MAKALAH
HADITS TENTANG ULAMA PEWARIS PARA NABI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu : Hj. Srifariyati, M.S.I
Disusun Oleh : Hafsatun Nabila (3210055)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) INSTITUT AGAMA ISLAM PEMALANG (INSIP)
Jl. Di panjhaithan No.KM.3, Paduraksa. kec. pemalang, kab. Pemalang prov. Jawatengah kode pos 52319, tlp. (0284)3291929
TAHUN AKADEMIK 2023 / 2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Penulis kemudahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan tema “Ulama sebagai Pewaris Nabi”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu, memberikan masukan, dan dukungan dalam proses penyelesaian makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... 2
DAFTAR ISI... 3
BAB I PENDAHULUAN...4
A. Latar Belakang...4
B. Rumusan Masalah...4
C. Tujuan Penulisan... 5
BAB II PEMBAHASAN...6
A. Pengertian Ulama sebagai pewaris Nabi...6
B. Keutamaan Ulama sebagai Pewaris Nabi...9
C. Peran ulama klasik dan kontemporer...10
D. Kewajiban terhadap Ulama Pewaris Nabi...11
BAB III PENUTUP... 14
Kesimpulan... 14
DAFTAR PUSTAKA...15
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَهنَيْدِ اَهلَ دِدِّجَيْ نْمَ ةٍنَسَ ةٍئَاَمَ لِّكُ سِأْرَ ىلَعَ ةٍمَلأُاْ هِذِهَ يْفِ ثُعَبْيْ هَلَلَاْ نَّإِ
“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan di setiap awal seratus tahun orang yang akan memperbaharui agama umat ini.” (HR. Abu Dawud dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1874)
Pentingnya peran ulama untuk umat islam, setiap umat islam mengharapkan para ulamanya tidak hanya berceramah, mengadakan pengajian. Namun, berharap agar sebagai para ulama dapat memberikan pandangan dan menuntun setiap umat islam untuk memperoleh ridho-Nya. Juga mampu untuk memberikan Solusi atau alternatif dalam memecahkan masalah, baik masalah sosial, ekonomi maupun politik dan lainnya sesuai dengan ketentuan norma-norma dalam agama.
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan: “Telah sampai kepada kami bahwa Abu Dawud adalah termasuk ulama dari ulama-ulama yang mengamalkan ilmunya sehingga sebagian imam mengatakan bahwa Abu Dawud serupa dengan Ahmad bin Hanbal dalam hal bimbingan dan kewibawaan. Dalam hal ini Ahmad menyerupai Waki’, dalam hal ini pula Waki’ menyerupai Sufyan dan Sufyan menyerupai Manshur dan Manshur menyerupai Ibrahim, Ibrahim serupa dengan
‘Alqamah dan ‘Alqamah dengan Abdullah bin Mas’ud. ‘Alqamah berkata: “Ibnu Mas’ud menyerupai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bimbingan danarahannya.”1 (Tadzkiratul Huffadz, 2/592, lihat Wujub Irtibath bil ‘Ulama karyaHasan bin Qashim Ar-Rimi)
Allah memilih oang-orang yang dkehendaki-Nya yang dapat menjadi penerang, sebagai penghubung anatara umat-Nya dan Diri-Nya. Sebagai petunjuk jalan setiap hamba untuk menuju Allah SWT. Mereka dikatakan sebagai Ulama.
B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran diatas maka yang akan dibahas pada makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ulama sebagai pewaris para nabi?
2. Apa saja keutaman dari ulama sebagai pewaris para nabi?
3. Apa peran ulama klasik dan kontemporer?
4. Apa saja kewajiban terhadap ulama pewaris para nabi
1 Tadzkiratul Huffadz, 2/592, lihat Wujub Irtibath bil, Ulama karyaHasan bin Qashim Ar-Rimi
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, meliputi:
1. Untuk mengetahui makna tentang ulama sebagai pewaris para nabi.
2. Untuk mengetahui keutamaan-keutamaan apa dari para ulama pewaris nabi.
3. Untuk mengetahui peran ulama klasik dan kontemporer
4. Untuk mengetahui apa saja kewajiban kita terhadap ulama pewaris para nabi.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulama sebagai pewaris Nabi
Adapun istilah Ulama Secara bahasa merupakan kata serapan yang disadur dari bahasa Arab.Kata‘Ulamā’ dalam bahasa Arab merupakan bentuk plural (jamak) dari kata ‘alīm yang berarti “orang yang berilmu.”2 k.Sebagian kalangan akademisi mendefinisikan Ulama secara umum bahwa, Ulama adalah mereka yang memiliki pengetahuan yang mumpuni, baik itu pengetahuan keagamaan maupun pengetahuan non-keagamaan.3
‘Ulama mempunyai tempa yang sangat tinggi dalam kehidupan sosial. Hal itu disebabkan faktor sejarah penyebaran Islam di Indonesia terjadi ketika supermasi institusi Khilafah sangat lemah. Kondisi ini menjadikan peran ‘Ulama semakin kokoh di masyarakat bawah dengan munculnya pesantren-pesantren.4
نَّإِوَ ةٍنَجَلَاْ قِرُطُ نْمَ اَ.قًيْرُطُ هَبِ هَلَلَاْ كَلَسَ اَ.مًلَعَ هَيفِ بُلَطْيْ اَ.قًيْرُطُ كَلَسَ نْمَ
نْمَ هَلَ رُفِغْتَسْيلَ مَلَاَعَلَاْ نَّإِوَ مَلَعَلَاْ بُلَاَطْلَ اَ.ضًرَ اَهتَحَنَجْأْ عُضَتَلَ ةٍكَئَلَامًلَاْ
مَلَاَعَلَاْ لِّضَفِ نَّإِوَ ءِاَمًلَاْ فِوْجْ يْفِ نَّاَتَيحَلَاْوَ ضِرَلأُاْ يْفِ نْمَوَ تِاْوْمًسْلَاَيفِ
ةٍثَرَوَ ءِاَمًلَعَلَاْ نَّإِوَ بُكُاْوْكَلَاْ رُئَاَسَ ىلَعَ رَدِّبْلَاْ ةٍلَيلَ رُمًقًلَاْ لِّضَفِكُ دِّبِاَعَلَاْ ىلَعَ
ذِخَأْ هِذِخَأْ نْمًفِ مَلَعَلَاْ اْوْثَرَوَ اَ.مًهَرَدِ لَاوَ اْ .رَاَنَيْدِ اْوْثَرَوْيْ مَلَ ءِاَيبْنْلأُاْ نَّإِوَءِاَيبْنْلأُاْ
رُفِاْوَ Kظٍّحَبِ
Abu Ad Darda lalu berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu.
Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang.Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu.Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Wazir Ad Dimasyqi telah menceritakan kepada kami Al Walid ia berkata; aku berjumpa dengan Syabib bin Syaibah lalu ia menceritakannya kepadaku dari Utsman bin Abu Saudah dari Abu Ad Darda dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan maknanya.
Imam Hasan al-Bashri menjelaskan ulama adalah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, dan menyukai apa yang disukai oleh Allah dan menghindari apa yang dimurkai Allah. (Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir AlMaraghi). Dari Ibnu Abbas juga menjelaskan, ulama adalah orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, yang menghalalkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang telah diharamkan-Nya, menjaga perintah-perintah-Nya, dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan-Nya yang akan
2 Ibnu Manzur Jamal al-Din Mohammad bin Mukarram Al-Anshari, Lisan Al-Arab, Cet. III, (Cairo: al Dar al- Misriyah, 1994), h. 311
3 Mohamad Kamil Ab. Majid, Ulama Dan Perubahan Sosial Dalam Islam, (Jurnal Usuluddin 10, no. 10 1999), h.
81.
4 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKiS, 2003), xiv
menghisab dan membalas semua amalan manusia. (Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an).
Sejatiya ulama ialah, penerus nabi, menyampaikan risalah dari Allah SWT.
Meneruskan perjuangan nabi dalam menegakkan kebenaran, memberikan pandangan dan solusi dari setiap permasalahan. Oleh karena itu ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan Rasul-Nya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَلَعَلَاْ اْوْثَرَوَاَمًنْإِ .اَمًهَرَدِ لَاوَ اْ .رَاَنَيْدِ اْوْثَرَوْيْ مَلَ ءِاَيبْنْلأُاْ نَّإِ ،ءِاَيبْنْلأُاْ ةٍثَرَوَ ءِاَمًلَعَلَاْ نَّإِ
رُفِاْوَ Kظٍّحَبِ ذِخَأْ دِّقًفِ هَبِ ذِخَأْ نْمًفِ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham.Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu.Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Tirmidzi no. 2681; HR. Ahmad (5/169); HR. Ad- Darimi (1/98); HR. Abu Dawud no. 3641).
Dengan adanya para ulama, kita jadi tahu yang halal dan haram, mana yang mendatangkan mudharat dan mana yang dapat mendatangkan manfaat, mana yang baik dan buruk. Mereka merupakan pewaris para Nabi. Mereka lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang zuhud. Hidup mereka merupakan harta bagi umat dan mati mereka sebagi musibah. Mereka yang dapat mengingatkan kepda orang-orang yang sudah lalai, meninggalkan kewajiban yang sudah di tentukan di dalam agama. Dengan adab para ulama dapat memberikan nasehat kepada orang yang bermaksiat, mengajaknya kembali menuju jalan Allah SWT dan bertaubat.
Dengan demikian, pemahaman spiritual ulama harus mampu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarat, menurut Abraham Maslow karakteristik spirtual yang tinggi adalah: Emosi yang sangat kuat dan mendalam, merasakan kedamaian atau ketenangan yang mendalam, merasa selaras, harmonis, atau menyatu dengan alam semesta, merasa tahu secara lebih mendalam, atau memiliki pemahaman yang mendalam, merasa bahwa itu adalah pengalaman yang istimewa yang sukar atau mustahil diceritakan secara memadai dengan kata-kata.5
Setiap umat muslim membutuhkan mereka, ilmu mereka yang dapat menjadi pegangan untuk terus menuju ridho-Nya. Orang yang menyelisihi erkataan mereka dianggap sebagai penentang. Barangsiapa yang mentaati mereka akan mendapat petunjuk.
Dari ucapan Al-Imam Al-Ajurri di atas jelas bagaimana kedudukan ulama dalam agama dan butuhnya umat kepada mereka serta betapa besar bahayanya meninggalkan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
5 Erba Rozalina Yulianti, Psikologi Transpersonal (Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, n.d.), hlm. 35-36
نَّإِوَ ةٍنَجَلَاْ قِرُطُ نْمَ اَ.قًيْرُطُ هَبِ هَلَلَاْ كَلَسَ اَ.مًلَعَ هَيفِ بُلَطْيْ اَ.قًيْرُطُ كَلَسَ نْمَ
يْفِ نْمَ هَلَ رُفِغْتَسْيلَ مَلَاَعَلَاْ نَّإِوَ مَلَعَلَاْ بُلَاَطْلَ اَ.ضًرَ اَهتَحَنَجْأْ عُضَتَلَ ةٍكَئَلَامًلَاْ
ىلَعَ مَلَاَعَلَاْ لِّضَفِ نَّإِوَ ءِاَمًلَاْ فِوْجْ يْفِ نَّاَتَيحَلَاْوَ ضِرَلأُاْ يْفِ نْمَوَ تِاْوْمًسْلَاْ
ءِاَيبْنْلأُاْ ةٍثَرَوَ ءِاَمًلَعَلَاْ نَّإِوَ بُكُاْوْكَلَاْ رُئَاَسَ ىلَعَ رَدِّبْلَاْ ةٍلَيلَ رُمًقًلَاْ لِّضَفِكُ دِّبِاَعَلَاْ
Kظٍّحَبِ ذِخَأْ هِذِخَأْ نْمًفِ مَلَعَلَاْ اْوْثَرَوَ اَ.مًهَرَدِ لَاوَ اْ.رَاَنَيْدِ اْوْثَرَوْيْ مَلَ ءِاَيبْنْلأُاْ نَّإِوَ
رُفِاْوَ
“Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya –dengan hal itu- Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan surga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.
Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud no. 3641 dan ini lafazh-nya; Tirmidzi no.
3641; Ibnu Majah no. 223; Ahmad, 4/196; Darimi no. 1/98. Dihasankan Syaikh Salim al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 2/470, hadits no. 1388).
Keududukan ulama sebagai pewaris paranabi berarti bahwa setiap orang yang memiliki pengetahuan agama harus menyebarkannya kepada masyarakat sebagaimana tugas para nabi yang secara implisit dalam hal termasuk Nabi Muhammad SAW yang Rasulullah. Orang yang mempunyai pengetahuan agama dan mengembangkannya kepada orang lain inilah waratsatul anbiya.6
Dalam referensi lain kata ‘Ulama di artikan sebagai orang-orang yang menguasai keilmuan Islam atau orang-orang yang berkualitas dalam ilmu pengetahuan atau orang-orang yang menguasi keilmuan Islam baik secara teoritis maupun dalam penguasaan secara praksisinya (amalan).7
Dalam pengertian yang lebih luas, seiring dengan perkembangan IPTEK, ulama selain memiliki pengetahuan agama juga memiliki wawasan ilmu pengetahuan umum sehingga dalam berfatwa, mengajar, memimpin, mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah, seminar, berdakwah, menulis di media massa dilengkapi dengan acuan atau referensi ilmu pengetahuan umum.
B. Keutamaan Ulama sebagai Pewaris Nabi
Orang yang berilmu pasti berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Orang berilmu lebih utama daripada orang yang tidak berilmu.8 Orang yang berilmu lebih banyak melihat sesuatu dari sisi positif dalam pandangannya tidak ada satu punperistiwa di dunia ini yang sia-sia.9
6 A Hasjmy, Ulama Makin Langka (Panji Masyarakat No. 437 tahun XXVI, 1984), hlm, 18.
7 Thomas Patrick Hughes, A. Dictionary of Islam Vol.2,(New Delhi:Cosmo Publications, 2004), 668
8 Arief Furchan, Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia (Yogyakarta: Gama Media, 2004).
9 Mochammad Arif Budiman, “Pendidikan Agama Islam,” Banjarbaru: Grafika Wangi Kalimantan, 2017.
Allah memandang orang berilmu sebagai makhluk mulia sehingga derajatnya akan diangkat ketempat yang lebih tinggi. 10Manusia dan makhluk lain pun melihat orang berilmu sebagai sosok yang mulia. Banyak diantara mereka yang merasa tenang, nyaman dan tercerahkan ketika melihatnya dan dekat dengannya.11
Sesungguhnya betapa mulianya orang-orang yang berilmu yang mengisi waktunya untuk meningkatkan nilai dirinya dengan ilmu. Rasulullah SAW bersabda,
”para ulama adalah pewaris para Nabi”’. Dan juga bersabda, ”manusia yang paling utama adalah mukmin yang alim serta bermanfaat jika dibutuhkan. Jika ia tida dibutuhkan, maka ia pun mencukupi dirinya”.
Yang menjadi keutamaan ulama:
1. Orang yang berilmu akan di angkat derajatnya.
…تِاَجْرَدِ مَلَعَلَاْ اْوْتُوَأْ نْيْذِلَاْوَ مَكَنَمَ اْوْنَمَآ نْيْذِلَاْ هَلَلَاْ عُفِرُيْ..
“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Dengan iman dan ilmunya Allah memuliakan dan mengangkat derajat para ulama di dunia dan akhirat. Satu satunya makhluq yg disebutkan secara jelas bahwa mereka diangkat derajatnya adalah para ulama.
2. Allah memuji orang berilmu dengan menyandingkannya setelah Nama Allah dan malaikat.
لَا طِسْقًلَاَبِ اَ.مًئَاَقَ مَلَعَلَاْ وْلَوَأْوَ ةٍكَئَلَامًلَاْوَ وْهَ لَاإِ هَلَإِ لَا هَنْأْ هَلَلَاْ دِّهشَ
مَيكَحَلَاْ زُيْزُعَلَاْ وْهَ لَاإِ هَلَإِ
“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 18)
3. dunia itu terlaknat kecuali orang yg dzikir, beramal, 'alim, dan penuntut ilmu.
Rasulullah bersabda
{ وَأْ Tمَلَاَعَوَ هِلَااْوَ اَمَوَ هَلَلَاْ رُكُذِ لَاإِ اَهيفِ اَمَ Tنَّوْعَلَمَ Tةٍنْوْعَلَمَ اَينْVدِّلَاْ نَّإِ
Tمَلَعَتَمَ }
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang
‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah.)
10Musthofa Muhammad ’Imaroh, Jawahirul Bukhari (Surabaya: Haromain, 2006).
11 Syaikh Abdullah As-Syarqowi, Tarjamatu Syarah Al-Hikam Ibnu ’Athoilah (Tuban: Maktabah Balagh, N.D.).
4. mendapat istighfar dari semua makhluk
bahkan Allah dan para makhluknya bersholawat untuk ahli ilmu.
رُحَبْلَاْ يْفِ تِوْحَلَاْ ىتَحَوَ ،اَهَرُحَجْ يْفِ ةٍلَمًنَلَاْ ىتَحَ هَتَكَئَلَامَوَ هَلَلَاْ نَّإِ
رُيخَلَاْ سِاَنَلَاْ مَلَعَمَ ىلَعَ نَّوْVلَصَيلَ
“Sesungguhnya Allah, malaikat-malaikatNya, sampai semut di sarangnya, dan ikan di lautan bershalawat untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.”
(HR. Thabrani)
5. Mukmin yang Alim adalah manusia terbaik
Rasulullah menjelaskan bahwa para ulama adalah manusia terbaik
يْنَغْتَسَاْ نَّإِوَ ،عُفِنْ هَيلَإِ جَيتَحَاْ اْذِإِ يذِلَاْ مَلَاَعَلَاْ نْمَؤْمًلَاْ سِاَنَلَاْ لِّضَفِأْ
هَسْفِنْ ىنَغْأْ هَنَعَ
“Orang paling utama adalah seorang mukmin alim yang bermanfaat bila dibutuhkan dan mencukupi dirinya bila ‘tidak diperlukan,’” (HR Ibnu Asakir).
6. Ulama adalah pewaris para nabi dan orang yang paling dekat dengan Nabi
،اَ.مَاَهَرَدِ لَاوَ اْ .رَاَنَيْدِ اْوْثَرَوْيْ مَلَ ءِاَيبْنْلأُاْ نَّإِوَ ءِاَيبْنْلأُاْ ةٍثَرَوَ ءِاَمًلَعَلَاْ
رُفِاْوَ Kظٍّحَبِ ذِخَأْ هِذِخَأْ نْمًفِ ،مَلَعَلَاْ اْوْثَرَوَ نْكَلَوَ
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
C. Peran ulama klasik dan kontemporer
Dalam kajian Islam klasik makna ‘Ulama yang didasarkan dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwa ‘Ulama adalah seorang khashyah yaitu orang yang takut, takluk, mengakui, memuliakan atau mengagungkan kekuasaan Allah dan menyakini Allah Maha segalanya.12 Hal senada juga didapati dalam Al-Qur’an makna ‘Ulama adalah orang-orang “arifun bi Allah” dan sebenar-benarnya khashyah kepada Allah.13
Adapun istilah kontemporer berasal dari kata “co” artinya bersama dan kata
“tempo” berarti waktu. Kata kontemporer merupakan kata sifat/ adjectiv berarti pada masa kini atau dewasa ini. Kontemporer artinya kekinian, modern, atau lebih tepatnya adalah sesuatu kondisi yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini.14
12 Mahmud ibn Umar al-Zamakhshari, al-Kashaf, Juz v (Riyad: Maktabat al-Abikan,1998), 154
13 7 Ismail ibn Khatir al-Dimashq, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Jilid XI, (Kairo: Mu’assasah Qurtubah, 2000), 319- 320
14 Lorens Bagus. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia, 1996)
Menurut Quraish Shihab ada empat tugas ulama yang harus dijalankan ulama sesuai dengan tugas kenabian dalam mengembangkan kitab suci :
1. menyampaikan (tabligh) ajaran – ajaranya, sesuai dengaan perintah Wahai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari tuhaanmu (QS 5:67)
2. menjelaskan ajaran berdasarkan ayat, Dan kami turunkan Alkitab kepadamu untuk kamu jelasskan kepada manusia (QS 16:44)
3. memutuskan perkara atau problem yang dihadapi masyarakat berdasarkan ayat, Dan Allha turukan bersama mereka Al Kitab dengan benar agar dapat memutuskan perkara yang diperselisihkan manusia (QS 2:213)
4. memberikan contoh pengalaman, sesuai dengan hadis dari Ummahatul mukminin Sayyidah Aisyah yang diriwaayatkan oleh Imam Bukhari yang menyatakan bahwa perilaku Nabi adalah praktik dari al-Quran.
Sejatinya tidak ringan tugas yang di emban oleh para ulama, karena Ia harus selalu dapat penjadi penengah, pemecah setiap masalah dalam masyarakat berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini, ulama tidak bisa hanya mengandalkan pada satu penafsiran Al-Qur’an saja, ia harus mampu mengambangkan prinsip-prinip dan menjawa tantangan yang terus menerus mengalami perubahan.
pendapat yang mengatakan bahwa merupakan cela bagi ulama jika ia mendatangi penguasa. Pendapat Imam al-Ghazali tentu tidak harus diterima begitu saja.
Dalam Ihya’ Ulum Al Din (Juz 1 1995 : 58), Imam Al Ghazali mengemukakan argumentasinya. Menurutnya jika seorang ulama mendatangi penguasa, maka ada tiga alternatif yang dihadapinya, yaitu :
1. Ulama tersebut akan diam meskipun melihat kemungkaran.
2. Ia akan berbicara tetapi hanya sekedar basa basi.
3. Ia akan menyaksikan aneka kenikmatan material yang diperoleh dari penguasa.
Kenikmatan tersebut akan dibandingkan dengan kenikmatan yang dimilikinya, sehingga pada akihrnya kenikmatan ini akan menimbulkan rasa rendah diri dan menjadikanya menilai bahwa anugerah Tuhan kepadanya sangat kecil. Pendapatnya ini dikuatkan oleh hadis-hadis yang secara umum dinilai oleh ulama sebagai hadis dhaif.
Namun perlu juga digarisbawahi bahwa untuk terciptanya hubungan baik antara ulama dan seorang pemimpin, dperlukan kondisi terbuka yang didasari dengan prasangka baik (husn al dzan). Dengan demikian segala kekurangan kebaikan atau kebenaran, dapat diterima.
D. Kewajiban terhadap Ulama Pewaris Nabi
1. Beradab, menghormati, dan memuliakan ulama.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan, Adab baik seseorang adalah tanda kebahagiaan dan kesuksesannya.Adab buruknya adalah tanda kesengsaraan dan kebinasaannya.Adab yang baik adalah sangat efektif untuk mendatangkan kebaikan dunia akhirat.Adab yang buruk adalah sangat efektif untuk menghalangi dari
kebaikan dunia akhirat.” (Madarijus Salikin, 2/391), Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah subhanahu wata’ala, bahkan menurut Imam Nawawi bahwa menghormati ulama lebih utama dari pada kepada orang tua karena ulama adalah para pewaris Nabi.
2. Mewariskan sikap menghormati ulama kepada para generasi umat Islam.
Warisan yang paling baik untuk generasi penerus kita adalah berupa kebaikan, dan di antara kebaikan itu adalah menanamkan sikap hormat dan ta’zhim kepada para ulama pewaris nabi.Mereka adalah orang-orang yang telah Allah subhanahu wata’ala tinggikan derajatnya baik di dunia dan akhirat. Allah berfirman:
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis,’ maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang- orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11) 3. Menimba ilmu langsung dari para ulama, bukan melalui buku atau tulisan saja.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan, mempelajari ilmu lewat jalur bertemu langsung dengan ulama akan lebih memudahkan dalam memperoleh ilmu (dan pemahaman) dari pada belajar lewat metode kitab saja.
Karena mereka yang memperoleh ilmu melalui metode kitab akan lebih susah dan membutuhkan upaya sungguh-sungguh agar bisa paham. Padahal ada beberapa hal seperti kaidah-kaidah syar’i dan batasan yang telah ditetapkan oleh para ulama yang butuh penjelasan lanjut, dan harus dipelajari dengan merujuk dan bertanya langsung pada para ulama sebisa mungkin. (Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad Ibn Shalih alUtsaimin, 103) Dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim dijelaskan, salah satu adab seorang pelajar adalah jangan sekali-kali mengambil ilmu dari buku tanpa ulama.
4. Menjaga dan membela kehormatan ulama.
Syaikh Utsaimin pernah berkata, “Mengghibah ulama memberikan mudarat kepada Islam seluruhnya.Karena umat tidak akan percaya lagi kepada ulama lalu mereka akan meninggalkan fatwa para ulama dan lepaslah mereka dari agama.”Mereka merendahkan ulama pewaris nabi dan mencampakkan fatwa serta pandangan para ulama. Allah memberikan ancaman kepada mereka dengan firmanNya
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. An-Nisa: 115)
Membela para ulama pewaris nabi adalah untuk menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kebodohan.Sehingga dunia ini tidak rusak karenanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihIi wasallam bersabda, yang artinya
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orangorang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu.mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari).
Imam Nawawi menjelaskan, “Hadits ini menerangkan bahwa maksud diangkatnya ilmu yaitu sebagaimana pada hadits-hadits sebelumnya secara mutlak.
Bukanlah menghapuskannya dari dada para penghafalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para pemilik ilmu tersebut. Manusia kemudian menjadikan orang- orang bodoh untuk memutuskan hukum sesuatu dengan kebodohan mereka.
Akhirnya mereka pun sesat dan menyesatkan orang lain.15
15 https://portaljember.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-16751622/khutbah-jumat-tema-ulamapewaris-nabi- jangan-dizalimi-mari-mengenal-kedudukan-ulama-yang-istimewa
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Ulama adalah orang yang takut kepada Allah Yang SWT.yang menyukai apa yang disukai oleh Allah dan menghindari apa yang dimurkai Allah. Ulama orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, yang menghalalkan apa yang telah dihalalkan dan mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah. Salah satu tugas Nabi yaitu menyampaikan amanat risalah dari Allah SWT.sejatinya juga tugas seorang ulama, karena ia adalah penerus estafet perjuangan Nabi.
Rasulullah telah mewariskan ilmunya kepada ulama. Ulama yang mendapatkan warisan ilmu dari Nabi adalah ulama yang mempunyai karakteristik yang mendekati sebagaimana karakteristik nabi.
Orang berilmu lebih utama daripada orang yang yang tidak berilmu. Ada dua keutamaan yang kadang luput dari perhatian, yaitu cara melihat dan dilihat. Orang yang berilmu lebih banyak melihat sesuatu yang positif dalam pandangannya. Tentu hal ini berbeda dengan cara pandang orang yang tidak berilmu yang sering kali melihat sesuatu dari sisi negatif.
DAFTAR PUSTAKA
A Hasjmy, Ulama Makin Langka (Panji Masyarakat No. 437 tahun XXVI, 1984), hlm, 18.
Arief Furchan, Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia (Yogyakarta: Gama Media, 2004).
Erba Rozalina Yulianti, Psikologi Transpersonal (Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, n.d.), hlm. 35-36
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKiS, 2003), xiv https://portaljember.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-16751622/khutbah-jumat-tema-
ulamapewaris-nabi-jangan-dizalimi-mari-mengenal-kedudukan-ulama-yang-istimewa Ibnu Manzur Jamal al-Din Mohammad bin Mukarram Al-Anshari, Lisan Al-Arab, Cet. III,
(Cairo: al Dar al-Misriyah, 1994), h. 311
Ismail ibn Khatir al-Dimashq, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Jilid XI, (Kairo: Mu’assasah Qurtubah, 2000), 319- 320
Lorens Bagus. Kamus Filsafat. (Jakarta: Gramedia, 1996)
Mahmud ibn Umar al-Zamakhshari, al-Kashaf, Juz v (Riyad: Maktabat al-Abikan,1998), 154 Mochammad Arif Budiman, “Pendidikan Agama Islam,” Banjarbaru: Grafika Wangi
Kalimantan, 2017.
Mohamad Kamil Ab. Majid, Ulama Dan Perubahan Sosial Dalam Islam, (Jurnal Usuluddin 10, no. 10 1999), h. 81.
Musthofa Muhammad ’Imaroh, Jawahirul Bukhari (Surabaya: Haromain, 2006).
Syaikh Abdullah As-Syarqowi, Tarjamatu Syarah Al-Hikam Ibnu ’Athoilah (Tuban: Maktabah Balagh, N.D.).
Tadzkiratul Huffadz, 2/592, lihat Wujub Irtibath bil, Ulama karyaHasan bin Qashim Ar-Rimi Thomas Patrick Hughes, A. Dictionary of Islam Vol.2,(New Delhi:Cosmo Publications, 2004),
668