• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lipemik disebabkan oleh asupan makanan dengan kadar lemak tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Lipemik disebabkan oleh asupan makanan dengan kadar lemak tinggi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Lipemik

2.1.1 Pengertian Lipemik

Lipemik adalah kekeruhan serum atau plasma yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi lipoprotein atau kondisi hiperlipidemia. Sampel lipemik merupakan sampel serum atau plasma yang keruh akibat akumulasi partikel lipoprotein, terutama kilomikron dan very low density lipoprotein (VLDL), sehingga sampel tampak berwarna seperti susu yang dikarenakan akumulasi partikel lipoprotein. Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas maupun ester, tliglesirida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat larut dalam sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis menuju tempat penggunaannya, serta dapat didistribusikan ke jaringan tubuh (http://repo.poltekkesbandung.ac.id ). Pada whole blood, lipemik akan terlihat jika konsentrasi triglesirida di atas 1000mg/dL dan pada serum, lipemik akan terlihat secara visual apabila konsentrasi triglesirida diatas 300 mg/dL (Ghaedi & Joe, 2016; piyophiraphong, et al., 2010). Lipemik merupakan akumulasi partikel lipoprotein yang berlebih dalam darah sehingga darah menjadi keruh berwarna putih susu.

(2)

2.1.2 Penyebab Lipemik

Menurut sacher dan McPherson (2004), Penyebab utama terjadinya serum lipemik adalah adanya partikel besar lipoprotein yaitu chylomicrons. Partikel lipoprotein berukuran sedang sampai kecil seperti Very Low Density Lipoprotrein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan trigliserida juga dapat meyebabkan kekeruhan sampel tetapi bukan merupakan penyebab utama kekeruhan pada serum lipemik (Sacher dan McPherson, 2004).

Lipemik juga dapat disebabkan oleh peningkatan kadar trigliserida, karena makanan mengandung lemak yang baru dikonsumsi atau gangguan metabolisme (WHO, 2002). Lipemik disebabkan oleh asupan makanan dengan kadar lemak tinggi. Setelah konsumsi lemak, kilomikron terdeteksi dalam plasma setelah sekitar 6-12 jam. Lipemik juga dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan metabolism lipoprotein atau nutrisi parenteral total, diet, konsumsi alcohol, diabetes melitus, gagal ginjal kronis, hipotiroidisme, pankreatitis, multiple myeloma, sirosis bilier primer, lupus eritematosus, obat-obatan seperti protease inhibitor (infeksi HIV), estrogen, kontrasepsi oral, dan lain-lain (Bioshop, et al., 2013). Plasma lipemik yang keruh, putih seperti susu dapat disebabkan karena adanya kontaminasi bakteri makanan yang baru dikonsumsi, terutama yang mengandung lemak (WHO,2002). Terdapat beberapa jenis kekeruhan yang dijumpai menurut Sacher dan McPherson (2004) yaitu :

1. Uniform berarti peningkatan VLDL tanpa kilomikron yang signifikan 2. Krim di atas suatu bahan pemeriksaan yang keruh berarti peningkatan

kilomikron dan VLDL

(3)

3. Krim diatas bahan pemeriksaan yang jernih berarti kilomikronemia tanpa VLDL.

Serum/Plasma dengan kadar trigliserida dan kolesterol lebih dari normal yaitu lebih dari 200 mg/L atau 2,26 mmol/L dapat beresiko menimbulkan kekeruhan pada sampel (Lee, 2009). Menurut Lee (2009), Asupan makanan seperti gluksoa, lipid, dan kalsium dapat mempengaruhi hasil tes, sehingga pengambilan sampel setelah makan dapat menjadi penyebab kesalahan praanalitik untuk serum lipemik. Menurut Nikolac (2013), Rekomendasi dari Italia mengharuskan bahwa pasien harus berpuasa selama minimal 8 jam. Sedangkan Australia membutuhkan 10-16 jam sebelum pemeriksaan lipid. Pada pasien rumah sakit, lipemik disebabkan oleh pengambilan sampel terlalu cepat setelah pemberian emulsi lipid parenteral (Nikolac, 2013).

Sampel lipemik paling sering disebabkan oleh puasa yang tidak adekuat sebelum pengambilan sampel dan hipertrigliserida. Hipertrigliserida terdiri atas hipertrigliserida primer dan sekunder. Menurut Brahm A, Hegele RA, 2013 Hipertrigliseridemia primer disebabkan oleh defek genetik sehingga metabolisme trigliserida terganggu seperti hiperlipidemia Fredrickson tipe I, IV, dan V, sedangkan hipertrigliseridemia sekunder disebabkan konsumsi alkohol, obesitas, sindrom metabolik, diabetes melitus tipe 2, dan obat-obatan. Lipemik tidak hanya dapat mempengaruhi pengukuran asam urat, glukosa, fosfor, total bilirubin, dan protein total, tetpai juga menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol HDL (Calmarza, P., & Cordero, J., 2011). Pengukuran tingkat kepemilikan berdasarkan kadar triglesirida ditunujkan pada tabel 2.1.

(4)

Tabel 2.1. Tingkat Kekeruhan Serum Lipemik Berdasrkan Kadar Triglesirida (Pambudi, et al., 2017)

Warna dan Kekeruhan Kadar Triglesirida (mg/dl) Tingkat Lipemik

Putih susu 300-499 Ringan

Putih susu dan keruh Sedang

Putih susu dan sangat keruh

800-1800 Berat

Penyebab lain dari kondisi lipemik ialah hiperkolesterolemia.

Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi kolesterol dalam darah melebihi nilai normal yang terbukti mengganggu dan mengubah struktur pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan fungsi endotel yang menyebabkan lesi, plak, oklusi serta emboli sehingga pembuluh darah menyempit dan aliran darah tidak lancar (H Maryati dan S Praningsih,2018).

Menurut I Rahman dan D Utami (2014), Hiperkolesterolemia atau kolesterol yang berlebih bukanlah suatu penyakit namun merupakan suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar kolesterol total dalam darah, dimana kadar kolesterol total > 200 mg/dL, tepatnya (bordeline high) 200-239 mg/dL dan (high) > 240 mg/dL. Penyebab meningkatnnya kadar kolesterol paling banyak disebabkan oleh asupan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh, pola hidup yang tidak sehat dan seimbang, gaya hidup yang salah dan kebiasaan buruk yang menjadi rutinitas sehari-hari (H Maryati dan S Praningsih,2018).

(5)

2.1.3 Pengaruh Lipemik Terhadap Pemeriksaan Darah

Sampel lipemik dapat menginterferensi beberapa metode pemeriksaan melalui tiga cara yaitu pengurangan fraksi aqueos pada sampel, partitioning, dan gangguan transmisi cahaya, yang kemudian dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium dengan interferensi sampel lipemik memerlukan interpretasi secara kritis dan tepat sehingga dapat menunjang diagnosis dan penanganan pasien yang tepat pula (Brahm A, Hegele RA, 2013).

Lipemik juga dapat secara tidak spesifik mengganggu berbagai immunoassay. Ini dapat terjadi bahkan ketika antibodi terikat pada permukaan padat. Bergantung pada sifat reaksi, gangguan dapat menyebabkan keduanya, hasil yang salah atau menurun (Schiettecatte J, Anckaert E, Smitz J., 2012).

Plasma yang diambil dari pasien dengan kadar fibrinogen atau pasien dengan keadaan disproteinemia dapat menyebabkan pembentukan rouleaux. Konsentrasi protein yang tidak normal, rasio protein serum yang diubah, atau adanya berat molekul tinggi dapat menyebabkan agregasi sel darah merah menjadi tidak spesifik atau yang disebut rouleaux dan menjadi sulit dibedakan dengan aglutinasi yang asli. Pembentukan rouleaux ini bisa diartikan sebagai penyebab terjadinya positif palsu (Brecher ME, 2005).

2.2 Ciri-ciri Lipemik

Serum atau plasma yang berwarna keruh mengacu pada kekeruhan dari kadar lemak disebut serum lipemik (Ramali dan Pamoentjak, 2005). Serum lipemik yang baru dipisahkan tampak seperti susu. Sample pada lipemik penampakannya ialah keruh seperti susu. Kekeruhan yang merata pada serum

(6)

mengisyaratkan peningkatan kandungan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).

Ciri ciri dari pengukuran tingkat lipemik berdasarkan kadar trigliserida.

Berdasarkan, Pambudi, et al., 2017, warna dan kekeruhan memiliki 3 tingkat yaitu:

a) Putih susu

b) Putih susu dan keruh c) Putih susu dan sangat keruh

Berdasarkan Pambudi, et al., 2017, kadar triglesirida pada lipemik yaitu a) 300-499 berwarna putih susu

b) 500-799 mg/dL berwarna putih susu dan keruh c) 800-1800 berwarna putih susu dan sangat keruh

Berdasrkan Pambudi, et al., 2017, tingkat lipemik dibagi menjadi 3 yaitu : a) Ringan

b) Sedang c) Berat

2.3 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Lipemik

Penyebab terjadinya lipemik adalah Menurut sacher dan McPherson (2004), Penyebab utama terjadinya serum lipemik adalah adanya partikel besar lipoprotein yaitu chylomicrons. Partikel lipoprotein berukuran sedang sampai kecil seperti Very Low Density Lipoprotrein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan trigliserida juga dapat meyebabkan kekeruhan sampel tetapi bukan merupakan penyebab utama kekeruhan pada serum lipemik (Sacher dan McPherson, 2004). Penyebab lain dari kondisi lipemik

(7)

ialah hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi kolesterol dalam darah melebihi nilai normal yang terbukti mengganggu dan mengubah struktur pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan fungsi endotel yang menyebabkan lesi, plak, oklusi serta emboli sehingga pembuluh darah menyempit dan aliran darah tidak lancar (H Maryati dan S Praningsih,2018).

Factor-faktor yang mempengaruhi kondisi hiperkolesterolemi menurut Sri Ujiani, 2015) adalah :

1. Jenis kelamin 2. Usia

3. Keturunan 4. Merokok 5. Obesitas 6. Kurang aktifitas

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kondisi hiperkolesterolemi (Anies, 2015, Kasron, 2012) adalah

1. Genetik 2. Jenis kelamin 3. Usia

4. Geografis 5. Ras 6. Obesitas

7. Asupan kolesterol

8. Asupan serat (buah dan sayur) rendah

(8)

9. Asupan lemak tinggi

10. Aktivitas fisik yang rendah 11. Perubahan keadaan social 12. Stress

13. Merokok

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kadar kolesterol menurut halo.doctor (2016) adalah :

1. Factor Genetik

2. Pola makan yang buruk 3. Obesitas

4. Diabetes

5. Lingkar pinggang yang besar 6. Merokok

7. Kurang olahraga

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kolesterol tinggi adalah asupan dari makanan.

Dari faktor-faktor yang dijelaskan dapat dikelompokan yaitu faktor internal dan faktor eksternal

2.3.1 Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang dihasilkan dari dalam tubuh itu sendiri yang merupakan sifat dari tubuh individual dan tidak dapat diubah dengan cara apapun.

(9)

Faktor internal yang mempengaruhi kondisi lipemik adalah : 1. Usia

Faktor internal yang mempengaruhi kondisi lipemik adalah usia. Menurut N Sri Mulyani dan A.H.A Rahmad dan Raudatul Jannah (2018), pada wanita prevalensi meningktanya kadar kolesterol terdapat pada usia menopause. Rata-rata usia menopause ±45 tahun. Pada wanita resiko kolesterol kadar tinggi pada usia

≥60 tahun (N Sri Mulyani, A.H.A Rahmad dan Raudatul Jannah (2018). Menurut A. Yoeantafar dan Santi Martini (2017), Hasil dari penelitian Aulia menunjukkan bahwa kadar kolesterol total yang tinggi (≥200 mg/dl) lebih banyak di alami pada responden yang lebih tua (>45 tahun) dibandingkan dengan responden dengan usia muda (≤ 45 tahun). Semakin meningkatnya usia seseorang ditambah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol akan meningkatkan risiko seseorang ,mengalami hiperkolesterolemia (Adhiyani,2013). Usia yang masuk dalam kategori ini adalah usia mulai dari 17-65 tahun. Setelah mencapai umur 20 tahun, kadar kolesterol akan cenderung naik. Semakin bertambahnya umur seseorang risiko memiliki kolesterol tinggi pun akan meningkat.

2. Jenis kelamin

Faktor internal yang mempengaruhi lipemik menurut H Maryani dan S Praningsih (2018), ialah jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol, pada masa reproduksi wanita mempunyai kadar kolesterol lebih rendah sedangkan pada masa menopause akan meningkat menyamai pria (H maryani dan S Praningsih, 2018). Menurut N Sri Mulyani dkk (2018), pada wanita prevelansi meningkatnya kadar kolesterol tterdapat pada usia menopause yaitu 5-19%. Pada pria yang berusia 40-59 tahun

(10)

berisiko 3,26 kali mengalami hiperkolosterolemia. Rata-rata jenis kelamin yang kadar kolesterol tertinggi adalah wanita. Wanita memilik hormone estrogen yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Pria memilik hormone testosterone dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah (Adhiyani,2013).

Jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol, pada masa reproduksi wanita mempunyai kadar kolesterol lebih rendah sedangkan pada masa menopause akan meningkat menyamai pria. Penelitian menunjukkan prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia cenderung lebih banyak menyerang wanita daripada laki –laki pada usia 55 tahun ke atas (Brata,2009).

3. Genetik

Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan hiperkoleterolemia memilik resiko untuk mengalami hal yang sama pula. Banyak factor yang menyebabkan terjadi hiperkolesterolemia, mulai dari factor genetic yang tidak dapat diubah hingga faktor yang dapat diubah (Ruslianti, 2014). Seseorang yang hanya mengkonsumsi sedikit makanan tinggi kolesterol, maka orang tersebut juga berisiko mengalami hiperkolesterolemia (Adhiyani,2013). Kelainan genetic pada gen-gen yang mengatur metabolisem lemak juga dapat memepengaruhi kadar kolesterol. Gangguan genetic langka yang disebabkan oleh kerusakan gen yang memberi kode pada respetor LDL disebut hiperkoleterolemia familial. Biasanya kelainan ini diwariskan dari kedua orang tuanya. Keturunan heterozigot hanya memilik setengah jumlah reseptor LDL normal. Karena jumlah reseptor LDL hepatic ini berkurang atau tidak ada sehingga menyebakan penderita hioerkolesteromia familial tersebut tidak dapat mengatur kadar LDL di dalam

(11)

darah dan menghasilkan konsentrasi LDL plamsa yang sangat tinggi pada usia yang masih muda (Adhiyani, 2013).

2.3.2 Faktor Eksternal

Faktor eskternal adalah faktor yang dari luar tubuh yang bisa di diubah dengan cara apapun. Faktor eksternal biasanya didukung oleh lingkungan, kebiasan hidup.

1. Asupan makanan

Kolesterol pada umumnya berasal dari lemak hewani seperti daging kambing, meskipun tidak sedikit pula yang berasal dari lemak nabati seperti santan dan minyak kelapa. Telur juga termasuk makanan yang mengandung kolesterol tinggi. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh menyenbabkan peningkatan kadar kolesterol, seperti minyak kelapa, minyak kepala sawit dan mentega juga memiliki lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar kolesterol (Yovina, 2012). Bahan makanan yang mengandung kolesterol berasal dari hewani dan lemak minyak kelapa dan olahannya (Yovina, 2012). Asupan kolesterol sehari yang dianjurkan dari makanan adalah sebesar ≥300 mg perhari (Almatsier, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Restyani, (2015) menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi makanna yang tinggi lemak jenuhnya dapat meningkatkan kadar kolesterol total. Makanan yang sering dikonsumsi mengandung kolesterol eksogenik yaitu kolesterol dari sumber makanan yang sehari-hari dikonsumsi contohnya Otak sapi dan jeroan kandungan kolesterol dalam 100 gram bisa sampai 2500 mg, kuning Telor dalam 100 gramnya mengandung 1200 miligram kolesterol, hati dalam 100 gram mengandung 564 mg kolesterol ,butter dalam 100 mg mengandung 215 mg dan 1 sendok makan butter mengandung 20 mg

(12)

kolesterol, udang dalam 100 mg udang mengandung 195 mg kolesterol, makanan cepat saji juga menjadi sumber kolesterol (kemenkes,2017). Menurut siti Fatimah (2017), Makanan yang dikonsumsi akan mengalami proses metabolisme dan menghasilkan adenosin triphosphate (ATP). ATP ini merupakan energi untuk melakukan aktivitas fisik. Pembentukan ATP ini disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga tidak semua makanan yang dikonsumsi akan diubah langsung menjadi ATP melainkan ada yang disimpan dalam bentuk kolesterol. maka akan semakin banyak kebutuhan ATP dan akan menyebabkan sedikitnya pembentukan kolesterol total dan kolesterol Low-Density Lipoprotein (LDL) serta peningkatan kolesterol High-Density Lipoprotein (HDL) (Siti Fatimah Z (2017).

Asupan makanan yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah yaitu : a) Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh.

Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sikulasi darah sebagai glukosa untuk kebutuhan energi segera, sebagian disimpan di hati dan jaringan otot dalam bentuk glikogen dan sebgaian lagi diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan dalam jaringan lemak sebagai cadangn energi. Seseorang yang memiliki kebiasan mengkonsumsi karbohidrat secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan lemak dalam tubuh, sehingga kadar kolesterol dalam tubuh meningkat (Adhiyani,2013).

b) Protein

Konsumsi protein secara berlebihan dapat membahyakan kesehatan tubuh.

Jumlah protein yang berlebihan dalam tubuh akan mengalami proses deaminasi.

Kemudian nitrogen dikelaurgan dari tubub dan sisa-sisa ikatan karbon akan

(13)

diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Jumlah lemak yang tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan kadar kolesterol meningkat (Adhiyani, 2013).

c) Lemak

Asupan lemak yang meingkat juga dapat menyebabkan peningkatan asupan kolesterol total karena lemak yang terkandung dalam makanan sebagian besar berupa triglesirida akan mengalami proses hidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Untuk menghasilkan energi maka asam lemak ini akan mengalami oksidasi menjadi asetil-KoA. Senyawa ini yang akan diubah oleh tubuh untuk membentuk kolesterol, sehingga apabila asupan lemak tidak dikontrol asetil-KoA di dalam tubuh juga akan terus mengalami peningkatan (Adhiyani, 2013).

d) Serat

Serat dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Serat mempengaruhi proses metabolism asam empedu. Asam empedu dan steoid netral disintesis dalam hati dari kolesterol kemudian disekresi ke dalam empedu dan biasanya kembali ke hati melalui reabsorbsi dalam usus halus. Serat yang terkandung dalam makanan akan menghalangi siklus ini dengan cara menyerap asam empedu sehingga akan diganti dengan cara pembuatan asam empedu baru dari kolesterol persediaan yang ada di dalam tubuh (Adhiyani, 2013). Konsumsi serat, menurut penelitian Tjoktroparwiro (2006) dengan konsumsi serat dari sayuran golongan A dan golongan B memperbaiki glucose uptake dari jaringan perifer, memperbaiki kepekaan sel beta pancreas dan meningkatkan kadar kolesterol HDL kolesterol darah.

(14)

e) Vitamin C

Vitamin C berperan dalam pemecahan kolesterol di dalam tubuh. Vitamin C akan memecah kolesterol menjadi asam dan garam empedu sehingga pengeluaran kolesterol dari saluran pencernaan feses menjadi lebih mudah (Kelly, 2010).

Kurangnya asupan vitamin C menyebabkan kolesterol sulit untuk dikeluarkan dari dalam tubuh. Hal ini dapat menimbulkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Konsumsi sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin C juga dapat meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan kolesterol LDL (Adhiyani, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol tinggi adalah salah satunya makanan cepat saji. Menurut Alodokter (2015), Makanan siap saji merupakan makanan yang sangat mudah dan cepat diolah sebagai pengganti makanan rumahan. Selain tinggi akan kalori, makanan ini juga mengandung banyak gula, lemak (terutama kolesterol), dan garam. Jika dimakan sesekali, makanan siap saji ini mungkin masih aman bagi kesehatan. Namun, jika dikonsumsi dalam jumlah banyak atau sering, misalnya seperti pada acara mukbang, makanan siap saji ini bisa berbahaya bagi kesehatan (alodokter, 2015). Beberapa restoran siap saji bahkan menggunakan minyak sayur yang mengandung banyak minyak trans atau lemak jenuh untuk menggoreng makanannya. Padahal, minyak tersebut tidak baik untuk tubuh karena dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke. Makanan cepat saji atau fast food juga dikenal masyarakat dengan istilah junk food (Icha Pamela, 2019). Secara harfiah, junk food diartikan sebagai makanan sampah atau makanan tidak bergizi. Istilah tersebut berarti menunjukkan makanan-makanan yang

(15)

dianggap tidak memiliki nilai nutrisi bagi tubuh (Icha Pamela, 2019). Makan makanan junk food tidak hanya sia-sia, tetapi juga dapat merusak kesehatan.

Gangguan kesehatan akibat makan makanan junk food seperti obesitas atau kegemukan, diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker, dan lain sebagainya (Icha Pamela, 2019). Makanan cepat saji dapat meningkatkan risiko beberapa penyakit, seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dan gangguan lemak darah atau dyslipidemia (Icha Pamela, 2019). Kelebihan makanan cepat saji adalah penyajian cepat sehingga hemat waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, tempat dan penyajian yang higienis, makanan bergengsi, makanan modern, juga makanan gaul bagi anak remaja. Makanan cepat saji yang dimaksud adalah jensi makanan yang diekmas, mudah disajikan dan parkatis. Pada umunya makanan diproduksi oleh industry pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa pada produk tersebut.

2. Pola makan

Pola makan menurut Rey dkk (2016), adalah gambaran mengenai macam, jumlah dan komposisi bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan suatu ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009). Menurut A.Yoentafara dan S.Martini (2017),pola makan dibedakan menjadi dua yaitu pola makan tinggi serat dan pola makan tinggi lemak. Pola makan yang tinggi lemak ialah terdapat pada olahan daging. Pada olahan daging terdapat makanan yang

(16)

menyebabkan kolesterol yaitu makanan cepat saji,jeroan, daging ayam yang berlemak, dan beberapa olahan makan yang digoreng. Pada kasus kolesterol yang mempengaruhi kondisi lipemik adalah pola makan tinggi lemak. Seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak menjadi penyebab utama meningkatnya kadar kolesterol total di dalam darah (A.Yoentafara dan S.Martini (2017).

3. Aktivitas Fisik

Aktivitas merupakan salah satu factor terkait kolesterol. Penelitian Raul (2009) menunjukkan tingkat aktivitas memiliki hubungan terhadap penurunan kadar kolesterol total. Sedangkan menurut Kraus dalam Manurung (2003) bahwa olah raga secara teratur memberikan efek peningkatan sensitivitas metabolism lipid. Dari aktifitas tersebut terdapat aktivitas fisik. Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Menurut Siti F.Z (2017), Energi yang didapatkan dari makanan yang dikonsumsi. Pola makan dan aktivitas fisik dapat menentukan kadar kolesterol di dalam tubuh (Siti Fatimah Z (2017).

4. Obesitas

Menurut Mirna Candra Dewi (2015), Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebih, sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Obesitas terjadi saat badan menjadi gemuk yang disebabkan oleh penumpukan adiposa secara berlebihan. Obesitas terjadi karena ketidak seimbangan energi yang masuk dengan energi yang keluar. Obesitas atau disebut juga dengan kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja. Obesitas

(17)

adalah kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh. Overweight ialah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau massa otot (Alyssa F dan Khoirun nisa (2015).

Menurut Alyssa F dan Khoriun nisa (2015), Penentuan kelebihan berat badan pada orang dewasa berbeda dengan penentuan kelebihan berat badan pada anak.

Pada orang dewasa dapat ditentukan berdasarkan hitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2 ). Dikatakan overweight apabila hasil perhitungan IMT antara 25-29,9 dan obesitas apabila hasil IMT antara 30-39,9. Meskipun dalam skor IMT terdapat perbedaan antara overweight dan obesitas, namun keduanya termasuk dalam kategori excess body weight. Penyebab dari overweight dan obesitas pada dasarnya sama, yaitu kelebihan asupan energi dalam makanan dibandingkan pengeluaran energi (Alyssa F dan Khoirun nisa (2015). Menurut Alyssa F dan Khoriun nisa (2015), Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya overweight-obesitas meliputi pola makan, gaya hidup kurang bergerak, genetik dan keturunan serta determinan sosial.

Perhitungan indeks masa tubuh

(18)

5. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok, menurut Aulia dalam Dick (2009) bahwa merokok menyebabkan gangguan metabolism lemak. Pada orang merokok ditemukan level kolesterol tinggi. Menurut Schultemaker (2002) dalam penelitiannya terhadap 492 hiperkolesterolemia diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang relative nilai rata –rata total kolesterol antara perokok dan tidak perokok. Efek rokok diantaranya menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan katekolamn dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbondiksida yang akan menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, dan merubah 5-10 % hemoglobin menjadi carboksi hemoglobin yang meningkatkan kolesterol tinggi sehingga diperkirakan 20% menyebabkan stroke dan 50% menyebabkan jantung (Morgan,2009). Menurut Mamat (2010), Merokok adalah salah satu faktor risiko atau penyebab terjadinya penurunan kadar kolesterol HDL, Diabetes meliitus tipe 2, tekanan darah tinggi. Dari kutipan oleh Dr isnan wahyudi (2019), Merokok adalah suatu kebiasaan menghisap rokok yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari bagi orang yang mengalami kecenderungan terhadap rokok Soetjiningsih. (2010).

Rokok merupakan salah satu bahan adiktif artinya dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. Dikutip dari RSGM maranatha, Selain menyebabkan kecanduan, rokok juga memiliki dampak yang sangat tidak sehat terhadap kesehatan. Menurut WHO (2015) pada tahun 2015 di Indonesia diperkirakan 36% atau sekitar 60 juta pendduduk Indonesia merokok secara rutin, hal ini berbeda dengan jumlah konsumsi rokok di negara lain yang bisa diperkiran akan menurun, tetapi di Indonesia bahkan sudah diperkirakan oleh WHO bahwa

(19)

pada tahun 2025 akan meningkat hingga 90% penduduk Indonesia menjadi perokok aktif. Jika konsumsi rokok setiap tahunnya tidak bisa diminimalkan maka angka kematian akibat merokok di Indonesia juga akan terus meningkat. Menurut Veena et al (2014) nikotin yang merupakan komponen utama dari rokok dapat meningkatkan sekresi dari katakolamin sehingga meningkatkan lipolisis. Hal ini menyebabkan meningkatnya kadar trigliserid, kolesterol dan VLDL, serta menurunkan kadar HDL. Merokok juga dapat menyebabkan peningkatan oksidasi LDL kolesterol yang akan menyebabkan atherosklerosis.

2.4 Patofisiolgis Kondisi Lipemik

Pada sample dengan kondisi lipemik tidak boleh ditranfusikan karena pada sample tersebut terdapat penambahan lipoprotein pada plasma. Disebabkan karena kadar kolesterol yang tinggi. Apabila ditranfusikan kepada pasien yang di tranfusikan sampel yang sel darah merah. Pada plasma maupun serum tidak digunakan karena dapat mempengaruhi kondisi pasien. Sample lipemik kebanyakan tidak diterima dikarenakan mempersulit dalam melaksanakan interprestasi hasil Crossmatching (Blaneyan hawards, 2013).

2.5 Penanganan Pada Lipemik

Serum/ plasma lipemik perlu dihindari dengan perlakuan sebagai berikut : 1) Pasien/pendonor harus puasa minimal 2 jam, maksimal 12 jam sebelum

pengambilan darah atau donor darah.

2) Pasien dengan pemberian infus parenteral dari lipid harus dihentikan terlebih dahulu selama 8 jam sebelum pengambilan darah. Apabila kedua

(20)

pendekatan ini tidak memberikan serum yang jernih maka penyebab lain kekeruhan harus dicurigai (WHO, 2002).

Pada penanganan lain ialah pada faktor eksternal yaitu, mengubah gaya hidup lebih sehat seperti mengkonsumi makanan yang tinggi serat, berolahrga, pada perokok mengurangi kebiasaan merokok.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai koefisien regresi X atau Brand Ambassador sebesar 1,148, maka dapat dinyatakan bahwa setiap perubahan atau penambahan satu satuan pada variabel brand ambassador, maka brand