vis, terutama pada panjang gelombang
yang lebih tinggi seperti 366 nm. Ini dapat terjadi jika jumlah senyawa yang diinginkan sangat sedikit atau jika ekstraksi tidak efisien.
Kontaminasi atau Interferensi: Adanya kontaminan atau senyawa lain dalam ekstrak dapat mengganggu hasil pengukuran UV-Vis pada panjang gelombang tertentu, menyebabkan ketidakmunculan bercak yang diharapkan atau perubahan dalam spektrum.
Kerusakan pada Senyawa: Senyawa yang diharapkan mungkin telah rusak atau terdegradasi selama proses ekstraksi atau penyimpanan, sehingga tidak lagi menunjukkan absorbansi pada panjang gelombang yang dipilih.
BAB IV KESIMPULAN
1. Metode ekstraksi Soxhlet menggunakan pelarut etanol 96% berhasil dalam memisahkan komponen kimia dari bahan padat cipluan, menghasilkan larutan ekstrak dengan warna coklat tua.
2. Ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah berhasil dalam memisahkan komponen kimia antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur, dengan hasil berupa terbentuknya dua lapisan yang terpisah berdasarkan berat jenis masing-masing larutan.
3. Ada kemungkinan bahwa adanya kontaminan atau senyawa lain dalam ekstrak yang mengganggu atau mempengaruhi hasil pengukuran UV-Vis pada panjang gelombang tertentu. Ini bisa mengakibatkan ketidakmunculan bercak yang diharapkan atau perubahan yang tidak diinginkan dalam spektrum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan praktikum fitokimia. 2024. Universitas setia budi. surakarta
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 9-16.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II. Kemenkes RI. Jakarta.
K. Hostettmann, M Hostettman, MD, Marston A, 1995, Cara kromatografi preparatif Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam, hal 10, ITB, Bandung.
LAMPIRAN