• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAGA PESANTREN DALAM KONTEKS

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "LEMBAGA PESANTREN DALAM KONTEKS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

110

PEMIKIRAN HUKUM ISLAM ERA NABI

(KASUS TAWANAN PERANG BADAR, AL-ANFAL: 67) Muhammad Alfath Akbar

Abstrak:

Badar battle is one of historical event that stated in Al-Qur-an and Hadith. It becomes an important lesson containing many messages that not only about the battle itself but also about the prisoner of war. This issue of prisoner of war created different opinion between Rasulullah and Sahabah and made Allah descended Surah Al-Anfal Verse 67. This paper investigates the lesson and meaning of the Surah Al-Anfal Verse 67 starting with discussion about its tafsir and asbabun nuzul (why the Verse is descended) involved the description of “Badar” battle. Furthermore, it also describe the meaning of Rasulullah’s position based on the Surah.

Kata kunci:

Badar Battle, Asbabun Nuzul, and Surah Al-Anfal Verse 67.

A. Pendahuluan

Perang Badar merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang diabadikan dalam Al-Qur’an, Hadits Nabi, dan juga merupakan salah satu pelajaran sirah atau tarikh Nabi yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya. Misalnya jumlah kaum muslimin saat itu yang masih sangat sedikit mampu –dengan pertolongan Allah– mengalahkan kafir Quraisy yang berjumlah sekitar tiga kali lipat banyaknya, yang tentu memberikan pelajaran bahwa kuasa Allah di atas segalanya dan Allah akan senantiasa

Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, email: [email protected].

(2)

111 menolong hamba-hambanya yang benar-benar berjuang atas nama Allah.

Pelajaran dalam perang Badar yang masih banyak itu ternyata bukan hanya berkenaan perihal perang, namun juga perihal tawanan perang Badar yang sedikit menimbulkan perbedaan pendapat di antara Nabi dan sahabat-sahabat beliau. Kasus ini menunjukkan bahwa Nabi juga berijtihad yang mana arti ijtihad yaitu:

1

دوصقلما ليصتح في دوهلمجا لذب احلاطصاو عسولا لذب قلطم ةغل وه

Artinya :

Ijtihad secara bahasa yaitu pengerahan kemampuannya secara mutlaq, dan secara istilah bermakna mengerahkannya seorang mujtahid semua kemampuannya (pengetahuannya) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Akhirnya ijtihad Nabi ditegur oleh Allah SWT dengan turunnya Surah Al-Anfal ayat 67 ini, namun dibalik itu semua terdapat pelajaran yang berharga untuk kita semua.

Dan dengan pertolongan Allah SWT penulis dalam makalah ini akan membahas hikmah dan pelajaran dibalik peristiwa tersebut, yang mana penulis akan memulai dengan membahas tafsir dan asbabun nuzul ayat tersebut, dengan disertai pembahasan secara ringkas perihal perang Badar, lalu penulis langsung kepembahasan inti yaitu hikmah maupun pelajaran pemikiran hukum islam yang terdapat dalam kandungan ayat tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui asbabun nuzul dari Surah Al-Anfal ayat 67 dan hikmah dan pelajaran yang dapat diperoleh dari pemikiran hukum islam pada Surah Al-Anfal ayat 67 tersebut.

1 Al-Jarhazi, Al-Mawahib As-Saniyyah, hlm. 54

(3)

112

B. Pembahasan

1. Arti dan Tafsir Surah Al-Anfal : 67











































Artinya :

Tidaklah bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di permukaan bumi, kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menhendaki akhirat, Allah Maha Perkasa serta Maha Bijaksana.

لزنو الم اوذخ أ ءادفلا نم ىسر أ ردب ( ام نكا بينل ن أ نوكي : ) ءاتلبا ءايلاو ( له ىسر أ

تىح نخثي في ضر لا ) : غلابي في لتق رافكلا ( نوديرت ) : ايه أ نونمؤلما ( ضرع اينلدا ) :

امهاطح ذخ أب ءادفلا ( اللهو ديري ) : كمل ( ةرخآلا ) : ي أ ابهاوث مهلتقب ( اللهو زيزع يمكح .)

اذهو خوسنم لهوقب ام اف اًّنم ام او دعب ءادف

2

2. Asbabun Nuzul Surah Al-Anfal : 67

Tentang turunnya ayat ini dijelaskan oleh Syekh Ahmad As- Showi dalam kitabnya :

يور هن أ ءجيالم

،ىراس لبا لاق

لوسر الله ﷺ : ام نولوقت في ءلاؤه

؟

لاقف وب أ ب رك : يا لوسر

،الله لكه أ و كموق مهقبتسا لعل الله ن أ بوتي

،ميهلع ذخو

منهم ءادف نوكي انل ةوق لىع رافكلا .

لاقو رعم : يا لوسر

،الله كوبّذك

،كوجرخ أو ممهِّّدق

بضرن

،مهقانع أ اًّيلع نّكم

نم ليقع

بضريف

،هقنع نّكمو ةزحم نم سابعلا بضري

،هقنع ن اف ءلاؤه ةئم أ رفكلا .

لاقو نبا ةحاور : رظنا ياداو يرثك

،بطلحا مهلخد أف

هيف ثم همضر أ ميهلع ارنا . تكسف

لوسر الله ﷺ لاو

،مبهيج ثم لخد .

لاقف سنا ذخ أي لوقب

،رعم لاقو سنا ذخ أي لوقب نبا

،ةحاور ثم جرخ لوسر الله هيلع

2 Al-Mahalli wa As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain, juz 1 hlm. 155.

(4)

113

ةلاصلا ملاسلاو لاقف

: ن ا الله ينليل بولق

،لاجر تىح نوكت ينل أ نم

،بنللا دشيو

بولق

،لاجر تىح نوكت دش أ نم

،ةراجلحا ن او

لكثم يا با أ ركب لثم يمهارب ا ( لاق نفم

نيعبت هن اف نيم نمو نياصع كن اف روفغ يمحر ) لثمو سىيع لاق ( : ن ا مبهذعت منه اف

كدابع ن او رفغت كن اف مله

تن أ زيزعلا يمكلحا ) لكثمو يا رعم لثم حون لاق ( : بر لا

رذت لىع ضر لا نم فكالا نير ارياد ) لثمو سىوم ( لاق انبر سمطا لىع ملهاوم أ ددشاو

لىع مبهولق )

،ةيآلا ثم لاق لوسر (( : مويلا تمن أ

،لةاع لاف تنلفي دح أ

،منهم لا ا ءادفب و أ

بضر هقنع )) لاق رعم نب باطلخا : ىوهف لوسر الله ام لهاق وب أ

،ركب لمو هويه ام

،تلق

ذخ أو منهم ءادفلا وهو نع كل دحاو ع نوشر ةيقو أ نم

،بهلذا ليقو

نوعبر أ

،ةيقو أ لا ا

سابعلا ذخ أف هنم نوناثم ةيقو أ نع هسفن نعو نيبا هيخ أ ليقع نب بي أ بلاط لفونو نب

ثرالحا

،نوناثم ذخ أو هنم تقو برلحا

،نوشرع لةمفج

ام ذخ أ نم ةئام نوناثمو

،ةيقو أ

لاق رعم : مالف نكا نم دغلا اذ اف ،تئج

لوسر الله وب أو ركب بي

،نايك تلق : يا لوسر

،الله نيبرخ أف نم ي أ ءشي كىبت تن أ كبحاصو ن اف ؟

تدجو ءكاب

،تيكب ن او لم دج أ

تيكابت

،ماكئكابل لاقف

لوسر الله : كيب أ يلذل ضرع بياصح ل نم

همذخ أ

،ءادفلا دقف

ضرع مبهاذع نىد أ نم هذه ةرجشلا ةرجشل ةبيرق هنم ﷺ تلنزف

،ةيآلا اذهو نم ببا

تان سح رارب لا

ةئيس

،ينبرقلما لوسرف

الله نل لمعي لا ا ام حيب أ انم او ،له

هباتع يمالعت نلم

لىوتي روم لا نم هتم أ نسح

،ةساي سلا نم

هن أ لا لبقي ءادفلا نم

،رافكلا تىح نوكي

ارداق

،ميهلع ارفاظو مبه .

3

Artinya :

Diriwayatkan bahwasanya ketika didatangkan dengan para tawanan, berkata Rasulullah SAW: Apa pendapat kalian dengan mereka ini? Abu Bakar RA. memberikan pendapat: Wahai Rasulullah, mereka juga keluarga engkau dan kaum engkau maka biarlah mereka hidup boleh jadi Allah SWT mengampuni mereka dan ambil daripada mereka uang tebusan yang menambahkan kekuatan kita dihadapan orang-orang kafir.

3 Ahmad As-Showi, Hasyiah Al-‘Alamah As-Showi, juz 2 hlm.165-166

(5)

114

Dan Sayyidina Umar juga mengemukakan pendapatnya : Wahai Rasulullah mereka telah mendustakan engkau dan telah mengusir engkau maka aku siap untuk memancung leher mereka, bila engkau mau izinkanlah Sayyidina Ali untuk memancung leher Aqil, dan bila engkau berkenan serahkanlah Abbas kepada Hamzah biar ia memancung lehernya, karena mereka itu merupakan pemimpin orang-orang kafir.

Sahabat Abdullah bin Rawahah juga memberikan pendapat –yang sangat esktrim–: Wahai Rasulullah lihat-lah lembah yang banyak kayu bakarnya maka masukkanlah mereka di sana lalu nyalakan-lah api pada mereka.

Maka Rasulullah pun diam tidak menjawab satupun dari mereka kemudian beliau masuk. Lalu orang-orang pun dengan opini mereka masing-masing, –ada yang mengatakan bahwa Nabi mengambil pendapat Sayyidina Abu Bakar–, ada juga yang berpendapat bahwa Nabi mengambil pendapat Sayyidina Umar, dan juga ada yang berpendapat bahwa Nabi mengambil pendapat Ibn Rawahah. Kemudian keluar-lah Rasulullah SAW lalu berkata: Sesungguhnya Allah melembutkan hati hamba-hambanya hingga hatinya lebih lembut daripada susu, dan Allah juga mengeraskan hati hamba-hambanya hingga hatinya lebih keras daripada batu, dan engkau wahai Abu Bakar seperti Sayyidina Ibrahim a.s “Ibrahim berkata: maka barangsiapa mengikutiku maka sesungguhnya ia termasuk golonganku dan barangsiapa yang mengingkariku maka sesungguhnya Engkau Ya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” dan juga seperti Sayyidina Isa a.s yang berkata: “Seandainya Engkau mengirimkan adzab kepada mereka maka sesungguhnya mereka merupakan hamba-hamba Engkau, dan seandainya Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

(6)

115 Dan engkau wahai Umar seperti Nuh a.s yang berkata: “Ya Tuhanku, jangan-lah Engkau biarkan seorang pun di antara orang- orang kafir itu tinggal di muka bumi ini” dan juga seperti Musa a.s

“Musa berkata: Ya Tuhanku, binasakan-lah harta-harta mereka dan kunci-lah hati mereka”. Kemudian Rasul besabda: (( Hari ini kalian merupakan orang fakir, maka jangan-lah menyelesaikan urusan salah seorang dari kalian melainkan dengan mengambil tebusan ataupun dengan dibunuh )).

Berkata Sayyiduna Umar bin Khattab: Rasulullah SAW lebih memilih apa yang dikemukakan oleh Abu Bakar dan tidak memilih apa yang aku kemukakan, dan Nabi mengambil tebusan yaitu setiap orang membayar 20 uqiyah4 daripada emas, dan ada yang berpendapat yaitu 40 uqiyah. Berbeda dengan Abbas yaitu ia harus menebus 80 uqiyah untuk dirinya sendiri, dan juga untuk dua orang keponakannya Aqil bin Abi Tholib dan Naufal bin Al-Harts berjumlah 80 uqiyah, dan telah diambil darinya ketika berperang sejumlah 20 uqiyah, maka jumlah tebusan yang didapatkan dari mereka yaitu 180 uqiyah.

Sayyiduna Umar melanjutkan : Manakala keesokan harinya aku pun datang, maka tiba-tiba diriku melihat Rasulullah SAW dan Abu Bakar sedang menangis, aku pun berkata : Wahai Rasulullah, beritahuku mengapa engkau dan sahabat engkau menangis? Bila aku menemukan kesedihan aku akan ikut menangis, namun apabila tidak aku akan berusaha tuk menangis karena tangisan kalian. Maka Rasulullah berkata:

Aku menangis karena sesuatu yang telah diputuskan diantara sahabat- sahabatku yaitu mengambil tebusan, dan sungguh telah dinampakkan kepadaku bahwa hukuman mereka itu lebih ringan dari pohon ini – pohon yang dekat dengan beliau– maka turun-lah ayat ini.

4 Satuan timbangan yang berjumlah 200 gram.

(7)

116

Pengarang kitab ini pun memberikan komentar: Ini termasuk dalam kaidah “Kebaikan orang-orang baik merupakan keburukan bagi orang-orang yang dekat kepada Allah SWT”, maka sesungguhnya Rasulullah tidak akan pernah mengerjakan sesuatu melainkan hal itu hukumnya boleh bagi beliau, dan hanyasanya teguran ini sebagai pelajaran bagi mereka yang berkecimpung dalam kepengurusan dari kalangan umat Nabi untuk selalu memberikan keputusan yang bagus dalam hal politik salah satunya yaitu tidak mengambil tebusan dari orang-orang kafir hingga kaum muslimin sudah benar-benar berkuasa atas mereka.

Dalam kitab Tafsir Al-Baghowi dijelaskan tentang kisah di atas yaitu :

لاق نبا سابع ضير الله مانهع : نكا اذه موي ب رد نوملسلماو ذئموي

،ليلق مالف اوثرك

دت شاو منهاطلس لزن أ

الله في ىراس لا ام اف –

انم ام او دعب ءادف – ( دمحم : 4 ) لعفج الله

زع لجو هيبن ﷺ يننمؤلماو في

رم أ ىراس لا رايلخبا

ن ا اوءاش همولتق ن او اوءاش

،همودعبتسا ن او

اوءاش هموداف ن او اوءاش هموقتع أ .

5

Artinya :

Berkata Abdullah bin Abbas RA : Hukum ini (seperti yang berlaku dalam ayat diatas) yaitu hukum yang berlaku ketika perang badar dan pada saat itu kaum muslimin hanya berjumlah sedikit, maka ketika kaum muslimin terus bertambah banyak dan kekuasaan mereka pun mulai kuat dan kokoh lalu Allah menurunkan ayat Al-Qur’an dalam surah Muhammad ayat empat yang berkenaan dengan urusan tawanan.

Maka Allah menjadikan NabiNya dan orang-orang beriman pada urusan tawanan dengan pilihan, bisa mereka membunuh atau hanya mengasingkan tawanan tersebut, bisa juga mereka membebaskan dengan tebusan atau membebaskan begitu saja para tawanan tersebut.

5 Al-Baghowi, Tafsir Al-Baghowi, apk Qur’an Android.

(8)

117 3. Faidah

Setelah kita mengetahui asbabun nuzul ayat di atas alangkah baiknya kita sedikit membahas tentang perang yang terjadi pada ketika itu yaitu perang Badar. Perang Badar merupakan perang yang diikuti oleh Rasulullah SAW yang terjadi pada hari jum’at bertepatan tanggal 17 Ramadhan tahun ke 2 hijriah, pada saat itu kaum muslimin masih tidak begitu banyak hanya berjumlah sekitar 314 orang dengan 70 unta yang dinaiki secara bergantian oleh dua atau tiga orang sahabat6. Ringkasnya Nabi pun menyelidiki jumlah Quraisy yang akan berperang dengan mengirim mata-mata dan akhirnya mereka mengetahui jumlah musuh sekitar 900 sampai 1000 pasukan dan mereka beserta pemimpin-pemimpin dari kalangan musyrikin7, diantara mereka juga terdapat para penyair perempuan yang memukul rebana sembari mendendangkan syair yang berisi nada permusuhan kepada Rasulullah SAW8.

Penyebab perang ini yaitu Rasulullah mendengar berita pengiriman barang dagangan kepada suku Quraisy yang datang dari Negri Syam –yang mencapai 1000 unta serta bernilai kurang lebih 50.000 dinar– dan dipimpin oleh Abu Sufyan, maka Rasul pun mengutus seseorang untuk mengambil hak mereka sebagai ganti dari harta-harta kaum muslimin yang tertinggal di Mekah. Dan perang ini dimenangkan oleh kaum muslimin dengan pertolongan Allah SWT salah satunya yaitu melalui perantara para malaikat yang ikut berperang bersama mereka, yang mana dengan kemenangan ini-lah tertawan para pasukan kafir Quraisy yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya.

4. Model Ijtihad Nabi pada Surah Al-Anfal : 67

Corak atau model ijtihad Rasulullah dan para Sahabat pada surah Al-Anfal : 67 yaitu berpijak pada kemashlatan sama ada hal itu kembali kepada para tawanan maupun kepada kaum muslimin. Pilihan Rasulullah yang lebih condong kepada pendapat yang dikemukakan Sayyiduna Abu

6 Said Al-Buthi, Fiqh As-Siroh, hlm.156

7 Ibid, hlm.157

8 Alwi bin Syihab, Ghazwatu Badr Al-Kubro, hlm.36

(9)

118

Bakar dengan mempertimbangkan 2 kemashlatan, yaitu kemashlahatan bagi tawanan perang yaitu dibiarkan hidup dengan membayar tebusan dan mashlahat bagi kaum muslimin dengan mendapatkan tebusan perang dari tawanan tersebut dengan harapan untuk menjadi kekuatan bagi kaum muslimin di bidang ekonomi.

Ijtihad yang dikemukakan Sayyiduna Umar bin Khattab yang berpendapat agar tawanan perang Badr tersebut dibunuh juga mengarah kepada kemashlahatan yang lebih mengarah kepada kaum muslimin, yaitu dengan terbunuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Quraisy yang tertawan dalam perang Badr secara tidak langsung akan melemahkan mereka dan itu menjadi kemashlatan bagi kaum muslimin apalagi jumlah mereka saat ini belum terlalu banyak.

Mashlahat sendiri dalam bahasa arab memiliki timbangan dan makna yang sama dengan manfaah. Setiap sesuatu yang memiliki manfaat sama ada diperoleh dan dihasilkan seperti seseorang mendapatkan faidah-faidah serta kelezatan maupun manfaat dari ketidakadaanya seperti tidak mendapatkan kemudharatan dan kesakitan9. 5. Hikmah dan Pelajaran dari Pemikiran Hukum Islam pada Surah Al-

Anfal : 67

Hal yang ditunjukkan oleh kisah di atas bahwa Rasulullah melazimi prinsip musyawarah dengan sahabat-sahabat beliau, dan apabila kita telusuri lebih dalam kehidupan beliau, kita akan menemukan bahwa beliau sangat melazimi prinsip ini pada perkara yang tidak ada teksnya pada Al-Qur’an dari berbagai perkara yang berkaitan dengan hal kepengurusan, politik syariah, dan lain sebagainya. Dari sini-lah lahir ijma’ kaum muslimin bahwa musyawarah pada setiap perkara yang tidak ada ketetapannya dari Al-Qur’an dan Hadits merupakan pondasi syariat tidak boleh dikesampingkan, adapun perkara yang telah ada ketetapannya dalam Al-Qur’an dan Hadits yang telah Nabi tetapkan

9 Dib Bagho, Atsar Al-Adillah Al-Mukhtalaf Fiiha, hlm.28-29

(10)

119 hukumnya maka tidak ada kesempatan untuk bisa diubah dengan cara musyawarah dan tidaklah patut diputuskan oleh pengadilan apapun10.

Dalam permasalahan teguran Allah dengan ayat di atas kepada ijtihad Rasulullah SAW, As-Syekh As-Syahid Dr. Said Al-Buthi juga memberikan komentar yaitu:

Tawanan dan Ijtihad Rasulullah ini menunjukkan bahwasanya Nabi melakukan ijtihad dalam beberapa keadaan, dan ini merupakan pendapat jumhur ulama ushul dan berdalih dengan masalah tawanan perang badar, dan apabila Rasulullah melakukan ijtihad maka beliau mungkin salah dalam ijtihad tersebut sebagai perwujudan bahwa ijtihad itu memiliki dua kemungkinan yaitu bisa salah dan bisa juga benar, akan tetapi ketika Nabi salah tidak-lah berlanjut karena pasti akan turun ayat yang mengoreksi ijtihad beliau, maka apabila tidak ada ayat yang turun maka itu merupakan dalil bahwa ijtihad Nabi telah sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

Berkata Syarih kitab Luma’ : ( Dan kesalahan Nabi itu merupakan sesuatu hal yang bisa terjadi, namun kesalahan tersebut tidak menjadi hukum yang ditetapkan dan akan secepatnya dibetulkan ), dan berkata Abu Ishaq Asy-Syairazi : ( Dari kalangan sahabat-sahabat kami yang berpendapat bahwa Rasulullah tidak boleh salah, dan ini merupakan pendapat yang tidak benar, karena firman Allah ta’ala yang artinya

“Allah telah memaafkan dirimu dengan izin yang engkau berikan kepadanya” maka ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi juga bisa salah ). Dan berkata Imam Al-Baidhowi pada tafsir Surah Al-Anfal ayat 67 ini yaitu menunjukkan bahwa para Nabi itu berijtihad dan terkadang ijtihad mereka bisa juga salah namun kesalahan tersebut tidak ditetapkan dalam hukum.

Dan sebagian orang membesar-besarkan masalah kesalahan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, mereka beranggapan bahwa kesalahan itu merupakan dosa ataupun sesuatu yang keluar dari kebenaran dan hal lainnya yang meniadakan kemaksuman yang ada dalam diri para Nabi.

Padahal maksud dari kesalahan tersebut yaitu ketidaksamaan ijtihad Nabi

10 Said Al-Buthi, Fiqh As-Siroh, hlm.159

(11)

120

dengan sesuatu yang sempurna dan telah tetap pada ilmu Allah SWT, dan ini tidak meniadakan sama sekali kemaksuman Rasulullah bahkan hal ini tetap diberi pahala oleh Allah SWT. Dari peristiwa di atas diketahui bahwa kita diajarkan untuk mengikuti beliau dalam hal berijtihad pada perkara yang hukumnya tidak ditunjukkan oleh ayat Al- Qur’an11.

Dan hikmah lainnya yaitu tatkala Nabi bermusyawarah lalu memutuskan untuk mengambil tebusan para sahabat pun merasa tenang karena didalamnya terdapat kasih sayang kepada para tawanan dan juga sebagai pengganti bagi Muhajirin yang kehilangan harta-harta mereka yang tertinggal di Mekkah yang semoga bisa menjadi penghipur lara juga membantu mereka dalam urusan ekonomi.

Namun hikmah dari Allah tidak-lah demikian, Allah tidak ingin mereka menjadikan harta sebagai patokan dalam memutuskan perkara terutama urusan-urusan penting yang begitu berpengaruh pada pondasi agama sebagaimanapun keadaan menuntut demikian, karena ditakutkan ketika hal ini dibiarkan –dan mereka baru menjajaki langkah permulaan– prinsip kematerian ini akan terus mereka anut dan mempengaruhi keputusan-keputusan mereka yang akan datang, sangat sulit ketika seseorang telah berjalan di belakang dunia dan telah merasakan kenikmatannya untuk berhenti dari nikmat yang telah mereka rasakan12.

C. Penutup

Secara umum salah satu sifat yang wajib ada dalam diri Nabi dan Rasul yaitu sifat maksum yang artinya bebas dari dosa, dan secara khusus Rasulullah SAW telah dijamin perbuatan beliau oleh Allah dalam Surah Al-Fath ayat kedua. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa Rasulullah pun berijtihad yang mana ijtihad itu bisa salah dan bisa benar, akan tetapi kesalahan beliau tidak berlanjut dan akan secepatnya diberikan teguran sebagai koreksi dari ijtihad tersebut, seperti kisah di

11 Ibid, hlm.164-165

12 Ibid, hlm.166

(12)

121 atas yang hanya berselang sehari turun-lah ayat yang menegur keputusan beliau. Dan teguran yang Allah berikan kepada Rasulullah SAW dengan turunnya Surah Al-Anfal ayat 67 ini tidak meniadakan kemaksuman Nabi karena teguran ini menjelaskan bahwa ijtihad Nabi memiliki ketidaksamaan dengan sesuatu yang sempurna di sisi Allah SWT.

Dari paparan di atas juga diketahui bahwa Nabi sangat memegang erat prinsip musyawarah dengan sahabat-sahabat beliau dan tentu memberikan pelajaran begitu berharga kepada umat-umat beliau terutama yang bergelut di dunia kepemimpinan, yaitu bahwa Nabi dengan keilmuan serta kebijaksanaan beliau yang sangat luar biasa tetap bermusyawarah dengan para sahabatnya, maka sepatutnya pun kita meneladani beliau dalam hal ini.

(13)

122

DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Al-Karim

Abdullah bin Sulaiman Al-Jarhazi Asy-Syafi’i, Al-Mawahib As-Saniyyah Syarh Al-Faraid Al-Bahiyyah fi Nazhm Al-Qawaid Al- Fiqhiyyah, cetakan pertama tahun 2019 M/1430 H, penerbit Muassasah Ar-Risalah Nasyirun

Al-Baghowi, Tafsir Al-Baghowi, Aplikasi Al-Qur’an Android

Al-Buthi, Muhammad Said Ramadhan, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah ma’a Mujazin li Tarikh Al-Khilafah Ar-Rasyidah, cetakan ke 23, Penerbit Dar As-Salam, 2012

Al-Imamani Al-Jalilani Al-‘Alamah Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli wa As-Syekh Al-Mutabahhir Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalalain, cetakan keenam, Penerbit Al-Haramain, 2007.

Alwi bin Hamid bin Muhammad bin Syihabuddin, Ghazwatu Badr Al- Kubro min Shohih As-Sunnah Al-Muthohharah, cetakan ketiga, Penerbit Maktabah Tarim Al-Haditsah, 2010.

Ash-Showi, Ahmad Al-Maliki, Hasyiah Al-‘Alamah As-Showi ‘ala Tafsir Al-Jalalain, Penerbit Darul Fikr, 1993.

Bagho, Mushtofa Dib, Astaru Al-Adillati Al-Mukhtalafi fiiha fi Al-Fiqh Al-Islamy Mashodir At-Tasyri’ At-Tabaiyyah, cetakan pertama, Penerbit Dar Al-Mushtofa, 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Dan Ijtihad merupakan alat utama guna melakukan pembaharuan hukum Islam Disini dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa “pembaharuan hukum Islam” itu berarti gerakan ijtihad untuk

Kurva Cadsvs t untuk penentuan waktu kontak optimum Berdasarkan kurva Cads terhadap t untuk penentuan waktu kontak optimum, dapat dilihat bahwa lamanya waktu kontak pada proses