• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Manthuq wa Al-Mafhum

N/A
N/A
AGUS MIRANTO MUHARRAR

Academic year: 2023

Membagikan "Al-Manthuq wa Al-Mafhum"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Manthuq wa Al-Mafhum

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Qawaid Lughawiyyah

Oleh :

AGUS MIRANTO (80100221071)

Dosen Pembimbing

Dr. H. Muammar Bakri, Lc., M.A.

Dr. H. Abdul Wahid Haddade, Lc., M.H.I.

PRODI DIRASAH ISLAMIYAH

KONSENTRASI SYARI’AH HUKUM ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR 1443 H/ 2022 M

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas makalah dalam mata kuliah Qawaidh Lughah dengan judul : Al- Manthuq wa Al-Mafhum . Selalu senantiasa kita bershalawat pada nabi Allah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Tokoh revolusi terbaik sepanjang masa yang hampir membuat islam menguasa sepertiga dunia, yang tidak lagi diragukan untuk menjadi suri tauladan untuk umat muslim. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik dari berbagai pihak. Jika ada benar dan lebihnya itu datang dari Allah Subhanahu wata’ala dan jika ada salah dan kurangnya datang dari kita . Wallahul muafiq ila aqwamith thariq, billahi taufiq wassa’ adah Wassalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh .

Makassar, 16 Juni 2022

Penyusun

(3)

iii DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH ... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

BAB II PEMBAHASAN...2

A. Al-Manthuq...2

B. Al-Mafhum...8

BAB III PENUTUP… ... 13

A. Kesimpulan ... 13

B. Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menurunkan Alquran kepada nabi Muhammad SAW dan sekalian umat manusia dalam bahasa Arab, yang untuk memahami isi kandungannya seorang pengkaji Alquran perlu untuk menguasai bahasa Arab. karena tidak semua ayat yang ada di dalam Alquran tersebut memberikan arti dan pemahaman yang jelas secara langsung.

Dalam mengkaji hukum-hukum yang disebutkan dalam Alquran dibutuhkan tidak hanya kemampuan memahami teks/nash ayat saja, akan tetapi dibutuhkan juga kemampuan memahami lebih dari sekedar yang tertulis pada teks/nash ayat. Jika kita meneliti ayat-ayat Al-Qur’an, akan kita temukan beberapa ayat yang memberikan pemahaman secara langsung dan jelas, juga ayat yang maknanya tersirat didalam ayat tersebut.

Petunjuk lafaz kepada makna yang dimaksud adakalanya berdasarkan pada bunyi ayat tersebut (manthuq) secara jelas dan tegas, dan adakalanya pula berdasarkan pada pemahaman (mafhum) baik hukum sesuai hukum manthuq atau bertentangan. Oleh karena itu, agar dapat memahami dan mengetahui hukum/makna yang terdapat didalam ayat-ayat alquran, pada makalah ini penulis akan memaparkan penjelasan mengenai pengertian, pembagian, contoh dari al-mantuq dan al-mafhum serta kehujahannya.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Konsep Al-Manthuq wa Al-Mafhum menurut Ulama Ushuliyyin?

b. Apa saja pembagian serta contoh dari Al-Manthuq wa Al-Mafhum?

(5)

2 BAB II

PEMBAHASAN A. Al-Manthuq

1. Defenisi Al-Manthuq

Al-manthuq berasal dari bahasa arab yaitu nathaqa-yanthiqu yang artinya berbicara1, manthuqun (isim maf’ul) berarti yang dibicarakan. Manthuq adalah arti yang diperlihatkan oleh lafaz yang diungkapkan (yakni, petunjuk arti tidak keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan)2. Menurut Syafi’i Karim, mantuq ialah sesuatu yang ditunjuki lafal dan ucapan lafal itu sendiri.3 Dan menurut Mudzakir, adalah suatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafaz menurut ucapannya, yakni penunjukkan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan.4

Adapun dilalah manthuq dalam pandangan ulama syafi’iyyah adalah

روكذملا مكح ىلع قطنلا لحم ىف ظفللا ةللاد

Artinya : “Penunjukan lafadz menurut apa yang diucapkan atas hukum apa yang disebutkan dalam lafadz itu”5

Sedangkan pengertian manthuq secara istilah adalah menurut al-Amidi adalah.

قطنلا لحم ىف اعطق ظفللا ةللاد نم مهف ام

Artinya :“Makna yang dipahami dari petunjuk lafaz secara qath’i terhadap pembicaraan6.”

1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir (Surabaya, Pustaka Progressif,

1997), h. 1432.

2 Rosihon, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 233

3 Syafi’i Karim, Fiqih – Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 177

4 Mudzakir. AS, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Litera AntarNusa,2007), h. 358

5 Misbahuddin, Ushul Fiqh II, (Makassar: Alauddin Press, 2015), h. 104

6Syams al-Din Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Dzahabi, Sir A’lam al- Nubala’,(Bairut:

Muassasah al-Risalah, 1986), Jilid 22, h. 364.

(6)

Kemudian pengertian yang dikemukakan oleh al-Juwaini:

هركذب حرصملا هب قوطنملا نم ىقلتم

Artinya : ““Pengertian yang diperoleh dari apa yang tersurat.7

Menurut Ibn Subki sebagaimana yang dikutip oleh Musthafa Said al-Khin, bahwa yang dimaksud dengan mafhum adalah sebagai berikut :

قطنلا لحم ىف ظفللا هيلع لد ام

Artinya : ““Petunjuk suatu lafaz berdasarkan apa yang diucapkan.8

Definisi ini memberikan suatu indikasi bahwa bila kita memahami “suatu hukum”

dari apa yang langsung tersurat dalam lafadz itu, maka disebut pemahaman secara manthuq.

Dari definisi-defenisi ini dapat disimpulkan bahwa apabila suatu makna yang ditunjukkan oleh suatu lafaz menurut ucapan (makna tersurat), yakni menunjukkan makna yang berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan disebut pemahaman secara manthuq.

Contohnya firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa/4: 23.

نِ م مُك ِروُجُح يِف يِت ََّٰلٱ ُمُكُبِئََٰٓبَرَو ۡمُكِئٓاَسِن ُتََٰهَّمُأَو﴿

َّنِهِب مُتۡلَخَد يِت ََّٰلٱ ُمُكِئٓاَس ِ ن ٢٣

Terjemahnya;

Diharamkan atasmu mengawini) anak-anak tiri yang berada dalam asuhanmu dari istri-istri yang telah kamu gauli.9

Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa mantuq-nya ialah menunjukkan secara jelas haramnya menikahi anak tiri yang berada di bawah asuhan suami dari istri yang telah digauli. Apa yang ditunjuk di sini memang jelas terbaca dalam apa yang tersurat dalam ayat tersebut. Penunjukannya begitu jelas dan tidak memerlukan penjelasan lebih detail lagi di balik yang tersurat itu.

Juga firman Allah dalam QS. Al-Israa/17: 23

7Saif al-Din Abi Al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, ( Bairut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid 3, h. 46. 16

8 Musthafa Said al-Khin, Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Ushuliyah fi Ikhtilaf, h. 392

9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Bandung: Cordoba.2020), h. 81.

(7)

4

فُأ ٓاَمُهَّل لُقَت َلََف ۞﴿

٢٣

Terjemahnya:

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka10.

Dengan menggunakan pemahaman secara mantuq ayat ini menunjukkan haramnya mengucapkan kata “ah” dan membentak kedua orang tua. Larangan atau haramnya hal tersebut langsung tertulis dan ditunjukkan dalam ayat ini.

2. Macam-macam Al-Manthuq

Prof. Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam bukunya “Zubdah al-Itqan fi Ulum al-Qur’an” membagi mantuq atas dua bagian, yaitu lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti yaitu nash, dan lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari satu arti yaitu zahir dan mu’awal..

a. Lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti (Nash)

Lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti atau nash, ialah lafaz yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas (Mantûq Sarih), tidak mengandung kemungkinan makna lain11. Mantûq Sarih ini dalam istilah hanafiyyah disebut dengan dilalah ibarah atau ibarah al-nash12.

Pengertian nash yang lain, yaitu merupakan suatu lafadz yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukan makna yang dimaksud secara tegas, tidak mengandung kemungkinan makna lain13 Misalnya firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah/5: 89.

10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, h.284

11 Rosihon, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, h. 233

12Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II. (Jakarta ; PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 145

13 Syaikh Manna’ Al-Qaththan , Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an , ( Pustaka Al – Kautsar , Jakarta ,

2012) , h.312

(8)

ماَّيَأ ِةَثََٰلَث ُماَي ِصَف ۡد ِجَي ۡمَّل نَمَف ﴿ ٨٩

Terjemahnya;

Barangsiapa tidak sanggup mengerjakan yang demikian, maka kaffaratnya puasa tiga hari.14

Penyifatan tiga hari yang disebut dalam ayat ini tidak lagi memungkinkan untuk

“tiga” ini diartikan lain secara majaz (metafora). Inilah yang disebut dengan nash. Contoh lain yang dapat kita temukan adalah firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah(2): 196.

ماَّيَأ ِةَثََٰلَث ُماَي ِصَف ﴿ ِ جَحۡلٱ يِف

ةَعۡبَس َو اَذِإ ۡمُت ۡعَج َر ۡلِت َشَع َك ة َر ةَلِماَك ١٩٦

Terjemahnya;

Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna15.

Penyipatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan

“sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (metafora). Inilah yang dimaksud dengan nash.

b. lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari satu arti 1. Zahir

Zahir merupakan lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang lebih diunggulkan.

zahir ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu makna yang segera dipahami ketika diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh)16. Jadi, zahir itu sama dengan nash dalam hal penunjukkannya kepada makna yang berdasarkan pada ucapan.

Namun dari segi lain ia berbeda dengannya karena nash hanya menunjukkan satu makna secara tegas dan tidak mengandung kemungkinan menerima makna lain, sedang zahir di samping menunjukkan satu makna ketika diucapkan juga disertai kemungkinan menerima

14 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 123.

15 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 30

16 Mudzakir. AS, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Litera AntarNusa,2007), h. 358

(9)

6

makna lain meskipun lemah (marjuh). Contohnya firman Allah SWT. Dalam QS. Al- Baqarah/2: 173.

غاَب َرۡيَغ َّرُط ۡضٱ ِنَمَف ﴿ َلا َو

داَع َٓلََف َمۡثِإ ِه ۡيَلَع ١٧٣

Terjemahnya;

Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedangkan ia tidak menginginkan dan melewati batas17

Lafaz “baaghin” digunakan juga untuk makna ”al-Jahil” (bodoh atau tidak tahu) dan juga ”al-Zalim” (melampaui batas, atau zalim), namun kemungkinan arti yang kedua lebih jelas dan lebih umum digunakan, maka makna baaghin yang dimaksud dalam ayat ini adalah melampaui batas. Contoh lain misalnya dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 222

ََۖن ۡرُه ۡطَي َٰىَّتَح َّنُهوُب َرۡقَت َلا َو ﴿

٢٢٢

Terjemahnya;

dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum suci18

Dalam ayat ini lafaz “yathhurna” mempunyai kemungkinan arti “suci dengan terhentinya haid” dan arti “suci dengan mandi janabah dan wudhu”, tetapi dari kedua arti tersebut, kemungkinan arti yang kedua lebih jelas dan lebih umum digunakan. Dari dua contoh ini kemungkinan arti yang pertama disebut marjuh (tidak diunggulkan atau lemah), sementara kemungkinan arti kedua yang kedua disebut rajih (diunggulkan).

2. Muawwal

Adapun Mu’awwal ia merupakan suatu lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang tidak diunggulkan (marjuh/lemah) karena terdapat indikasi ketidak-mungkinan diberi

17 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.28

18 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 35

(10)

pemahaman dengan arti yang diunggulkan (rajih/kuat). Mu’awwal ialah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena ada suatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang rajih19. Mu’awwal berbeda dengan zahir, zahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil yang memalingkan kepada yang marjuh.

Misalnya firman Allah dalam Q.S. Al-Hadid/57 : 4.

ۡمُتنُك اَم َنۡيَأ ۡمُكَعَم َوُه َو ﴿ ٤

Terjemahnya;

Dia (Allah) akan selalu bersama kalian di mana pun berada20

Pada ayat ini tidak memungkin memberikan kata “bersama” pada ayat dengan makna “dekat” dalam pengertian tempat yang merupakan arti rajih. Karenanya, kata itu harus diberi pemahaman dengan arti lain yang marjuh. Yaitu kekuasaan dan ilmu-Nya atau penjagaan dan pemeliharaan yang diberikan-Nya.

Contoh lain dalam Q.S. Al-Isra/17 :24.

ِةَم ۡح َّرلٱ َنِم ِ لُّذلٱ َحاَنَج اَمُهَل ۡضِف ۡخٱ َو﴿

٢٤ ﴾

Terjemahnya ;

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang21 Pada ayat ini juga tidak mungkin memberikan pemahaman kata “adz-dzulli” dengan pengertian atau makna “sayap” yang merupakan arti rajih untuk kata tersebut, hal ini karena pada kenyataannya memang manusia tidak memiliki sayap. Olehnya, kata ini harus diberi

19 Mudzakir. AS, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, h.360

20 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.538

21 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.284

(11)

8

pemahaman dengan arti lain yang marjuh, yakni perlakuan yang baik terhadap kedua orang tua.

B. Al-Mafhum

1. Defenisi Al-Mafhum

Al-mafhum berasal dari bahasa arab yaitu fahima-yafhamu yang artinya paham atau

memahami, mafhum (isim maf’ul) berarti yang dipahami. Adapun secara istilah ada beberapa definisi tentang al-mafhum ini, diantaranya, Al-Amidi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mafhum, sebagaimana yang termuat di dalam kitabnya al-ihkam fi Ushul al-Ahkam adalah

قطنلا لحم هريغ ىف ظفللا نم مهف ام

Artinya : ““Makna yang dipahami dari lafaz bukan menurut yang dibicarakan22 .Imam Juwaini mendefinisikan mafhum dengan :

حيرصنلا ةيضق ىلع هل ركذ لا هنع توكسم وهو ظفللا نم دافتسي ام

Artinya : “Pengertian yang diperoleh dari arti yang tidak disebutkan secara jelas.

Menurut Syafi’i Karim, mafhum adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz, tetapi bukan dari ucapan lafaz itu sendiri23. Dan menurut Mudzakir, ialah makna yang ditunjukkan oleh lafaz tidak berdasarkan pada bunyi ucapan24.

22Saif al-Din Abi Al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi, Al- Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Jilid 3, h. 46.

23 Syafi’i Karim, Fiqih – Ushul Fiqih h.180

24 Mudzakir. AS, Op. Cit., h. 362

(12)

Berdasarkan definisi-definisi ini dapat disimpulkan bahwa mafhum adalah setiap makna yang dipahami dari suatu lafaz yang makna tersebut berada di luar ruang lingkup yang tersurat atau pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafaz tidak bersandar pada bunyi ucapan (makna tersirat) tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebut.

2. Macam-Macam Al-Mafhum

Para ushuliyyin membagi mafhum menjadi dua bagian pokok, yaitu mafhum al- muwafaqah dan mafhum al-mukhalafah :

a. Mafhum Muwafaqah

ةقباطملا قيرطب ملَكلا نم مهفي ام

Artinya :

Makna yang dipahami dari kalimat dengan jalan muthabaqah (kesesuaian antara yang disebutkan dengan yang tidak disebutkan25

Disebut mahfum muwafaqah karena hukum yang tidak tertulis sesuai dengan hukum yang tertulis.26 Mafhum Muwafaqah merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum selaras dengan yang dimiliki oleh lafaz manthuq, dengan kata lain makna yang hukumnya sesuai dengan manthuq27. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:

1. Fahwal khitab, merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum lebih kuat daripada yang dimiliki oleh lafaz mantuq atau ketika yang dipahamkan lebih utama hukumnya dari hukum yang ditangkap atau diucapkan langsung dari lafaz itu.

25 Ali bin Muhammad bin ali al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat. Ditahqiq oleh Ibrahim al-Abyari, (t.t: Dar

al-Kitab al-‘Arabi, t.th), h. 289.

26 Syafi’i Karim, Fiqih – Ushul Fiqih h.178

27 Rosihan, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, h. 235

(13)

10

Contohnya keharaman mencaci maki dan memukul kedua orang tua yang disebutkan dalam QS.Al-Israa /17: 23

فُأ ٓاَمُهَّل لُقَت َلََف ۞﴿

٢٣

Terjemahnya;

Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan

“ah” dan janganlah kamu membentak mereka.28

Dipahami dari firman Allah SWT di atas, bahwa berbeda kualitasnya memukul, menghardik, dan meludahi orang tua dengan sekedar mengatakan “ah”

atau “cis” kepada orang tua. Dari segi akibat, memukul, menghardik dan meludahi orang tua, lebih berat dibanding hanya sekedar mengatakan “ah” atau

“cis”. Oleh sebab itu hukum makna yang dipahami di luar lafaz itu bisa lebih utama (lebih tinggi kualitasnya) dari hukum yang dipahami dari lafaz itu sendiri.

2. Lahnul khitab, yaitu apabila hukum mafhum sama nilainya dengan hukum mantuq.

Misalnya firman Allah dalam QS. An-Nisa/4 :10.

اًمۡلُظ َٰىَمََٰتَيۡلٱ َل ََٰو ۡمَأ َنوُلُكۡأَي َنيِذَّلٱ َّنِإ﴿

١٠ ﴾

Terjemahnya;

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim29 Mafhum-nya, memakan harta anak yatim sama saja dengan hukum melenyapkannya, membuang atau membakarnya. Karena pada hakikatnya, makna- makna ini mengacu pada satu hal yaitu menghabiskan harta anak yatim secara zalim.

Dalalah demikian disebut dengan lahnul khitab, karena ia sama nilainya dengan memakan harta tersebut sampai habis tidak tersisa sama sekali.

28 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.284

29 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.78

(14)

b. Mafhum Mukholafah

Mafhum Mukhalafah adalah pengertian yang dipahami berbeda dengan ucapan, baik

dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh karena itu, hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang diucapkan. Diantara pengertian mafhum mukhalafah juga adalah bahwa ia merupakan pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum yang tidak selaras dengan yang dimiliki oleh lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang berbeda hukumnya dengan mantuq.30

Seperti dalam firman Allah swt pada QS. al-Jum’ah/62: 9

ِم ۡوَي نِم ِة َٰوَلَّصلِل َيِدوُن اَذِإ ْا ٓوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأََٰٓي ﴿

ُرَذ َو ِ َّللَّٱ ِر ۡكِذ َٰىَلِإ ْا ۡوَع ۡسٱَف ِةَعُمُجۡلٱ َعۡيَبۡلٱ ْاو

٩

Terjemahnya;

Apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu mengerjakan dan tinggalkan jual beli.31

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa boleh jual beli di hari jum’at selam adzan belum dikumandankan oleh seorang mu’adzin dan setelah selesai mengerjakan shalat jum’at.

Mafhum mukhalafah sendiri terbagi menjadi beberapa bagian seperti berikut ini;

1. Mafhum al-Washfi (pemahaman dengan sifat)

Mafhum al-Washfi ini adalah petunjuk yang dibatasi oleh sifat, dengan menghubungkan hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya, atau menetapkan hukum dalam bunyi manthuq suatu nash yang dibatasi (diberi qayd) dengan sifat yang terdapat dalam lafaz, dan jika sifat tersebut telah hilang, maka terjadilah kebalikan hukum tersebut. Dan ia terbagi menjadi tiga macam :

30 Rosihan, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, h. 235

31 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.554

(15)

12

a. Mustaq dalam ayat.

Diantara contohnya, adalah firman Allah SWT. dalam QS. Al-Hujurat/49: 6

إَبَنِب ُُۢقِساَف ۡمُكَءٓاَج نِإ ْا ٓوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأََٰٓي﴿

ْا ٓوُنَّيَبَتَف ْاوُبي ِصُت نَأ

ا َُۢم ۡوَق ةَل ََٰهَجِب ْاوُحِب ۡصُتَف

َٰىَلَع اَم ۡمُتۡلَعَف َنيِمِدََٰن ٦

Terjemahnya;

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”32

Dapat dipahami dari ungkapan ayat diatas bahwa kata ‘fasiq’ ialah orang yang tidak wajib ditelliti beritanya. Hal ini berarti bahwa berita yang disampaikan oleh seseorang yang adil wajib diterima.

b. Hal (keterangan keadaan)

Contoh haal Seperti fiman Allah SWT. dalam QS. Al-Maidah/5 : 95.

نَأ َو َدۡيَّصلٱ ْاوُلُتۡقَت َلا ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأََٰٓي﴿

م ُرُح ۡمُت نَم َو

ۥُهَلَتَق مُكنِم اد ِ مَعَتُّم َجَف

ءٓا َز ُلۡثِ م

اَم َلَتَق َنِم ِمَعَّنلٱ ٩٥

Terjemahnya;

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya”33

32 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.516

33 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.123

(16)

Ayat diatas menunjukkan tidak adanya hukum bagi yang membunuhnya karena tidak sengaja. Sebab penentuan “sengaja” dengan kewajiban membayar denda berlaku dalam pembunuhan binatang buruan dengan sengaja.

c. Adad (bilangan)

Seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2 : 197.

َلا َو َثَف َر َلََف َّجَحۡلٱ َّنِهيِف َض َرَف نَمَف ٞت ََٰموُلۡعَّم ٞرُه ۡشَأ ُّجَحۡلٱ ﴿ ْاوُلَعۡفَت اَم َو ِ جَحۡلٱ يِف َلاَد ِج َلا َو َقوُسُف

ٖرۡيَخ ۡنِم

َّتلٱ ِدا َّزلٱ َرۡيَخ َّنِإَف ْاوُد َّو َزَت َو ُ َّللَّٱ ُه ۡمَلۡعَي ِنوُقَّتٱ َو ََٰۖى َوۡق

ِبََٰبۡلَ ۡلۡٱ يِل ْوُأََٰٓي ١٩٧

Terjemahnya;

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasikh dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.”34

Mafhum dari ayat ini menunjukkan bahwa melakukan ihram diluar bulan-bulan yang ditetapkan adalah tidak sah.

2. Mafhum illat

Mafhum illat adalah menghubungkan hukum sesuatu karena sebab illatnya35. Contohnya seperti mengharamkan minuman keras dengan illat bahwa ia memabukkan

3. Mafhum ghayah

Mafhum ghayah atau pemahaman dengan batas akhir adalah lafaz yang menunjukkan hukum sampai pada ghayah (batasan, hinggaan). Adakalanya lafaz

34 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.31

35 Syafi’i karim, fiqih ushul fiqh, hal 183

(17)

14

ghayah ini “ila” dan dengan “hatta’. Salah satu contohnya firman Allah SWT. dalam Q.S Al-Maidah/5 : 6.

َّصلٱ ىَلِإ ۡمُت ۡمُق اَذِإ ْا ٓوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأََٰٓي﴿

ىَلِإ ۡمُكَيِدۡيَأ َو ۡمُكَهوُج ُو ْاوُلِس ۡغٱَف ِة َٰوَل ِقِفا َرَمۡلٱ

٦ ﴾

Terjemahnya :

“wahai orang-orang yang beriman bila kamu hendak nmengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai kepada siku”.36

Dari ayat ini mafhum mukhalafahnya menunjukkan membasuh tangan hingga siku.

4. Mahfum laqaab (pemahaman dengan julukan)

Mahfum laqaab atau pemahaman dengan julukan adalah menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fiil. Seperti firman Allah SWT. dalam Q.S An-Nisa/4: 23

ْمُكُتاَهَّمُأ ْمُكْيَلَع ْتَم ِ رُح

Terjemahnya;

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu.”37

Mafhum mukhalafahnya dari ayat ini adalah selain para ibu.

5. Mafhum hasr

Mafhum hasr artinya pembatasan. Contohnya firman Allah SWT. dalam Q.S Al-Fatihah/1 : 5

ُنيِعَت ۡسَن َكاَّيِإ َو ُدُبۡعَن َكاَّيِإ﴿

٥ ﴾

Terjemahnya;

36 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.108

37 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.81

(18)

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”38

Mafhum mukhalafahnya adalah bahwa tidak ada yang disembah selain Allah SWT. dan tidak ada yang dimintai pertolongan selain Allah SWT. Oleh karrena itu, ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan.

6. Mafhum syarat ,

Mafhum syarat adalah petunjuk lafadz yang memberi faedah adanya hukum yang dihubungkan dengan syarat agar dapat berlaku hukum yang sebaliknya.

Seperti dalam QS.At-Thalaq/65: 6

ل ۡمَح ِتََٰل ْوُأ َّنُك نِإ َو ﴿ ْاوُقِفنَأَف

َّنِهۡيَلَع َٰىَّتَح

َن ۡعَضَي َح

َّنُهَل ۡم ٦ ﴾

Terjemahnya;

“...Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mererka nafkahnya.”39

Mafhum mukhalafahnya ayat ini adalah jika istri-istri yang tertalak itu tidak sedang hamil, tidak wajib diberi nafkah.40

38 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003) h. 222

39 Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahannya, h.559

40 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah Hukum Islam, h. 222

(19)

16

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Al-Manthuq adalah arti yang diperlihatkan oleh lafaz yang diungkapkan (yakni, petunjuk arti tidak keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan) dan al- mafhum adalah setiap makna yang dipahami dari suatu lafaz yang makna tersebut berada di luar ruang lingkup yang tersurat atau pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafaz tidak bersandar pada bunyi ucapan (makna tersirat) tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebut.

2. Al-Mantuq terbagi atas dua bagian, yaitu lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti yaitu nash, dan lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari satu arti yaitu zahir dan mu’awal.Adapun all-Mafhum, juga terbagi atas dua bagian yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah. Dalam mafhum muwafaqah terdapat fahwal khitab dan lahnal khitab. Sedangkan dalam Mafhum mukhalafah terdapat (mafhum al-washfhi, illat, ghayah, laqaab, hasr dan syarat).

B. Implikasi

Dengan memahami Al-Manthuq dan Al-Mafhum dalam kaidah kebahasaan, diharapkan agar umat Islam bisa lebih mudah dalam memahami dalil-dalil syariat dari Alquran serta semakin menambah kesadaran akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah Swt.

yang dapat dilihat dari kalamNya di dalam kitab suci yang mulia.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Amidi, Saif al-Din Abi Al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad. Al-Ihkam fi Ushul al- Ahkam, Bairut: Dar al-Fikr, 1996.

Al-Dzahabi, Syams al-Din Muhammad bin Ahmad bin Usman. Sir A’lam al- Nubala’,Bairut: Muassasah al-Risalah, 1986.

Al-Jurjani, Ali bin Muhammad bin ali. Kitab al-Ta’rifat. Ditahqiq oleh Ibrahim al-Abyari, t.t: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.th.

Al-Khin, Musthafa Said. Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Ushuliyah fi Ikhtilaf.

Al-Qaththan , Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an , Pustaka Al – Kautsar , Jakarta , 2012.

AS, Mudzakir. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Litera AntarNusa, 2007.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Cordoba.2020.

Karim, Syafi’i. Fiqih – Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Khalaf, Abdul Wahab. Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2003.

Misbahuddin, Ushul Fiqh II, Makassar: Alauddin Press, 2015.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, Surabaya, Pustaka Progressif, 1997.

Rosihon, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jilid II. Jakarta ; PT. Logos Wacana Ilmu, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

A seven-step process was adopted from a review of economic gardening scholarship: 1 Working hand-in-hand with local government officials and other stakeholders, 2 Identifying the

Wiese vom 10-16 Feb Gottlieb Huber 19-25 Feb Eugene Woodke 22-26 Feb C Kahl meldete sich am 8 März krank die Trusties berichteten 82.50 Zinsen Einahme Es wurde ein Committe ernannt