• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPRAK HADII ACARA 4-6 KULJAR SAMPE DAFPUS

N/A
N/A
hadi kusumandari

Academic year: 2024

Membagikan "LAPRAK HADII ACARA 4-6 KULJAR SAMPE DAFPUS"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ACARA IV

SUB KULTUR DAN MIKROSTEK

A. Tujuan

1. Mengetahui cara sub kultur dan mikrostek.

2. Mengetahui pengaruh macam sitokinin terhadap pertumbuhan planlet vanili.

B. Dasar Teori

Menurut Elfiani dan Jakoni (2015), sub kultur memiliki arti bahwa kegiatan mengganti media dalam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi tanaman untuk pertumbuhannya dapat terpenuhi secara cukup. Kegiatan sub kultur dapat dilakukan dengan cara memotong, membelah, atau menanam kembali eksplan yang terlah tumbuh sehingga jumlah tanaman yang akan didapat lebih banyak. Alasan dilakukannya sub kultur yaitu agar kebutuhan nutrisi dari tanaman senantiasa tercukupi.

Mikrostek adalah salah satu perbanyakan vegetatif dengan cara menggunakan potongan batang muda atau pucuk tanaman yang telah dibudidayakan secara steril.

Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan untuk memulai kultur jaringan. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan yaitu daun, batang berbuku, ujung akar, bagian bunga, dan bagian biji. Sebelum memilih bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan, perlu dipertimbangkan dengan seksama karena bagia tanaman memiliki respon yang berbeda terhadap ZPT dan lingkungan miko yang dipaparkan. Biasanya, jringan tanaman yang muda akan beregenerasi lebih baik dibandingkan dengan bagian yang lebih tua (Ashar dkk., 2023)

Kendala yang sering dihadapi saat kultur jaringan yaitu terjadinya browning pada fase induksi kalus. Browning adalah keadaan ketika eksplan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan. Browning ini disebabkan oleh adanya senyawa bernama fenolik yang muncul dan terakumulasi ketika

(2)

eksplan dilukai. Terjadinya pelukaan ini karena adanya aktivasi oleh enzim Polyphenol oxidase (PPO). Browning menjadi masalah yang sering ditemukan pada kultur jaringan tanaman berkayu (Admojo dan Indrianto, 2016).

Dalam kultur jaringan diperlukan beberapa vitamin yang mampu mempercepat pertumbuhan tanaman. Salah satu vitamin yang paling diperlukan adalah thiamin atau B1. Vitamin B1 adalah salah satu unsur hara mikro yang dapat mempercepat proses pembelahan sel baru pada jaringan sehingga dapat memercepat pertumbuhan organ vegetatif tanaman. Vitamin ini berfungsi untuk meningkatkan aktivitas hormon yang terdapat pada jaringan tanaman sehingga pembelahan sel baru semakin cepat. Selain itu Thiamin berguna sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat serta meningkatkan aktivitas hormon (Yustitia, 2017).

Selain membutuhkan vitamin, eksplan juga membutuhkan ZPT sebagai perangsang pertumbuhan tanaman. Contoh ZPT yang sering digunakan ialah sitokinin. Sitokinin yaitu senyawa derifat adenin yang memiliki ciri-ciri mampu menginduksi pembelahan sel. Sitokinin terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sitokinin alami dan sintetik. Sitokinin alami meliputi zeatin dan dihidrozatin, sedangkan sitokinin sintetik antara lain BA, BAP, IPA, PA, Kinetin, dan Thidiozuron. Fungsi sitokinin meliputi pembelahan sel, menginduksi terbentuknya organ pucuk, pertumbuhan tunas lateral, mendorong terbukanya stomata pada spesies tertentu, dan mendorong perluasan daun.

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah media MS, planlet vanili, dan alkohol 70%.

Alat yang digunakan meliputi Laminar Air Flow (LAF), enkast, pinset, pisau blade, petridish, lampu spritus, dan aluminium foil steril.

D. Langkah Kerja

Langkah kerja yang dilakukan dalam subkultur dan mikro stek yaitu dengan mengeluarkan planlet vanili dengan cara menariknya dari botol kultur dengan hati-hati. Kemudian meletakkannya pada petridish dan memotongnya

(3)

sepanjang 1,5 cm dengan memperhatikan ruas-ruasnya. Selanjutnya menanam eksplan yang telah dipotong pada botol dengan posisi vertikal. Memberi label pada botol kultur dan meletakkannya pada ruang inkubasi.

E. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Parameter Pengamatan Persentase Hidup (%) Kelompok Perlakuan Jumlah Eksplan

yang Ditanam Hidup Mati Persentase Hidup (%)

A4 V1 5 3 2 60

A5 V2 5 5 0 100

A6 V3 5 5 0 100

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

Tabel 4.2 Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Perlakuan

Tinggi Tanaman Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 V1 1,5 0 0 0 2 1,75

A5 V2 3 2,5 2,9 1,8 2 2,44

A6 V3 1,5 2,8 3,4 2 2,2 2,38

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

F. Pembahasan

Sub kultur memiliki arti bahwa kegiatan mengganti media dalam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi tanaman untuk pertumbuhannya dapat terpenuhi secara cukup. Kegiatan sub kultur dapat dilakukan dengan cara memotong, membelah, atau menanam kembali eksplan yang terlah tumbuh sehingga jumlah tanaman yang akan didapat lebih banyak.

Alasan dilakukannya sub kultur yaitu agar kebutuhan nutrisi dari tanaman senantiasa tercukupi.

Alat yang digunakan saat praktikum meliputi Laminar Air Flow (LAF), enkast, pinset, pisau blade, petridish, lampu spritus, dan aluminium foil steril.

Bahan yang dibutuhkan adalah media MS, planlet vanili, dan alkohol 70%. . Langkah kerja melakukan sub kultur yaitu dengan dengan mengeluarkan

(4)

planlet vanili dengan cara menariknya dari botol kultur dengan hati-hati.

Kemudian meletakkannya pada petridish dan memotongnya sepanjang 1,5 cm dengan memperhatikan ruas-ruasnya. Selanjutnya menanam eksplan yang telah dipotong pada botol dengan posisi vertikal. Memberi label pada botol kultur dan meletakkannya pada ruang inkubasi.

Pelaksanaan praktikum kemarin melakukan sub kultur dan mikrostek dengan planlet tanaman vanili dengan komposisi media yang berbeda.

Perlakuan yang dilakukan ada 3, yaitu perlakuan V1 yang dilakukan oleh kelompok A4 dengan media MS + NAA 2 ml + BA 2 ml. Perlakuan V2 dilakukan kelompok A5 dengan media MS + NAA 2 ml + kinetin 2 ml.

Perlakuan V3 dilakukan oleh kelompok A6 dengan media MS + NAA 2 ml + BAP 2 ml. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 botol kultur.

Media yang digunakan masing masing perlakuan berbeda memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh dari hormon sitokinin terhadap planlet vanili.

Setelah melakukan pengamatan selama 14 hari, didapat hasil bahwa parameter presentase hidup dari perlakuan V! sebanyak 60% dengan uraian 3 eksplan hidup dan 2 eksplan mengalami kematian. Perlakuan V2 dan V3 presentase hidupnya sebesar 100% yang berarti semua eksplan hidup.

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, hasil yang terbaik didapat pada perlakuan V2 dengan media MS + NAA 2ml + kinetin 2 ml dan pada perlakuan V3 dengan media MS + NAA 2 ml + BAP 2 ml. Kinetin mampu merangsang pertumbuhan tunas adventif karena memiliki hormon sitokinin yang dibutuhkan oleh eksplan (Riono, 2019). BAP juga berperan untuk mengoptimalkan pertumbuhan pada tunas dan pucuk dari eksplan (Muchsin dkk., 2022).

Perlakuan pada V1 memperoleh presentase hidup sebanyak 60% dengan eksplan hidup sebanyak 3 dan yang mengalami sebanyak 2 eksplan. Kematian dari eksplan dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi dari bakteri.

Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri dapat dicirikan dengan adanya lendir yang berada pada permukaan media dan media akan berubah warna menjadi keruh ataupun putih (Andriani dan Heriansyah, 2021). Perlakuan V2

(5)

dan V3 memiliki presentase hidup sebanyak 100%, sehingga semua sampel hidup. Dengan kata lain, perlakuan V2 dan V3 mengalami keberhasilan.

Parameter pengamatan yang kedua yaitu mengenai tinggi tanaman diperoleh pada perlakuan V1 rata-rata tingginya 1,75 cm, dengan rincian sampel 1 dengan tinggi 1, 5 cm dan sampel 5 setinggi 2 cm. Perlakuan V2 tinggi rata-rata 2,44 cm, dengan rincian sampel 1 setinggi 3cm, sampel 2 setinggi 2,5 cm, sampel 3 setinggi 2,9 cm, sampel 4 setinggi 1,8 cm, dan sampel 5 setinggi 2cm. Pada perlakuan V3 setinggi 2,38 cm dengan rincian sampel 1 setinggi 1,5 cm, sampel 2 setinggi 2,8 cm, sampel 3 setinggi 3,4 cm, sampel 4 cengan tinggi 2 cm, dan sampel 5 setinggi 2,2 cm.

Berdasarkan data yang telah diperoleh, perlakuan yang paling baik yaitu pada perlakuan V2. Perlakuan V2 dianggap menjadi yang paling baik karena mengandung kinetin. Saat penggunaan sitokinin dan kinetin akan merangsang adanya pertumbuhan tunas adventif yang merupakan perkembangan organ yang berasal dari titik tumbuh tanaman yang memiliki sifat meristematik (Nurhidayah dkk., 2017).

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Cara melakukan sub kultur dan mikrostek adalah dengan mengeluarkan planlet vanili dengan cara menariknya dari botol kultur dengan hati-hati.

Kemudian meletakkannya pada petridish dan memotongnya sepanjang 1,5 cm dengan memperhatikan ruas-ruasnya. Selanjutnya menanam eksplan yang telah dipotong pada botol dengan posisi vertikal. Memberi label pada botol kultur dan meletakkannya pada ruang inkubasi.

2. Sitokinin yang paling baik berdasarkan parameter presentase hidup dan tinggi tanaman adalah kinetin karena hormon kinetin mampu untuk merangsang percabangan serta pertumbuhan dari tunas adventif.

H. Daftar Pustaka

(6)

Admojo, L. dan A. Indrianto. 2016. Pencegahan Browning Fase Inisiasi Kalus pada Kultur Midrib Daun Klon Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg) PB 330. Jurnal Penelitian Karet, 34(1): 25-34

Andriani, d., dan p. Heriansyah. 2021. Identifikasi Jamur Kontaminan pada Eksplan Kultur Jaringan Anggrek Alam (Bromheadia finlaysoniana (Lind.) Miq. Agricultural Journal, 4(2): 192-199.

Ashar, J.R., A. Farhanah., P. Hamzah., R. Ismayanti., S. Tuhuteru., R. Yusuf., R. Yulianti., dan Mardaleni. 2023. Pengantar Kultur Jaringan Tanaman.

Bandung. Widina Media Utama

Elfiani dan Jakoni. 2015. Sterilisasi Eksplan dan Sub Kultur Anggrek, Sirih Merah, dan Krisan pada Perbanyakan Tanaman secara In Vitro. Jurnal Dinamika Pertanian, 1 (2):117-124

Muchsin, M. E., A. Supriatna., A. Adawiyah., dan A.V. Darniwa. 2022.

Pengaruh Konsentrasi BAP (6-Benzyl Amino Purine) terhadap Pertumbuhan Tunas Anggrek (Macodes petola (Blume) Lindl) Secara In Vitro. Jurnal Berkala Saintek, 10(1): 25-31.

Nurhidayah, T., M. Mardhiansyah, dan D. Mulyani. 2017. Pengaruh Sitokinin (Kinetin) dan Auksin (2,4-D) dalam Media Induksi Murashige dan Skoog terhadap Perkembangan Eksplan Meristem Apikal Tunas Anakan Tanaman Sagu (Metroxylon sagu R.). Jurnal Agrotek Trop, 6(1): 23-28.

Riono, Y. 2019. Zat Pengatur Tumbuh Kinetin Untuk Pertumbuhan Sub Kultur Pisang Barangan (Mussa paradisiaca L.) dengan Metode Kultur Jaringan.

Jurnal Agro Indragiri, 1(2); 23-33

Wiraatmaja, I.W. 2017. Zat Pengatur Tumbuh Giberelin dan Sitokinin. Bahan Ajar. Universitas Udayana

Yustitia, R.I. 2017. Penambahan Vitamin B1 (Thiamin) Pada Media Tanam (Arang Kayu dan Sabut Kelapa) untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Anggrek (Dendrobium sp) pada Tahap Aklimatisasi. Skripsi. Universitas Nusantara PGRI Kediri

(7)

ACARA V AKLIMATISASI

A. Tujuan

1. Mengetahui cara aklimatisasi planlet anggrek Dendrobium

2. Mengetahui pengaruh macam media tanam terhadap pertumbuhan aklimatisasi anggrek Dendrobium

B. Dasar Teori

Aklimatisasi menjadi tahapan yang sangat penting bagi kultur jaringan.

Yasmin dkk (2018), menyatakan aklimatisasi adalah suatu proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang menjadi suatu masalah penting pada budidaya tanaman menggunakan bibit dari kultur jaringan. Aklimatisasi perlu dilakukan karena tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan sangat lemah dan tidak mampu mengimbangi perubahan di lingkungan yang secara drastis.

Proses aklimatisasi ini bertujuan agar planlet dapat beradaptasi pada lingkungan eksternal. Sebelum melakukan aklimatisasi, planlet harus telah memenuhi syarat pindah tanam. Syarat tersebut meliputi, planlet telah memiliki organ lengkap yang umumnya berumur 8-12 bulan.

. Proses aklimatisasi menjadi masa kritis masa kritiskarena adanya perpindahan lingkungan yang semula heterotrof (dapat dikendalikan) ke lingkungan tidak dapat dikendalikan (autotrof). Sehingga apabila tanaman tidak dapat beradaptasi pada lingkungan baru akan mengalami layu dan mati (Sumarta, dkk., 2021). Aklimatisasi dikatakan berhasil ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, yaitu media tanam dan pemupukan. Pemberian pupuk mengutamakan pemberian unsur hara makro (NPK), unsur N berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, unsur P untuk merangsang pertumbuhan generatif, inisiasi akar, dan masa pendewasaan, dan unsur K sebagai katalisator. Selain itu, aklimatisasi juga dipengaruhi dengan kemampuan mengendalikan kondisi lingkungan, cara penanganan ketika

(8)

mengeluarkan planlet dari botol, dan lingkungan mikro pada planlet (Wulandari dan Dewi. 2014).

Terdapat berbagai macam media tanam yang digunakan saat aklimatisasi, seperti arang kayu, pakis, dan moss. Arang kayu adalah hasil dari pembakaran kayu. Kayu yang biasanya digunakan meliputi jati, kopi, kaliandra, dan mahoni. Penggunaan arang kayu sebagai media tanam memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah kemampuan dalam menyimpan air yang cukup baik. Arang kayu juga tidak mudah lapuk, sulit terjangkit jamur dan bakteri karen telah melewati proses pembakaran, dan mampu memepertahankan pH media secara konstan. Namun, arang kayu memiliki kekurangan yaitu unsur hara yang hanya sedikit, tidak dapat mengikat air terlalu lama sehigga harus melakukan penyiraman secara teratur, sebelum digunakan harus dipotong potong terlebih dahulu dan disesuaikan dengan wadahnya, serta harus melakukan suplai dengan pemupukan secara teratur karena arang kayu hanya berfungsi sebagai penyangga tanaman (Ansori, 2021).

Media tanam pakis dapat digunakan pada semua fase pertumbuhan, mulai dari kompot, seedling, remaja hingga berbunga. Pakis dipilih karena memiliki keunggulan yaitu mmeiliki daya simpan air yang baik, aerase dan drainase berjalan optimal, serta mudah melewatkan air dengan baik. Akan tetapi, kekurangan dari penggunaan media pakis sebagai media tanam adalah mudahnya lapuk, dapat mengandung hama dan penyakit sehingga dapat menyebabkan tanaman mati, kesuburannya yang renah, tidak cocok untuk semua jenis tanaman, dan strukturnya yang tidak stabil (Ansori, 2021).

Media moss dipilih karena mampu menyerap air sehingga kelembapan terjaga, mengandung nitrogen sebanyak 2-3%, kemampuan mengikat airnya hingga 80%, dan baik untuk pertumbuhan akar tanaman. Akan tetapi, media moss juga memiliki kekurangan. Kekurangannya yaitu harga yang lebih mahal dibandingkan media tanam yang lainnya, rentan terhadap penyakit, dan strukturnya yang kurang stabil (Ansori, 2021).

C. Bahan dan Alat

(9)

Bahan yang digunakan yaitu planlet anggrek yang telah siap dilakukan aklimatisasi, fungisida, media tanam (berupa moss, pakis, dan arang kayu), pupuk daun vitamin B1 (Thiamin). Alat yang digunakan meliputi pinset atau kawat panjang yang bagian ujungnya telah dibengkokkan, baskom kecil, kuas kecil, kertas sebagai tempat penirisan, pot plastik, plastik berukuran 1untuk menyungkup, dan sedotan sebagai penyangga sungkup.

D. Langkah Kerja

Mengisi air +-100ml pada botol berisi planlet kemudian mengeluarkan planlet secara hati-hati menggunakan pinset (cara mengeluarkannya dengan menarik akar terlebih dahulu) dan memasukkan planlet pada air bersih.

Membersihkan planlet dari agar-agar yang masih menempel dengan kuas kecil, selanjutnya merendam planlet pada fungisida selama 3-5 menit. Setelah itu, meniriskan planlet pada kertas, kemudian menanam pada media tanam.

Memberi label berupa media yang digunakan, tgl pengerjaan, dan kelompok.

Selanjutnya menyungkup pot menggunakan plastik dengan penyangga berupa sedotan. Melakukan penyemprotan setiap hari dengan cara sungkup dibuka serta pemberian vitamin B1 (Thiamin) dengan takaran 2ml/L setiap minggu dan pupuk daun 2ml/L saat umur 2 MST.

E. Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Parameter Pengamatan Persentase Hidup (%) Kelompok Perlakuan

Jumlah Planlet

yang Ditanam Hidup Mati

Persentase Hidup (%)

A4 M1 5 2 3 40

A5 M2 0 0 0 0

A6 M3 5 4 1 80

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024 Tabel 5.2 Parameter Pengamatan Jumlah Daun

Kelompok Perlakuan

Jumlah Daun

Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 M1 0 0 0 2 2 0,8

(10)

A5 M2 0 0 0 0 0 0

A6 M3 2 3 2 0 3 2

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

Tabel 5.3 Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Perlakuan

Tinggi Tanaman

Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 M1 - - - 5 3 4

A5 M2 0 0 0 0 0 0

A6 M3 3,1 5,2 4,9 0 5,1 4,58

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

F. Pembahasan

Aklimatisasi adalah suatu proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang menjadi suatu masalah penting pada budidaya tanaman menggunakan bibit dari kultur jaringan. Aklimatisasi perlu dilakukan karena tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan sangat lemah dan tidak mampu mengimbangi perubahan di lingkungan yang secara drastis. Alat yang digunakan ketika praktikum adalah pinset atau kawat panjang yang bagian ujungnya telah dibengkokkan, baskom kecil, kuas kecil, kertas sebagai tempat penirisan, pot plastik, plastik berukuran 1untuk menyungkup, dan sedotan sebagai penyangga sungkup. Bahan yang diperlukan meliputi planlet anggrek yang telah siap dilakukan aklimatisasi, fungisida, media tanam (berupa moss, pakis, dan arang kayu), pupuk daun vitamin B1 (Thiamin).

Langkah kerja yang dilakukan saat praktikum yaitu dengan mengisi air +- 100ml pada botol berisi planlet kemudian mengeluarkan planlet secara hati-hati menggunakan pinset (cara mengeluarkannya dengan menarik akar terlebih dahulu) dan memasukkan planlet pada air bersih. Membersihkan planlet dari agar-agar yang masih menempel dengan kuas kecil, selanjutnya merendam planlet pada fungisida selama 3-5 menit. Setelah itu, meniriskan planlet pada kertas, kemudian menanam pada media tanam. Memberi label berupa media yang digunakan, tgl pengerjaan, dan kelompok. Selanjutnya menyungkup pot menggunakan plastik dengan penyangga berupa sedotan. Melakukan

(11)

penyemprotan setiap hari dengan cara sungkup dibuka serta pemberian vitamin B1 (Thiamin) dengan takaran 2ml/L setiap minggu dan pupuk daun 2ml/L saat umur 2 MST.

Praktikum aklimatisasi menggunakan planlet tanaman anggrek Dendrobium dengan menggunakan 3 media tanam yang berbeda. Perlakuan M1 yang dilakukan oleh kelompok A4 menggunakan media tanam berupa pakis. Perlakuan M2 dilakukan oleh kelompok A5 dengan media tanam moss.

Perlakuan M3 oleh kelompok A6 menggunakan media tanam arang kayu.

Penggunaan media tanam yang berbeda-beda ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari media yang digunakan terhadap perumbuhan dari aklimatisasi tanaman anggrek dendrobium. Parameter pengamatan yang dilakukan ada 3, yaitu presentase hidup, jumlah daun, dan tinggi tanaman.

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa hasil dari pengamatan parameter presentase hidup. Perlakuan M1 memiliki nilai presentase hidup sebanyak 2 eksplan dan yang 3 lainnya mati. Perlakuan M2 semua mengalami kematian sehingga presentase hidupnya sebanyak 0%. Perlakuan M3 memliki nilai presentase hidup sebanyak 80% s=dengan rincian yang hidup ada 4 eksplan dan 1 mengalami kematian.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter jumlah daun yang diamati selama 14 hari, diketahui planlet dengan perlakuan M1 medianya berupa pakis memiliki rata-rata jumlah daun sebanyak 0,8 helai dengan rincian pada sampel 1, 2, 3 tidak memiliki daun karena mati, serta pada sampel 4 dan 5 memiliki daun berjumlah 2 helai. Peelakuan M2 dengan media moss menghasilkan rata-rata jumlah daun 0 helai. Semua sampel pada perlakuan M2 mengalami kematian sehingga tidak memiliki daun. Perlakuan M3 dengan menggunakan media tanam arang kayu mempunyai rata-rata jumlah daun sebanyak 2 helai.

Sampel 1 memiliki dua helai, sampel 2 memiliki 3 helai, sampel 3 dengan 2 helai, sampel 4 tidak memiliki daun karena mati, dan sampel 5 memiliki tiga helai daun.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter tinggi tanaman yang diamati selama 14 hari, didapat hasil pada perlakuan M1 dengan media pakis memiliki

(12)

rata-rata tinggi tanaman 4cm dengan rincian sampel 1,2, dan 3 mengalami kematian, sampel 4 dengan tinggi 5m, dan sampel 5 memiliki tinggi 3 cm.

Perlakuan M2 menggunakan media moss memiliki rata-rata tinggi tanaman 0cm. Hal ini karena semua sampel mengalami kematian. Perlakuan M3 dengan menggunakan media arang kayu memiliki rata-rata tinggi tanaman 4,58 cm dengan sampel 1 memiliki tinggi 3,1 cm, sampel 2 setinggi, 5,2 cm, sampel 3 dengan tinggi 4,9cm, sampel 4 0 cm karena mati, dan sampel 5 memilikitinggi 5,1 cm.

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, perlakuan M2 dengan media moss semua sampel mengalami kematian. Kematian semua sampel disebabkan oleh intensitas dari penyiraman yang terlalu tinggi. Seringnya penyiraman, air yang terlalu banyak saat penyiraman, ataupun waktu penyiraman yng tidak teoat dapat menyebabkan sistem perakaran yang terlalu basah sehingga mampu memicu adanya peetumbuhan jamur. Ketika akar sudah terserang jamur, maka akar akan busuk dan proses metabolisme dalam tanaman akan terganggu. Hal inilah yang dapat menyebabkan sampel menjadi mati (Yasmin dkk., 2018).

Data yang didapat, dapat diketahui bahwa media tanam untuk anggrek dendrobium paling baik yaitu media arang kayu. Penggunaan arang kayu sebagai media tanam memiliki keunggulan, yaitu kemampuan dalam menyimpan air yang cukup baik. Arang kayu juga tidak mudah lapuk, sulit terjangkit jamur dan bakteri karen telah melewati proses pembakaran, dan mampu memepertahankan pH media secara konstan. Namun, arang kayu memiliki kekurangan yaitu unsur hara yang hanya sedikit, tidak dapat mengikat air terlalu lama sehigga harus melakukan penyiraman secara teratur, sebelum digunakan harus dipotong potong terlebih dahulu dan disesuaikan dengan wadahnya, serta harus melakukan suplai dengan pemupukan secara teratur karena arang kayu hanya berfungsi sebagai penyangga tanaman (Ansori, 2021).

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

(13)

1. Cara melakukan aklimatisasi pada anggrek Dendrobium yaitu dengan mengisi air +-100ml pada botol berisi planlet kemudian mengeluarkan planlet secara hati-hati menggunakan pinset (cara mengeluarkannya dengan menarik akar terlebih dahulu) dan memasukkan planlet pada air bersih.

Membersihkan planlet dari agar-agar yang masih menempel dengan kuas kecil, selanjutnya merendam planlet pada fungisida selama 3-5 menit.

Setelah itu, meniriskan planlet pada kertas, kemudian menanam pada media tanam. Memberi label berupa media yang digunakan, tgl pengerjaan, dan kelompok. Selanjutnya menyungkup pot menggunakan plastik dengan penyangga berupa sedotan. Melakukan penyemprotan setiap hari dengan cara sungkup dibuka serta pemberian vitamin B1 (Thiamin) dengan takaran 2ml/L setiap minggu dan pupuk daun 2ml/L saat umur 2 MST.

2. Penggunaan media tanam yang paling baik yaitu dengan menggunakan arang kayu karena tidak mudah lapuk, sulit terjangkit jamur dan bakteri karen telah melewati proses pembakaran, dan mampu memepertahankan pH media secara konstan. Media pakis

H. Daftar Pustaka

Ansori, M.L. 2021. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Aklimatisasi Planlet Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) Hibrida. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Sumarta, Y.P., R.R. Pehulisa., dan P.U.A.L. Tobing. 2021. Faktor yang Mempengaruhi Aklimatisasi pada Tanaman Anggrek. Prosiding.

Universitas Negeri Medan

Wulandari, T., dan S. Dewi. 2014. Karakterisasi Morfologi dan Pertumbuhan Populasi Planlet Anggrek Phalaenopsis Hasil Persilangan Selama Tahap Aklimatisasi. Jurnal Hort Indonesia, 5(3): 137-147

Yasmin, Z.F., S.I. Aisyah., dan D. Sukma. 2018. Pembibitan (Kultur Jaringan hingga Pembibitan) Anggrek Phalanopsis di Hasanudin Orchids Jawa Timur. Bul. Agrohorti, 6(3):430-439

(14)

ACARA VI BUDIDAYA EMBRIO

A. Tujuan

1. Mengetahui cara penanaman embrio secara in vitro pada medium MS 2. Mengetahui pengaruh media alami kecambah dengan berbagai konsentrasi

sukrosa terhadap pertumbuhan embrio

B. Dasar Teori

Kultur embrio memiliki arti sebagai proses pengambilan embrio dari biji kemudian mengecambahkan pada kondisi aseptik. Kultur embrio bertujuan untuk menyelamatkan embrio yang kemungkinan akan mati sebelum menjadi buah yang matang. Embrio yang biasanya digunakan ada 2, yaitu penggunaan tua dan embrio muda. kultur embrio yang masih muda biasanya dilakukan untuk menyelamatkan embrio pada awal perkembangan dan kultur embrio dari biji yang sudah tua atau matang, yang dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan embrio menjadi bibit, keuntungan teknik kultur embrio adalah rasio pertumbuhan kecambah lebih tinggi daripada benih, menghemat waktu karena kecepatan tumbuh embrio lebih tinggi dan dapat memulihkan ketahanan tanaman (Roostika dkk., 2018)

Embrio pada tanaman diperoleh dari bagian tanaman yang potensial untuk ditumbuhkan tunas. Namun pada embrio zigotik dapat digunakan sebagai eksplan tetapi harus memenuhi dan memperhatikan beberapa hal. Embrio tanaman tidak bisa ditumbuhkan pada media ex vitro contohnya pada tanaman anggrek karena memiliki bentuk yang kecil dan tidak memiliki cadangan makanan. Embrio hasil fertilisasi tidak berkembang dengan baik, misalnya

“embrio rescue” pada embrio zigotik hasil persilangan buatan. (Kristamtini, 2018).

Keberhasilan kultur embrio dipengaruhi oleh beberap hal, seperti kondisi serta hubungan genotipe yang digunakan tetua, umur biji muda, yang akan dikulturkan, formulasi media yang digunakan mengandung unsur hara makro,

(15)

mikro, asam amino, vitamin, dan ZPT (Rossa dan Endang, 2017). Akan tetapi, terdapat kondisi yang menyebabkan embrio tidak dapay tumbuh dengan baik, karena embrio tidak memiliki kekuatan untuk beregenerasi atau embrio telah browning. Selain itu, dapat juga disebabkan kurangnya cdangan makanan, sehingga media tanam yang digunakan akan sangat berpengaruh (Maulida dan Erfa, 2020).

Kultur embrio dilakukan untuk perbanyakan tanaman karena memiliki banyak kelebihan diantaranya, tingkat percekambahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara penebaran benih. Kultur embrio juga dapat menjadi fasilitas pertumbuhan tanaman jenis hibrida dan manajemen konservasi karena perkembangbiakan dapat dilakukan secara in vitro sebelum penggunaannya secara luas. Selain itu, dapat memuliakan dan meningkatkan kesehatan tanaman (Widayanti, 2014).

Media alami yang dapat digunakan yaitu kecambah, karena dapat memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan media kultur jaringan tanpa penambahan ekstrak kecambah kacang hijau terutama pada variabel tinggi tanaman, panjang akar, panjang daun, dan jumlah akar (Harahap, 2019).

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah media alami dari kecambah, biji jagung, klorok, alkohol 70% dan 96%, dan aquades steril. Alat yang digunakan berupa Laminar Air Flow (LAF), enkast/ cabinet, pisau Blade, petridish, lampu spiritus, dan aluminium foil steril.

D. Langkah Kerja

Memipil tongkol jagung yang masih muda dan memasukkannya ke dalam beker glass yang berisi air agar kondisinya menjadi lembab. Memasukkan jagung pada LAF dan mensterilisasikan dengan klorok 10% selama 5 menit.

(Cara pembuatan klorox 10% yaitu dengan mencampur klorok 100 ml dengan aquades sebanyak 900ml menggunakan beker glass). Kemudian membilas biji jagung pada aquades steril sebanyak 3x dengan durasi masing-masing 1 menit.

(16)

Selanjutnya mengambil embrio jagung dan ditanam pada media kultur (menanam 2 embrio pada 1 media kultur). Memberikan label yang memuat media yang digunakan, tanggal penanaman, dan kelompok. Melakukan pengamatan setiap hari dan mencatat waktu tumbuh tunas.

E. Hasil Pengamatan

Tabel 6.1 Parameter Pengamatan saat Tumbuh Tunas (HST) Kelompok Perlakuan

Saat Tumbuh Tunas

Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 A1 0 0 0 0 0 0

A5 A2 0 0 0 0 0 0

A6 A3 0 0 0 0 0 0

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

Tabel 6.2 Parameter Pengamatan saat Tumbuh Akar (HST) Kelompok Perlakuan

Saat Tumbuh Akar

Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 A1 0 0 0 0 0 0

A5 A2 0 0 0 0 0 0

A6 A3 0 0 0 0 0 0

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

Tabel 6.3 Parameter Pengamatan Persentase Tumbuh (%) Kelompo

k

Perlakua n

Jumlah Eksplan yang ditanam

Hidup Mati Presentas e Tumbuh (%)

A4 A1 5 0 5 0

A5 A2 5 0 5 0

A6 A3 5 1 4 20

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

Tabel 6.4 Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Perlakuan

Tinggi Tanaman

Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 A1 0 0 0 0 0 0

A5 A2 0 0 0 0 0 0

(17)

A6 A3 0 0 7,6 0 0 7,6 Sumber: Praktikum Kultur Jaringan 2024

Tabel 6.5 Parameter Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Perlakuan

Jumlah Daun

Rata - Rata

1 2 3 4 5

A4 A1 0 0 0 0 0 0

A5 A2 0 0 0 0 0 0

A6 A3 0 0 1 0 0 1

Sumber: Praktikum Kultur Jaringan

F. Pembahasan

Kultur embrio memiliki arti sebagai proses pengambilan embrio dari biji kemudian mengecambahkan pada kondisi aseptik. Kultur embrio bertujuan untuk menyelamatkan embrio yang kemungkinan akan mati sebelum menjadi buah yang matang. Alat yang digunakan saat praktikum yaitu Laminar Air Flow (LAF), enkast/ cabinet, pisau Blade, petridish, lampu spiritus, dan aluminium foil steril. Bahan yang digunakan adalah media alami dari kecambah, biji jagung, klorok, alkohol 70% dan 96%, dan aquades steril.

Langkah kerja yang dilakukan yaitu dengan memipil tongkol jagung yang masih muda dan memasukkannya ke dalam beker glass yang berisi air agar kondisinya menjadi lembab. Memasukkan jagung pada LAF dan mensterilisasikan dengan klorok 10% selama 5 menit. (Cara pembuatan klorox 10% yaitu dengan mencampur klorok 100 ml dengan aquades sebanyak 900ml menggunakan beker glass). Kemudian membilas biji jagung pada aquades steril sebanyak 3x dengan durasi masing-masing 1 menit. Selanjutnya mengambil embrio jagung dan ditanam pada media kultur (menanam 2 embrio pada 1 media kultur). Memberikan label yang memuat media yang digunakan, tanggal penanaman, dan kelompok. Melakukan pengamatan setiap hari dan mencatat waktu tumbuh tunas.

Budidaya embrio dengan biji jagung dengan media alami berupa kecambah dilakukan dengan 3 perlakuan. Perlakuan pertama, A1 dilakukan oleh kelompok A4 dengan media tanam kecambah + sukrosa 20 gr. Perlakuan

(18)

kedua, A2 dilakukan oleh kelompk A5 dengan menggunakan kecambah + sukrosa 30 gr, Perlakuan ketiga, A3 dilakukan oleh kelompok A6 dengan menggunakan media tanam berupa kecambah + sukrosa 40gr. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 botol kultur. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari media alami berupa kecambah dengan konsentrasi berbada terhadap pertumbuhan embrio.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter saat tumbuh tunas yang diamati selama 14 hari, pada perlakuan A1 hasil rata-rata tumbuh tunas selama 0HST.

Hal ini karena saat dilakukan pengamatan belum ada tanda embrio mengalami pertumbuhan tunas. Pada perlakuan A2 rata-rata tumbuh tunas selama 0HST, ini karena embrio belum menunjukkan tanda-tanda dari pertumbuhan tunas.

Perlakuan A3 rata-rata pertumbuhan tunas saat 0 HST, ini embrio belum menunjukkan tanda-tanda dari pertumbuhan tunas.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter saat tumbuh akar yang diamati selama 14 hari, pada perlakuan A1 hasil rata-rata tumbuh akar selama 0HST.

Hal ini karena saat dilakukan pengamatan belum ada tanda embrio mengalami pertumbuhan akar. Pada perlakuan A2 rata-rata tumbuh akar selama 0HST, ini karena embrio belum menunjukkan tanda-tanda dari pertumbuhan akar.

Perlakuan A3 rata-rata pertumbuhan tunas saat 0 HST, ini karena embrio belum menunjukkan tanda-tanda dari pertumbuhan akar.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter presentase tumbuh yang diamati selama 14 hari, pada perlakuan A1 hasil rata-rata presentase hidup sebanyak 0%. Hal ini karena semua sampel terkontaminasi oleh bakteri. Perlakuan A2 hasil rata-rata presentase tumbuh sebanyak 0% karena sampel terjangkit oleh jamur. Perlakuan A3 memiliki rata-rata presentase hidup sebanyak 20%, ini karena terdapat 1 sampel yang telah tumbuh yaitu sampel 3.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter tinggi tanaman yang diamati selama 14 hari, pada perlakuan A1 hasil rata-rata tinggi tanaman 0cm. Ini karena semua sampel semua sampel tidak menunjukkan adanya pertambahan tinggi karena sampel telah terkontaminasi bakteri. Perlakuan A2 memiliki rata- rata tinggi tanaman 0cm, karena seluruh sampel tidak menunjukkan adanya

(19)

pertambahan pada tinggi tanaman karenasampel yang telah terserang kontaminasi jamur. Perlakuan A3 memiliki rata-rata tinggi tanaman setinggi 7,6 cm , karena pada sampel 3 telah menunjukkan adanya pertumbuhan pada tinggi tanaman setinggi 7,6 cm. Sedangkan pada sampel 1,2,4,dan 5 belum menunjukkan adanya pertumbuhan.

Berdasarkan hasil pengamatan parameter jumlah daun yang diamati selama 14 hari, didapat rata-rata jumlah daun pada perlakuan A1 sebanyak 0 helai, karena ssemua sampel belum menunjukkan adanya kemunculan daun.

Perlakuan A2 memiliki rata-rata jumlah daun sebanyak 0 helai karena semua sampel belum menunjukkan adanya kemunculan dari daun. Perlakuan A3 memiliki rata-rata jumlah daun sebanyak 1 helai yang ditunjukkan pada sampel 3 yang telah memiliki daun sebanyak 1 helai.

Dari data yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa perlakuan paling baik yaitu pada perlakuan A3dengan menggunakan media alami kecambah + sukrosa 40gr. Penyebab perlakuan A3 menjadi terbaik karena jumlah sukrosa yang digunakan paling banyak. Sukrosa dibutuhkan sebagai sumber energi maupun sumber karbon bagi embrio saat terjadinya pembelahan sel. Ketika konsetrasi sukrosa yang digunakan semakin tinggi, maka pembelahan sel pada embrio akan semakin cepat (Inayah, 2015).

Perlakuan pada sampel A1 mengalami mati disebabkan oleh kontaminasi dari bakteri. Ciri adanya kontaminasi bakteri yaitu dengan adanya lendir yang berada pada permukaan media dan media akan berubah warna menjadi keruh ataupun putih (Andriani dan Heriansyah, 2021). Perlakuan A2 seluruh sampel mengalami mati yang disebabkan oleh jamur. Kontaminasi jamur pada embrio dicirikan dengan adanya hifa yang biasanya berwarna putih hingga hitam pada permukaan media tanam. Perlakuan A3 terdapat sampel yang mati karena terdapat 2 sampel terkontaminasu oleh jamur, 1 sampel terkontaminasi bakteri, 1 sampel gaga karena human error, dan 1 sampel berhasil.

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa:

(20)

1. Langkah kerja yang dilakukan dengan memipil tongkol jagung yang masih muda dan memasukkannya ke dalam beker glass yang berisi air agar kondisinya menjadi lembab. Memasukkan jagung pada LAF dan mensterilisasikan dengan klorok 10% selama 5 menit. (Cara pembuatan klorox 10% yaitu dengan mencampur klorok 100 ml dengan aquades sebanyak 900ml menggunakan beker glass). Kemudian membilas biji jagung pada aquades steril sebanyak 3x dengan durasi masing-masing 1 menit. Selanjutnya mengambil embrio jagung dan ditanam pada media kultur (menanam 2 embrio pada 1 media kultur). Memberikan label yang memuat media yang digunakan, tanggal penanaman, dan kelompok.

Melakukan pengamatan setiap hari dan mencatat waktu tumbuh tunas.

2. Kecambah dipilih sebagai media alami karena memiliki konsentrasi ZPT auksin 1,68 ppm ; giberelin 39,94 ppm dan sitokinin 96,26 ppm serta kaya vitamin C. Sukrosa pada media tanam berfungsi untuk sumber energi serta sumber karbon dalam proses pembelahan sel. Media yang paling baik bagi pertumbuhan embrio yaitu dengan konsentrasi 40gr, semakin banyak sukrosa yang digunakan maka proses pembelahan sel akan semakin cepat.

H. Daftar Pustaka

Andriani, I, dan p. Heriansyah. 2021. Identifikasi Jamur Kontaminan pada Eksplan Kultur Jaringan Anggrek Alam (Bromheadia finlaysoniana (Lind.) Miq. Agricultural Journal, 4(2): 192-199.

Harahap, F., A. Hasanah., dan H. Insani. 2019. Kultur Jaringan Nanas.

Surabaya. Media Shabat Cendekia

Inayah, t. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa pada Induksi Embrio Somatik Dua Kultivar Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Jurnal Agribisnis, 9(1): 61- 70

Maulida, D., dan L. Erfa. 2020. Kultur Embrio Kelapa Kopyor Menggunakan beberapa Konsentrasi BA dan Air Kelapa. Jurnal Penelitian Pertanian Terpan, 20(3):247-251

(21)

Roostika, I., A. Sutanto., Edison., dan n. Dewi. 2018. Kultur Embrio Pisang Liar Musa acuminata sp. suatrana yang Langka. Jurnal Hortikultura, 28(1):

25-32

Rossya, Y., dan S.L. Endang. 2017. Kultur Embrio Tanaman Kedelai Varietas Dering. Bogor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian.

Widayanti, E. 2014. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor. IPB Press

Yasmin, Z.F., I. Aisyah., dan P. Sukma. 2018. Pembibitan (Kultur Jaringan Hingga Pembesaran) Anggrek di Hasanudin Orchids Jawa Timur. Bul.

Agrohorti, 6(3):430-439

Gambar

Tabel 5.3 Parameter Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Kelompok Perlakuan
Tabel 6.1 Parameter Pengamatan saat Tumbuh Tunas (HST) Kelompok Perlakuan
Tabel 6.5 Parameter Pengamatan Jumlah Daun Kelompok Perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan analisis data tentang respon parameter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan jumlah batang rumpun) menunjukkan interaksi antara perlakuan frekuensi

 Parameter yang diamati adalah Jumlah dan persentase bibit anggrek yang terkontaminasi, Saat tumbuhnya tunas daun baru (hari setelah perlakuan), Jumlah daun, yang tumbuh

Perlakuan macam varietas berpengaruh terhadap semua parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, diameter batang, berat segar & kering

Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini meliputi jumlah daun, tinggi tanaman (cm), panjang akar (cm), jumlah akar dan berat basah (g).. Rata-rata hasil

Pada akhir pengamatan, terlihat bahwa perlakuan TK0% (tanah 100% - kascing 0%) adalah perlakuan yang menghasilkan rata-rata jumlah daun terendah pada tanaman

Parameter pengamatan yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, warna hijau daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering ta- naman, berat segar tongkol tanpa kelobot,

Pengamatan struktur stomata daun dilakukan dengan cara pembuatan preparat paradermal Parameter yang diamati dalam penelitian meliputi jumlah stomata, jumlah sel

Jumlah Daun Hasil perhitungan pada pengamatan parameter jumlah daun yang diketahui bahwa pada perlakuan berat bulbil B menunjukkan hasil berbeda sangat nyata, namun pada perlakuan