• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Masalah Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Latar Belakang Masalah Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun. Balita 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua yaitu anak usia 1-3 tahun yang dikenal dengan batita (toddler) dan anak usia 3-5 tahun yang dikenal dengan usia (prasekolah) rentan terkena penyakit Pneumonia (Suparyanto, 2011).

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya sehingga anak batita sebaiknya diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan yang diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut batita lebih kecil sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam sekali makan (Proverawati dan wati, 2010).

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya.

Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, 2010). Masa balita merupakan proses pembentukan daya tahan tubuh, sehingga rentan terhadap

(2)

serangan virus atau bakteri yang dapat menginfeksi pada saluran pernapasan seperti pneumonia (Suparyanto, 2011).

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak yang sangat serius dan merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian pada balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak, kematian balita karena pneumonia mencakup 19% dari seluruh kematian balita dimana sekitar 70% kematian balita disebabkan diare, campak, malaria, dan malnutrisi. Streptococcus Pneumonia, Haemophilus influenza dan Respiratory Syncytial Virus sebagai penyebab utama pneumonia pada anak (Depkes, 2011).

Kejadian pneumonia disebabkan oleh adanya interaksi antara komponen host, agen dan environment, berubahnya salah satu komponen mengakibatkan keseimbangan terganggu sehingga terjadi pneumonia. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI non-ekslusif, polusi udara didalam rumah, kepadatan rumah, dan orang tua yang merokok. Faktor ekstrinsik meliputi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu (Azwar, 2002).

PHBS adalah perilaku yang dipraktikan di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes,2008).

(3)

PHBS merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia (Mrahwati 2013). PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan, dalam hal ini ada 10 indikator PHBS dalam tatanan rumah tangga persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI ekslusif, menimbang bayi dan balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah (Depkes RI, 2011).

Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah. Rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar dan carbon monoksida (CO) (Anik Maryunani, 2013). Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena Pneumonia 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Hidayat, 2009 dalam Ita Kusumawati, 2010).

Aurrullah (2009) , mengatakan dalam penelitiannya tatanan rumah tangga yang pernah dilakukan di wilayah Puskesmas pada tahun 2009, prosentase rumah tangga sehat hanya 26 % dari 210 rumah tangga, hal ini disebabkan oleh rata–rata 78% anggota keluarga merokok di dalam ruangan.

(4)

Yang dapat mengakibatkan gangguan penyakit Pneumonia terutama pada balita.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita dan bayi karena pneumonia di dunia adalah sebesar 19% sampai 26%. Pneumonia bahkan disebut sebagai wabah raya yang terlupakan, karena begitu banyak korban yang meninggal karena Pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah Pneumonia. Karena itulah dunia internasional menganggap pneumonia sebagai masalah kesehatan masyarakat dan masalah pembangunan yang sangat serius dan perlu ditanggulangi (Depkes RI, 2005)

Berdasarkan hasil Survei Morbiditas Pneumonia tahun 2010 dilaporkan data persentase anak yang menderita Pneumonia adalah sebesar 3.10% atau rata-rata 1 balita Indonesia meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit (Wahyuni, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional Pneumonia: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) padabayi 23,8%, dan Balita 15,5%.

(Depkes RI, 2010).

Provinsi Jawa Barat, infeksi saluran pernapasan merupakan urutan pertama penyakit terbanyak pada balita, yakni sebesar 33,44% (Profil Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2003). Jumlah anak balita penderita pneumonia di Jawa Barat pada tahun 2006 mencapai 199.287 anak pada 2006, dengan jumlah kematian akibat pneumonia pada bayi mencapai 63 orang dan anak

(5)

balita mencapai 19 orang. Berdasarkan data Program Pemberantasan Pneumonia Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 ditemukan jumlah Balita sebanyak 2.460.430 Balita , dengan target penemuan penderita Pneumonia sebanyak 246.043 Balita (10%), penemuan penderita Pneumonia sebanyak 12.028 kasus (13.68%) dan penemuan penderita bukan Pneumonia sebanyak 379.010 kasus, dan didapatkan jumlah Balita yang meninggal karena Pneumonia sebanyak 2.853 Balita (9.45%). (Pemberantasan Penyakit Pneuonia Propinsi Jawa Barat, 2011).

Di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2012 jumlah ditemukan sebanyak 22.155 kasus balita penderita Pneumonia dari total balita sebanyak 54.465 balita, diperkirakan yang mengalami pneumonia sebanyak 4.076 penderita atau sebesar 8% dari total populasi. Dari data yang telah diperoleh, diketahui bahwa Puskesmas Padalarang memiliki jumlah penderita pneumonia sebanyak 334 dan di Puskesmas lainnya yaitu sebanyak 280 balita. (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2013).

Penelitian ini dilakukan di desa kertamulya dikarenakan hasil laporan Program Penyakit Pneumonia di desa tersebut lebih banyak diantara desa lainnya dengan jumlah balita 40 yang terkena pneumonia, desa Kertajaya dengan jumlah 30 balita, desa Laksanamekar berjumlah 23, dan desa Cipeundeuy berjumlah 19 balita. Wilayah Puskesmas Padalarang pada bulan Desember Tahun 2015 didapatkan jumlah balita yang menderita Pneumonia yaitu sebanyak 40 balita lebih besar diantara 3 desa lainnya, dari laporan jumlah penyakit terbanyak di Puskesmas Padalarang pada bulan Desember

(6)

tahun 2015 dengan jumlah diare 10 balita, isfa 39 balita, bbp 30 balita, pneumonia 40 balita.

Dari hasil penelitian (Arum, 2014), didapatkan bahwa paparan rokok mempunyai hubungan terhadap terjadinya Pneumonia pada anak sebanyak 36 anak dengan presentase 73,5%. Anak yang tinggal dengan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah lebih berisiko 2,2 kali dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang penulis adalah ”Apakah ada Hubungan Perilaku Merokok Keluarga dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Padalarang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk menganalisi hubungan perilaku merokok keluarga dengan kejadian pneumonia pada Balita di Puskesmas Padalarang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kejadian perilaku merokok dalam keluarga.

b. Menganalisis hubungan perilaku merokok keluarga dengan kejadian Pneumonia pada balita.

(7)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian dapat menambah referensi tentang hubungan perilaku meroko keluarga dengan kejadian pneumonia khususnya pada Usia Balita dan meningkatkan bidang keilmuan Keperawatan Anak dan Keperawatan Komunitas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas Padalarang

Sebagai bahan masukan kepada Pihak Puskesmas Padalarang Kabupaten Bandung Barat dalam menganalisis masalah Perilaku Merokok Keluarga.

b. Bagi Keluarga

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan keluarga mengenai pentingnya Perilaku Merokok Keluarga, sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat sebagai salah satu upaya pencegahan kejadian Pneumonia.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan infornasi untuk peneliti selanjutnya untuk menurunkan angka kejadian Pneumonia pada keluarga yang merokok didalam rumah.

(8)

E. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini didasari oleh konteks keilmuan Keperawatan Komunitas. Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai Hubungan Perilaku Merokok Keluarga dengan Kejadian Pneumonia pada Usia Balita di Puskesmas Padalarang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang upaya pencegahan malaria dengan kejadian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Apakah Ada Hubungan Konsep Diri Dengan Kejadian Merokok Pada

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka rumusan masalah penelitian adalah : Apakah ada Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Peserta

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah kemampuan penalaran siswa yang diajar

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: Apakah dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan pola asuh keluarga tentang perilaku makan anak dengan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif tipe

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pemberian komunikasi, informasi, edukasi KIE dengan