• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Bencana Kekeringan

N/A
N/A
0080@ Ika soleha

Academic year: 2024

Membagikan "Makalah Bencana Kekeringan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Mata Kuliah Geografi Kebencanaan

Bencana Kekeringan

Disusun Oleh :

Iyus Siregar (212170065)

Ika Soleha (212170080)

Salsabillah (212170020)

Gevira Milatina Fazwah (212170060)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SILIWANGI KOTA TASIKMALAYA

2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Bencana Kekeringan” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah geografi kebencanaan. Adapun tujuan lain dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana bencana kebakaran berdampak bagi kehidupan. Pada kesematan ini kami penulis bersyukur atas Kerjasama tim yang baik. Serta pihak yang mendukung, serta memberikan ide untuk membantu menyusun makalah ini.

Akhir kata, penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Sehingga penulis berharap kritik dan saran dalam makalah ini yang bersifat membangun. Peneliti berharap makalah ini berguna untuk pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Tasikmalaya, September 2024

Penulis,

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iii

Bab I ... 1

Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

D. Metode penulisan ... 2

Bab II ... 3

Kajian Pustaka ... 3

A. Defenisi Kekeringan ... 3

B. Jenis-Jenis Kekeringan ... 4

Bab III ... 7

Pembahasan... 7

A. Kekeringan ... 7

B. Tanda-Tanda Umum Kekeringan ... 7

C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekeringan ... 7

D. Dampak Kekeringan ... 9

E. Mitigasi Bencana Kekeringan ... 11

F. Kekeringan di pulau Jawa 2023 ... 13

Bab IV ... 18

Penutup ... 18

A. Kesimpulan ... 18

B. Saran ... 19

Daftar Pustaka ... iv

(4)

1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

Kekeringan merupakan bencana alam yang kerap kali melanda beberapa wilayah di Indonesia. Musim kemarau yang panjang menjadi salah satu faktor penyebab kekeringan di beberapa wilayah di Indonesia. Tidak terjadinya hujan di suatu wilayah menyebabkan kandungan air yang berada di dalam tanah mengalami penurunan. Kekeringan merupakan suatu bencana alam dimana suatu wilayah dalam kondisi kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan eknmi dan lingkungan dengan kurun waktu yang lama, WHO (2007) menjelaskan bahwa Bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena dampak. sehingga kekeringan dapat dikatakan sebagai suatu bencana karena menyebabkan berbagai gangguan terhadap manusia.

Banyak penyebab yang menimbukan kekeringan ini ada faktor ilmiah seperti perubahan ikim dan dampak dari el-nino. Perubahan Iklim akan mengakibatkan perubahan pola iklim tahunan seperti terlambatnya awal musim hujan maupun musim kering, selain itu dapat diperkirakan bahwa periode musim hujan akan lebih pendek . El-nino yang membawa suhu hangat dari permukaan Samudra menyebabkan Indonesia mengalami kekeringan akibat sedikitnya curah hujan yang terjadi. Wilayah yang sering terdampak oleh fenmena El-nino ini adalah wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kekeringan merupakan bencana yang dapat disebabkan karena beberapa faktor diantaranya rendahnya curah hujan, minimnya ketersediaan air tanah, sedikitnya aliran air permukaan, dapat juga disebabkan oleh kegiatan manusia seperti kurangnya pelestarian hutan.

Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB), kasus kekeringan di Indonesia terus terjadi di setiap tahun. Namun, tren kekeringan dalam satu dekade terakhir mengalami penurunan. BNPB mencatat pada tahun 2022 terdapat empat kejadian kekeringan. Jumlah tersebut jelas turun sebesar 73,3% jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang sebnayak 15 kejadian. Dari empat kasus kekeringan di tahun 2022 ini, tiga diantaranya terjadi di Jawa Barat. Sementara itu kasus kekeringan lainnya terjadi di Blora, Jawa Tengah. Selain itu

(5)

2

dalam setengah tahun ini BNPB mencatat sudah ada empat kasus kekeringan sejak 1 Januari – 11 Juni 2023. Lagi dan lagi tiga kasus kekeringan justru terjadi di Jawa Barat dan satu lainnya terjadi di Aceh (data.goodstats.id).

B. Rumusan masalah 1. Apa itu kekeringan?

2. Bagaimana tanda-tanda Umum kekeringan?

3. Apa saja Faktor-faktor terjadinya kekeringan?

4. Apa saja dampak kekeringan?

5. Bagaimana mitigasi yang bisa dilakukan?

6. Contoh kasus kekeringan yang pernah terjadi di Indonesia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi kekeringan

2. Untuk mengetahui tanda-tanda Umum kekeringan 3. Untuk mengetahui Faktor-faktor terjadinya kekeringan 4. Untuk mengetahui dampak kekeringan

5. Untuk mengetahui mitigasi yang bisa dilakukan

6. Untuk mengetahui Contoh kasus kekeringan yang pernah terjadi di Indonesia D. Metode penulisan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian literatur review. Literatur review merupakan kajian ilmiah yang memberikan suatu gambaran tentang perkembangan yang mengarah pada satu topik dan memiliki sebuah metode yang sintesis serta dilakukan untuk merujuk dan mengevaluasi suatu penelitian tertentu. Data pada penelitian ini menggunakan data sekunder dikarenakan sangat sesuai pada topik penelitian tersebut seperti penelitian kepustakaan, penelitian kualitatif . Sumber data tersebut berasal dari artikel prosiding dan artikel jurnal nasional (Hamsah, 2019)(Jaya, Warsah, dan Istan 2023). Penelitian ini mengumpulkan literatur dari berbagai sumber, seperti internet, jurnal, dan lainnya.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif, yang berarti bahwa penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan argumen yang muncul dari berbagai sumber.

(6)

3 Bab II Kajian Pustaka A. Defenisi Kekeringan

Kekeringan merupakan salah satu bencana hidrometeorologis yang silih berganti terjadi di Indonesia. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (Hastuti, Sarwono, dan Muryani 2017) Adapun definisi lain kekeringan merupakan suatu fenomena yang normal, biasanya terjadi secara berulang sesuai dengan iklimnya. Mendefinisikan kekeringan merupakan hal yang sulit karena sangat bergantung pada perbedaan wilayah, kebutuhan, sudut pandang disiplin ilmu. Secara garis besar, kekeringan terjadi akibat kurangnya curah hujan yang turun selama beberapa kurun waktu tertentu dan mengakibatkan kekurangan air untuk beberapa kegiatan, kelompok, di beberapa wilayah.

Bahaya kekeringan merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim global, termasuk fenomena El Nino dan La Nina. El Nino terjadi ketika iklim menyimpang, menyebabkan musim kemarau yang berkepanjangan, sementara La Nina memicu musim penghujan yang lebih lama dari biasanya. Kedua fenomena alam ini bersifat normal dan berulang mengikuti pola tertentu. Kekurangan air tersebut berpengaruh terhadap besarnya aliran permukaan pada suatu DAS. Pada umumnya bencana kekeringan tidak dapat diketahui mulainya, namun dapat dikatakan bahwa kekeringan terjadi saat air yang ada sudah tidak lagi mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

Kekeringan tidak dapat dihindari dan berlangsung perlahan hingga musim hujan tiba. Berdasarkan penyebabnya, kekeringan termasuk dalam kategori bencana alam.

Kekeringan memiliki karakteristik yang berbeda dari bencana lainnya, karena terjadi secara bertahap dan sering kali luput dari perhatian. Dampaknya menjadi jelas ketika lahan-lahan produktif, seperti pertanian, mengalami gagal panen atau penurunan kualitas. Dampak yang lebih ekstrem dapat merusak sistem tanah, sehingga lahan tidak lagi dapat dimanfaatkan secara optimal, memicu kelaparan, dan menghancurkan sektor pertanian.

Kekeringan berkaitan dengan kondisi rata-rata jangka panjang kesetimbangan antara presipitasi dan evapotranspirasi (yaitu evaporasi+transpirasi) di daerah tertentu pada kondisi yang sering dianggap “normal”.Kekeringan juga berkaitan dengan waktu (adanya

(7)

4

penundaan pada awal musim penghujan, sehingga periode musim kemarau lebih panjang) dan tingkat keefektifitasan hujan (yaitu intensitas curah hujan, jumlah kejadian hujan).Faktor iklim lainnya seperti temperatur yang tinggi, angin kencang dan kelembapan relatif yang rendah sering dikaitkan sebagai faktor-faktor yang memperparah kekeringan di banyak daerah di dunia. Dampak kekeringan terjadi karena kekurangan air atau ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan air. Kekeringan sering dikaitkan dengan rendahnya curah hujan atau iklim semi-kering, namun bisa juga terjadi di wilayah dengan curah hujan yang biasanya tinggi. Manusia cenderung menyesuaikan aktivitas mereka dengan kondisi kelembaban yang biasa mereka alami. Akibatnya, setelah bertahun- tahun mengalami curah hujan di atas rata-rata, manusia bisa menganggap tahun dengan curah hujan rata-rata lebih kering sebagai kekeringan. Selain itu, jumlah curah hujan yang cukup bagi seorang peternak mungkin dianggap sebagai kekeringan serius bagi petani jagung. Untuk mendefinisikan kekeringan di suatu daerah, perlu memahami karakteristik meteorologi serta persepsi masyarakat tentang kondisi kekeringan.

B. Jenis-Jenis Kekeringan

Kekeringan hampir terjadi dimanapun, walaupun kejadiannya bervariasi dari wilayah yang satu dengan wilayah lainnya. Kekeringan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1) Kekeringan Meteorologis (Meteorological Drought)

Kekeringan ini berkaitan dengan besaran curah hujan yang terjadi berada dibawah kondisi normalnya pada suatu musim.Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis adalah sebagai berikut; 1. Kering : apabila curah hujan antara 70% -85%

dari kondisi normal (curah hujan dibawah normal) 2. Sangat kering : apabila curah hujan antara 50% - 70% dari kondisi normal (curah hujan jauh dibawah normal) 3.

Amat sangat kering : apabila curah hujan < 50% dari kondisi normal (curah hujan amat jauh dibawah normal) Menurut (The National Drought Mitigation Center, 2014), Meteorological drought di definisikan berdasarkan tingkat kekeringan (perbandingan antara jumlah “normal” atau rata-rata) dengan lamanya masa kering. Definisi

(8)

5

Meteorological Drought harus dianggap sebagai wilayah khusus karena kondisi atmosfer yang mengakibatkan kekurangan curah hujan sangat bervariasi dari wilayah satu dengan wilayah lainnya.Beberapa contoh dari meteorological drought mengidentifikasi kekeringan berdasarkan jumlah hari dengan curah hujan kurang dari threshold yang telah ditetapkan.Langkah ini hanya cocok untuk ambang pintu daerah yang karakteristik dengan curah hujan yang turun sepanjang tahun seperti wilayah hutan hujan tropis, beriklim lembab subtropics, atau beriklim lembab di lintang menengah.

2) Kekeringan Pertanian

Menurut (The National Drought Mitigation Center, 2014) kekeringan pertanian atau Agricultural Drought berhubungan erat dengan karakteristik kekeringan meteorologi (Meteorological Drought) maupun kekeringan hidrologi (Hydrological Drought) yang berpengaruh pada pertanian dengan fokus pada kekurangan curah hujan, perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan aktual, deficit air tanah, berkurangnya air tanah atau tingkat reservoir, dsb. Kebutuhan air untuk tanaman bergantung pada kondisi cuaca, karakteristik biologis dari tanaman tertentu, tahap pertumbuhan, dan sifat-sifat fisis dan biologis tanah. Definisi yang baik mengenai agricultural drought harus dapat menjelaskan variabel kerentanan tanaman selama tahap-tahap pertumbuhan tanaman sejak awal masa pertumbuhan.

3) Kekeringan Hidrologis

Menurut BNPB pada tahun 2014, kekeringan ini terjadi berhubungan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah.Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awaln terjadinya kekeringan.

Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:

a) Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran dibawah periode 5 tahunan.

b) Sangat Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh dibawah periode 25 tahunan.

(9)

6

c) Amat Sangat Kering : apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh dibawah periode 50 tahunan.

(10)

7 Bab III Pembahasan A. Kekeringan

Kekeringan adalah kondisi ketika terjadi kekurangan air akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan air, biasanya disebabkan oleh curah hujan yang rendah.

Meskipun sering dikaitkan dengan iklim kering atau semi-kering, kekeringan juga dapat terjadi di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Kekeringan berkembang secara bertahap dan dapat berdampak serius pada sektor pertanian, sumber daya alam, dan kehidupan manusia. Definisi kekeringan juga dipengaruhi oleh persepsi manusia terhadap kondisi iklim dan kebutuhan air di wilayah tertentu

B. Tanda-Tanda Umum Kekeringan

Berikut gejala awal terjadinya kekeringan diantaranya :

1) Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan dibawah normal dalam satu musim. Dalam hal ini, pengukuran kekeringan Meteorologis merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan.

2) Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan air tanah. Kekeringan Hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.

3.) Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air di dalam tanah), sehingga air tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu. Pada periode waktu tertentu di wilayah yang luas, yang menyebabkan tanaman menjadi kering dan mongering.

C. Faktor-Faktor Terjadinya Kekeringan 1.) Lapisan Tanah Tipis

Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang tersimpan di dalam tanah tidak akan bertahan lama. Ini disebabkan oleh penguapan air yang lebih cepat akibat panas daari matahari. Bencana kekeringan ini sering terjadi di daerah pegunungan karst karena wilayah ini biasanya memiliki lapisan tanah atas yang tipis.

2.) Air Tanah Dalam

(11)

8

Air hujan yang turun selama musim penghujan akan meresap jauh ke dalam lapisan tanah, karena tanah hanya mampu menyimpan air dalam jumlah terbatas dan tidak untuk jangka waktu lama. Hal ini menyebabkan aliran air bawah tanah berada di kedalaman yang sulit dijangkau oleh akar tanaman, sehingga pada saat musim kemarau, tanaman tidak dapat menyerap air. Air tanah yang berada di kedalaman tersebut menyebabkan mata air mengalami kekeringan selama musim kemarau, karena air tersebut tidak dapat naik ke permukaan. Apabila terdapat mata air yang tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau, mata air tersebut hanya memliki kandungan air yang sedikit dan terbatas.

3.) Tekstur Tanah Kasar

Tanah yang memiliki tekstur kasar tidak mampu untuk menyimpan air dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena, air hujan yang turun akan langsung meresap ke dalam tanah, karena tanah tersebut memiliki tekstur yang kasar sehingga tanah tidak dapat menahan aliran air. Selain itu, tanah dengan tekstur kasar juga menyebabkan air di dalamnya menguap lebih cepat, karena rongga-rongga yang lebih besar mendukung proses penguapan lebih mudah terjadi.

4.) Iklim

Dalam hal ini, iklim memiliki berkaitan langsung dengan terjadinya bencana kekeringan. Ketidakstabilan alam dapat memengaruhi kondisi iklim, yang mengakibatkan terjadinya perubahan musim. Contohnya, perubahan iklim dapat memperpanjang musim kemarau dibandingkan musim hujan. Musim kemarau yang lebih panjang dapat meningkatkan potensi terjadinya kekeringan karena kebutuhan air tidak terpenuhi dengan baik selama periode tersebut.

5.) Vegetasi

Vegetasi juga berperan dalam terjadinya kekeringan. Akan tetapi hanya beberapa jenis vegetasi tertentu saja yang bisa mengekibatkan kekeringan. Ketela pohon merupakan jenis tanaman yang dapat menyerap air tanah dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan tanaman lain, sehingga hal tersebut dapat menguras kandungan air yang berada di dalam tanah secara signifikan. Lebih buruk lagi, ketela pohon banyak ditanam di daerah pegunungan karst yang rawan kekeringan. Selain ketela pohon, tanaman bambu juga dapat memicu terjadinya kekeringan. Bambu memiliki struktur yang

(12)

9

kompleks dan menutupi lapisan tanah atas di sekitarnya, sehingga menyulitkan tanaman lain untuk tumbuh dan berkembang. Akibatnya, vegetasi yang biasanya berfungsi menyimpan air menjadi terbatas bahkan bisa menjadi tidak ada.

6.) Topografi

Topografi suatu wilayah, atau perbedaan ketinggian, sangat mempengaruhi kandungan air tanah. Daerah yang lebih rendah umumnya memiliki lebih banyak kadungan air tanah dibandingkan dataran tinggi. Hal ini terjadi karena air hujan yang diserap oleh tanah mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, sehingga lebih banyak air yang tersimpan di daerah rendah. Dengan begitu, dataran tinggi memiliki risiko kekeringan yang lebih besar dikarenakan kurang mampu menyimpan air dalam jangka waktu yang lama.

D. Dampak Kekeringan 1.) Dampak fisik

a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.

b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.

c. Kerusakan spesies tanaman.

d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).

e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan, berkurangnya daya pandang).

f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak, sehingga sulit untuk dijadikan lahan pertanian.

g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau menjadikan suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari suhu udara sangat dingin.

Perbedaan suhu udara yang berganti secara cepat antara siang dan malam menyebabkan terjadinya pelapukan batuan lebih cepat.

2.) Dampak non fisik a. Ekonomi

a.) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan perikanan.

b.) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

(13)

10

c.) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.

d.) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.

e.) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya energi.

f.) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.

g.) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga pangan.

h.) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait dengan kekeringan.

i.) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya kejenuhan pada lembaga-lembaga keuangan.

b. Sosial Budaya

a.) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu mudah terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga menimbulkan banyak gejala penyakit yang berhubungan dengan pernafasan. Banyak orang yang akan sakit flu dan batuk.

b.) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).

c.) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-kondisi yang terkait dengan kekeringan.

d.) Konflik di antara penggunan air.

e.) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.

f.) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan dan bantuan pemulihan.

g.) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.

h.) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.

i.) Kekacauan sosial, perselisihan sipil.

j.) Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan mata pencaharian.

k.) Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan pemulihan,banyaknya TKI (tenaga kerja indonesia) yang memilih keluar negeri.

c. Politik

(14)

11

Dalam menghadapi kasus becana kekeringan ini, pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan bencana kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus dibentuk, seperti yang sudah dibentuk di Indonesia yaitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

E. Mitigasi Bencana Kekeringan

Kekeringan merupakan fenomena alam yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. Dampaknya sangat luas, mulai dari krisis air bersih, gagal panen, hingga kerusakan ekosistem. Untuk mengurangi dampak buruk kekeringan, diperlukan upaya mitigasi yang komprehensif. Strategi mitigasi meliputi tindakan preventif seperti pengelolaan hutan, konservasi tanah, dan pembangunan infrastruktur, serta tindakan adaptif seperti peningkatan efisiensi penggunaan air, pengembangan varietas tanaman tahan kekeringan, dan sistem peringatan dini. Keberhasilan dalam mengatasi masalah kekeringan membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya.

1. Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

Pengelolaan sumber daya air yang efektif sangat penting dalam menghadapi kekeringan. Ini termasuk pembangunan infrastruktur seperti waduk, sumur, dan saluran irigasi yang efisien. Sistem irigasi yang tepat, seperti irigasi tetes, dapat mengurangi pemborosan air dan meningkatkan efisiensi penggunaan. Selain itu, pengumpulan air hujan melalui teknik seperti penampungan air dapat membantu menyediakan sumber air alternatif selama periode kering.

2. Reboisasi dan Konservasi Tanah

Reboisasi dan konservasi tanah merupakan strategi jangka panjang untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan retensi air. Menanam pohon dan memperbaiki vegetasi di daerah yang terkena dampak kekeringan dapat membantu mencegah erosi tanah dan memperbaiki mikroklimat. Vegetasi juga berfungsi sebagai penyangga, menjaga kelembapan tanah, dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies, yang semuanya penting untuk keseimbangan ekosisteM

3. Pemanfaatan Varietas Tanaman Tahan Kekeringan

Pengembangan varietas tanaman yang tahan kekeringan sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan. Melalui penelitian dan pengembangan, petani dapat

(15)

12

mendapatkan akses ke benih yang lebih tahan terhadap kondisi kering dan ekstrem.

Varietas ini tidak hanya membutuhkan lebih sedikit air tetapi juga dapat tetap produktif di bawah kondisi lingkungan yang sulit, sehingga mengurangi risiko gagal panen.

4. Edukasi dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Edukasi masyarakat mengenai pentingnya konservasi air dan praktik penggunaan air yang efisien sangat penting dalam mitigasi dampak kekeringan. Kampanye kesadaran dapat mencakup informasi tentang cara mengurangi penggunaan air di rumah tangga, teknik pertanian yang berkelanjutan, dan pentingnya menjaga sumber daya air.

Program pelatihan untuk petani dan komunitas dapat membantu mereka menerapkan praktik yang lebih baik dalam mengelola air.

5. Monitoring dan Prediksi Cuaca

Penggunaan teknologi untuk memantau dan memprediksi pola cuaca menjadi alat yang sangat berharga dalam mitigasi kekeringan. Dengan informasi yang akurat tentang potensi kekeringan, pemerintah dan komunitas dapat mengambil tindakan preventif lebih awal. Sistem peringatan dini dan data iklim dapat membantu dalam perencanaan pengelolaan air, pertanian, dan penggunaan sumber daya lainnya.

6. Kebijakan dan Regulasi yang Mendukung

Penerapan kebijakan yang mendukung pengelolaan air yang berkelanjutan sangat penting untuk mitigasi kekeringan. Regulasi yang membatasi penggunaan air di sektor-sektor yang paling boros, seperti industri dan pertanian, dapat membantu memastikan bahwa sumber daya air digunakan secara efisien. Selain itu, insentif bagi praktik pertanian berkelanjutan dapat mendorong petani untuk beralih ke metode yang lebih ramah lingkungan.

7. Program Bantuan dan Dukungan untuk Petani

Petani sering kali menjadi yang paling terdampak oleh kekeringan. Oleh karena itu, program bantuan yang memberikan dukungan finansial dan teknis sangat penting.

Bantuan ini bisa berupa akses ke teknologi pertanian baru, pelatihan tentang praktik pertanian yang lebih efisien, dan program asuransi pertanian untuk melindungi mereka dari kerugian akibat gagal panen.

(16)

13 F. Kekeringan di pulau Jawa 2023

Kekeringan di Pulau Jawa tahun 2023 dilaporkan pertama kali pada bulan Mei di beberapa daerah di Kabupaten Cilacap dan Bogor. Sebelumnya, BMKG memprediksi El Nino, sebuah fenomena pemanasan Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur, mulai terjadi di bulan Juni dengan dampak kekeringan meluas pada bulan Juli. Pada bulan Juni, jumlah kejadian kekeringan meningkat (13 laporan kejadian) dan semakin meningkat pada bulan Juli dan Agustus dengan total 34 laporan kejadian. Hal tersebut telah diprediksi sebelumnya oleh BMKG yang menyatakan bahwa puncak musim kemarau ada di bulan Agustus.

Pada bulan Agustus 2023, kekeringan melanda beberapa daerah di Pulau Jawa, antara lain Kota Serang di Provinsi Banten. Pada Provinsi Jawa Barat antara lain kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang, Kota Sukabumi, Kab. Garut, Kab. Ciamis, dan Kab. Cirebon. Di Jawa Tengah, kekeringan juga melanda sejumlah wilayah antara lain Kab. Tegal, Kab. Banyumas, Kab. Cilacap, Kab. Purworejo, Kab. 30 Magelang, Kab. Temanggung, Kab. Batang, Kab. Kendal, Kota Semarang, Kab.

Semarang, Kab. Grobogan, Kab. Blora, Kab. Sragen, Kab. Klaten. Sedangkan di Jawa Timur, kekeringan melanda wilayah Pamekasan, Kab. Situbondo, Kab. Bondowoso, dan Kab. Jember. Wilayah D.I. Yogyakarta juga mengalami kekeringan di Kabupaten Gunung Kidul.

(17)

14

Menurut Peta Risiko dan Peta Bahaya wilayah terdampak kekeringan di Pulau Jawa yang diambil dari InaRisk, sebagian besar wilayah di Pulau Jawa terutama pada wilayah- wilayah yang terdampak kekeringan tersebut termasuk kategori indeks risiko dan indeks bahaya sedang hingga tinggi. Ditambah dengan El Nino yang melanda Pulau Jawa, maka besar kemungkinan sebagian wilayah di Pulau Jawa mengalami kekeringan. Selain memiliki indeks risiko dan indeks bahaya dengan kategori sedang hingga tinggi, El Nino cukup berperan dalam membuat wilayah Jawa memiliki curah hujan yang sangat rendah.

Berdasarkan Monitoring Hari Tanpa Hujan Berturut-turut yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagian wilayah di Pulau Jawa memiliki jumlah hari tanpa hujan dengan kategori panjang hingga ekstrem Panjang. El Nino menjadi penyebab panjangnya hari tanpa hujan di Pulau Jawa yang mengakibatkan rendahnya bahkan hampir tidak ada hujan yang turun. Sangat rendahnya curah hujan

(18)

15

tersebut menyebabkan menurunnya pasokan air sehingga terjadi kekeringan di berbagai wilayah.

di tahun 2023 dengan 3.265.382 jiwa terdampak dan mengungsi. Hingga 27 Agustus 2023, kekeringan melanda lima dari enam provinsi yang ada di Pulau Jawa. Jawa Tengah, dengan kejadian tertinggi tahun ini mengalami 24 kejadian bencana kekeringan dengan 54.012 jiwa terdampak. Jawa Barat, di posisi tertinggi kedua sebanyak 18 kejadian.

kekeringan dengan korban 106.005 jiwa terdampak. Jawa Timur dengan 5 kejadian kekeringan, mengakibatkan korban terdampak tertinggi dengan 223.272 jiwa. Banten hanya mengalami 1 kali kekeringan dengan 2.304 jiwa terdampak. D.I. Yogyakarta juga mengalami satu kali kekeringan dengan jumlah korban terdampak sebanyak 43.156 jiwa.

Sedangkan DKI Jakarta, tidak tercatat mengalami kekeringan di tahun ini.

Pantauan Kekeringan di Jawa Barat Di Jawa Barat, 38.068 KK terdampak kekeringan yang tersebar di 12 Kabupaten dan Kota dan 37 Kecamatan. Upaya yang dilakukan BPBD Provinsi Jawa Barat antara lain dengan berkoordinasi dengan BPBD dan DPKPB Kab/Kota di seluruh Jawa Barat. BPBD Kab/Kota sudah melakukan upaya pemberian air bersih kepada warga masyarakat bekerja sama dengan instansi terkait serta PDAM setempat. Jumlah air yang telah tersalurkan sebanyak 622.500 liter. BPBD kab/kota juga berkoordinasi dengan instansi terkait dampak kekeringan pada lahan pertanian. Selain itu, BPBD kab/kota terus berkoordinasi dalam memberikan informasi lebih lanjut dan pendataan dalam penanganan kekeringan selanjutnya.

Pantauan Kekeringan di Jawa Tengah sebanyak 414 desa terdampak kekeringan di Provinsi Jawa Tengah. Desa tersebut tersebar di 29 kabupaten dan kota yaitu 30 desa di Kab. Cilacap, 14 desa di Banyumas, 12 desa di Purbalingga, 11 desa di Banjarnegara, 3 desa di Kebumen, 10 desa di Purworejo, 10 desa di Magelang, 13 di Boyolali, 10 desa di

(19)

16

Klaten, 2 desa di Sidoarjo, 16 desa di Sragen, 71 desa di Grobogan, Blora dengan 87 desa menjadi daerah paling terdampak kekeringan di Jawa Tengah. Selanjutnya, 7 desa di Rembang, 28 desa di Pati, 1 desa di Kudus, 2 desa di Jepara, 18 desa di Demak, 7 desa di Kab. Semarang, 10 desa di Temanggung, 1 desa di Kendal, 1 desa di Batang, 4 desa di Pekalongan, 13 desa di Pemalang, 10 desa di Kab. Tegal, 9 desa di Brebes, 4 desa di Kota Salatiga, 7 desa di Kota Semarang, dan 3 desa di Kota Tegal. Sebanyak 12.970.300 liter air telah didistribusikan di berbagai Kabupaten dan Kota yang terdampak kekeringan di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten dan Kota target distribusi air tersebut antara lain Kab.

Cilacap, Kab. Banyumas, Kab. Purbalingga, Kab. Banjarnegara, Kab. Kebumen, Kab.

Purworejo, Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Kab. Sukoharjo, Kab. Sragen, Kab. Grobogan, Kab. Blora, Kab. Rembang, Kab. Pati, Kab. Kudus, Kab. Jepara, Kab.

Demak, Kab. Semarang, Kab. Temanggung, Kab. Kendal, Kab. Batang, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang, Kab. Tegal, Kab. Brebes, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Salatiga.

Pantauan Kekeringan di Jawa Timur Guna mengatasi dampak kekeringan, Provinsi Jawa Timur te lah mengirimkan bantuan air bersih di 19 kabupaten dan kota. Kabupaten dan kota tersebut antara lain Kab. Tuban, Kab. Bojonegoro, Kab. Ponorogo, Kab. Nganjuk, Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kab. Blitar, Kab. Gresik, Kab. Mojokerto, Kab.

Lamongan, Kab. Pasuruan, Kab. Probolinggo, Kab. Bangkalan, Kab. Sampang, Kab.

Pamekasan, Kab. Situbondo, Kab. Bondowoso, Kab. Jember, Kab. Sumenep.

Upaya BNPB Dalam Mengatasi Kekeringan di Pulau Jawa Upaya dalam menghadapi bencana kekeringan selama musim kemarau tahun 2023, BNPB menghimbau agar warga melakukan perbaikan lingkungan dengan menanam pohon, membangun atau merehabilitasi jaringan irigasi, konservasi air, serta melakukan perlindungan kepada sumber air bersih yang tersedia. BNPB bersama BPBD mendistribusikan air bersih di beberapa wilayah terdampak kekeringan di Pulau Jawa. Selain kekeringan, musim kemarau tahun ini dapat memicu terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). BNPB melalui satuan tugas udara melakukan Teknologi Modifikasi cuaca di beberapa wilayah yang berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan. BNPB menyiagakan 2 helikopter untuk patroli dan 3 heli untuk water bombing berkapasitas 4.000 liter air. Selain kebakaran hutan dan lahan, kekeringan juga menimbulkan polusi udara seperti di Jakarta. BNPB bersama TNI, BRIN, dan BMKG melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk memancing

(20)

17

hujan dalam menekan polusi udara yang terjadi di Jakarta. Dalam menekan polusi udara di darat. Polri dan Damkar melakukan spraying air di jalan raya (Rosyida et al. 2024).

Warga bergantian mengambil air bersih di Dusun Cicurug, Ciamis, Jawa Barat

Peta distribusi air di wilayah provinsi Jawa Tengah tahun 2023

Satu orang petugas BPBD sedang melakukan dropping air bersih

Dua orang petugas sedang melakukan loading garam

untuk bahan TMC

Damkar melakukan penyiraman jalan untuk mengurangi debu-debu Jalan akibat musim kering

(21)

18 Bab IV Penutup A. Kesimpulan

Bencana kekeringan merupakan salah satu bentuk bencana alam yang memiliki dampak multidimensi, baik terhadap lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Kekeringan terjadi akibat curah hujan yang berada di bawah rata-rata dalam jangka waktu yang panjang, yang mengakibatkan penurunan ketersediaan air di berbagai sektor. Penyebab utama kekeringan termasuk fenomena perubahan iklim global, degradasi lingkungan, serta aktivitas manusia seperti penebangan hutan, penggunaan air yang tidak efisien, dan perubahan tata guna lahan. Dampak kekeringan sangat luas dan signifikan. Di sektor pertanian, kekeringan menyebabkan penurunan hasil panen, gagal panen, dan menurunkan produksi pangan, yang pada akhirnya mempengaruhi ketahanan pangan dan meningkatkan risiko kelaparan. Di sektor ekonomi, kekeringan dapat menghambat produktivitas, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menyebabkan kerugian finansial yang besar, terutama di negara-negara yang bergantung pada sektor agraris.

Selain itu, kekeringan juga mempengaruhi ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat, meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh kekurangan air dan sanitasi yang buruk. Di sisi lingkungan, kekeringan memperburuk kerusakan ekosistem, mengurangi keanekaragaman hayati, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan. Dampak jangka panjang dari kekeringan juga dapat memicu konflik sosial, migrasi paksa, dan memperburuk kondisi kemiskinan, terutama di daerah-daerah yang rentan dan bergantung pada sumber daya alam. Dalam menghadapi bencana kekeringan, diperlukan upaya mitigasi dan adaptasi yang komprehensif.

Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, upaya konservasi lingkungan, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, serta peningkatan kesadaran publik menjadi kunci penting dalam mengurangi risiko dan dampak kekeringan di masa mendatang.

(22)

19 B. Saran

Untuk mengatasi dampak bencana kekeringan secara efektif, perlu dilakukan pendekatan yang komprehensif dan terpadu. Pemerintah harus meningkatkan pengelolaan sumber daya air dengan memperbaiki infrastruktur irigasi dan mendorong efisiensi penggunaan air, baik di sektor pertanian maupun domestik. Selain itu, diperlukan upaya diversifikasi sumber pangan dengan mengadopsi teknologi pertanian yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim, seperti pengembangan tanaman tahan kekeringan dan sistem pertanian yang hemat air. Konservasi lingkungan juga menjadi hal yang penting, termasuk reboisasi dan upaya menjaga kelestarian sumber daya alam untuk menjaga siklus air yang stabil. Pemantauan yang lebih canggih melalui sistem peringatan dini dapat membantu masyarakat dan pemerintah merespons kekeringan dengan cepat sebelum dampaknya meluas. Tidak hanya itu, penting untuk memperkuat kapasitas institusi yang bertanggung jawab dalam mitigasi kekeringan dan memperkuat kerjasama lintas sektor antara pemerintah, swasta, dan masyarakat internasional dalam menemukan solusi jangka panjang. Kesadaran publik tentang pentingnya hemat air dan pengurangan konsumsi air berlebihan juga harus terus ditingkatkan melalui pendidikan dan kampanye yang berkelanjutan.

(23)

iv

Daftar Pustaka

Hastuti, Dwi, Sarwono, dan Chatarina Muryani. 2017. “Mitigasi Kesiapsiagaan dan Adaptasi Masyarakat terhadap Bahaya Kekeringan, Kabupaten Grobogan (Implementasi sebagai Modul KOnstektual Pembelajaran Geografi SMA Kelas X Pokok Bahasan Mitigasi Bencana).” Jurnal GeoEco 3(1): 47–57.

Jaya, Guntur Putra, Idi Warsah, dan Muhammad Istan. 2023. “Kiat Penelitian Dengan Model Pendekatan Telaah Kepustakaan.” Tik Ilmeu : Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi 7(1): 117.

Rosyida, Ainun et al. 2024. “Buku Data Bencana Indonesia 2023.” 3: 3–11.

Viera Valencia, L. F., & Garcia Giraldo, D. (2019). Indeks Risiko Bencana Indonesia. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Vol. 2).

Wilhite, D. A. (2017). National drought management policy guidelines: A template for

action. In Drought and Water Crises: Integrating Science, Management, and Policy, Second Edition. https://doi.org/10.1201/b22009

Adi, H. P. (2011). Bencana Kekeringan Di Jawa Tengah. Seminar Nasional Mitigasi Dan Ketahanan Bencana, 1–10.

https://bpbd.semarangkota.go.id/po-content/uploads/KEKERINGAN.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Kekeringan di Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, diharapkan memberi kegunaan yang akan diperoleh sebagai

Berdasarkan analisis data tingkat ancaman bencana kekeringan di Kecamatan Weru termasuk dalam tingkat sedang, hal tersebut dikarenakan indeks ancaman masuk dalam

Sedangkan indeks penduduk terpapar ancaman bencana kekeringan tergolong tinggi, salah satu faktor yaitu kepadatan penduduk di Kecamatan Tawangsari sebanyak 1.475 jiwa/km² dan

Oleh karena itu, penulis hanya membatasi ruang lingkup permasalahan mengenai tingkat ancaman bencana kekeringan dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitigasi

Tingkat Mitigasi masyarakat terhadap bencana kekeringan di Kecamatan Tawangsari dalam tingkat sedang karena memiliki nilai 36,7% sehingga masuk dalam kategori

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui program pemerintah dan faktor penghambat serta pendukung pemerintah daerah dalam mitigasi bencana kekeringan kabupaten

Strategi Mitigasi Pra Bencana Pembuatan Embung dan irigasi untuk menampung & menyalurkan air Peran Pemerintah Sistem peringatan dini bencana kekeringan Peran K/L Pembuatan Sumur

MAKALAH Pemahaman Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan Sehari - Hari Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan Dosen Pengampu : Zaini Tamim, M.Pd.I Penyusun : Angelina