• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TUGAS FILSAFAT DASAR DAN SEJARAH PEMIKIRAN MODERN FILSAFAT JERMAN: DIALEKTIKA HEGEL

N/A
N/A
Syafiera Azra

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH TUGAS FILSAFAT DASAR DAN SEJARAH PEMIKIRAN MODERN FILSAFAT JERMAN: DIALEKTIKA HEGEL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TUGAS FILSAFAT DASAR DAN SEJARAH PEMIKIRAN MODERN FILSAFAT JERMAN: DIALEKTIKA HEGEL

Dosen Pengampu

Dr. Bagus Sekar Alam, S.Sn., M.Si.

Disusun Oleh:

SABITHA ASSILMI KAFFAH C0722134 SYAFIERA ATIKHA AZRA C0722143 ZANIAR ROSYIDA C0722159

S1 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (DKV) FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Jl. Ir. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Rabb semesta alam, Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan tauladan Nabi besar kita Muhammad Rasulallah SAW, keluarga dan para sahabatnya. Wa Ba’du. Rasa syukur juga dihaturkan kepada Allah SWT yang telah memberi petunjuk-Nya dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah dengan judul “Filsafat Jerman: Dialektika Hegel”. Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang hati.

Dengan selesainya tugas makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak/ Ibu/ Dosen pembimbing, khususnya Bapak Dr. M Bagus Sekar Alam, S.S.,M.Si.

2. Teman-teman seperjuangan yang ikut membantu dan menyelesaikan tugas makalah ini.

3. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang juga turut menyemangati dan membantu prosesnya hingga selesai.

Semoga makalah ini nantinya dapat memberikan manfaat dimasa yang akan datang.

Surakarta, April 2023

(3)

DAFTAR ISI

1. Daftar Isi

2. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 3. BAB II PEMBAHASAN

1. Biografi Dan Munculnya Dialektika Hegel Secara Umum 2. Pemikiran Metafisik Hegel Mengenai suatu Bangsa/Negara 3. Pemikiran Tesis-Antitesis-Sintesis Hegel

4. Epistimologi Hegel 5. Pemikiran Etika Hegel

6. Beberapa Paparan Pemikiran dari Karya-Karya Hegel 4. BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan 2. Saran

5. DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sejarah merupakan pencerminan perubahan dalam kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya itu, sejarah juga dapat menjadi subjek kajian dalam aktivitas manusia dan sesuatu yang signifikan terhadap sosial melalui sejarah dari sudut pandang filsafat, yang mana disebut dengan filsafat sejarah. Pada abad ke-19 ketika itu filsafat sejarah metafisika adalah yang paling karya warna mampu berkembang sepenuhnya dan membawa seluruh hasil yang dipetik dari teori-teori besar tentang hakikat perkembangan sejarah dan nasib manusia. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya masyarakat tidak mempunyai wawasan luas dan tinggi tentang fungsi dan manfaat filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan. Sepanjang sejarahnya, filsafat dan para filsufnya banyak menerima sindiran dan cemoohan Sejak penampilan kehidupan perintis pertama sejarah filsfat yang dipelopori oleh Thalles dari Miletos, karena pada waktu itu filsafat masih dianggap tidak relevan, sekularitas, atheis dan anarkis karena kesukaanya menyobek selubung tiarai ideologis berbagai kepentingan duniawi.

Namun baru-baru ini filsafat menjadi ilmu yang menarik, menilik dari prosesnya, analisisnya, serta teori yang dikemukakan oleh para ahli dalam ilmu kefilsafatan membuat kita mempunyai wawasan luas mengenai kehidupan, dan sedikit memicu adrenalin. Dengan sifat para filsufnya yang tidak pernah bosan dan berhenti berdebat mencari dan menemukan jawaban yang sungguh objektif, salah satunya seorang filsuf besar Jerman George Wilhelm Friedrich Hegel, yang mana beliau percaya dengan sebuah perinsip bahwa “Hidup adalah proses perubahan yang terjadi secara terus menerus”.

Dari prinsip tersebut kita ketahui bahwa memang kehidupan tidak akan pernah berakhir sebelum kematian datang, karenanya setiap perubahan yang dialami oleh seorang manusia, akan ada yang Namanya “Benar dan salah”, “Pro dan Kontra”, “Penolakan dan Penerimaan”, dan lain sebagainya yang saling berlawanan. Nah, disinilah pemikiran beliau menjadi suatu kesimpulan yang pada akhirnya membawa perdamaian dalam kedua hal yang berlawanan tersebut. Dalam pemikiran tersirat bahwa sebab dari sebuah permasalahan itu banyak sekali, namun hal itu harus diringkus menjadi satu kesatuan yang bisa disebut sebagai solusi. Dalam “solusi” inilah pemikiran Hegel tertuang. Setelah bab ini mari kita selami pemikiran-pemikiran dari Hegel lebih lanjut.

1.2.Rumusan Masalah

a. Bagaimana biografi Hegel dan asal mula pemikiran Hegel lahir ? b. Apa saja yang telah diteorikan dalam pemikiran Hegel?

1.3.Tujuan Masalah

a. Mengetahui siapa George Wilhelm Friedrich Hegel.

b. Mengetahui apa saja pemikiran yang sudah Hegel terapkan.

c. Mengetahui, memahami, meruntutkan, dan menyikapi teori dialektika ini dengan baik dan benar.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

3.1. Biografi Dan Dialektika Hegel Secara Umum

George Wilhelm Friedrich Hegel, atau yang biasa dikenal dengan nama Hegel merupakan ilmuwan filsafat yang lahir di Jerman, pada tanggal 27 Agustus 1770 tepatnya di Stuttgart, Wiirttemberg, Jerman Barat Daya. Keberadaan beliau sangat besar pengaruhnya terhadap dunia filsafat. Masa kecil Hegel mungkin berbeda dengan rekan lainya, Hegel menghabiskan hari-harinya membaca sebuah buku dan menafsirkanya sendiri. Keluarga Hegel adalah seorang pegawai Negri. Ayah Hegel sendiri bekerja di kantor pajak Wurttemberg. Hegel sendiri sering sakit-sakitan sejak kecil, maka dari itu di akhir hayatnya Hegel di duga meninggal pada 14 November 1831 di Berlin pada usia 61 tahun, akibat masalah perut kronis. Beliau memiliki aksen Swabia yang kental dan terus ia pertahankan sampai akhir hidupnya, sama halnya dengan keyakinannya bahwa kerendahan diri adalah salah satu ciri utama dari kebudayaan yang sejati. Dimasa pertumbuhanya, Hegel membaca dengan membabi- buta, hampir semuanya ia lahap, mulai dari kesusastraan, koran dan risalah yang berisi semua subjek yang bisa ia temukan. Sejak dini Hegel telah meyakini pendekatan sistemik yang sangat ketat, yaitu dengan menyalin semua buku yang dibacanya ke dalam bentuk ringkasan di buku jurnalnya. Catatan detailnya ini (atau yang ia sering sebut sebagai “pabrik ringkasan”) berisikan berbagai kutipan tentang berbagai hal, dari fisiognomis (cara berpikir subjektif atau egosentris, biasanya dimiliki anak usia 3-5 tahun), filsafat : dari hyperborean (orang terasing yang tinggal di kutub utara) hingga hipokondria (penyakit depresi yang disertai khayalan). Sungguh sulit untuk menakar berapa besar peran “pabrik ringkasan” ini pada karya-karta Hegel selanjutnya. “Pabrik”

ini adalah sebuah ilustrasi bagi sebuah proses pembelajaran yang intensif sekaligus pula sebagai sebuah proses desikasi (pengawetan dengan cara dikeringkan) yang terlalu dini pada diri Hegel. Di kemudian hari, karya-karyanya adalah sebuah rujukan yang hampir adimanusiawi (superhuman). Fakta bahawa rujukanya seringkali mengandung kesalahan kecil menegaskan isi kepala Hegel yang bak ensiklopedia. Semua yang dicurahkanya dalam tulisanya diambil semua dari ingatanya.

Hegel ialah puncak Gerakan filsafat Jerman yang berawal dari Kant, walaupun ia sering mengkritik Kant, sistem filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Kant berhasil menemukan jalan keluar bahwa kausalitas hanyalah salah satu cara yang kita gunakan untuk memahami dunia, seperti halnya ruang dan waktu, warna dan sebagaianya. Hegel terpesona disini, ia menemukan sebuah pemikiran yang sejalan dengan gayanya yang persis dan ensiklopedis itu, dan hal inilah yang membuat Kant menjadi sosok panutan bagi Hegel, dan yang mempengaruhi pemikiranya selanjutnya.

Dalam hidupnya terdapat beberapa peristiwa penting. Semasa mudanya ia tertarik terhadap mistisisme, dan pandanganya yang belakangan bisa dianggap, sedikit-banyak, sebagai intelektualisasi terhadap apa yang mulanya tampak padanya sebagai wawasan mistik. Dari minatnya itu, ia mempertahankan keyakinan kepada ketidaknyataan bagian, dunia, dalam pandanganya, bukan kumpulan unit-unit keras, entah atom entah jiwa, yang masing-masing berdiri sendiri sepenuhnya, Kemandirian benda-benda terbatas yang tampak jelas itu dipandang olehnya sebagai sebuah ilusi; kata dia, tiada

(6)

yang sungguh-sungguh nyata kecuali keseluruhan” (The Whole), bukan sebagai substansi sederhana, melainkan sebagai sejenis sistem rumit, yang sebaiknya kita sebut organisme. Namun benda-benda dunia yang tampak jelas ini bukanlah ilusi, masing- masing memiliki tingkat realitas yang lebih besar atau lebih kecil, dan realitasnya tercapai lantaran suatu aspek dari keseluruhan, yang akan terlihat bila dipandang dengan benar. Karenanya, dengan pandangan semacam ini biasanya ketidakpercayaan terhadap realitas ruang dan waktu seperti itu, jika diterima sebagai sungguh-sungguh nyata, melibatkan keterpisahan dan keserbagunaan. Semua ini pasti sampai kepadanya sebagai “wawasan” mistik; perambahan inetelektualnya, yang terdapat dalam bukunya, pasti datang belakangan. Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun Ketika ia mengatakan hal ini ia tidak memaksudkan

“yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para empirisis dipandang nyata. Ia mengaku, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi empirisis terlihat sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional. Ini hanya setelahkaraker terlihat pada fakta itu dijelmakan dengan memandang karakter-karakter itu sebagai aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Sekalipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tentu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak bisa dipisahkan dari keyakinan bahwa “ apa saja yang berada (is), adalah benar”.

Keseluruhan itu dengan segala kerumitanya, oleh Hegel disebut “Yang Mutlak”.

Yang Mutlak itu bersifat spiritual; pandangan spinoza, bahwa ini mempunyai atribut perluasan sebagaimana pada pikiran, ditolak. Dalam banyak hal, sistem Spionoza sama menyeramkanya dengan filsafat Kant. Dimulai dengan beberapa aksioma dasar dan definisi, anggapan Spionoza dilanjutkan dengan serangkaian teorema untuk membangun sistemtanpa batas mengenai rasionalisme dan kemurnian ekstrem. Alam semesa yang merupakan sistem geometrik ini adalah Tuhan, dan Ia sendiri sepenuhnya nyata. Dia (dan dengan begitu juga alam semesta tanpa batas yang merupakan kesatuan- Nya) tidak mengandung negasi, dan dikendalikan sepenuhnya oleh keniscayaan yang logis, mutlak dan pembuktian Spionoza, namun demikian manusia juga mampu untuk menjangkau kepastian mutlak dan realitas sejati mengenai keutuhan tanpa batas.

Sebagai akibat dari visi Spionozistiknya, Hegel memutuskan untuk menanggalkan segala bentuk gangguan seperti puisi, penghujatan kepada Tuhan, juga kebiasaanya untuk membuat catatan harian dalam bentuk ensiklopedia. Sejak awal sistem Hegel memang mempunyai banyak sekali kemiripan dengan Spionoza, tentu saja tidak dalam hal kejelasan geometriknya. Ketika pada akhirnya Hegel harus menyajikan, sang filsuf masih sangat terkesan pada pendekatan Kantian, yaitu menggunakan “ketidakjelasan yang monumental”. Namun akhirnya Spionoza menunjukan pada Hegel bagaimana caranya melepaskan dirinya dari pengaruh Kant yang selalu membayanginya. Sistem Immanuel Kant bukanlah satu-satunya sistem filsafat yang memiliki kemungkinan.

Hegel memandang bahwa hakikat realitas bisa didedukasi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas harus tidak kontradiktif-diri. Corak pembeda lainya adalah Gerakan tritunggalektik”. Logika menurut pemahaman Hegel, dinyatakan sebagai hal yang sama dengan metafisika, ini berbeda dengan apa yang biasanya disebut logika. Pandanganya adalah bahwa segala predikat biasa, jika diterima sebagai sesuatu yang memungkinkan keutuhan Realitas, menghasilkan kontradiktif-diri.

3.2. Pemikiran Metafisik Hegel Mengenai suatu Bangsa/Negara

Bangsa, dalam sistem filsafat Hegel, memainkan peran seperti yang dimainkan kelas dalam sistem filsafat Marx. Prinsip perkembangan historis, kata dia, adalah bakat

(7)

nasional. Di setiap zaman, ada suatu bangsa yang dibebani dengan misi membawa dunia melalui tahap dialektik yang dicapai. Pada zaman kita tentu saja, bangsa tersebut adalah Jerman. Namun di samping bangsa, kita harus memperhitungkan individu- individu historis dunia, inilah orang-orang yang bertujuan mewujudkan transisi dialektik yang semestinya berlangsung di masa mereka.

Penekanan Hegel pada bangsa, Bersama konsepsinya yang aneh tentang

“kebebasan” menjelaskan puji-pujianya terhadap Negara-suatu aspek yang sangat penting dalam filsafatnya tentang politik. Filsafatnya tentang negara di kembangkan dalam karyanya Philosophy Of History dan Philosophy Of Law. Kita diberitahu dalam buku tersebut “Negara adalah kehiduan bermoral yang terwujud secara actual,” dan bahwa semua realitas spiritual yang dimiliki umat manusia, hanya bisa dimiliki melalui negara”. “Karena realitas spiritualnya tercapai lantaran negara, maka esensinya sendiri- akal- hadir kepadanya secara objektif, maka baginya, negara mempunyai eksistensi obyektif. Karena kebenaran adalah kesatuan dari kehendak yang universal dan subjektif, dan yang universal terdapat dalam Negara, dalam hukum-hukumnya, tatanan universal dan rasionalnya". The Philosophy Of Law, dalam seksi tentang negara, mengembangkan doktrin yang sama dengan yang terdapat dalam filsafat sejarah, tetapi agak lebih lengkap. Kebiasaan membicarakan negara, seolah-olah hanya ada satu, adalah menyesatkan selama tidak ada negara dunia. Kewajiban bagi Hegel, menjadi satu-satunya hubungan seorang individu dengan Negaranya, yang tidak berprinsip ditinggalkan untuk menjadikan hubungan antar negara bermoral. Ini diakui oleh Hegel.

Dalam hubungan eksternal, kata dia, negara adalah individual, dan setiap negara adalah independent satu-sama lain. Hegel tidak hanya bermaksud bahwa, dalam beberapa situasi, suatu bangsa tidak bisa secara benar menghindar dari jalan perang. Ia bermaksud lebih jauh daripada itu. Ia menentang penciptaan lembaga-lembaga semisal pemerintahan dunia yang akan mencegah situasi semacam itu, karena ia mengira bahwa keharusan perang dari waktu ke waktu merupakan suatu hal yang bagus. Perang, menurutnya merupakan kondisi yang mengatasi Kesia-siaan barang-barang dan hal-hal fana secara serius (pandangan ini bertentangan dengan teori yang berlawanan, bahwa penyebab semua perang adalah perekonomian). Perang memiliki nilai moral positif;

“Perang mempunyai kepentingan tertinggi yang melestarikan kesehatan moral bangsa- bangsa dengan mengabaikan stabilisasi kemandeka yang terbatas. ”Kedamaian adalah kemandekan; Persekutuan Sci, dan Liga Kant untuk perdamaian, adalah keliru, karena aliansi negara-negara membutuhkan musuh. Konflik antar Negara hanya bisa diputuskan dengan perang; negara-negara yang pada hakikatnya saling mendekat, hubungan mereka tidak legal atau tidak bermoral. Realitas hak-hak negara terdapat dalam kemauan negara masing-masing, dan kepentingan setiap negara merupakan hukum tertingginya sendiri. Tidak ada pertentangan antara moral dan politik, karena negara bukan subyek hukum moral biasa. Begitulah doktrin Hegel tentang negara suatu doktrin yang, jika diterima, mengesahkan segala hal tirani internal dan segala agresi eksternal yang barangkali bisa dibayangkan. Kekuatan biasnya tampak dalam fakta bahwa teorinya tidak konsisten dengan metafisikanya sendiri, dan bahwa ketidakkonsistenan semacam itu cenderung menjadi pembenar kekejian dan penjarahan inernasional. Logika Hegel membawa dia ke keyakinan bahwa realitas lebih terdapat pada keseluruhan daripada pada bagian dan bahwa realitas keseluruhan meningkat ketika lebih terorganisasi.

(8)

3.3. Pemikiran Tesis-Antitesis-Sintesis Hegel

Dialektika dari filsafat Hegel dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat yang mendahuluinya, yaitu dari Fichte yang bercorak idealisme subjektif oleh Hegel diposisikan sebagai tesis, dan dari Schelling yang bercorak idealisme absolut yang diposisikan oleh Hegel sebagai antiitesis. Dari kedua pandangan ekstrem ini, Hegel bermaksud mengatasi kedua kedua sistem ini dengan memperdalam pengertian sintesis.

Hegel beranggapan bahwa objek-objek yang tampaknya independen yang dipikirkan dalam pemikiran sebenarnya tidak independen tetapi hanya aspek-aspek asing dari satu pikiran yang akhirnya harus diubah menjadi keseluruhan. Dialektika rasional merupakan proses restorasi dan perkembangan dari kesadaran diri yang akhirnya akan mencapai kesatuan dari kebebasan yang berasal dari pengetahuan diri yang sempurna (Collinson, 2001:142). Dialektika itu sendiri oleh hegel diidentikkan dengan sebagai sejarah yang berlangsung dalam waktu. dengan demikian sebenarnya ia adalah gerakan yang mirip irama Waltz, dari tesis ke antitesis dan menuju sintesis, yang setiap langkahnya merupakan tahap yang lebih tinggi dalam perkembangan diri dari yang mutlak. Dalam perkembangan ide yang dialektis yang oleh hegel disebut logika, tak ada proporsi yang dapat disanggah secara tetap dan sepenuhnya dan belum serupa dengan hal itu dalam dialektika sejarah, tak ada bintang yang sepenuhnya hilang sekaligus mengambil apapun yang signifikan di dalamnya dan melestarikannya sebagai aspek dari suatu realitas sosial yang lebih kaya dan lebih lengkap.

Proses dialektika yang diajarkan Hegel terdiri atas tiga fase, yaitu fase pertama tesis yang menampilkan lawannya antitesis sebagai fase kedua dan akhirnya timbullah fase ketiga yang memperdamaikan fase pertama dan kedua yaitu sintesis. dalam sintesis itu tesis dan antitesis menjadi augehoben yang mengandung tiga arti yaitu:

1. Mengesampingkan

2. Merawat menyimpan jadi tidak ditiadakan melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara

3. Ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi yang keduanya antara tesis dan antitesis tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan.

Dari tiga arti itu dapat dijelaskan secara singkat bahwa kebenaran yang terkandung dalam tesis dan antitesis tetap disimpan dalam sintesis tetapi dalam bentuk yang lebih sempurna. dalam proses dialektika itu alur geraknya akan berlangsung terus-menerus tanpa henti. Sintesis yang telah dihasilkan dapat menjadi tesis baru yang melahirkan antitesis baru dan akhirnya kedua-duanya dapat diperdamaikan menjadi sintesis baru pula. Oleh karena itu, proses dialektika ini sebaiknya dikiaskan dengan gerak spiral dan bukan dengan gerak garis lurus. suatu pandangan ekstrem ke kanan menimbulkan suatu reaksi ekstrim ke kiri yang kemudian melahirkan suatu kompromi sebagai penyelaras dari keduanya yang dimaknai dengan pandangan. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh hegel sendiri sebagai upaya untuk menerangkan maksudnya menyangkut tiga bentuk negara. bentuk negara yang pertama ialah diktator di sini hidup kemasyarakatan diatur dengan baik tetapi warga negara tidak mempunyai kebebasan apapun juga termasuk ke dalam contoh tesis, keadaan ini melahirkan lawannya anarki masuk dalam contoh antitesis. Dalam bentuk negara ini para warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas tetapi hidup ke masyarakatnya menjadi kacau. tesis dan antitesis ini diperdamaikan dalam suatu sintesis yaitu demokrasi konstitusional.

(9)

3.4. Epistimologi Hegel

Pemikiran Hegel tentang epistemologi ini tidak lepas dari pemikiran-pemikirannya tentang metafisiknya, dan senantiasa konsisten dengan methode dialektikanya. Hal tersebut terlihat pada sistem filsafat Hegel itu sendiri, yang terdiri atas ; filsafat logika, filsafat alam dan filsafat roh. Masing-masing oleh Hegel dirinci menjadi tiga bahagian lagi, dan semua bahagian itu terdiri lagi dari tiga bahagian. Semua yang nomor satu dalam skema filsafat Hegel, merupakan tesis-tesis, semua yang nomor dua merupakan antitesis-antitesis, dan semua yang nomor tiga merupakan sentesis-sintesis yang juga kelak menjadi tesis-tesis baru. Berikut ini adalah contoh sistim pembagian llmu Filsafat yang merupakan cerminan sistim pemikirannya.

1. Logika terdiri atas:

• Pengajaran tentang eksistensi terdiri:

o kualitas o kuantitas o derajat

• Pengajaran tentang esensi terdiri:

o esensi sebagai dasar eksistensi o fenomena

o kenyataan

• Pengajaran tentang pengertian terdiri:

o pengertian subyektif o obyek

o ide

2. Filsafat Alam terdiri atas:

• Ilmu pesawat dan terdiri atas:

o ruang dan waktu o mated dan gerak o ilmu pesawat mutlak

• Ilmu alam terdiri atas:

o fisika individualitas umum o fisika individualitas khusus o fisika individualitas total

• Organika terdiri atas:

o alam geologi

o alam tumbuh-tumbuhan o organisme binatang-binatang

3. Filsafat Roh terdiri atas

roh subyektif dan terdiri atas: 1)Antropologi 2)Fenomenologi 3)Psikologi

(10)

Roh obyektif terdiri atas : 1)Hukum 2)Moralitas 3)Kesusilaan

Filsafat Pengertian logika disini bukanlah pengertian logika tradisional (yaitu ajaran tentang bentuk-bentuk dan hukum berfikir), melainkan ilmu yang memandang roh atau idea dalam dirinya, bebas dari ruang dan waktu. Filsafat alam bertugas untuk melacak jalannya idea dalam pengasingan dirinya.Disini juga terdapat dialektika yang terdiri dari tese, antitese dan slntese, yang makin lama makin menanjak. Dimulai dari persoalan tentang waktu dan ruang sebagai tempat kejamakan yang tanpa batas, dimana Idea telah tersesat untuk naik kepersoalan keterbatasan individual, yang akhirnya akan menanjak pada roh yang mutlak, melalui tingkatan yang bermacam-macam. Filsafatnya tentang roh, dibagi menjadi tiga tingkatan dimulai dari roh subyektif sebagai tingkatan yang terendah, memanjat kearah roh yang obyektif untuk akhirnya tiba pada kawasan roh yang mutlak. Prinsip kebenaran bagi Hege secara implislt dicerminkan pada kepentingan umum, akan tetapi prinsip tersebut sejauh tidak dalam bentuk kejahatan.

Ini dapat berarti bahwa sesuatu yang sesuai kepentingan umum dapat menjadi indikasi kebenaran sepanjang hal itu bukan berupa kejahatan. Sebuah pertentangan (opposition) atau perundingan (negosiasion) dapat disetarakan hanya ketika suatu kepentingan khusus, cocok dengan kepentingan umum. Ini adalah apa yang dinamakan sesuai antara konsep keinginan yang tumbuh diatas kepentingan dirinya sendiri dan keutamaan (particularity), sebagaimana dicontohkan tentang sesuatu diinginkan itu sama dengan moral yangmenginginkannya.Perlu dicatat, bahwa term moral, digunakan oleh Hegel adalah tidak lebih sebagai pembatasan pemikiran dan dalam rangka untuk kepentingan sehari-hari. Term & quot; benar & quot;, dapat digunakan dalam berbagai cara didalam berbagai keinginan dalam aktifitas sehari-hari, tetapi ketika berbicara tentang moral, secara umum kita berfikir pada pemenuhan pada tugas-tugas positif, khususnya dalam wacana sosial kemasyarakatan, dilain pihak, Hegel menyimpulkan dari tugas-tugas khusus menuju keluarga (Copleston.1965:248).

Bagi Hegel, pemikiran/ kesadaran (mind) itu terjadi melalui tiga tahapan evolusi:

yaitu melalui pikiran /kesadaran subyektif, pikiran/kesadaran obyektif dan pikiran/kesadaran mutlak. Pikiran/kesadaran subyektif, itu tergantung pada alam, seperti jiwa (soul) yang berlawanan dengan alam, seperti halnya kesadaran, dan ini diperhitungkan dengan alam seperti roh (spirit). Tingkatan pemikiran subyektif ini adalah pemikiran yang tertinggi. Bagi Hegel, pikiran (mind) adalah dunia materi yang kreatif, bagaimanapun didalam keduanya, dunia dan pemikiran kita menemukan dialektika yang sama. Pemikiran Hegel tidak mamuaskan banyak filosof. Banyak yang percaya bahwa dunia materi adalah sangat real untuk dijelaskan semata-mata sebagai suatu pikiran yang kreatif, yang ada didalam individual mind atau absolut mind. Hegel tidak menjelaskan lebih lanjut tentang obyektif mind dan tentang mind yang mutlak.

Dalam hal ini, tampaknya pendapat Herbert Spencer dianggap lebih representatif. Dia mengacu pada "benda-benda didalam dirinya & quot;, berusaha untuk ada atau eksis dan dunia tidak semata-mata idea kita. Dia mendasarkan teorinya pada premis bahwa pengalaman adalah sumber daripada pengetahuan.

3.5. Pemikiran Etika Hegel

Sebagaimana pemikiran Hegel tentang metafisika dan tentang epistimologinya, maka pemikirannya tentang etikanya juga tidak lepas dari teori dialetika. Di dalam ajarannya tentang roh yang obyektif dibicarakan hal hukum dan moralitas atau

(11)

kesusilaan. Oleh karenanya ajarannya tentang roh yang obyektif tersebut juga disebut etika. Sebelumnya harus dibedakan antara etika dan moral. Menurut Bertens, etika adalah tata susila atau tindakan yang mengandung nilai nilai moral, sedang moral itu sendiri adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk yang menjadi pedoman dari tindakan etika. Tegasnya, etika lebih merupakan refleksi filosofis dari moral. Jadi etika lebih merupakan wacana normatif yang relatif, sedangkan moral merupakan wacana normatif dan imperatif yang diungkapkan dalam kerangka baik buruk, yang dianggap sebagai nilai mutlak dan transenden.

Pemikiran etika Hegel merupakan sintesis dari etika Aristoteles dan etika Kant.

Menurut Aristoteles, hidup etis terlaksana dalam partisipasi dalam kehidupan polis (Negara kota). Jadi berpolitik, dalam arti partisipasi, dan beretika adalah sama.

Sedangkan Kant membedakan secara tajam antara hukum (legalitas) dan moralitas.

Bagi Kant, hukum adalah tatanan normatif lahiriah masyarakat, dalam arti bahwa ketaatan yang dituntut olehnya adalah ketaatan lahiriah, sedangkan motivasi batin tidak termasuk. Maka taat hukum belum mencerminkan moralitas. Kriteria mutu moral seseorang adalah kesetiaannya terhadap suara hatinya sendiri. Setiap orang tidak hanya berhak, melainkan berkewajiban untuk senantiasa mengikuti suara hatinya.

Hegel menempatkan diri atas paham moralitas otonom yang dikembangkan Kant.

Namun ia sekaligus kritis terhadap Kant. Baginya posisi Kant adalah abstrak karena tidak memperhatikan bahwa manusia dengan otonominya selalu bergerak dalam ruang yang ditentukan oleh struktur sosial yang mewadahi tuntunan moral. Namun ia tidak sekadar kembali ke Aristoteles. Ia kembali, tetapi di satu level dialektis lebih tinggi.

Dengan menempatkan fenomena moralitas ke dalam kerangka sebuah filsafat sejarah yang luas, Hegel mampu mengatasi keabstrakan Kant dan sekaligus menempatkan legitimasi struktur sosial itu ke tingkat yang lebih tinggi. Dari keduanya menghasilkan Sittlichkeit sebagai tatanan sosial moral yang terwujud dalam lembaga-lembaga kehidupan kemasyarakatan manusia

Sittlichkeit diartikan Frans Magnis Suseno sebagai tatanan sosial-moral.

Sittlichkeit pada dasarnya ditentukan oleh tiga lingkup hidup manusia, yaitu keluarga, masyarakat luas, dan negara. Ketiganya menentukan adat istadat, kebiasaan, dan hukum. Namun tatanan sosial yang berhak menjadi acuan bagi moralitas individu adalah tatanan yang bersyarat, yaitu rasional. Tatanan yang sudah mewadahi otonomi dan martabat manusia, mengakui kebebasan penuh subjektivitas manusia. Individu baru mencapai kemerdekaannya secara penuh apabila setiap hendak bertindak tidak selalu harus mengadakan pertimbangan baru tentang tindakannya. Individu yang bertindak sesuai dengan struktur-struktur itu berarti merealisasikan kebebasannya sendiri. Namun bila tatanan itu merosot ke otoritarianisme, tidak mengindahkan kebebasan dan otonomi individu, maka manusia harus tetap mempertahankan moralitasnya yang otonom dalam dirinya. Hegel tetap mengakui bahwa suara hati adalah hukum terakhir bagi individu. Tak ada jalan kembali ke moralitas hukum yang legalistis.

3.6 Beberapa Paparan Pemikiran dari Karya-Karya Hegel

Georg Wilhelm Friedrich Hegel adalah salah seorang filsuf paling berpengaruh di dunia. Melalui karya-karyanya, Hegel kerap menyentil pemikiran kritis kaum

(12)

cendekiawan. Bahkan, dialetika hegelianisme menjadi sumber inspirasi generasi setelahnya, seperti Karl Marx dan Friedrich Engels.

Sepanjang hidupnya, filsuf kelahiran 27 Agustus 1770 ini telah melahirkan karya- karya fenomenal. Karya-karya Hegel yang amat penting adalah antara lain Phenomenologi Des Geistes/ Phenomenology of Spirit (1807), Wissenschaft der Logik/

Science of Logic ( 1812-1816), Enzyklopedie der Philosophischen/ The Encyclopedia of the Philosophical Sciences (1817), dan Grundlinien der Philosopie des Recht/

Elements of the Philosophy of Right (1821).

Bahkan setelah kematiannya yaitu pada 14 November 1831, karya-karya Hegel masih terus berlanjut. Karya-karya lanjutannya diterbitkan oleh mahasiswa yang mengikuti kuliahnya. Karya-karya tersebut antara lain ada filsafat kesenian, filsafat agama dan sejarah filsafat.

1. Phenomenology of Spirit (1807)

Phenomenology of Spirit (Phanomenologie des Geistes Kadang-kadang diterjemahkan sebagai Phenomenology of Mind) dibuat oleh Hegel pada awal karir filsafatnya. Bisa dibilang buku ini adalah dasar dari sistem filsafat Hegel kedepannya. Di dalam buku The Phenomenology of Spirit, Hegel menggambarkan proses logis yang terjadi ketika pikiran manusia dibangkitkan oleh kesadaran sederhana, melewati tahap-tahap kesadaran diri, penalaran, roh dan agama, hingga pada akhirnya sampai pada Pengetahuan Mutlak.

Dalam karya ini, Hegel berdalih bahwa pikiran adalah realitas objektif, dan begitu juga sebaliknya. Keduanya adalah suatu hal yang sama. Ini berarti bahwa Ketika logika ditujukan pada pikiran, maka ia ditujukan pula kearah realitas. Dengan demikian, subjek logika adalah “kebenaran sebagaimana adanya”.

2. Science of Logic ( 1812-1816)

Science of Logic adalah karya besar hegel yang kedua setelah The Phenomenology of Spirit. Di dalam karya ini, bisa dikatakan hampir tidak terkandung dua hal yang disebutkan dalam judulnya. Yang dimaksud ilmu pengetahuan (science) oleh Hegel adalah metafisika yang merupakan antitesis dari fisika. Sedangkan yang Hegel maksud dengan logika adalah metode dialektikanya sendiri. Di dalam buku ini juga, Hegel tidak mempertimbangkan logika itu sendiri.

The Science of Logic membongkar perbedaan fundamental yang terdapat antara Hegel dengan Kant. Immanuel Kant sepenuhnya memiliki kualifikasi untuk menuliskan sebuah buku mengenai ilmu pengetahuan dan logika, sesuai dengan identitasnya sebagai ilmuwan sejati dan pakar logika yang cemerlang. Di sisi lain, Hegel menggunakan pendekatan historis pada filsafat. Hegel memandang dunia dengan komprehensif, sebagai proses historis yang selalu mengalami evolusi.

3. The Encyclopedia of the Philosophical Sciences (1817)

The Encyclopedia of the philosophical Sciences berisikan satu garis besar yang menyangkut keseluruhan filsafatnya. Di buku ini juga, Hegel menguraikan sistemnya yang membentuk suatu rangkaian struktur yang membentuk piramid.

(13)

Yaitu dimulai dari landasan ide mutlak, dilanjutkan dengan gagasan yang menghasilkan antitesis alam, dan diakhiri di puncaknya dengan sintesisnya, yaitu Roh atau Realitas Mutlak. Keseluruhan sistem ini bisa juga dipandang sebagai Roh (yang juga merupakan Realitas Mutlak) yang mengkontemplasikan dirinya serta signifikansinya sendiri.

4. Elements of the Philosophy of Right (1821)

Pada tahun 1821, Hegel menerbitkan buku The Philosophy of Right yang berisikan gagasan tentang politik dan hak-hak yang terdapat dalam masyarakat. Pada saat ini hegel telah sepenuhnya mendukung status quo dan membenci pemikiran apapun yang berkaitan dengan perubahan sosial yang radikal. Buku ini sangat berpengaruh terhadap pemikiran-pemikiran politik selanjutnya, termasuk aliran-aliran besar pada abad ke-19 seperti marxisme, sosialisme, liberalisme, dan fasisme. Buku ini terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu "Hukum Abstrak", "Moralitas", dan

"Realitas Moral".

(14)

BAB III PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Gerakan filsafat barat yang dimulai oleh Immanuel Kant mencapai puncak perkembangannya pada masa filsafat Hegel. Hegel adalah filsuf barat yang pengaruhnya sangat besar bahkan sampai ke luar Jerman dan masih berlanjut setelah kematiannya. Salah satu pemikirannya yang fenomenal adalah pemikirannya tentang dialektika. Dimana dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi).

Teori dialektika milik Hegel juga ikut andil terhadap beberapa pemikirannya. Seperti pemikirannya terkait metafisika, epistimologi, dan etika miliknya. Pemikiran- pemikirannya kemudian diabadikan di dalam karyanya yang beberapa diantaranya menjadi sumber inspirasi generasi setelahnya seperti Karl Marx dan Friedrich Engels.

Bahkan pemikirannya masih dipelajari oleh pemikir-pemikir masa sekarang.

4.2. Saran

Kami sebagai penyusun makalah menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi masih banyak kekurangan yang kami dapati dikarenakan minimnya pengetahuan dari penulis, sehingga kami masih perlu banyak memperbaiki karya tulis ini.

Harapan kami, makalah kami dengan judul Dialektika Hegel ini dapat membantu mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain dapam menambah wawasan.

Saran yang kami dapat berikan adalah untuk tetap mencari dan mempelajari sumber lain tentang Dialektika Hegel ini. Karena masih banyak sekali ilmu-ilmu pemikiran Hegel yang kami juga masih pelajari.

(15)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Abu Muslim. 2016. ”ETIKA DAN MORALITAS ALA GEORGE WILHELM

FRIEDRICH HEGEL (Kaitannya dengan Filsafat Moral Versi Islam)”. Jurnal Pusaka.

Vol 4. No (2). Hlm 244 - 248.

Ra’fiah Ghazali. 2016. “GEORGE WILHELM FREDRICH HEGEL: Metafisika, Epistemologi dan Etika”. Jurnal Diskursus Islam. Vol 2. No (1). Hlm 91.

Muhammad Rachdian Al Azis. 2021. “Dialektika Hegel (Tesis-Antitesis-Sintesis) dalam Etika dan Filsafat Berkomunikasi Era Kontemporer”. Jurnal Komunikasi. Vol 12. No (2). Hlm 119 - 120.

Strathern, Paul. 2001. 90 Menit Bersama Hegel. Jakarta: Erlangga.

Gazali, R. A. (2014). George Wilhelm Fredrich Hegel": Metafisika, Epistemologi dan Etika. Dalam Jurnal Diskursus Islam, 2(1).

Collinson, Diane., 2001. Fifty Mayor Philosophers, terjemahan : Ilzamudin Ma;mur dan Mufti Ali. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suyahmo, S. (2007). Filsafat Dialektika Hegel: Relevansinya dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Humaniora, 19(2), 11805.

Russel, Bertrand. 2004. Sejarah Filsafat Barat : Kaitannya dengan Kondisi Sosio- Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi