• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH CA - COLON.

N/A
N/A
Matul Djoeragan

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH CA - COLON."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH CA COLON

Dosen Pengampu : Julhana, M.Kep

Oleh Kelompok 6 :

Nama Anggota Kelompok : - Kaka Bachtiar Akbaril Azim - Dimas Djayaningrat

- Muhammad Al Qusairi - Puspita Sari

- Sri Wahyuningsih - Wulan Nur Sya’ban

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KEMENKES KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BIMA TAHUN AJARAN 2023/2024

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah askep yang berjudul

“CA COLON”.

Makalah askep ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah askep ini masih terdapat banyak sekali kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidak sempurnaan makalah askep ini, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan makalah askep ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dansemoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Bima

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...1

BAB I...2

PENDAHULUAN...2

A. Latar Belakang...2

B. Tujuan...3

C. Manfaat Penulisan...3

BAB II...4

KONSEP DASAR PENYAKIT...4

A. Pengertian...4

B. Etiologi...4

C. Patofisiologi...5

D. Penata Laksanaan Medis...5

E. Pemeriksaan Penunjang...7

BAB III...11

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...11

A. Pengkajian...11

B. Diagnosa Keperawatan...11

C. Intervensi Keperawatan...14

BAB IV...15

PENUTUP...15

A. Kesimpulan...15

B. Saran...15

DAFTAR PUSTAKA...16

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma kolon ( ca colon ) adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/

neoplasma yang muncul dari jaringan ephitel kolon (Haryono, 2010). Kanker kolorektal ditunjukkan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum (Penzzoli dkk, 2007).

Ca Colon merupakan salah satu penyakit kanker dengan prevalensi kejadian yang cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh data dari Globocan (2012) yang menyatakan bahwa insiden kejadian kanker kolorektal diseluruh dunia menempati urutan ketiga yaitu 9,7% atau sebanyak 1.360 jiwa dari 100.000 penduduk. Dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian terbesar diseluruh dunia yaitu 8,5% atau 694 jiwa dari 100.000 penduduk. Di Indonesia sendiri angka kejadian Ca Colon menempati urutan ketiga terbanyak menurut Depkes dengan jumlah kasus 1,8 dalam 100.000 penduduk ( Haryono, 2012). Setidaknya pada setiap tahunnya sekitar 1.666 orang meninggal akibat kanker kolorektal (Rahmianti, 2013).

Tingginya angka kejadian Ca Colon diperlukan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasinya. Penatalaksanaan pada kanker kolon terdiri dari penatalaksanaan medis, bedah dan keperawatan. Penatalaksanaan bedah dilakukan tergantung tingkat penyebaran dan lokasi tumor itu sendiri. Menurut Gravante et al (2016) menyatakan bahwa salah satu tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada kanker kolon yaitu dengan tindakan hemicolectomy. Hemicolectomy merupakan tindakan pembedahan dengan mengangkat sebagian dari kolon beserta pembuluh darah dan saluran limfe. Hemicolectomy dilakukan untuk kanker kolon yang masih dapat direseksi dan tidak ada metastasis jauh (Kemenkes, 2017). Prosedur ini dilakukan dengan cara membuka rongga perut atau disebut dengan laparatomi abdomen. Laparatomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding abdomen untuk mencapai isi rongga abdomen (Jitowiyono, 2010).

Pasca dilakukannya tindakan laparatomi berupa sayatan pada abdomen maka akan terjadi perubahan kontinuitas jaringan, tubuh melakukan mekanisme untuk pemulihan dan penyembuhan pada jaringan yang mengalami sayatan atau perlukaan. Pada saat inilah timbul respon tubuh pasien dalam merasakan nyeri pasca pembedahan. Pada proses operasi digunakan anestesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah. Namun

(5)

setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar, ia akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan (Wall & Jones, 1991).

Nyeri pasca pembedahan merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi pada setiap pasien post operasi. Nyeri yang dirasakan timbul dari luka bekas insisi yang disebabkan karena adanya stimulasi nyeri sehingga keluarnya mediator nyeri yang dapat menstimulasi transmisi impuls di sepanjang serabut syaraf aferen nosiseptor ke substansi dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri dirasakan secara berbeda-beda dari setiap masingmasing individu. Hal tersebut dikarenakan nyeri sebagai pengalaman yang tidak 3 menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya suatu kerusakan (Potter & Perry, 2009).

Seorang Individu dapat berespons secara biologi dan prilaku akibat nyeri yang dapat menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi keadaan umum, respon wajah dan perubahan tanda – tanda vital, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stres sehingga sistem imun dalam peradangan dan menghambat penyembuhan (Potter & Perry, 2009).

B. Tujuan

Tujuan penulisan laporan ilmiah akhir ini adalah untuk memaparkan pemberian asuhan keperawatan pada pasien Karsinoma Kolon (Ca Colon).

C. Manfaat Penulisan

Diharapkan dapat menjadi acuan, tambahan, dan wawasan bagi pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ca Colon Post Laparatomi dengan penerapan teknik foot massage sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan.

(6)

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Kanker kolon atau usus besar merupakan kanker yang menyerang daerah usus besar.

Perkembangan kanker ini sangat lambat, sehingga sering diabaikan oleh penderita. Pada stadium dini, sering sekali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit yang berat. Penderita kanker jenis ini umumnya datang ke dokter setelah timbul rasa sakit yang berlebihan (stadium lanjut), sehingga pengobatannya menjadi lebih sulit (Mangan, 2009).

Pada kenyataannya,kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya Barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini setiap tahunnya.

Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rektal.

Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (keba- nyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Distribusi tempat kanker pada keseluruhan kolon dapat dilihat pada Gambar 37-7. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menu- run, sedangkan insidens pada kolon asenden dan desenden meningkat.

Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.

B. Etiologi

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet,tinggi lemak, protein, dan daging serta rendah serat .

(7)

C. Patofisiologi

Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta me- luas kedalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terle- pas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati).

D. Penata Laksanaan Medis a. Pembedahan

Salah satu penatalaksanaan surgery pada pasien kanker kolon adalah operasi kolostomi (pembuatan stoma)(Grace & Borley, 2007). Kolostomi adalah suatu prosedur pembedahan pengalihan feses dari usus besar dengan menarik bagian usus melalui sayatan perut lalu menjahitnya di kullit yang sering disebut stoma. Pembuatan stoma ini dapat bersifat permanen atau sementara tergantung tujuan dari tindakan dan kondisi kanker yang dialami (White et al., 2012). Letak stoma tergantung dari letak massa. Ada tiga tempat pembuatan stoma menurut Daniels & Nicoll (2012), yaitu:

1) Asending colostomy.

Jika letak massa pada usus desenden. Konsistensi feses yang keluar bertektur lebih lembut karena enzyme pencernaan masih keluar pada bagian ini. Pengeluaran feses tidak dapat diprediksi waktunya

2) Tranverse colostomy

Jika letak massa pada usus transversedan sigmoid. Konsistensi feses yang keluar bertektur lembut sedikit padat karena enzyme pencernaan sudah mulai berkurang pada bagian ini. Pengeluaran feses waktunya tidak terduga.

3) Desending colostomy

Jika letak massa pada usus bagian desenden, rektal dan sigmoid. Konsistensifeses yang keluar berbentuk lebih padat dan berwarna coklat. Pengeluaran feses lebih teratur.

Drainase dari kolostomi ini lebih baik dibandingkan dengan kolostomi transverse. Pada bagian ini enzyme pencernaan sudah tidak keluar.

b. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan kanker secara farmakologi menggunakan obat yang bersifat toksik yang dimsukkan melalui pembuluh darah. Obat kemoterapi ini masuk ke dalam tubuh bersifat sistemik, mengalir melalui pembuluh darah menuju sel kanker dan

(8)

organ tubuh yang sehat. Pemberian obat kemoterapi ini berdasarkan stadium kanker kolon yang diderita serta kondisi klien dalam pemberian obat kemoterapi (Billiau, 2013).

1) Definisi dan tujuan

Kemoterapi secara harfiah berarti penggunaan bahan kimia untuk melawan, mengendalikan atau menyembuhkan penyakit. Namun dalam maknanya yang sekarang lebih banyak digunakan sebagai penggunaan obat untuk pengobatan kanker (Miller, 2008). Kemoterapi adalah terapi anti kanker untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler.

Tujuan dari kemoterapi adalah penyembuhan, pengontrolan dan paliatif sehingga realistik, karena tujuan tersebut akan menetapkan medikasi yang digunakan dan keagresifan rencana pengobatan. Obat yang digunakan untuk mengobati kanker menghambat mekanisme proliferasi sel, obat ini bersifat toksik bagi sel tumor maupun sel normal yang berproliferasi khususnya pada sumsum tulang, epitel gastrointestinal, dan folikel rambut (Neal, 2009).

2) Jenis kemoterapi

Menurut Ganiswarna (2010) pemberian kemoterapi dapat diberikan dapat diberikan dengan satu macam atau dengan kombinasi, sehingga dikenal tiga macam bentuk kemoterapi kanker yaitu :

a) Monoterapi (Kemoterapi Tunggal). Monoterapi yaitu kemoterapi yang dilakukan dengan satu macam sitostatika. Sekarang banyak ditinggalkan, karena polikemoterapi memberi hasil yang lebih memuaskan.

b) Polikemoterapi (kemoterapi Kombinasi). Prinsip pemberian kemoterapi kombinasi adalah obat-obat yang diberikan sudah diketahui memberikan hasil yang baik bila diberikan secara tunggal, tetapi masing-masing obat bekerja pada fase siklus sel yang berbeda, sehingga akan lebih banyak sel kanker yang terbunuh. Dasar pemberian dua atau lebih antikanker adalah untuk mendapatkan sinergisme tanpa menambah toksisitas. Kemoterapi kombinasi juga dapat mencegah atau menunda terjadinya resistensi terhadap obat-obat ini.

c) Kemoterapi Lokal. Kemoterpi lokal digunakan untuk: pengobatan terhadap efusi akibat kanker, pengobatan langsung intra dan peri tumor serta pengobatan intratekal.

3) Cara pemberian

(9)

kemoterapi Menurut (Miller, 2008) obat kemoterapi dapat diberikan dengan cara : a) Oral Obat kemoterapi diberikan secara oral, yaitu dalam bentuk tablet atau kapsul, harus mengikuti jadwal yang telah ditentukan

b) Intramuskuler Caranya dengan menyuntikkan ke dalm otot, pastikan untuk pindah tempat penyuntikan untuk setiap dosis, karena tempat yang sudah pernah mengalami penusukan membutuhkan waktu tertentu dalam penyembuhannya.

c) Intratekal Caranya obat dimasukkan ke lapisan sub arakhnoid di dalam otak atau disuntikkan ke dalam cairan tulang belakang.

d) Intrakavitas Memasukkan obat ke dalam kandung kemih melalui kateter dan atau melalui selang dada ke dal rongga pleura.

e) Intravena Diberikan melalui kateter vena sentral atau akses vena perifer, cara ini paling banyak digunakan.

4) Efek samping kemoterapi

Umumnya efek samping kemoterapi meliputi gangguan saluran cerna, mulut, lambung dan usus menyebabkan sariawan, mual, muntah, dan diare. Penekanan sumsum tulang belakang memberi pengaruh tehadap sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

Pada kulit dan rambut pemberian kemoterapi menyebabkan hiperpigmentasi kulit, kering dan gatal, rambut rontok. Sedangkan dampak pada bagian genetalia biasanya berpengaruh terhadap menstruasi dan kesuburan pada wanita, dan berpengaruh terhadap spermatogenesis dan menurunkan nafsu seksual pada pria. Akibat dari dampak yang tidak diinginkan atau dampak yang tidak menguntungkan dari pemberian kemoterapi, maka pasien akan mengalami gangguan fisik atau kelelahan fisik sehingga akan lebih mudah mengalami stres atau kecemasan (Gale & Charette, 2009).

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berperan penting dalam mengonfirmasi diagnosis kanker kolorektal. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan antara lain endoskopi, barium enema dengan kontras ganda, dan CT colonography.

1. Endoskopi

(10)

Endoskopi adalah prosedur diagnostik yang dianjurkan untuk menunjang diagnosis kanker kolorektal. Prosedur yang direkomendasikan adalah sigmoidoskopi karena 35%

tumor terletak di sigmoid, atau kolonoskopi total. Kolonoskopi memiliki keuntungan yaitu tingkat sensitivitas untuk diagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%, serta dapat digunakan sebagai alat diagnostik (biopsi) dan terapi (polipektomi).

2. Barium Enema dengan Kontras Ganda

Pedoman Kementrian Kesehatan menyarankan pemeriksaan barium enema dengan kontras ganda untuk mendiagnosis kanker kolorektal. Pemeriksaan ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu sensitivitas berkisar 65‒95%, tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi, tidak memerlukan sedasi, dan telah tersedia hampir di seluruh rumah sakit.

3. CT Colonography

Tidak semua rumah sakit bisa melakukan pemeriksaan ini. Alat CT scan harus memiliki kemampuan rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering agar bisa melakukan CT colonography. CT colonography dilaporkan memiliki sensitivitas baik untuk mendiagnosis kanker kolorektal, serta memiliki profil keamanan dan tolerabilitas yang baik.

Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi keadaan di luar kolon, sehingga mampu menentukan stadium, invasi lokal, metastasis hepar, serta kelenjar getah bening. Namun, modalitas pemeriksaan ini tidak dapat mendiagnosis polip 10 mm, memaparkan pasien pada radiasi, tidak dapat menetapkan atau menyingkirkan metastasis pada kelenjar getah bening jika tidak didapatkan pembesaran, serta tidak mampu melakukan biopsi ataupun polipektomi.

4.Pemeriksaan Molekuler

Pemeriksaan molekuler belum dilakukan secara rutin, tetapi dapat bermanfaat dalam menentukan arah terapi kanker kolorektal berdasarkan mutasi atau perubahan genetik penyebab kanker. The American Society for Clinical Pathology, the College of American Pathologists (CAP), the Association for Molecular Pathology, and the American Society of Clinical Oncology (ASCO) merekomendasikan pemeriksaan mutasi RAS (termasuk KRAS dan NRAS), serta analisis mutasi BRAF V600 dengan instabilitas mikrosatelit (MSI) untuk menentukan prognosis penyakit.

F. Manifestasi Klinis

(11)

Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi.

Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan.

Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses) hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.

Penatalaksanaan Medis. Pasien dengan gejala ob- struksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan..

Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan kons plikasi yang berhubungan, Endoskopi, ultrasonografi, dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif. Metode pen- tahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasi- fikasi Duke:

 Kelas A-tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa • Kelas B-penetrasi melalui dinding usus

• Kelas C-invasi kedalam sistem limfe yung mengalir regional

• Kelas D-metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas

Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan/atau imunoterapi.

Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon Kelas C adalah program 5-FU Levamesole. Pasien dengan kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.

Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode pr operatif, intraoperatif, dan pascaoperatif untuk memper kecil tumor, mencapai hasil yang lebih baik dari pembe dahan, dan untuk mengurangi risiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat direseksi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna. Alat radiasi intrakavitas yang dapat diimplan- asikan dapat digunakan.Data paling baru menunjukkan adanya pelambatan pe- riode kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk terapi ajufan.

(12)
(13)

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Data demografi

1) Kanker klorektal sering ditemukan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

2) Pada wanita sering ditemukan kanker kolon dan kanker rekti lebih sering terjadi pada laki-laki

b. Riwayat kesehatan dahulu

1) Kemungkinan pernah menderita polip kolon, radang kronik kolon dan colitis ulseratif yang tidak teratasi

2) Adanya infeks dan obstruksi pada usus besar

3) Die atua konsumsi diet yang tidak baik, tinggi protein, tinggi lemak dan rendah serat.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat kanker pada keluarga, di identifikasi kanker yang menyerang tubuh atau organ termasuk kanker kolorektal adalah diturunkan sebaga sifat dominan.

d. Riwayat kesehatan sekarang

1) Klien mengeluh lemah, nyeri abdomen dan kembung

2) Klien mengeluh perubahan pada defekasi: buang air besar (BAB) seperti pita, diare yang bercampur darah dan lender dan rasa tidak puas setelah buang air besar.

3) Klien mengalami anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan e. Pemeriksaan fisik

1) Mata: konjungtiva subanemis/anemis 2) Leher: distensi vera jugularis (JVP)

3) Mulut : mukosa mulut kering dan pucat, lidah pecah-pecah dan bauyang tidak enak

(14)

4) Abdomen: distensi abdomen, adanya teraba massa, penurunan bising usus dan kembung

5) Kulit: turgor kulit buruk, kering (dehidrasi malnutrisi) f. Pengkajian fungsional Gordon

1) Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, merasa gelisah dan ansietas. tidak tidur semalaman karena diare, pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit

2) Pernafasan : nafas pendek, dyspnea (respon terhadap nyeri yang dirasakan), yang ditanda dengan takipnea dan frekuensi menurun.

3) Sirkulasi

Tanda : takikandi (respon terhadap dermam, dehidrasi. Proses inflamasi dan nyeri), hipotensi, kulit/membrane: turgor buruk, kering. lidah pecah-pecah. (dehidrasi malnutrisi)

4) Integritas ego

Gejala : ansietas ketakutan, emosi kesal, missal: perasaan berdaya/tak ada harapan Factor stress akut/kronis : missal hubungan keluarga / pekerjaan, pengobatan yang mahal

Tanda: menolak, perhatian yang menyempit, depresi 5) Eliminasi

Gejala: tekstur feses bervariasi dan bentuk lunak sampai bau. Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tak dapat di kontrol (sebanyak 20-30 kali hari), perasan tidak nyaman tidak puas, deteksi berdarah mukosa dengan atau tanpa keluar feses.

Tanda: menurunnya bising usus, tidak ada peristaltic atau adanya peristaltic yang dapat dilihat, oliguria.

(15)

6) Makan/Cairan

Gejala anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tidak toleran tehadap diet/sensitive (missal: buah segar/massa otot, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit baru, membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut).

7) Hygine

Tanda: ketidakmampuan melakukan perawatan diri, stomatitis, menunjukan kekurangan vitamin.

8) Nyeri/Kenyamanan

Gejala: nyeri nyeri tekan pada kuadran kiri bawah 9) Keamanan

Gejala: adanya riwayat polip, radang kronik viseratif.

10) Musculoskeletal penurunan kekuatan otot, kelemahan dan malaise (diare, dehidrasi, dan malnutrisi).

11) Seksualitas

Gejala: tidak bisa melakukan hubungan seksual frekuensi menurun 12) Intemksi social

Gejala: masalah hubungan peran schungan dengan kondisi ketidakmampuan aktif dalam social.

 Klasifikasi Data

Data Subjek Data Objek

- mengeluh lemah dan nyeri abdomen kuadran kiri bawah

- mengeluh perubahan terhadap defekasi BAB

- tampak meringis - bersikap protektif - merasa gelisah - sulit tidur - mual - muntah

- turgor kulit buruk, kering

- mukosa mulut kering dan pucat - kerusakan jaringan/lapisan kulit

(16)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedra fisik

2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek samping terapi radiasi C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SKLI SIKI

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan:

1. Tingkat nyeri ekspektasi menurun 2. Fungsi gastrointestinal

ekspektasi membaik

1. Manajemen nyeri a. observasi b. terpeutik c. edukasi d. kolaborasi 2. Pemberian

analgesic a. Observasi b. terapeutik c. edukasi d. kolaborasi 2. Gangguan integritas

kulit/jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

1. integritas kulit dan jaringan ekspektasi meningkat.

2. Perfusi Perifer ekspektasi meningkat.

1. Perawatan integritas kulit.

a. observasi b. terpeutik c. edukasi 2. Perawatan luka.

a. observasi b. terpeutik c. edukasi d. kolaborasi

(17)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kanker kolon atau usus besar merupakan kanker yang menyerang daerah usus besar.

Perkembangan kanker ini sangat lambat, sehingga sering diabaikan oleh penderita. Pada stadium dini, sering sekali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit yang berat. Penderita kanker jenis ini umumnya datang ke dokter setelah timbul rasa sakit yang berlebihan (stadium lanjut), sehingga pengobatannya menjadi lebih sulit.

Pada kenyataannya,kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya Barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini setiap tahunnya.

Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rektal.

B. Saran

Diharapkan agar dibuat registrasi khusus untuk pasien Ca colon, karena penyakit ini penyakit yang menyerang dengan sangat ganas

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Suparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi II. Jakarta: Balai FKUI

Referensi

Dokumen terkait

Faktor risiko lainnya adalah riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien, dan riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru idiopatik.1,2,7 Menurut klasifikasi WHO tahun