• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Hadits Shahih

N/A
N/A
Rahma Yesi

Academic year: 2024

Membagikan "Makalah Hadits Shahih"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HADIST SHAHIH

Dosen Pengampu:

Awang Mukhlis, M.Pd. I

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Syira Fatharani Taena 2220202133

2. Rahma Yesi 2220202142

3. Nini Rafika 2220202143 4. Muhammad Ari Syawal 2220202144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2023/2024

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa. Atas rahmat dan karunia-nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Ulumul Hadits tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah saw yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Hadist Shohih” merupakan tugas yang diberikan oleh dosen pengampun Bapak Awang Mukhlis, M.Pd.I di mata kuliah yang berjudul Al- Qur’an Hadist SD/SMP/SMA. Kami berharap makalah tersebut dapat menjadi referensi bagi teman-teman sekalian.

Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam segi materi maupun penulisannya, hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu kami dengan tangan terbuka menerima berbagai saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kebaikan bagi kita semua.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Palembang, 26 Februari 2024

Penulis

(3)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kedudukan hadits dalam ajaran Islam sama pentingnya dengan kedudukan al- Qur'an walaupun hadits merupakan sumber kedua setelah al-Qur'an Keberadaannya dalam kerangka agama ajaran Islam merupakan penjelas terhadap apa yang ada di dalam al- Qur'an. Peranan hadits semakin penting jika di dalam ayat-ayat al-Qur'an tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadits dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-dalil keagamaan. Di samping itu, hadits diamalkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian.

Hadist merupakan salah satu sumber hukum bagi umat Islam. Kedudukannya sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an menjadikan pemahaman terhadap hadist adalah penting. terlebih akan penerapannya dalam kehidupan umat Islam. Jenis-jenis hadist dibagi bukan hanya dari satu sudut pandang, namun jenis hadis dilihat dari segi kuantitas seperti banyaknya sanad dan perowi maupun kualitas hadis tersebut. Tidak semua hadis dapat diterapkan dalam aspek kehidupan umat Islam, penting untuk mempelajari hadis mana yang dapat dijadikan pedoman atau pegangan dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu hadist shohih?

2. Apa saja syarat syarat hadis shohih?

3. Apa itu hadits shahih menurut ulama?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud Hadits Shohih 2. Untuk mengetahui Apa saja syarat hadis shohih

3. Untuk mengetahui hadits shahih menurut ulama

(4)

PEMBAHASAN

A. Hadis Sahih

Sahih menurut lughat adalah lawan dari "saqim", artinya sehat. lawan sakit, hag lawan batil." Menurut ahli hadis, hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah SAW, atau sahabat atau tabiin, bukan hadis yang syadz (kontroversi) dan terkena illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya." Dalam definisi lain, hadis sahih adalah,

ذاَش لا َو ٍلاَعُم ُرْيَغ اَنَّسلا ُل ِصَتُم ِطْبَّضلا ُمات ُلْدَع ُهَلَقَن اَم .

Hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung- sambung, tidak ber-'illat, dan tidak janggal.

Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari kata saqim (sakit).

Maka hadits Shahih secara bahasa adalah hadits yang sehat, selamat, benar, sah, sempurna dan yang tidak sakit. Secara istilah menurut Shubhi al-Shalih, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhâbith hingga bersambung kepada Rasulullah atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syâdz (kejanggalan) ataupun ‘illat (cacat).1

Imam Ibn al-Shalah dalam kitabnya ‘Ulûm al-Hadits yang dikenal juga dengan Muqaddimah Ibn al-Shalah, mendefinisikan hadits shahih dengan “Hadits yang disandarkan kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang

‘adil dan dhâbith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syâdz (kejanggalan) dan tidak mengandung ‘illat (cacat)”.2

Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Nuzhah al-Nazhâr Syarh Nukhbah al-Fikâr lebih ringkas mendefinisikan hadits shahih yaitu “Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang

1 Shubhi al-Shalih, ‘Ulûm al-Hadits wa Musthalahuh, Dar al-‘Ilm li al-Malayin, Beirut, tahun 1988, hal.

145.

2 Abu ‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman Ibn al-Shalah,‘Ulûm al-Hadits, al-Maktabah al-Islamiyah al- Madinah al-Munawwarah, tahun1972, hal. 10.

(5)

‘adil, sempurna ke- dhâbith-annya, bersambung sanadnya, tidak ber-‘illat dan tidak ber- syâdz”.3

B. Syarat-Syarat Hadis Sahih

Menurut muhaditsin, suatu hadis dapat dinilai sahih, apabila memenuhi syarat berikut.

1) Rawinya bersifat adil

Para ulama berbeda pendapat tentang kriteria-kriteria periwayat hadits disebut ‘Adil.

Al-Hakim berpendapat bahwa seseorang disebut ‘adil apabila beragama Islam, tidak berbuat bid’ah, dan tidak berbuat maksiat.4 Ibn al-Shalah menetapkan lima kriteria seorang periwayat disebut ‘adil, yaitu beragama Islam, baligh, berakal, memelihara maru’ahdan tidak berbuat fasik.

Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak takwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan mening galkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru'ah, seperti makan sambil berdiri di jalanan, buang air (kencing) di tempat yang bukan disediakan untuknya, dan bergurau yang berlebihan.

2) Rawinya bersifat dhabit

Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan baik, baik dengan hapalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.

Antara sifat ‘adil dan dhâbith terdapat hubungan yang sangat erat. Seseorang yang ‘adil dengan kualitas pribadinya bagus misalnya, jujur, amanah dan objektif tidak dapat diterima informasinya apabila ia tidak mampu memelihara informasi itu.

Sebaliknya, orang yang mampu memelihara, hafal dan paham terhadap informasi yang diketahuinya tetapi kalau ia tidak jujur, pendusta dan penipu, maka informasi yang disampaikannya tidak dapat dipercaya. Karena itu, oleh para ulama hadits keadilan dan kuat hafalan dan terjaganya catatan periwayat hadits kemudian dijadikan satu dengan istilah tsiqah. Jadi, periwayat yang tsiqah adalah periwayat yang ‘adil dan dhâbith.

Dikalangan ulama, pengertian dhâbith dinyatakan dengan redaksi yang

3 Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalani, Nuzhah al-Nazhâr Syarh Nukhbah al-Fikâr, Maktabah al- Munawwar, Semarang, tth., hal. 51.

4 Al-Hakim al-Naysaburi, Ma’rifah ‘Ulum al-Hadits, Maktabah al-Mutanabbih, Kairo, tth., hal. 53.

(6)

beragam. Ibn Hajar al-Asqalani dan al-Sakhawi menyatakan bahwa seseorang yang disebut dhâbith orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengar dan mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja ia kehendaki.5

3) Sanadnya bersambung

Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.

Untuk mengetahui ‘adil tidaknya periwayat hadits ulama telah menetapkan beberapa cara, yaitu pertama, melalui popularitas keutamaan periwayat di kalangan ulama hadits. Periwayat yang terkenal keutamaan pribadinya misalnya Malik ibn Anas dan Sufyan al-Tsawri tidak diragukan ke‘adilannya. Kedua, penilaian dari para kritikus periwayat hadits. Penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan (al-Ta’dil) dan kekurangan (al-Tarjih) yang ada pada diri periwayat hadits. Ketiga, penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil. Cara ini ditempuh apabila para kritikus periwayat hadits tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.6

4) Tidak ber-'illat

Sebagai sebab kecacatan hadits, pengertian ‘illat di sini berbeda dengan pengertian ‘illat secara umum, misalnya karena periwayat pendusta atau tidak kuat hafalan. Cacat umum seperti ini dalam ilmu hadits disebut dengan istilah al-tha’n atau al-jarh dan terkadang diistilahkan juga dengan ‘illat dalam arti umum. Cacat umum ini dapat mengakibatkan pula lemahnya sanad, tetapi hadits yang mengandung cacat itu tidak disebut sebagai hadits mu’allal. Menurut Shalah al-Din al-Adhabi, yang dimaksud dengan hadits mu’allal adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat tsiqah, yang berdasarkan telaah seorang kritikus ternyata mengandung ‘illat yang merusak keshahihannya, meski secara lahiriah tampak terhindar dari ‘illat tersebut. Atau hadits yang secara lahiriah terhindar dari ‘illat tetapi setelah diteliti ternyata mengandung ‘illat yang merusakkan keshahihannya.7

5 Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalani, op.cit., halaman. 13

6 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, tahun 1995), hal. 127-128.

7 Shalah al-Din ibn Ahmad al-Adhabi, Manhaj Naqd al-Matn ‘Ind ‘ulama’ al-Hadits al-Nabawi, Dar al-

(7)

Maksudnya bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat kesahihannya, yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut.

5) Tidak syadz (janggal)

Secara bahasa, Syâdz merupakan isim fa’il dari syadzdza yang berarti menyendiri. Menurut istilah ulama hadits, Syâdz adalah hadits yang diriwayatkan oleh periwayat tsiqah dan bertentangan dengan riwayat periwayat yang lebih tsiqah.18 Pendapat ini dikemukan oleh al-Syafi’i dan diikuti oleh kebanyakan ulama hadits.

Menurut al-Syafi’i, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah dan bertentangan dengan riwayat banyak periwayat yang lebih tsiqah. Suatu hadits tidak dinyatakan mengandung Syâdz bila hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat tsiqah sedang periwayat lain yang tsiqah tidak meriwayatkannya.8

Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) daripadanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau adanya segi-segi tarjih yang lain. Jadi, hadis sahih adalah hadis yang rawinya adil dan sempurna ke- dhabit-annya, sanadnya muttashil, dan tidak cacat matannya marfu', tidak cacat dan tidak janggal.

Jadi, bagi as-Syafi’i, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila: (1) hadits itu memiliki lebih dari satu sanad; (2) para periwayat hadits seluruhnya tsiqah; dan (3) matan dan/atau sanad hadits itu mengandung pertentangan. Bagi al-Hakim, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila: (1) hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat; (2) periwayat yang sendirian itu bersifat tsiqah.

Sebaliknya, menurut al-Syafi’i, suatu hadits tidak mengandung Syâdz apabila: (1) hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat; (2) periwayat yang tidak tsiqah.

Aflaq al-Jadidah, Beirut, tahun 1983 M, hal. 147.

8 Al-Hakim al-Naysaburi, op.cit., halaman. 119

(8)

Karya-Karya yang Hanya Memuat Hadis Sahih 1. Shahih Bukhari

2. Shahih Muslim 3. Mustadrak Al-Hakim 4. Shahih Ibnu Hibban 5. Shahih Ibnu Khuzaimah9

Sebagian Ulama Hadis membagi tingkatan Hadis Shahih, berdasarkan kepada kriteria yang dipedomani oleh para mukharrij (perawinya yang terakhir yang membuku- kan) Hadis Shahih tersebut kepada tujuh tingkatan, yaitu sebagai berikut:

a. Hadis yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

b. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari saja.

c. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim saja.

d. Hadis yang diriwayatkan sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim.

e. Hadis yang diriwayatkan menurut persyaratan Bukhari.

f. Hadis yang diriwayatkan menurut persyaratan Muslim.

g. Tingkatan selanjutnya adalah Hadis Shahih menurut du Imam-Imam Hadis lainnya yang tidak mengikuti syarat Bukhari dan Muslim, seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban.10

C. Hadits Shahih Menurut Ulama

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani memahami hadits shahih mengikuti ulama hadits sebelumnya. Beliau cenderung mendefinisikan Hadits shahih mengikuti dengan definisi hadits shahih Menurut imam Ibn al-Shalah, yaitu hadits yang disandarkan kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhâbith, diterima dari periwayat yang ‘adil dan dhâbith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syâdz (kejanggalan) dan tidak mengandung ‘illat (cacat).11

Imam Ibn al-Shalah dalam kitabnya ‘Ulûm al-Hadits yang dikenal juga dengan Muqaddimah Ibn al-Shalah, mendefinisikan hadits shahih dengan “Hadits yang disandarkan

9 Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Turmusy.2020, Manhaj Dzawi An-Nadzar.Jeddah:Al-Haramain

10 Arbain Nurdin, Ahmad Fajar Shodik, Studi Hadis, Bantul: Sahabat Ladang Kata, 2019, hal 41

11 Abu ‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman Ibn al-Shalah, ‘Ulûm al-Hadîts, al-Maktabah al-Islamiyah, al- Madinah al-Munawwarah, tahun 1972), hal. 10.

(9)

kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhâbith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syâdz (kejanggalan) dan tidak mengandung ‘illat (cacat)”.12

bn Hajar al-‘Asqalani dalam Nuzhah al-Nazhâr Syarh Nukhbah al-Fikâr lebih ringkas mendefinisikan hadits shahih yaitu “Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang ‘adil, sempurna ke- dhâbith-annya, bersambung sanadnya, tidak ber-‘illat dan tidak ber- syâdz”.13

12 Ibid

(10)

KESIMPULAN

Hadis shahih merupakan hadis yang di klasifikasikan berdasarkan kualitasnya memberikan peranyang cukup besar dalam sumber hukum dan ajaran Islam. Dengan cara penyeleksiannya yangcukup berat hadis ini memang menyajikan kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi.Mulai darisanadnya yang bersambung, perawinya yang„adil, dhabit, terhindar dari kerancuan, dan terhindar dari cacat.

Sehingga hadis shahih tidak sembarangan keluar dari kepala,orang-orang yang tidak,bertanggun jawab.Semunyakeluardarikepalaorangyangmendekatdanmenrindukanrid haAllahsertamencintai Rasulullah Saw. hidupnya terpelihara dari barang-barang yang membawa dirinya pada perbuatan dosa, sekecil apa pun.

Hadist sahih juga memiliki beberapa syarat yaitu 1. Rawinya bersifat adil

2. Rawinya bersifat dhabit 3. Sanadnya bersambung 4. Tidak ber-'illat

5. Tidak syadz (janggal)

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Mahfudz Muhammad bin Abdullah At-Turmusy, 2020, Manhaj Dzawi An-Nadzar.

Jeddah:Al-Haramain.

Nurdin Arbain, Ahmad Fajar Shodik, 2019, Studi Hadis, Bantul: Sahabat Ladang Kata.

Shiddieqy -Ash, M. Hasbi, 1987, Sejarah dan Pengantar Ilmu hadist, Jakarta: Bulan Bintang.

Solahudin M.agus, Agus Suyadi, 2008, Ulumul Hadist, Bandung: Cv Pustaka Setia.

Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadists, 2013, Idea Press : Yogyakarta.

Thahhan- Ath , Mahmud, Taisir Musthalah Al-Hadits.1979, Beirut: Dar Al-Quran Al- Karim.

Shubhi al-Shalih, ‘Ulûm al-Hadits wa Musthalahuh, Dar al-‘Ilm li al-Malayin, Beirut, tahun 1988, hal. 145.

Abu ‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman Ibn al-Shalah,‘Ulûm al-Hadits, al-Maktabah al- Islamiyah al- Madinah al-Munawwarah, tahun1972, hal. 10.

Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Asqalani, Nuzhah al-Nazhâr Syarh Nukhbah al-Fikâr, Maktabah al- Munawwar, Semarang, tth., hal. 51.

M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, tahun 1995), hal. 127-128.

Al-Hakim al-Naysaburi, Ma’rifah ‘Ulum al-Hadits, Maktabah al-Mutanabbih, Kairo, tth., hal. 53.

Shalah al-Din ibn Ahmad al-Adhabi, Manhaj Naqd al-Matn ‘Ind ‘ulama’ al-Hadits al- Nabawi, Dar al- Aflaq al-Jadidah, Beirut, tahun 1983 M, hal. 147.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian pada Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UIN Raden Fatah Palembang, maka dapat ditarik kesimpulan yang sesuai dengan masalah penelitian yaitu

Jadi secara keseluruhannya, ketersediaan koleksi di UPT Perpustakaan UIN Raden Fatah Palembang untuk bahan ajar mata kuliah utama Prodi Psikologi Islam yang sesuai

Informasi Elektronik Kuliah Kerja Nyata (E-KKN) pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Raden Fatah Palembang ” yang dapat memudahkan

Panitia Pengadaan Jasa Konsultan Perencanaan Pembangunan Tahap II Gedung Kuliah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang tahun 2017,2.

Panitia Pengadaan Jasa Konsultan Perencanaan Pembangunan Tahap II Gedung Kuliah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang tahun 2017,2.

Dengan adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Prodi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang telah memberikan pemahaman kepada

klasik menjadi rujukannya, seperti kitab hadits, ulumul hadits, Jarh wa Ta’dil, Fiqh, usul fiqh, kitab lughah, kitab nahwu dan sharf, sirah bahkan bisa dikatan rujukananya adalah

Prodi Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang mensyaratkan pengajuan proposal skripsi berjudul Identifikasi Jenis Tumbuhan Famili Asteraceae dan