1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi agar dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan drajat kemanusiannya. Kelayakan permukiman disuatu wilayah menjadikan ukuran kesejahteraan masyarakat didalamnya. Selain itu, permukiman yang tidak layak huni atau kumuh dapat menimbulkan dampak dari segi kesehatan dan sosial masyarakatat serta menjadi salah satu penghambat perkembangan perekonomian diwilayah tersebut. Pemerintah sebagai penyelengara pemerintahan menjamin kehidupan masyarakatnya sebagaimana yang telah di amanatkan dalam UU No.1 Tahun 2011 pasal 56 bahwa penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim. Oleh karena itu permukiman telah menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional, berbagai program permukiman telah dibuat serta dilaksanakan sesuai dengan anggaran yang telah dialokasikan baik dari pemerintah daerah, provinsi maupun pusat.
Permasalahan pertumbuhan penduduk tidak hanya disebabkan oleh peningkatan angka kelahiran disuatu wilayah, tetapi juga dipengaruhi oleh derasnya arus urbanisasi yang terus meningkat, fenomena ini menunjukan bahwa ruang yang relatif tetap akan ditempati oleh jumlah penduduk yang semangkin meningkat, sehingga dengan kondisi tersebut, kualitas lingkungan tidak
diperhatikan lagi oleh masyarakat yang berujung pada permasalahan penurunan kualitas lingkungan.
Penurunan kualitas permukiman dapat memberikan dampak positif maupun negatif, dampak positif antara lain terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan meningkatnya perekonomian, namun seiring berjalanya waktu pertumbuhan permukiman semangkin tidak terkendali dan tertata, selain itu pemerintah juga tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk memenuhi tingginya ketersedian hunian yang layak, banyaknya permukiman yang tidak sesuai dengan kebutuhan lahan yang ada mengakibatkan permukiman menjadi kumuh.
Kawasan kumuh merupakan kawasan yang kotor dengan tingkat kepadatan populasi tinggi disebuah wilayah perkotaan. Menurut Rahmawati dalam putri (2022) kawasan permukiman kumuh merupakan kawasan yang kotor dengan berbagai permasalahan kota yang tidak layak huni, yaitu kepadatan bangunan yang sangat tinggi dengan luas wilayah yang terbatas, jalanan yang rusak, drainase yang tidak berfungsi, dan rendahnya kualitas bangunan.
Menurut UU No.1 Tahun 2011 pasal 1 ayat 13 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan perumhan kumuh adalah perumhan yang mengalami kualitas penurunan fungsi sebagai tepat hunian.
Permukiman kumuh akan berdampak terhadap kondisi dan perkembangan suatu perkotaan, hal ini akan berpengaruh terhadap kemunduran kualitas, baik
untuk lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya. Dampak terbesarnya adalah pemerintah pada akhirnya akan kehilangan kendali tehadap penduduk perkotaan terutama dikawasan kumuh yang berpotensi terhadap peningkatan kejahatan dan penyakit, tetunya akan menyebabkan penurunan citra perkotaan tersebut. Prayitno (2014:27)
Pentingnya penanganan permukiman kumuh diwilayah perkotaan sebagaimana yang diatur dalam RPJMN Tahun 2015-2019 mengamanatkan pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman yaitu peningkatan kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru dan penghidupan berkelanjutan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2016 kemudian diperbarui dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesa Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh, bahwa kriteria permukiman kumuh di tinjau dari 7 aspek kumuh yaitu: bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, proteksi kebakaran.
a. Bagunan Gedung dijelaskan pada pasal 19 mencakup ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
b. Jalan lingkungan dijelaskan pada pasal 21 mencakup Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukiman dan kualitas permukaan jalan lingkungan yang buruk
c. Penyediaan air minum dijelaskan pada pasal 22 mencakup akses aman air minum tidak tersedia dan kebutuhan air minum minimal setiap individu tidak terpenuhi
d. Drainase lingkungan dijelaskan pada pasal 23 mencakup drainase lingkungan tidak tersedia, drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan dan kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk
e. Pengelolaan air limbah dijelasakn pada pasal 24 mencakup sistem pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis dan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis
f. Pengelolaan persampahan dijelaskan pada pasal 25 mencakup prasarana dan sarana persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis dan sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis
g. Proteksi kebakaran dijelaskan pada pasal 26 mecakup prasana proteksi kebakaran tidak tersedia dan sarana proteksi kebakaran tidak tersedia
Melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) pemerintah berupaya mencapai target 100-0-100, yaitu 100 persen akses universal terhadap air minum, 0 persen permukiman kumuh dan 100 persen akses terhadap sanitasi yang layak, diharapkan akan menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh di Indonesia.
Program ini merupakan salah satu dari beberapa upaya strategis kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Cipta Karya, sesuai dengan Surat Edaran kementrian PUPR No.40/SE/DC/2016 tentang Pedoman Umum Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Program KOTAKU dilaksanakan secara nasional di 269 kota atau kabupaten 34 provinsi, diharapkan menjadi “platfrom kolaborasi” dalam menangani permukiman kumuh dan mendukung penanganan permukiman kumuh seluas 35.291 Ha secara nasional, adapun tujuan dari program KOTAKU untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar dipermukiman kumuh perkotaan dan mencegah timbulnya permukiman kumuh baru dalam rangka untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, peroduktif dan berkelanjutan. hal ini dilakukan dalam beberapa tahapan diseluruh Indonesia melalui pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat penguatan kelembagaan, perencanaan, peningkatan infrastruktur dan pelayanan dasar di tingkat kota maupun masyarakat, serta pendampingan teknis untuk mendukung tercapainya sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa kumuh, .
Kota Tanjungpinang merupakan ibukota provinsi Kepulauan Riau secara administrasi kota Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan dan 18 kelurahan pada tahun 2021 kota Tanjungpinang memiliki jumlah penduduk sebanyak 233.367 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 1.614 per Km2 (https://tanjungpinangkota.bps.go.id). Sebagai ibukota provinsi Kepulauan Riau, kota Tanjungpinang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat serta pembangunan infrastruktur, kota ini muncul sebagai salah satu tujuan para
pendatang dengan tujuan pendidikan maupun peningkatan prekonomian, akibatnya, kebutuhan permukiman terus mengalami peningkatan dan menciptakan lingkungan yang tidak dapat di pertahankan atau kumuh.
Permukiman kumuh di Kota Tanjungpinang juga merupakan akibat dari kebiasaan bermukim penduduk yang masih tradisional dan berlangsung hingga saat ini yaitu tinggal di wilayah pesisir kota dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Karena kota Tanjungpinang yang masih dalam masa transisi maka sarana dan prasarana yang ada belum memadai, akibatnya kebiasaan masyarakat yang masih berlangsung hingga saat ini semakin memperburuk kondisi lingkungan permukiman.
Mengacu pada peraturan walikota Tanjungpinang No.57 tahun 2019 kemudian di perbaharui dengan PERDA kota Tanjungpinang No.3 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan Permukiman Kumuh. Menjelaskan bahwa penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh adalah penetapan atas lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang ditetapkan oleh wali kota, yang di pergunakan sebagai dasar dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
kemudian peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana utilitas umum.
Selanjutnya dalam mendukung percepatan penanganan permukiman kumuh dikota Tanjungpinang melalui program KOTAKU. Pemerintah telah menetapkan lokasi pelaksanaan program KOTAKU berdasarkan Surat Keputusan
Walikota Tanjungpinang No.377 tahun 2014 kemudian dilakukan peninjauan kembali setelah 5 tahun terakhir dengan Surat Keputusan Walikota Tanjungpinang No.594 tahun 2019 tetang Penetapan Lokasi Perumahan Dan Permukiman Kumuh di kota Tanjungpinang. Berikut rincian penetapan perluasan permukiman kumuh di kota Tanjungpinang:
Tabel 1. 1 Penetapan Kawasan Kumuh Di Kota Tanjungpinang berdasarkan SK Wali Kota Tanjungpinang Nomor 337 Tahun 2014 dan SK Nomor 594 Tahun 2019
No.
Kecamatan kumuh Kelurahan
Luas kumuh (Ha) tahun menurut SK
2014 2019
1 Tanjungpinang Barat Kemboja 51.85 22,65
2 Tanjungpinang Barat Kampung Baru 12.60 16,21
3 Bukit Bestari Tanjung Unggat 31.64 39,59
4 Bukit Bestari Tanjungpianng Timur 14.60 11,79
5 Bukit Bestari Tanjung Ayun Sakti 5.99 -
6 Tanjungpinang Kota Kampung Bugis 18.92 7,14
7 Tanjungpinang Kota Senggarang 14.81 2,4
Sumber: SK walikota tanjungpinang no 594 tahun (2019)
Tabel diatas memperlihatkan sebaran kawasan kumuh di kota Tanjungpinang lebih dominan berada diwilayah pesisir. Pada tahun 2014 terdapat 7 kelurahan yang ditetapkan sebagai kawasan kumuh dan pada tahun 2019 kelurahan tersebut telah mengalami perubahan dari segi luasan permukiman kumuh, seperti halnya kelurahan Kemboja yang mengalami penurunan luasan kumuh dengan menyisakan 22,65 Ha ditahun 2019 dari kumuh sebelumnya 51,85
Ha di tahun 2014. berbeda dengan kelurahan Tanjung Unggat yang mengalami peningkatan luas kawasan kumuh 39,59 Ha di tahun 2019 dari luasan kumuh sebelumnya 31,64 Ha, untuk kelurahan yang berhasil mengatasi permasalahan permukiman kumuh yaitu kelurahan Tanjung Ayun Sakti karena tidak ditetapkan sebagai Kawasan kumuh di tahun 2019 dari luas kumuh sebelumnya 5,99 Ha di tahun 2014.
Berdasarka Surat Keputusan Walikota Tanjungpinang No.594 Tahun 2019 tentang penetapan Kawasan kumuh kota Tanjungpinang. Kota ini memiliki Kawasan kumuh legal yang tersebar di 13 kelurahan dengan luas kumuh 160,13 Ha,
Gambar 1. 1 Luas Kawasan Kumuh Kota Tanjungpinang Tahun 2019
Sumber: Diolah peneliti,2023)
grafik diatas memperlihatkan bahwa salah satu kelurahan yang memilki tingkat kekumuhan terluas yaitu kelurahan Tanjung Unggat dengan luas kumuh sekitar 39,59 Ha. Berdasarkan fenomena diatas peneliti memilih meneiti di kelurahan Tanjung Unggat dikarenakan kelurahan ini telah dilaksanakan
22.65 16.21
39.59
11.79 7.14
2.4 25.98
11.16 10.82
4.29 3.14
1.07 3.89 0
105 15 2025 30 3540 45
luas permukiman kumuh
Luas Permukiman Kumuh legal Menurut Sk Walikota Tanjungpinang No 594 Tahun 2019
kumuh
penaganan permukiman kumuh melalui program KOTAKU tetapi mengalami peningkatan luas permukiman kumuh yang signifikan dan menjadi salah satu kelurahan dengan luas permukiman kumuh legal tertinggi di kota Tanjungpinang
Kelurahan Tanjung Unggat merupakan salah satu kelurahan yang berada di kecamatan Bukit Bestari kota Tanjungpinang. Sama halnya dengan kelurahan lainya, kelurahan ini memiliki ciri khas bermukim masyarakat yang sudah berlangsung secara turun temurun yaitu tinggal diatas air atau biasa disebut plantar-plantar, namun seiring berjalannya waktu kondisi permukiman tersebut tidak dapat dipertahankan minimnya sarana dan prasarana permukiman di kelurahan ini menimbulkan permasalahan terutama pada aspek lingkungan yang tersebar di RW 1, RW 2, RW 3, RW 4, RW 5, RW 6, RW 7, dan wilayah yang paling berdampak kumuh yaitu RW 6 Kampung KB (Keluarga Berencana) dan RW 1 Gudang Minyak.
Dalam mewujudkan permukiman yang layak huni pemerintah telah melaksanakan program KOTAKU di kelurahan Tanjung Unggat melalui dinas PERKIM yang dimotori oleh KORKOT program KOTAKU bersama dengan BKM kelurahan Tanjung Unggat bersinergi dan berkolaborasi untuk merumuskan penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) untuk menghasilkan dokumen Rencana Penyelenggaraan Pembangunan Kawasan Permukiman (RP2KP) di kelurahan Tanjung Unggat. Adapun indikator atau kriteria permasalahan permukiman kumuh dikelurahan Tanjung Unggat sebagai berikut:
Tabel 1. 2 Indikator Atau Kriteria dan Parameter Kumuh Di Kelurahan Tanjung Unggat
no Indikator/Kritria Parameter %
1 Kondisi bangunan gedung
Ketidakraturan bangunan 78%
Kepadatan bangunan tidak sesuai ketentuan 2%
Ketidak sesuaian dengan persyaartan teknis bangunan 3%
2 Kondisi jalan lingkungan
Cakupan pelayanan jalan lingkungan 1%
Kualitas permukaan jalan lingkungan 34%
3 Kondisi penyedian air minum
Ketersediaan akses aman air minum 3%
Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum 29%
4 Kondisi drainase lingkungan
Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air 0%
Kualitas konstruksi drainase 39%
5 Kondisi pengelolan air limah
Sistem pengolahan air limbah tidak sesuai satandard 6%
Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan persyaratan teknis
34%
6 kondisi pengelolaan sampah
Prasarana dan saranan persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis
100%
Sistem pengelolaan persampahan yang tidak sesuai standar teknis
21%
7 Kondisi proteksi kebakaran
Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran 75%
Ketersediaan sarana proteksi kebakaran 100%
Sumber: KORKOT program KOTAKU Tanjungpinang, (telah diolah kembali) Dapat dilihat pada tabel di atas terdapat indikator atau kriteria beserta parameter program Kota Tanpa Kumuh di kelurahan Tanjung Unggat yang digunakan sebagai baseline dalam menentukan tingkat kekumuhan diwilayah tersebut. Hasil baseline ini kemudian ditetapkan sebagai pertimbangan dalam menetukan kebutuhan peningkatan kualitas permukiman kumuh dikelurahan Tanjung Unggat.
Pelaksanaan program KOTAKU di kelurahan Tanjung Unggat kota Tanjungpinang berlangsung sejak awal 2017, adapun peningkatan kualitas
infrastruktur yang sudah terbangun dari apek lingkungan dan ekonomi masyarakat, namun sejauh ini program yang telah terlaksana belum spenuhnya mampu menjawab persoalan permukiman kumuh yang terjadi di kelurahan Tanjung Unggat.
Kondisi ini terlihat dari terjadinya peningkatan kumuh pada tahun 2019 seluas 39,59 Ha dari kumuh sebelumnya seluas 31,64 Ha di tahun 2014.
Sementara itu, pencapaian tujuan diukur dengan indikator “outcome’’ salah satunya yaitu menurunnya luasan permukiman kumuh karena akses infrastruktur dan pelayanan perkotaan yang lebih baik.
Dengan memperhatikan Fenomena di atas, peneliti kemudian tertarik untuk meneliti lebih lanjut terkait dengan program kota tanpa kumuh di kelurahan Tanjung Unggat dengan judul Evaluasi Program Kota Tanpa Kumuh dalam Penanganan Permukiman Kumuh di kelurahan Tanjung Unggat kota Tanjungpinang
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Evaluasi Program Kota Tanpa Kumuh Dalam Penanganan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang masalah, maka tujuan penelitian ialah untuk Mengevaluasi Program Kota Tanpa Kumuh Dalam
Penanganan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian merupakan dampak dari pencapaian tujuan dalam penelitian, dan dapat di pecahkan dalam rumusan masalah secara tepat dan akurat, maka ada manfaat secara teoritis maupun praktis yaitu:
1. 4.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan referensi untuk peneliti lainnya dalam Mengevaluasi Program Kota Tanpa Kumuh Dalam Penanganan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah :
a. Di harapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca mengenai Evaluasi Program Kota Tanpa Kumuh Dalam Penanganan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang
b. Dengan adanya program KOTAKU ini yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup, kemandirian, kesejahteraan masyarakat, melalui fasiltas atau sarana pelayanan dasar yang di butuhkan masyarakat.