PENGAMATAN PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN HASIL PANEN JAGUNG (ZEA MAYS L.) SERTA KACANG TANAH
(ARACHIS HYPOGAEA) PADA SISTEM TANAM POLIKULTUR 1 : 1
Alya Apriliadewi1), Shaoqi Alfarizi2), Laura Febe Wisesa3), Nadhifa Azizan Shidiq4), Raisya Nadira5), Dimas Ariyanto6)
1.2 PENDAHULUAN
Peningkatan kebutuhan pangan global akibat pertumbuhan penduduk terus menjadi tantangan utama sektor pertanian. Salah satu kendala terbesar dalam menghadapi tantangan ini adalah semakin terbatasnya lahan produktif akibat alih fungsi lahan dan degradasi lingkungan. Situasi ini memaksa petani dan praktisi agribisnis untuk mencari cara inovatif dalam meningkatkan produktivitas lahan yang ada tanpa mengorbankan keberlanjutan sumber daya alam. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah sistem budidaya polikultur, yang menawarkan efisiensi penggunaan lahan dan peningkatan produktivitas melalui interaksi sinergis antara berbagai jenis tanaman.
Polikultur, atau sistem tanam campuran, melibatkan penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara bersamaan dalam satu lahan. Sistem ini memiliki berbagai keuntungan dibandingkan monokultur, seperti diversifikasi hasil panen, efisiensi penggunaan cahaya, air, dan nutrisi, serta pengurangan risiko kegagalan panen akibat serangan hama atau penyakit (Rahman et al. 2018).
Selain itu, keberadaan tanaman legum seperti kacang tanah (Arachis hypogaea), yang memiliki kemampuan fiksasi nitrogen biologis, dapat meningkatkan kesuburan tanah dan memberikan dampak positif pada tanaman lain seperti jagung (Zea mays L.) yang membutuhkan nitrogen dalam jumlah besar (Widodo et al. 2020).
Sistem polikultur juga memungkinkan pengelolaan lahan yang lebih intensif dengan berbagai pola tanam, salah satunya adalah pola 1:1, di mana satu baris tanaman utama berselang dengan satu baris tanaman pendamping. Pola ini dinilai efisien karena memungkinkan kedua jenis tanaman mendapatkan ruang tumbuh yang optimal, sehingga mengurangi kompetisi antar tanaman dan meningkatkan hasil panen secara keseluruhan (Hidayat dan Nurhayati 2021). Namun, untuk menentukan keberhasilan sistem polikultur, diperlukan kajian mendalam mengenai interaksi antar tanaman dalam sistem tersebut, baik dalam fase pertumbuhan vegetatif maupun hasil panennya.
Jagung dan kacang tanah adalah kombinasi tanaman yang sering digunakan dalam polikultur karena keduanya memiliki kebutuhan ekologi yang saling melengkapi. Jagung merupakan tanaman C4 yang memiliki kemampuan fotosintesis tinggi di bawah intensitas cahaya yang kuat, sementara kacang tanah, sebagai tanaman legum, mampu beradaptasi di bawah kondisi naungan ringan.
Interaksi kedua tanaman ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas total lahan, efisiensi penggunaan sumber daya, serta keberlanjutan agroekosistem (Amran et al. 2023).
Penelitian mengenai perbandingan produktivitas antara sistem monokultur dan berbagai pola polikultur seperti 1:1 menjadi sangat relevan untuk dikaji lebih lanjut. Selain memberikan gambaran tentang keuntungan polikultur dalam meningkatkan hasil panen total, penelitian ini juga dapat memberikan informasi tentang aspek pertumbuhan vegetatif yang berkontribusi terhadap hasil panen tersebut. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang aplikatif untuk petani dalam mengelola lahan secara lebih efisien dan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pertumbuhan vegetatif dan hasil panen jagung serta kacang tanah pada sistem tanam polikultur pola 1:1. Fokus utama kajian ini adalah untuk mengevaluasi perbedaan produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaan lahan dibandingkan dengan sistem monokultur. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengembangan sistem pertanian yang mendukung ketahanan pangan di tengah keterbatasan sumber daya lahan.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena mengandung satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman (Lingga et al. dalam Khairunisa, 2015 hlm. 38).
Marsono (dalam Naharuddin & Hasbi, 2015 hlm. 5) menyatakan bahwa pupuk secara umum adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk pertumbuhan tanaman. Namun secara rinci, manfaat pupuk dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara tanaman. Tanpa ketersediaan unsur hara yang cukup dalam tanah, pertumbuhan tanaman akan terlambat dan produksinya akan berkurang.
Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pupuk organik diartikan sebagai zat hara tanaman yang berasal dari bahan organik. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang berguna sebagai sumber hara yang akan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Ragam pupuk organik misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk hayati, dan humus. Sedangkan pupuk anorganik adalah hasil industri atau pabrik dengan proses rekayasa secara kimia, fisik, dan atau biologis.
Contoh pupuk anorganik adalah Amonium Sulfat, TSP, urea, NPK, dan KCl (Purba et al. 2021).
2.1 Pupuk Daun
Pupuk daun adalah pupuk yang digunakan untuk memenuhi ketersediaan unsur-unsur esensial seperti nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K). Pupuk daun merupakan pupuk yang berbahan baku organik maupun kimia yang diberikan pada tanaman melalui mulut daun atau stomata, dengan cara disemprotkan yang bertujuan untuk memberikan unsur hara tambahan bagi tanaman selain dari yang diserap oleh akar tanaman. Penggunaan pupuk daun harus dilakukan secara hati-hati, baik dosis, frekuensi, jenis tanaman, maupun waktu pemberiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis pupuk daun memberikan pengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, dan luas daun.
Pemupukan melalui daun lebih efisien karena proses penyerapan haranya lebih cepat.
Keuntungan lainnya adalah apabila pupuk daun tersebut jatuh ke tanah, masih dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Biki 2014). Agar pertumbuhan tanaman subur, maka tanaman perlu diberikan pupuk dengan unsur hara makro dan mikro yang lengkap, dan hal ini dapat terpenuhi dengan pemberian pupuk daun, seperti Gandasil-D, Growmore-D, Hyponex-D, Topsil-D, dan lain-lain.
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kebun Gunung Gede, Sekolah Vokasi IPB, IPB
University, Provinsi Jawa Barat pada 22 Agustus 2024 sampai 14 November 2024.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi benih jagung hibrida dengan kebutuhan 16,32 gram per meter (2 benih tiap lubang) dan benih kacang tanah dengan kebutuhan 16,97 gram per meter (2 benih tiap lubang). Pupuk yang digunakan mencakup pupuk anorganik (KCL, Urea, dan SP36), dolomit, furadan, dan pupuk kandang. Bahan lainnya yang digunakan adalah peptisida decis. Alat yang digunakan terdiri dari knapsack sprayer, jangka sorong, meteran, timbangan, patok bambu, garpu tanah, kored, gunting stek, cangkul, dan gembor.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok lengkap dengan menggunakan tiga ulangan dengan perlakuan yaitu
P1 = tumpangsari 1 baris jagung + 2 baris kacang P2 = tumpangsari 1 baris jagung + 1 baris kacang tanah P3 = monokultur jagung
P4 = monokultur kacang tanah
Pada percobaan ini terdapat 4 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 16 satuan percobaan.
Luas petakan percobaan ini yaitu 3 m x 2 m per petaknya. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diuji, dilakukan analisis ragam (Uji F), jika hasil uji f menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% (Walpole, 1992).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan tumpangsari yang telah disiapkan dengan ukuran petakan percobaan 3 m x 2 m per petak, sesuai dengan rancangan penelitian. Jagung sebagai tanaman utama ditanam dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm, sedangkan kacang tanah sebagai tanaman sela ditanam di antara barisan jagung dengan jarak tanam 20 cm dalam barisan. Lubang tanam dibuat dengan tugal sedalam 2–3 cm.
Pemupukan dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk kandang dan dolomit diaplikasikan satu minggu sebelum tanam untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk anorganik, seperti Urea, KCl, dan SP36, diberikan setelah tanam menggunakan metode alur. Dosis pupuk yang digunakan adalah:
Urea: 250 kg/ha
KCl: 150 kg/ha
SP36: 100 kg/ha
Dolomit: 2 ton/ha
Pupuk kandang: 20 ton/ha
Pemanenan jagung dilakukan setelah tanaman berumur ±90 hari, dengan ciri-ciri klobot berwarna kuning kecoklatan, biji mengkilap, dan keras saat ditekan. Sementara itu, kacang tanah dipanen pada usia ±100 hari, dengan tanda-tanda daun menguning, 75% polong mengeras, dan bagian dalam kulit polong berwarna kehitaman.
3.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap komoditas tanaman jagung dan kacang tanah. Jumlah tanaman contoh masing-masing tanaman 10 tanaman. Peubah- peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi: pengamatan vegetatif tanaman jagung dan kacang tanah dilakukan pada saat 1 MST hingga 4 MST. Pengamatan vegetative pada tanaman jagung dan kacang tanah yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang. Pengamatan produksi dan komponen produksi dilakukan saat panen pada tanaman contoh, pada tanaman jagung yaitu bobot berangkasan (g), bobot tongkol dan klobot(g), bobot tongkol tanpa klobot (g), panjang tongkol (cm), hasil per tanaman, hasil per petak dan dugaan hasil/ha yang dihitung dari hasil jagung per petak dan dikonversikan ke ha sehingga diperoleh hasil jagung ton/ha. Sedangkan pada tanaman kacang tanah peubah yang diamati yaitu bobot berangkasan per tanaman(g), Bobot per tanaman (g), jumlah polong, hasil per petak, dugaan hasil/ha, dihitung dari hasil kacang tanah per petak dan dikonversikan ke ha sehingga diperoleh hasil kacang tanah kg/ha.
2.2HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinggi Tanaman
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada saat tanaman berumur 4 MST dan tinggi tanaman kacang tanah pada umur 1-4 MST (Tabel 1).
Tabel 1 Respon tinggi tanaman jagung dan kacang tanah terhadap perlakuan monokultur dan tumpang sari
Perlakuan
Jagung Kacang Tanah
Minggu Setelah Tanam (MST)
1 2 3 4 1 2 3 4
…...cm…...
Monokultur 9,87 30,66 68,9 144,23 3,36 3,78 6,57 11,57
Tumpangsari 1 jagung +
1 kacang tanah 8,54 37,63 76,58 124,425 3,19 5,29 9,82 22,02 Tumpangsari 1 jagung +
2 kacang tanah 10,77 34,24 99,25 118,03 3,4 4,43 9,67 18,26 Sumber: penulis, 2024
4.2. Jumlah daun
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman jagung pada saat tanaman berumur 4 MST dan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun kacang tanah pada 3-4 MST (Tabel 2). Perlakuan tumpangsari 1 jagung + 2 kacang tanah nyata menghasilkan jumlah daun tanaman jagung lebih banyak dibandingkan perlakuan monokultur pada 2-4 MST. Sedangkan tumpangsari baik perlakuan tumpangsari 1 jagung + 1 atau 2 kacang tanah nyata menghasilkan jumlah daun kacang tanah lebih banyak dibandingkan perlakuan monokultur.
Tabel 2 Respon jumlah daun tanaman jagung dan kacang tanah terhadap perlakuan monokultur dan tumpang sari
Perlakuan
Jagung Kacang Tanah
Minggu Setelah Tanam (MST)
1 2 3 4 1 2 3 4
…...daun…...
Monokultur 3,1 5,39 7,3 8,76 2,35 3,1 7,22 24,85
Tumpangsari 1 jagung + 1
kacang tanah 3,5 8 11,35 14,6 4,7 8,3 15,95 24,45
Tumpangsari 1 jagung + 2
kacang tanah 2,7 5,2 6,9 9,25 0,74 2,2 3,64 7,68
Sumber: penulis, 2024 4.3. Diameter batang
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari berpengaruh nyata terhadap
diameter batang tanaman jagung pada saat tanaman berumur 4 MST dan tanaman kacang tanah pada 3-4 MST.
MST (Tabel 3). Perlakuan tumpangsari 1 jagung +1 kacang tanah nyata menghasilkan diameter batang jagung dibandingkan perlakuan monokultur pada 4 MST. Perlakuan tumpangsari 1 jagung +1 kacang tanah nyata menghasilkan diameter batang lebiH besar dibandingkan perlakuan monokultur pada 2-4 MST.
Tabel 3 Respon diameter batang tanaman jagung terhadap perlakuan tumpangsari
Tabel 3 Respon diameter batang tanaman jagung dan kacang tanah terhadap perlakuan monokultur dan tumpang sari
Perlakuan
Jagung Kacang Tanah
Minggu Setelah Tanam (MST)
1 2 3 4 1 2 3 4
…...mm…...
Monokultur 1,86 4,58 10,55 18,85 5,74 4,
03
3 , 5 5
5, 32
Tumpangsari 1 jagung + 1 kacang tanah
2,61 5,35 14,53 14,32 2,7 2,
43
5 , 0 4
2
Tumpangsari 1 jagung + 2 kacang tanah
2,29 4,52 12,22 17,52 1,32 2,
45
3 , 0 8
4, 03 Sumber: penulis, 2024
4.4. Komponen Hasil Tanaman Jagung
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari berpengaruh nyata terhadap komponen hasil tanaman jagung. Perlakuan tumpangsari 1 jagung
+ 1 kacang tanah berpengaruh nyata terhadap bobot brangkasan dan tongkol lebih besar dibandingkan perlakuan monokultur.
Tabel 4 Respon komponen hasil tanaman jagung terhadap perlakuan tumpangsari
Perlakuan Bobot
brangkasan (g)
Panjang tongkol (cm)
Bobot tanpa klobot (g)
Tongkol+klo bot (g)
Monokultur 363.33c 15.17a 186b 234.3b
Tumpangsari 1 jagung+1 kacang tanah
511.57a 15.09a 174.9c 279.7a
Tumpangsari 1 jagung + 2 kacang tanah
414.33b 11.77b 195.7a 211.7b
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %
Sumber: penulis, 2018
4.5 Komponen Hasil Tanaman Kacang Tanah
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari 1 jagung+1 kacang tanah nyata menghasilkan hasil per tanaman dan bobot brangkasan dibandingkan perlakuan monokultur.
Namun pada
peubah hasi per petak menunjukkan bahwa perlakuan monokultur nyata menghasilkan hasil per petak lebih besar dibandingkan perlakuan monokultur.
Tabel 5 Respon komponen hasil tanaman kacang tanah terhadap perlakuan tumpangsari
Perlakuan Hasil
per tanaman
Bobot
brangkasan (g)
Jumla h polon g
Hasil petak
Monokultur 193.5c 133.1c 25.03b 5.03a
Tumpangsari1 jagung+1 kacang tanah
338.7a 384a 18.90c 3.97b
Tumpangsari 1 jagung + 2 kacang
tanah
231b 220.7b 33.77a 4.33ab
Ket : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Sumber: penulis, 2018
4.6 Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)
Hasil NKL menunjukkan bahwa nilai NKL perlakuan tumpangsari baik dengan system tanam 1 baris jagung+1 baris kacang tanah dan 1 baris jagung+2 baris kacang tanah > 1 artinya usaha tumpangsari tersebut layak untuk dilakukan karena kompetisi antara tanaman jagung dan kacang tanah kecil sehingga pola tanam dengan tumpangsari efisien.
Tabel 6 Nisbah Kesetaraan Lahan
4.7Pembahasan
Jarak tanam kelapa sawit 9 m x9mx 9m memiliki areal lahan luas yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman sela. Tanaman sela berupa kacang-kacangan dan jagung dapat dijadikan sebagai alternative tanaman yang dapat ditanam di lahan replanting kelapa sawit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari berpengaruh nyata terhadap p ertumbuhan serta hasil tanaman jagung dan kacang tanah di lahan replanting tanaman kelapa sawit. Perlakuan
tumpangsari 1 jagung+1 kacang tanah nyata menghasilkan bobot brangkasan tanaman jagung dan bobot tongkol serta hasil per tanaman kacang tanah dan bobot brangkasan lebih besar dibandingkan perlakuan monokultur.
Tanaman jagung digunakan sebagai tanaman sela karena tanaman jagung merupakan tanaman C4 yang membutuhkan pencahayaan penuh. Oleh karena itu, ketika ditanam di lahan replanting kelapa sawit dengan pencahayaan penuh, tanaman jagung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Tanaman kacang tanah menunjukan pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik pada pola penanaman tumpangsari
Sumber: penulis, 2018
Perlakuan Dugaan Hasil per
ha Nisbah
Kesetaraan Lahan
Jagung Kacang
tanah
Monokultur 3 635 2 515 -
Tumpangsari 1 jagung+1 kacang tanah
2 235 1 985 1.40
Tumpangsari 1 jagung + 2
kacang tanah
2 185 2 165 1.46
di lahan peremajaan kelapa sawit. Hal ini disebabkan syarat tumbuh tanaman kacang tanah menghendaki tanah yang berstruktur ringan, berdraenase dan aerasi
baik serta pH 6.0-6.5. Lahan percobaan Cikabayan mengandung pH 5.0 oleh karena itu ditambahkan dolomit untuk meningkatkan pH. Selain sebagai tanaman sela manfaat tanaman kacang dapat meningkatkan kandungan bahan organic tanah, memperbaiki kondisi fisik tanah yaitu aerasi dan menjaga kelembaban tanah, mencegah dan mengurangi erosi permukaan tanah, mengikat (fiksasi) unsur hara nitrogen dari udara dan menekan pertumbuhan hama dan penyakit (Purnamayani et al 2013).
Penanaman kacang-kacangan sangat bermanfaat sebagai penyedia nitrogen pada tanaman yang bukan kacang-kacangan, pada penelitian ini untuk tanaman jagung. Hal ini disebabkan adanya mikroba yang hidup bersimbiosis dengan tanaman kacang tanah tersebut. Mikroba tersebut yang akan memfiksasi nitrogen dari udara dan merubahnya menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Nitrogen ini juga dapat dimanfaatkan tanaman kelapa sawit sehingga menyebabkan pertumbuhannya baik.
Nisbah kesetaraan lahan tanaman tumpangsari >
1 menunjukkan bahwa system tanam tumpangsari layak untuk diterapkan di lahan replanting tanaman kelapa sawit. Artinya, tanmana tumpangsari memberikan efisiensi dalam pemanfaatan lahan. Kompetisi yang terjadi tidak memberikan hasil yang berbeda pada kedua tanaman. Hal ini terjadi karena kompetisi terjadi sesama jenis atau interspesies. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990; Mboeik, 2012; Ceunfin et al, 2015) menyatkan peningkatan produktivitas lahan disebabkan oleh pemilihan kombinasi tanaman dan system pertanaman yang tepat serta adanya hubungan simbiosis mutualisme antar tanaman yang ditanam secara tumpangsari. Simbiosis ini berhubungan erat dengan kebutuhan nitrogen pada tanaman utama yang dipenuhi dari tanaman sisipan melalui kemampuannya dalam memfikasasi nitrogen dari udara. Sebaliknya, tanaman sisipan memiliki toleransi terhadap adanya naungan sehingga dapat hidup di bawah tegakan. Hosang et al (2004;
Mboeik, 2012) menyatakan kombinasi serealia dengan tanaman legume adalah yang terbaik sebab kompetisi antar bagian tanaman dalam hal memperoleh sinar matahari dan unsur hara relative sangat kecil.
3.2 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sistem pertanaman tumpangsari jagung dan kacang tanah layak untuk diterapkan di lahan replanting Kelapa sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan serta hasil tanaman jagung dan kacang tanah di lahan replanting tanaman kelapa sawit. Perlakuan tumpangsari 1 jagung+1 kacang tanah nyata menghasilkan bobot brangkasan tanaman jagung dan bobot tongkol serta hasil per tanaman kacang tanah dan bobot brangkasan lebih besar dibandingkan perlakuan monokultur. Hasil berbeda pada peubah hasil per petak menunjukkan
bahwa perlakuan monokultur nyata menghasilkan hasil per petak lebih besar dibandingkan perlakuan monokultur. Namun, nisbah kesetaraan lahan menghasilkan nilai > 1. Perlakuan yaitu tumpangsari 1 jagung+1 kacang tanah menghasilkan NKL 1.40 dan tumpangsari 1 jagung+2 kacang tanah menghasilkan NKL yaitu 1.46.
5.2 Saran
Pengaruh tanaman tumpangsari terhadap tanaman kelapa sawit dapat diketahui dengan mengadakan pengamatan terhadap tanaman kelapa sawit. Hal ini diperlukan untuk mengetahui adanya pengaruh kompetisi terhadap tanaman. Selain itu diperlukan analisis tanah sebelum dan sesudah dilakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amran, M., Rahmawati, S., & Putra, A. H. 2023. Optimalisasi Lahan Melalui Polikultur Jagung dan Kacang Tanah pada Pola Tanam Berbeda. Jurnal Pertanian Berkelanjutan. 15(1): 12-25.
Hidayat, A., & Nurhayati, T. 2021. Efisiensi Penggunaan Lahan pada Sistem Polikultur dengan Pola Tanam Berbeda. Jurnal Agronomi Indonesia. 49(3): 150-160.
Rahman, M., Alam, M. M., & Islam, M. S. 2018. Crop Diversification in Polyculture System: A Strategy for Sustainable Agriculture. Journal of Sustainable Agriculture. 10(2): 45-60.
Widodo, S., Mulyani, A., & Susilawati, T. 2020. Peningkatan Kesuburan Tanah Melalui Interaksi Tanaman Legum dalam Sistem Tumpangsari. Agrivita. 42(4): 312-321.
Biki, A. 2014. Pengaruh Jenis Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terong (Solanum melongena L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 6 no 7, Juli 2018. hlm. 1473-1480.
Hartika, W., et al. 2015. Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol. 9 No 2, Des. 2015. hlm. 107-120.
Khairunisa. 2015. Pengaruh Pupuk Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: Pustaka Ilmu.
Lingga, P., et al. 2015. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Makmur, & Sainuddin, D. U. 2020. Pengaruh Berbagai Metode Aplikasi Pupuk Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 5 no 1. Mei 2020.
Matanari, H., & Sebayang, H. T. 2023. Pengaruh Jenis Pupuk dan Waktu Penyiangan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Terung Ungu (Solanum melongena L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 11 no 2, Feb. 2023. hlm. 144-152.
Naharuddin, & Hasbi, S. 2015. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Pemerintah Kota Yogyakarta. n.d. Ketepatan Pemupukan. Diperoleh dari https://pertanian.jogjakota.go.id/detail/index/12104.
Purba, R., et al. 2021. Pupuk Anorganik dan Organik: Pengaruhnya Terhadap Produktivitas Tanah.
Jurnal Sumberdaya Pertanian. 42(2): 103-115.
Rahmawaty, R., & Ralle, S. A. 2021. Pengaruh Jenis Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Hias Ekor Naga (Epipremnum pinnatum L.). Jurnal AGrotekMAS. Vol. 2 no. 3, Des. 2021.
Satriyo, M. A., & Ain, N. 2018. Pengaruh Jenis dan Tingkat Konsentrasi Pupuk Daun Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terong (Solanum melongena L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vol.
6 no 7, Juli 2018. hlm. 1473-1480.
Widowati, L. R., et al. 2022. Pupuk Organik Dibuatnya Mudah, Hasil Tanam Melimpah. Jurnal Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 49(4): 200-210.