1 A. Latar Belakang
Anak usia dini secara umum adalah anak-anak di bawah usia 6 tahun.
Pemerintah melalui UU Sisdiknas mendifinisikan anak usia dini adalah anak dengan rentang usia 0-6 tahun. Soemiarti patmonodewo mengutip pendapat tentang anak usia dini menurut Biecheler dan Snowman, yang dimaksud anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Batasan yang dipergunakan oleh the National Association For The Eduction Of Young Children (NAEYC), dan para ahli pada umumnya adalah: “Early childhood”
anak masa awal adalah anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia mencapai umur 6 tahun ia akan dikategorikan sebagai anak usia dini. Beberapa orang menyebut fase atau masa ini sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan seperti apa mereka kelak jika dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan (John, 2018).
Anak usia dini memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui agar menjadi individu yang baik secara fisik dan psikis. Salah satunya perkembangan emosi anak, untuk bekal sang anak dimasa depan agar mempunyai tingkat emosi yang stabil tugas tugas perkembangan anak harus dilalui dengan baik. Banyak faktor yang dapat memepengaruhi perkembangan emosi anak, salah satunya yaitu gawai ataugadget.
Era globalisasi seperti sekarang ini, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi telah berkemabang kian pesat. Teknologi diciptakan untuk mempermudah urusan manusia. Berbagai macam jenis teknologi yang tidak terhitung jumlahnya dapat kita jumpai di jaman yang modern ini. Salah satu contoh teknologi yang sangat populer adalahgadget atau menurut KBBI bias disebut gawai.
Total Penduduk Indonesia mencapai 268,2 juta jiwa, sementara diketahui pengguna Mobile (ponsel pintar dan tablet) mencapai 355,5 juta.
Artinya peredaran ponsel pintar dan tablet lebih banyak dari jumlah penduduk di seluruh Indonesia. Bisa terjadi jika satu orang memiliki 2 atau lebih gawai apalagi orang kaya, gonta ganti gawai sudah biasa. Gawai yang awalnya hanya mampu dibeli oleh seseorang yang berpenghasilan tinggi, sekarang seseorang yang penghasilannya pas-pasan pun mampu membeli gawai dengan harga murah maupun dengan sistem pembayaran berkala. Selain itu pula, tak jarang sekarang banyak produsen-produsen gawai sengaja menjadikan anak-anak dan remaja awal sebagai target pemasarannya (Ratriva, 2016)
Hampir setiap individu mulai dari anak-anak hingga orang tua kini memiliki gawai. Tentu saja hal ini bukan hanya terjadi tanpa alasan karena daya konsumsi dan kebutuhan masyarakat saat ini sudah sangat jauh berbeda dibandingkan beberapa dekade ke belakang. Kini kebutuhan akan komunikasi dan informasi menjadi hal yang paling penting bagi semua kalangan masyarakat, di tambah dengan mudahnya mengakses berbagai macam fitur
yang ditawarkan dari penyedia jasa layanan dari produsen gawai itu sendiri dan berbagai provider pendukung (Al-Ayouby, 2017).
Gawai memiliki fitur menarik yang ditawarkan dan seringkali membuat anak-anak cepat akrab dengannya. Banyak manfaat positif yang diperoleh dari penggunaan gadget yang dikemukakan oleh psikolog Hadiwidjodjo, Psi (2014) yaitu “Mempermudah Komunikasi. Gawai merupakan salah satu alat yang memiliki teknologi yang canggih, jadi semua orang dapat dengan mudah berkomunikasi. Membangun kreatifitas anak (Gawai memberikan beragam informasi yang juga bisa mendorong anak menjadi lebih kreatif). Anak akan lebih mudah dalam mencari segala informasi dan berita yang dibutuhkan olehnya, terutama dalam hal belajar sambil bermain ataupun bermain sambil belajar. Dalam usia ini, anak memang masih berada di dalam masa yang mengasyikan untuk bermain.
Namun tak melepaskan diri dari sebuah proses pembelajaran yang juga harus dilakukan”.
Namun penggunaan gawai secara continue akan berdampak buruk bagi pola perilaku anak dalam kesehariannya, anak-anak yang cenderung terusmenerus menggunakan gadget akan sangat tergantung dan menjadi kegiatan yang harus dan rutin dilakukan oleh anak dalam aktifitas seharihari, tidak dipungkiri saat ini anak lebih sering bermain gadget dari pada belajar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, Hal ini mengkhawatirkan, sebab pada masa anak-anak mereka masih tidak stabil, memiliki rasa keingin tahuan yang sangat tinggi, dan berpengaruh pada meningkatnya sifat
konsumtif pada anak-anak untuk itu penggunaan gadget pada anak-anak perlu mendapatkan perhatian khusus bagi orang tua. Beberapa kasus mengenai dampak negatif dari gawai ini sering sekali menimpa anak-anak. Mulai dari kecanduan internet, game, dan juga konten-konten yang berisi kekerasan, bahasa yang kurang pantas, bahkan pornografi (Al-Ayouby, 2017).
Kemudahan untuk mengakses informasi yang ditawarkan oleh gawai membuat anak-anak cenderung kesulitan memilih hal yang memang disajikan untuk anak-anak atau untuk orang dewasa. Dari kemudahan tersebut timbul rasa ingin tahu anak-anak untuk lebih dalam mengakses konten dewasa yang memicu terjadinya tindakan kriminal atau asusila yang didasari oleh rasa ingin tahu yang tinggi sehingga membuat mereka mempraktekannya (Al- Ayouby, 2017).
penggunaan gadget dapat memberikan dampak bagi anak, baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak positif penggunaan gadget pada anak yaitu memudahkan komunikasi, berkembangnya imajinasi, dapat meningkatkan kreatifitas anak dan kemampuan berfikir kritis anak dalam menyelesaikan masalah melalaui permainanpermainan yang kreatif dan meningkatkan rasa percaya diri anak. Dampak negative penggunaan gadget pada anak adalah secara fisik terhadap postur tubuh anak, perkembangan sensorimotor, perkembangan sosialnya, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif menjadi terhambat, perkembangan emosi, mempengaruhi perilaku anak dan penurunan konsentrasi belajar.
Perkembangan emosional pada anak usia prasekolah merupakan masa
keakuannya, anak sudah mulai menyadari bahwa keakuannya berbeda dari orang lain dan membutuhkan pengakuan dari lingkungannya. Faktor yang mempengaruhi perkembangan mental emosional adalah keluarga, lingkungan, sekolah dan kesehatan. Gadget merupakan salah satu faktor lingkungan yangdapat mempengaruhi perkembangan mental emosional pada anak. Anak usia prasekolah yang bermain gadget dengan tidak terkontrol dapat menyebabkan anak menjadi agresif, kurang percaya diri, tidak berkarakter, lebih mudah marah, kurang terampil dan kurang menghargai (Ishariani, 2019).
Hasil penelitian lainnya terkait dengan fenomena ini yaitu
“Penggunaan gaawai pada anak usia dini kini sudah menjamur di kawasan Jakarta Selatan, Data menunjukan bahwa 80 % dari penduduk Jakarta Selatan anak banyak menggunakan gawai sebagai sarana bermain. 23% orang tua yang memiliki anak berusia 0-5 tahun mengaku bahwa anak-anak mereka gemar menggunakan internet, sedangkan dari 82% orang tua melaporkan bahwa balita mereka online setidaknya sekali dalam seminggu. Keadaan yang memprihatinkan, ketika hasil riset tersebut menyatakan bahwa riset yang telah dilakukan menghasilkan hasil dengan angka persen yang tergolong cukup besar” (Al-Ayouby, 2017).
Kejadian seperti itu tentu saja harus menjadi perhatian berbagai pihak untuk meningkatakan kewaspadaan terhadap anak-anak dalam penggunana gawai sebagai media bermain atau media komunikasi. Khususnya dari lingkungan keluarga yaitu orang tua sebagai institusi yang pertama dalam
pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak seharusnya memiliki batasan dan aturan yang jelas dalam tentang pemberian gawai pada anak.
Oleh karena itu peran orang tua terhadap anak-anaknya harus selalu dilakukan. Jangan sampai orangtua mengandalkan gawai untuk menemani anak, dan orangtua membiarkan anak lebih mementingkan gawai supaya tidak merepotkan orangtua. Dengan cara mengontrol setiap konten yang ada di gawai anak-anaknya. Orangtua harus bisa mengajak diskusi dalam arti adanya tanyajawab mengenai isi dari semua gawai yang dimiliki anak- anaknya. Ini artinya waktu bermain adalah waktu yang bermanfaat. Anak bisa belajar lewat waktu bermain. Selama waktu itu anak bias meniru tingkah laku orang dewasa, mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitasnya.
Penggunaan gawai secara berlebihan dan tidak tepat akan menjadikan seseorang bersikap tidak peduli pada lingkungannya baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Ketidakpedulian ini dapat menumpulkan kemampuan dalam empati, mengekspresikan emosi dengan tepat, mengelola emosi, dan semua itu merupakan aspek dari kecerdasan emosional.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi literatur dengan judul “Hubungan Penggunaan Gawai pada Anak Usia 5-6 Tahun Terhadap Perkembangan Emosional Anak”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan sebuah rumusan masalah yaitu: “Adakah hubungan antara
penggunaan gawai dengan perkembangan emosinal pada anak usia 5-6 tahun, ditinjau dari 10 jurnal yang telah didapatkan?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Kajian literature ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara penggunaan gawai dengan perkembangan emosinal pada anak usia 5-6 tahun ditinjau dari 10 jurnal yang telah didapatkan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh penggunaan gawai pada anak usia 5-6 tahun ditinjau dari 10 jurnal yang telah didapatkan.
b. Mengetahui perkembangan emosional anak usia 5-6 tahun ditinjau dari 10 jurnal yang telah didapatkan.
c. Mengetahui apakah ada hubungan antara penggunaan gawai dengan perkembangan emosional anak usia 5-6 tahun ditinjau dari 10 jurnal yang telah didapatkan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara akademis skripsi ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan serta bahan kajian dalam pembelajaran terkait hubungan penggunaan gawai pada anak usia 5-6 tahun terhadap perkembangan emosional anak. Skripsi ini juga bermanfaat bagi para pelajar dalam menambah pengetahuan mengenai kajian literature dengan tema
hubungan penggunaan gawai pada anak usia 5-6 tahun terhadap perkembangan emosi anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi keluarga/ orang tua
Diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan dalam mendampingi anak ketika sedang menggunakan gawai.
b. Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi penelitian lanjutan hubungan penggunaan gawai pada anak usia 5-6 tahun terhadap perkembangan emosional anak.
c. Institusi pendidikan
Diharapkan dapat menambah jumlah pengetahuan dalam ilmu keperawatan, terutama ilmu keperawatan anak dan ilmu keperawatan jiwa.
E. Ruang Lingkup Kajian Literatur 1. Lingkup Waktu
Kajian literature ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan September tahun 2020.
2. Lingkup Kajian
Kajian literature ini mencakup pada keperawatan anak dan keperawatan jiwa yang bersumber pada penelitian terintegrasi publikasi ilmiah.