• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MAKALAH KELOMPOK 2 KEDUDUKAN DAN FUNSI HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Muh. Fahmi Yahya

Academic year: 2025

Membagikan "TUGAS MAKALAH KELOMPOK 2 KEDUDUKAN DAN FUNSI HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MAKALAH KAJIAN HADITS

“KEDUDUKAN FUNGSI HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM”

Oleh:

MUHAMMAD FAHMI YAHYA (F031211036) DITA DWI HERNANDA (F031211018)

NURFADHILA (F0312110) FAUSIL ADZIM (F0312110)

JURUSAN SASTRA ARAB (ASIA BARAT) FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2023

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

KATA PENGANTAR... ii

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang... 1

2. Rumusan Masalah...2

A. Bagaimanakah Kehujjahan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam?...2

B. Apa Saja Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an?...2

3. Tujuan... 2

BAB II... 3

PEMBAHASAN...3

1. Kehujjahan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam...3

A. Berdasarkan Al-Qur’an... 3

B. Berdasarkan Hadits... 4

C. Berdasarkan Ijma’...5

D. Berdasarkan Akal... 6

2. Penjelasan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an...7

A. Bayan at-taqrir...9

B. Bayan at-tafsir...10

C. Bayan at-tasyri’...13

D. Bayan an-nasaqh...14

BAB III... 16

PENUTUP... 16

1. Kesimpulan... 16

DAFTAR PUSTAKA... 17

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Puja dan puji syukur kita hatur kan atas kehadirat Allah swt. karena rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “KEDUDUKAN FUNGSI HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan akademik mata kuliah Kajian Hadits

Dalam hal ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang selama proses penyusunannya selalu memberikan saran dan masukan agar makalah ini tersusun dengan baik.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam memahami konsep dan perkembangan digitalisasi di era yang saat ini sangat mengandalkan teknologi.

Makassar, 06 September 2023

Penulis

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sejak seorang manusia yang bernama Muhammad lahir hingga mendekati batas akhir hayatnya, masyarakat arab pada saat itu telah menjelma menjadi masyarakat yang dianggap amoral menjadi masyarakat yang bermoral serta berperilaku baik di atas ajaran dan perspektif islam. Pada saat itu, beliau telah berhasil menyampaikan, mendakwahkan, serta merampungkan tugas yang begitu berat di tengah-tengah problematika yang terjadi saat itu, sejak wahyu dari Allah swt. pertama kali beliau terima.

Dalam menjalankan misi kenabiannya, beliau menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan akhlak dan moralitas dalam berperilaku. Pada hal ini beliau menjadi representasi dari Al- Qur’an yang merupakan sumber hukum pertama umat islam, sehingga segala perkataan, perbuatan, dan persetujuannya menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur,an. Hal ini disebabkan sistem etika, perilaku, dan Akhlak Rasulullah saw. merupakan representasi dari Al- Qur’an yang tak lepas dari kerangkanya. Pernyataan ini didukung dengan hadits dari Aisyah ra.

yang mengatakan bahwa akhlak (perilaku) beliau adalah Al-Qur’an.

Riwayat di atas menunjukkan adanya hadits (sunnah) Nabi sangat penting dan mendasar karena kedudukannya sebagai sumber hukum yang sama dengan Al-Quran. Namun jika kita membaginya secara hierarkis, maka sumber hukum yang pertama adalah Al-Quran, sedangkan hadits adalah pilar kedua. Keduanya menjadi satu dengan cepat. Dilihat dari sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, hadis menjadi rujukan bagi segala macam proses kehidupan masyarakat generasi pertama.

Alquran dan Hadits yang dijadikan landasan, ditetapkanlah undang-undang hukum praktis dalam fiqh Islam, Ijma' dan Qiyas juga diakui sebagai sumber rujukan dalam praktik ijtihad atau lembaga hukum. Pasal ini tidak bermaksud menjelaskan kedudukan keempat sumber hukum tersebut, melainkan hanya pada sumber hukum kedua yaitu hadits. Persoalan ini dinilai penting dan mendesak karena sejarah menunjukkan masih ada sekelompok kecil masyarakat yang belum memahami hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam.

(5)

Berangkat dari gubahan latar belakang di atas, maka kami mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah makalah yang berjudul “Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam”.

2. Rumusan Masalah

A. Bagaimanakah Kehujjahan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam?

B. Apa Saja Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an?

3. Tujuan

Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami kedudukan dan fungsi hadits sebagai salah satu sumber ajaran islam.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

1. Kehujjahan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam

Sebagai pedoman hidup bagi umat Muslim, Al-Quran diakui sebagai sumber hukum utama dan tidak diragukan kebenarannya serta tidak terbantahkan otentitasnya dalam Islam. Walaupun demikian, dalam eksistensinya hukum Islam tidak merujuk hanya pada Al-Quran, tetapi juga kepada hadits, ijma', dan qiyas. Sumber-sumber ini bukan berfungsi sebagai penyempurna Al- Qur'an melainkan sebagai penyempurna pemahaman manusia akan Maqashid Al Syariah.

Karena pemahaman manusia terkadang tidak sempurna dan kadang juga salah, sehingga dibutuhkan penjelas (bayan) sebagai tindakan interpretatif tentang sesuatu yang belum dipahami secara seksama.

Hujjah dalam bahasa berarti penjelasan, alasan, bukti, atau argumen yang sah, dan dalam konteks ini, hujjah merujuk pada bukti yang kuat yang bisa diterima oleh masyarakat.

Kehujjahan hadis mengacu pada tingkat kekuatan hadis Nabi Muhammad untuk dijadikan sebagai sumber hukum Islam. Dalam hukum Islam, pernyataan bahwa Al-Quran adalah sumber utama dan hadis adalah sumber kedua tidak mengindikasikan bahwa keduanya berdiri sendiri, melainkan bahwa keduanya saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang berasal dari Allah Swt. Oleh karena itu, para ahli hadis sepakat bahwa hadis dapat dijadikan bukti atau hujjah yang sah bagi umat Islam dalam menetapkan hukum.

Al-Qur’an dan Hadis merupakan dua sumber ajaran pokok syari’at Islam yang tetap, dan setiap individu muslim tidak mungkin memahami syari’at islam secara mendalam dan lengkap tanpa Kembali kepada dua sumber ajaran Islam tersebut. Keberadaan hadis sebagai hujjah dalam hukum Islam dapat ditelusuri melalui berbagai sumber penetapan hukum syariat Islam.

Yakni Al Qur'an, Hadits, Ijma' dan Akal.

A. Berdasarkan Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.

Kepada umatnya untuk dijadikan sebagai sumber ajaran/ pedoman hidup sehari-hari. Diantara ayat-ayat yang dimaksud adalah:

(7)

1) QS. An-Nisa :136

هِ لَّ لاهِ رْ فُ رْ لَّ رْ لَّ لَّ ۚ فُ رْلَّ رْ هِ لَّ لَّ رْلَّ يهِ للَّ هِ الَّ هِ لرْ لَّ هِ لهِو!فُ"لَّ #ىٰلَّ%لَّ لَّ لَّ لَّ يهِ للَّ هِ الَّهِ لرْ لَّ هِ لهِو!فُ"لَّلَّ هِ لَّ لاهِ و&فُهِ آ و&فُلَّ آ لَّ هِ للَّ ا(لَّفُلَّ الَّ

)دًي,هِلَّ ا.دًا0لَّ1لَّ لَّ 1لَّ )رْ2لَّ3لَّ هِ 4هِاآ.رْ 5هِورْيلَّلرْ لَّ هِ هِ !فُ"فُلَّ هِ هِ فُ 6فُلَّ هِ هِ لَّ 7هِا0لَّلَّ لَّ

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.

2) QS. Al- Imran : 32

لَّ هِ 3هِالَّ لرْ 8فُ9هِفُ ا.لَّ لَّ لَّ ل :لَّا;هِ3لَّ ورْللَّولَّ<لَّ :رْا;هِ3لَّ ۖ لَّ و!فُلَّ ل لَّ لَّ لَّ ل و,فُي>هِلَّ رْ فُ

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".

3) QS. AL-Maidah : 92

فُ يهِ ?فُلرْ @فُا0لَّلَّ لرْ ا&لَّلهِو!فُ"لَّ #ىٰلَّ %لَّ ا?لَّلَّ لَّ و?فُلَّ %رْا3لَّ Aرْفُ يرْللَّولَّ<لَّ :رْا;هِ3لَّ ۚ "فُلَّ Bرْ لَّ لَّ و!فُلَّ ل و,فُي>هِلَّ لَّ لَّ لَّ ل و,فُي>هِلَّ لَّ

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah.

Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.

4) QS. An-Nisa :80

اCدًيهِ Bلَّ Aرْ(هِيرْلَّ %لَّ Dلَّا&لَّرْ !لَّ"رْلَّ ا?لَّ3لَّ #ىٰللَّولَّ<لَّ رْ لَّ لَّ ۖ لَّ لَّ ل Eلَّا>لَّلَّ )رْ2لَّ3لَّ لَّ و!فُلَّ ل FهِGهِفُ رْ لَّ

Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

B. Berdasarkan Hadits

Terkait dengan kedudukan hadis Nabi Saw. dapat diketahui dan dipahami dalam berbagai sabda Rasul Saw. berkenaan untuk menjadikan hadis sebagai pedoman hidup di samping Al- Qur'an sebagai pedoman utamanya. Beberapa hadis yang menunjukkan kehujjahan hadis itu sendiri sebagai sumber hukum , di antaranya adalah sebagai berikut :

1) Hadits dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib

(8)

:فُا ,لَّرْ Hلَّلٌ Jفُ "لَّKفُ Hهِ وفُا .لَّلَّفُ,لَّ لَّفُ لَّ Lرْ هِ لَّلَّ الَّ هِ لرْMفُي<هِ فُ ينِّ ;هِا.لَّلَّلَّا لَّفُ لَّ لَّAلَّلَّ !لَّ لَّهِ يرْلَّ %لَّفُلَّ ل #لَّ Pلَّهِلَّ لهِ و !فُ "لَّرْ %لَّلَّ هِ 6لَّي)هِ ,رْ لَّهِ رْ5هِ )لَّ 2رْ ?هِلرْ رْ %لَّ

Aفُ9رْللَّ Aرْفُ للَّ فُ 9هِلَّ ا.لَّ ا.لَّلَّ Qفُوفُ نِّ 9لَّ3لَّ 5مٍ لَّ Bلَّ رْ هِ هِ ي3هِ Aرْ<فُ)رْJلَّلَّ الَّ لَّ Qفُوفُ Bهِالَّ3لَّ مٍ ا0لَّBلَّ رْ هِ هِ ي3هِ Aرْ<فُ)رْJلَّلَّ ا?لَّ3لَّ :هِآ رْ 2فُلرْ لَّ (لَّهِ Aرْفُ يرْلَّ %لَّ فُ و2فُلَّ هِ هِ لَّ "هِلَّ #لَّ %لَّ

Aرْللَّ :رْا;هِ3لَّ Qفُ فُ 2رْلَّ :رْلَّ Aرْ(هِيرْلَّ ,لَّ3لَّ 5مٍورْ2لَّهِ لَّ لَّ لَّ رْ لَّ لَّ ا(لَّفُ BهِاPلَّ ا(لَّ&رْ%لَّ يلَّ&هِSرْلَّTرْلَّ :رْلَّ ا.لَّ;هِ )مٍUهِا,لَّفُ VفُGلَّ2لَّلفُ ا.لَّلَّ FهِفُTلَّل رْ هِ مٍ الَّ يWهِ فُ 6فُ ا.لَّلَّ ينِّهِ Uرْالَّ.رْ "هِا?لَّ9هِلرْ

Qفُ لَّ هِ هِ Lرْ?هِهِ Aرْ(فُلَّ2هِ,رْفُ :رْلَّ فُ لَّ 3لَّ Qفُ فُ 2رْلَّ

Dari Al Miqdam bin Ma'di Karib dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur'an dan yang semisal bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, "Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur'an!

Apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara haram maka haramkanlah.

Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging himar jinak, daging binatang buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu'ahid (kafir dalam janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tidak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai dengan sikap jamuan mereka."

2) Hadist Riwayat Imam Malik, Rasulullah SAW bersabda :

:

هِ لهِورْ!فُ"لَّ Vلَّ&لَّ!فُلَّ هِ ل لَّ الَّ6هِ ا?لَّ(هِهِ Aرْفُ رْ Tلَّ?لَّ<لَّ الَّ ورْفُ Xهِ<لَّ رْ للَّ هِ رْ لَّ رْ لَّ Aرْفُ يرْ3هِ Mفُ6رْلَّ <لَّ

“Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”.

Hadits di atas mewakili sejumlah hadis yang semakna dengannya. Inti dari kandungan hadis di atas menegaskan bahwa Alquran tidak terlepas dari hadits. Dan hadits merupakan wahyu yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara yang berbeda. Dengan demikian eksistensi hadis diakui sendiri oleh hadis itu sendiri dan tidak terdapat pertentangan di dalamnya.

C. Berdasarkan Ijma’

Para ulama telah sepakat menjadikan hadis sebagai sumber ajaran Islam yang wajib diikuti dan diamalkan. Penerimaan para ulama terhadap hadis Sama halnya dengan penerimaan mereka terhadap Alquran karena keduanya sama-sama dijadikan sumber ajaran Islam. Dan

(9)

kesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan semua ketentuan- ketentuan yang terkandung dalam hadis sejak Rasulullah masih hidup dan terus berlanjut pada masa-masa sahabat, tabiin dan tabiat. Tidak ada yang mengingkarinya, banyak diantara mereka tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya.

Terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber hukum Islam pada masa sahabat, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini.

1) Pada masa Abu Bakar ketika dibaiat menjadi khalifah, beliau dengan tegas mengatakan “Saya tidak sedikitpun meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan/

dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut menjadi orang jika meninggalkan perintahnya”.

2) Pada saat khalifah Umar bin al-Khattab berada di depan Hajar Aswad dia berkata:

“Saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya sendiri tidak melihat sendiri Rasulullah Saw. menciummu, maka saya tidak akan menciummu”

3) Pada suatu saat pernah ditanya kepada Abdullah bin Umar masalah ketentuan salat safar dalam Al-Qur'an. Ia menjawab: “Allah Swt. telah mengutus Nabi Saw. kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka kami berbuat sebagaimana duduknya Rasulullah Saw. Saya makan sebagaimana duduknya Rasulullah dan saya salat sebagaimana salatnya Rasulullah.

4) Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa khalifah Usman bin Affan pernah berkata: “Saya duduk sebagaimana mengikuti duduknya Rasulullah Saw., saya makan sebagaimana makannya Rasulullah Saw., dan saya mengerjakan salat sebagaimana salatnya Rasulullah Saw.

D. Berdasarkan Akal

Kedudukan hadis sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, di samping didasarkan kepada dalil naqli, juga berdasarkan dalil aqli, yaitu :

1) Al-Qur’an diterima secara qath’i, sedangkan hadis diterima secara zhanni, kecuali hadis Mutawatir. Keyakinan kita kepada hadis hanyalah secara global, bukan secara detail sedangkan al-Qur’ân baik secara global maupun secara detail, diterima secara meyakinkan.

(10)

Oleh karena itu, sesuatu yang diterima secara qath’i semestinya didadahulukan dari yang z hanni

2) Hadis adakalanya menerangkan sesuatu yang bersifat global dalam al-Qur’an, adakalanya memberi komentar terhadap al-Qur’an dan adakalanya membicarakan sesuatu yang belum dibicarakan oleh al-Qur’an. Jika hadis itu berfungsi menerangkan atau memberi komentar terhadap al- Qur’an maka sudah barang tentu statusnya tidak sama dengan derajat pokok yang diberi penjelasan atau komen- tar, yang pokok (al-Qur’an) pasti lebih utama dari pada yang memberi komentar (hadis).

3) Di dalam hadis sendiri terdapat petunjuk bahwa hadis menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an.

4) Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh seluruh umat Islam. Bila kerasulan Nabi Muhammad SAW telah dibenarkan dan diakui, maka sudah seharusnya segala peraturan dan perundang-undangan serta segala inisiatif beliau, baik yang beliau lakukan atas bimbingan ilham atau atas hasil Ijtihad semata, ditempat- kan sebagai sumber hukum atau sebagai pedoman hidup (PROF DR. ZIKRI DARUSSALIM, 2020).

2. Penjelasan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an

Kedudukan Hadits Nabi sebagai sumber otoritatif ajaran Islam yang kedua, telah diterima oleh hampir seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja di kalangan Sunni tapi juga di kalangan Syi’ah dan aliran Islam lainnya. Legitimasi otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas muslim terhadap Nabi sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melalui kehendak Ilahiyah (Mukrimaa et al., 2016).

Oleh karena itu segala perkataan, perbuatan dan takrir beliau dijadikan pedoman dan panutan oleh umat islam dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih-lebih jika diyakini bahwa Nabi selalu mendapat tuntunan wahyu sehingga apa saja yang berkenaan dengan beliau pasti membawa jaminan theologis.

Namun, apabila ditinjau dari aspek kedudukan dan sumber ajaran islam, maka hadits memiliki kedudukan yang kedua setelah Al-Qur’an. Apabila ditinjau aspek wurud dan tsubut- nya maka Al-Qur’an merupakan qath’i al-wurud (pasti), sedangkan hadits selain hadits

(11)

mutawatir berstatus dzanni al-wurud (relatif). Maka, sumber ajaran islam yang berstatus qath’i (Al-Qur’an) harus didahulukan kedudukannya dibandingkan yang berstatus dzanni (hadits) (Robert & Brown, 2004).

Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan Al-Qur’an, sebagian besar hadits bersifat operasional atau menunjukkan tata cara, karena fungsi hadits terhadap ayat-ayat Al-Qur’an ialah sebagai al-bayan (penjelas). Sebagaimana terdapat pada Qur’an surah An-Nahl ayat 44, Allah swt. berfirman:

:لَّ فُ لَّ لَّ لَّ لَّ Aرْ(فُلَّ ,لَّللَّلَّ Aرْ(هِيرْللَّ;هِ لَّ نِّ فُ الَّ Yهِا&لَّ لهِ لَّ ينِّلَّفُ لهِ لَّ 6رْنِّ لٱ Kلَّيرْللَّ;هِ اآ&لَّلرْلَّ لَّ لَّ ۗهِ فُ فُ لٱلَّ Mهِ&لَّىٰينِّلَّلرْٱهِ

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (Q.S. An Nahl:44)

Dengan demikian, hadits merupakan tuntunan praktis terhadap apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Hadits mampu menjelaskan yang mubham, merinci yang mujmal, membatasi yang muthlaq mengkhususkan yang umum dan menguraikan hukum-hukum beserta tujuannya, yang merupakan suatu bentuk praktek yang pengejawantahannya yang beragam (Studi Ilmu Hadis (Alfiah, Fitriadi, Sujai) (z-Lib.Org).Pdf, n.d.)

Dalam pembahasan mengenai fungsi hadits sebagai al-bayan (penjelas) beberapa ulama berbeda-beda pendapat, seperti Imam Malik bin Anas sendiri menyebutkan ada lima macam fungsi hadis terhadap Al-Qur'an, yaitu bayan al-tafsir, bayan al-taqrir, bayan al-tafshil, bayan al-basth, bayan al-tasyri. Imam as- Syafi’i juga membagi lima macam fungsi hadis terhadap Al-Qur'an yaitu bayan al-tafshil, bayan al-takhsis, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, dan bayan al-nasakh. Sementara itu, Imam Ahmad bin Hambal juga menyebutkan lima fungsi Hadis terhadap Al-Qur'an yaitu, bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, dan bayan al-takhsis, dan bayan al-taqyid. Serta masih banyak pendapat-pendapat ulama terkait hal tersebut (PROF DR. ZIKRI DARUSSAMIN, 2020).

Pada kaitannya, secara garis besar fungsi hadits sebagai al-bayan (penjelasan) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an terbagi atas empat fungsi, yaitu:

(12)

A. Bayan at-taqrir

Secara etimologi, bayan at-taqrir dapat juga disebut bayan at-ta’qid dan bayan al- itsbat yang berarti menetapkan, menegaskan, atau memperkuat hukum yang ada di dalam Al-Qur’an atau mengungkapkan kembali kandungan yang ada di dalam Al-Qur’an tanpa menambahkan atau mengurangi isi pokok yang terdapat di dalamnya(Yuslem, 1997).

Sehingga fungsi hadits terkait hal ini berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan di dalam Al-Qur’an. Misalnya firman Allah mengenai awal Ramadhan pada qur’an surah Al- Baqarah ayat 185 yang berbunyi:

رْ لَّ اXدًهِ لَّ :لَّا6لَّ لَّ لَّ ۖ فُ ?رْ]فُيلَّرْ 3لَّ لَّ (رْ^لَّلٱ Aفُفُ &هِ )لَّ(هِHلَّ ?لَّ3لَّ ۚ:هِالَّ رْ فُ لرْٱلَّ _ىٰ)لَّ(فُلرْٱ لَّ نِّ Mمٍ&لَّىٰينِّلَّ لَّ Yهِا&لَّ لنِّ _)دًUفُ :فُ`لَّرْ 2فُلرْٱ هِ ي3هِ لَّ هِ فُ _آهِ للَّٱ :لَّاXلَّلَّ "لَّ فُ (رْHلَّ

:لَّ فُ فُ ^رْ<لَّ Aرْفُ لَّ ,لَّللَّلَّ Aرْفُ aىٰ)لَّUلَّ الَّ #ىٰلَّ %لَّ لَّ لَّ لٱ ا۟ فُ نِّ لَّ فُ لهِلَّ cلَّ)لَّ,هِلرْٱ ا۟وفُ ?هِرْ فُ لهِلَّ لَّ Tرْ,فُلرْٱ Aفُفُ هِ )فُهِ فُ ا.لَّلَّ لَّ Tرْيفُلرْٱ Aفُفُ هِ فُ لَّ لٱ )فُهِ فُ ۗلَّ 4لَّفُ 5مٍالَّ لَّ رْ نِّ cلٌ)لَّ,هِ3لَّ مٍ لَّ !لَّ #ىٰلَّ %لَّ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Ayat di atas dipertegas dengan hadits Nabi Muhammad saw. yang bersabda

لَّ 6لَّWلَّ Aلَّلَّ !لَّلَّ هِ يرْلَّ %لَّ فُ لَّ ل #لَّ Pلَّ هِ لَّ ل لَّ و!فُ"لَّ :لَّلَّ ا?لَّ(فُ&رْ%لَّ فُ لَّ ل يلَّ1هِ"لَّ لَّ ?لَّ%فُ هِ رْ هِ لَّ ل )هِرْ%لَّ رْ %لَّ Fمٍ3هِالَّ رْ %لَّ Kلٌلهِالَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ Vلَّ?لَّلَّ Tرْلَّ فُ رْ هِ لَّ ل )فُرْ%لَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ

فُ للَّ "فُ)فُرْ ا3لَّ Aرْفُ يرْلَّ %لَّ Aلَّeفُ :رْا;هِ3لَّ Qفُرْ لَّ <لَّ #لَّ Bلَّ فُ Gهِرْ <فُ ا.لَّلَّ لَّ ا0لَّ(هِلرْ رْ لَّ <لَّ #لَّ Bلَّ وفُ و]فُ<لَّ ا.لَّ لَّ ا2لَّ3لَّ :لَّاXلَّلَّ "لَّ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang bulan Ramadhan lalu Beliau bersabda:

"Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal dan jangan pula kalian berbuka

(13)

hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan)".

Hadis dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang telah dimuat dan terdapat di dalam Al-Qur'an, tanpa menambah atau menjelaskan apa yang termuat di dalam ayat-ayat tersebut.

B. Bayan at-tafsir

Bayan at-tafsir merupakan fungsi hadits sebagai penjelas atau penafsiran dari ayat- ayat Al-Qur’an yang bersifat mujmal, ‘am, dan muthlaq.

1) Penafsiran ayat mujmal (ringkas/abstrak)

Hadits memberikan penjelasan secara terperinci terhadap ayat-ayat al-Qur’ân yang bersifat global, baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum. Fungsi bayan al-tafsir ini juga disebut sebagai bayan al-tafshil, yaitu menjelaskan dan merinci ayat-ayat yang mujmal atau ayat yang berisi suatu perkara secara garis besar, sehingga maknanya kurang dapat dipahami kecuali setelah adanya penjelasan dan perincian. Salah satunya ayat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 43 yang membahas tentang perintah sholat, sebagai berikut:

لَّ ي,هِ6هِ لَّ ل Fلَّلَّ و,فُ6لَّ"رْ لَّ cلَّا6لَّلَّ ل و<فُآ لَّ cلَّا0لَّ]لَّل و?فُيهِ لَّ لَّ

Laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’

(Al-Baqarah:43)

Namun, pada ayatnya tidak menunjukkan mengenai tata cara atau rukun-rukun saat mengerjakan sholat sehingga kandungan ayat ini dianggap mujmal (ringkas). Pada inilah fungsi hadits sebagai penjelas terhadap ayat Al-Qur’an yang bersifat mujmal (ringkas), yang berbunyi sebagai berikut:

5مٍا0لَّ!لَّ هِ رْ )هِ?لَّ9لَّفُ فُ رْ هِ ?لَّBرْلَّ ل )فُرْ%لَّ الَّ الَّلَّرْلَّ لَّ ح Kهِهِ ?لَّلرْ )فُرْ%لَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ لَّ الَّ gهِ"هِا9لَّلرْ فُ رْ )فُلهِا4لَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ لَّ الَّ "مٍولَّ!لَّ هِ رْ هِ لَّ ل )هِرْ%لَّ فُ رْ "فُولَّ!لَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ

Fمٍيرْلَّ<فُ رْ %لَّ هِ يرْلَّ فُ ل #للَّورْلَّ هِ Lهِ )هِBلَّ ي3هِ )لٌلهِا4لَّ لَّ الَّ لَّ هِ يرْلَّ فُ ل هِ رْ #للَّورْلَّ لَّ ?لَّرْلَّ رْ %لَّ `مٍاGلَّ%لَّ رْ %لَّ Kهِهِ ?لَّلرْ )فُرْ%لَّ هِ هِ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ لَّ الَّ hفُ"لَّiرْالَّ.رْ ولَّUفُ jفُ9لَّ!رْ;هِ الَّ الَّلَّرْلَّ لَّ الَّ

لَّ الَّ لَّ Aلَّ<لَّالَّ3لَّ kمٍا,لَّ6لَّ"لَّ Fلَّلَّ"رْلَّ اUلَّ)لَّ,رْلَّ #لَّ Pلَّ Aلَّdفُ cلَّلَّ 4هِاآ.رْ `لَّا^لَّ,هِلرْ #لَّ ]لَّ3لَّ هِ ?لَّBرْلَّ ل )فُرْ%لَّ لَّ الَّ لَّ #لَّ Pلَّ Aلَّdفُ `لَّو1فُوفُلرْ لَّ TلَّBرْالَّ3لَّ الَّ1لَّولَّ<لَّ رْ لَّ لَّ الَّ 8مٍ,رْ6لَّ رْ %لَّ

"هِ)رْ2لَّلرْ Vهِلَّ يرْللَّ Vهِللَّهِ &رْ?لَّهِ فُ للَّ لَّ 6فُ لَّ (هِي3هِ فُ لَّ 2رْلَّ "لٌولَّ!لَّ لَّ الَّ لَّ lفُهِ لَّ2رْلَّ الَّ Aفُلَّ ,رْلَّ لَّ لَّ Uفُmلَّوnفُ!فُلَّ لَّ (فُ%لَّو6فُ"فُ Aفُهِ فُ "لٌولَّ!لَّ

(14)

Telah mengkhabarkan kepada kami Sawwar bin Abdullah bin Sawwar, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, telah meriwayatkan dan memberitakan kepada kami Abdur Rahman bin Muhammad bin Sallam, dia berkata; telah memberitakan kepada kami Ishaq yaitu Al Azraq, dia berkata; telah menceritakan hal tersebut kepada kami Abdul Malik dari 'Atho`

dari Aiman, budak Ibnu Zubair yang telah dimerdekakan, dan Khalid berkata di dalam haditsnya; budak Az Zubair dari Tubai' dari Ka'ab, dia berkata; "Barang siapa yang berwudhu dan memperbaiki wudhunya lalu melakukan shalat..., Abdur Rahman berkata;

kemudian melakukan sholat Isya terakhir kemudian melakukan shalat setelahnya empat reka'at dan ia menyempurnakannya, Sawwar berkata; dia menyempurnakan ruku' dan sujudnya dan dia mengetahui apa yang dia baca, dan Sawwar berkata; dia membaca didalamnya maka shalat tesebut sama dengan kedudukan lailatul Qodar."(H.R. An Nasai) 2) Penafsiran ayat ‘am (Umum)

Hadits yang mengkhususkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum. Fungsi hadits seperti ini dikenal dengan istilah bayan al-takhsis yaitu penjelasan Nabi dengan cara memberikan batasan atau mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum, sehingga tidak berlaku bagian tertentu yang mendapat pengecualian. Tertaktub pada Q.S. An Nisa ayat 11, sebagai berikut:

Aرْ6فُ)هِللَّىٰرْ لَّ #آ3هِ فُ لَّ لٱ Aفُفُ يPهِوفُ

ۖ

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. (QS. An- Nisa’:11).

Ayat harta warisan ini bersifat umum, kemudian dikhususkan oleh hadits Nabi SAW yang melarang mewarisi harta peninggalan oleh para Nabi, berlainan agama, dan pembunuh. Syariat waris tidak berlaku bagi para Nabi sebagaimana dijelaskan oleh hadits.

Sehingga dapat dipahami bahwa mewariskan harta peninggalan dianjurkan kepada umat Islam, namun tidak berlaku bagi para Nabi. Hadis yang menjelaskan hal tersebut adalah sebagai berikut:

(15)

: : و ا23 ؟ي g" ا. يلا Mلا23 ،ي)ل ي U ا23 ؟Kd : : Mلا23 ، ي #ل; V?>ا3 k`اJ ا ،c U ي % :

# % j ، لو, A ! ي % ل # P ل و!" :ا6 و% ي& ل ،g"و ا. و2 A ! ي % ل # P ل و!" M,?! :

ي % j & A ! ي % ل # P ل و!" :ا6

Bahwa Aisyah, Ummul Mu’minin mengabarkan kepadanya bahwa Fatimah, putri Rasulullah Saw. meminta kepada Abu Bakar As-Shiddiq setelah wafatnya Rasulullah Saw.

agar membagi untuknya bagian harta warisan yang ditinggalkan Rasulullah Saw. dari harta fa’i yang Allah Swt. karuniakan kepada Beliau. Abu Bakar katakan; “Rasulullah Saw. telah bersabda: “Kami tidak mewariskan dan apa saja yang kami tinggalkan semuanya sebagai sedekah“. (HR. Bukhari).

3) Taqyid al-muthlaq (pembatasan ayat yang bersifat mutlak)

Taqyid al-muthlaq adalah penjelasan hadis untuk membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Artinya, ayat-ayat al-Qur’ân yang bersifat mutlaq (tidak terbatas), kemudian oleh hadis diberi taqyid (muqayyad=dibatasi). Sebagian ulama menyebutnya dengan bayan taqyid. Misalnya firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 38:

Aلٌيهِ Bلَّ لٌ هِ %لَّ فُ لَّ ل لَّ ۗ هِ لَّ ل لَّ هِ ا.دًالَّ لَّ الَّTلَّ6لَّ ا?لَّهِ `دً لَّ Jلَّ ا?لَّ(فُلَّ)هِرْلَّ و,فُGلَّرْ ا3لَّ Vفُلَّ"هِاTلَّل لَّ hفُ"هِاTلَّل لَّ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.

Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al Maidah:38)

Pada ayat di atas tidak terbatas pada bagian tertentu saja. Kata “tangan”

melambangkan arti mutlak, meliputi telapak tangan, tangan, lengan dan bahu. Namun sunnah menjelaskan hal tersebut dan memberikan batasan bahwa pemotongan dilakukan pada bagian pergelangan tangan. Rasulullah SAW melakukan hal tersebut saat menghadapi seorang pencuri. Lalu dia memotong dari pergelangan tangannya seharga perisai perang.

هِ يرْلَّ %لَّ فُ لَّ ل #لَّ Pلَّ ينِّهِ&لَّل رْ %لَّ هِ يهِلَّ رْ %لَّ )مٍ,رْ!لَّ هِ رْ هِ هِ ا%لَّ رْ %لَّ )مٍهِ لَّ وفُلَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ 8لٌيرْUلَّفُ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ يفُهِ فُ qرْ?لَّلرْ 5مٍا^لَّUهِ وفُلَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ "مٍا^لَّلَّ فُ رْ )فُ?لَّ9لَّفُ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ

نِّ nلَّ?هِلرْ هِ ?لَّdلَّ ي3هِ hهِ"هِاTلَّل )فُلَّ FفُGلَّ2رْ<فُ لَّ الَّ Aلَّلَّ !لَّلَّ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami

(16)

kepada kami Abu Waqid dari Amir bin Sa'd dari Ayahnya dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Tangan seorang pencuri dipotong seharga perisai perang." (H.R. Ibnu Majah)

C. Bayan at-tasyri’

Bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam al- Qur’an atau dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashal) saja. Istilah ta’yin berarti berfungsi menentukan mana yang dimaksud di antara dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksudkan oleh Al- Qur'an. Dalam Al-Qur'an ada banyak ayat-ayat yang terkadang bisa memiliki beberapa kemungkinan makna.

Dalam hadis terdapat hukum-hukum yang tidak dijelaskan Al-Qur’ân, ia bukan penjelas dan bukan penguat (ta’kid), tetapi sunnah itu sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia menjelaskan yang tersirat dalam ayat-ayat al-Qur’ân. Hal ini, misalnya hadits tentang masa ‘iddah seorang wanita yang diceraikan, penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.

Salah satu tafsir untuk mengartikannya dalam beberapa makna yang berbeda, contohnya lafaz quru’ dalam ayat yang membahas tentang masa ‘iddah wanita yang diceraikan. Yang terdapat pada Q.S. Al Baqarah ayat 228 yang berbunyi:

ۚ`مٍ فُ فُ Vلَّdلَّا0لَّdلَّ لَّ (هِTهِفُ رْ الَّهِ لَّ ]رْلَّ لَّ لَّ لَّ kفُا2لَّلَّ Gلَّ?فُلرْ لَّ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.(QS. Al- Baqarah ayat 228)

Kata quru’ pada ayat ini bisa dimaknai sebagai masa haid (menstruasi) atau dalam keadaan suci. Akan tetapi yang dimaksud quru’ pada ayat tersebut ialah masa haid, sebagaimana yang terdapat pada hadits Abdullah Bin Umar yang diriwayat oleh Imam Bukhari yaitu:

يلَّUهِلَّ فُ <لَّلَّ لَّ رْ لَّ ?لَّ%فُ فُ رْ jلَّلَّ >لَّ لَّ ا2لَّ3لَّ لَّ ?لَّ%فُ لَّ رْ Mفُلرْالَّ!لَّ مٍ يرْلَّJفُ فُ رْ rفُفُوفُ ي&هِdلَّ)لَّBلَّ لَّ هِ ي!هِ فُ رْ )فُ?لَّ9لَّفُ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ AلَّيUهِ لَّ رْ;هِ فُ رْ )فُهِ لَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ sلٌاnلَّBلَّ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ

:رْ;هِ Mلَّرْلَّ"لَّلَّ لَّ الَّ Vهِ2لَّيهِ Gرْلَّ ل Kلَّرْ هِ هِ )فُلَّ ,رْلَّ 3لَّ Mفُرْ فُ ا(لَّ<هِ)لَّ%هِ هِ فُ فُ رْ هِ jلَّنِّ Gلَّفُ Aلَّdفُ ا(لَّ,لَّJهِ لَّ فُ :رْلَّ Qفُلَّ لَّ الَّ3لَّ Aلَّلَّ !لَّلَّ هِ يرْلَّ %لَّ فُ لَّ ل #لَّ Pلَّ يلَّهِ &لَّل فُ ?لَّ%فُ لَّ الَّTلَّ3لَّ tلٌ7هِاBلَّ

jلَّ?لَّ9رْلَّ!رْ لَّ لَّ nلَّ%لَّ

(17)

Telah menceritakan kepada kami Hajjaj Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sirin Telah menceritakan kepadaku Yunus bin Jubair Aku bertanya kepada Ibnu Umar, maka ia pun berkata; "Ibnu Umar pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haid. Maka Umar pun menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan akhirnya beliau memerintahkannya agar ia meruju'nya kembali dan menceraikannya di permulaan masa iddahnya." Aku bertanya, "Apakah ia (isteri Ibnu Umar) menunggu masa iddah dari perceraian itu?" ia menjawab, "Bagaimana pendapatmu, bila ia memang benar-benar bodoh atau pandir (tak tahu)?" (H.R. Bukhari)

D. Bayan an-nasaqh

Kata Nasakh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), ijalah (menghilangkan), ta’wil (memindahkan) dan taghyir (mengubah). Hal ini tidak berarti bahwa hukum dalam Al-Qur'an belum sempurna, melainkan Al-Qur'an telah menunjukkan secara garis besar segala permasalahan keagamaan.

Sebagai contohnya pada Q.S Al Baqarah ayat 180 yang membahas mengenai wasiat kepada ahli waris, sebagai berikut

لَّ ي2هِلَّ ?فُلرْ #لَّ %لَّ ا2دًBلَّ ۖuهِ فُ ,رْ?لَّلرْاهِ لَّ يهِ لَّ رْ الَّ.رْ لَّ هِ رْ )لَّلهِ ولَّرْ لهِ VفُيلَّPهِولَّلرْ دً يرْ4لَّ Dلَّلَّ <لَّ :رْ;هِ kفُورْ?لَّلرْ Aفُ6فُ)لَّBلَّلَّ لَّ XلَّBلَّ Wلَّ;هِ Aرْفُ يرْلَّ %لَّ 8لَّهِ 6فُ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Q.S.Al Baqarah:180)

Dan sebagai bentuk nasaqhnya, Rasulullah saw. bersabda

لَّ و!فُ"لَّ Mفُ,رْ?هِ!لَّ فُ و2فُلَّ يلَّهِ Uهِالَّلرْ Vلَّلَّ الَّ فُ الَّلَّ Mفُ,رْ?هِ!لَّ يفُهِ ا.لَّورْqلَّلرْ Aمٍهِ Tرْفُ فُ رْ فُ يهِ Bرْلَّ Hفُ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ vمٍايلَّ%لَّ فُ رْ فُ ي,هِ?لَّ!رْ;هِ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ "مٍا?لَّ%لَّ فُ رْ 5فُا^لَّUهِ ا&لَّdلَّ)لَّBلَّ

gمٍ"هِ ولَّلهِ VلَّيلَّPهِلَّ ا0لَّ3لَّ فُ 2لَّBلَّ jقٍّBلَّ يWهِ لَّ 6فُ #Gلَّ%رْلَّ )رْلَّ لَّ لَّ ل :لَّ;هِ Eهِmلَّولَّلرْ VهِnلَّBهِ 5لَّا%لَّ هِ هِ لَّGرْ4فُ ي3هِ فُ و2فُلَّ Aلَّلَّ !لَّلَّ هِ يرْلَّ %لَّ فُ لَّ ل #لَّ Pلَّ هِ لَّ ل

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar; telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy; telah menceritakan kepada kami Syurahbil bin Muslim Al Khaulani,

(18)

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada saat khutbah haji wada': 'Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memberi masing-masing orang haknya, maka tidak ada harta wasiat bagi ahli waris.'"(H.R.Ibnu Majah)

(19)

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan isi makalah di atas, maka dapat kita simpulan bahwasanya hadits merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an berdasarkan landasan dan sumber-sumber terkait kehujjahan Al-Qur’an.

Adapun secara garis besar hadits memiliki empat fungsi terhadap ayat-ayat Al Qur’an yaitu bayan at-taqrir, bayan at-tafsir, bayan at-tasyri’, serta bayan an-nasaqh.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Mukrimaa, S. S., Nurdyansyah, Fahyuni, E. F., YULIA CITRA, A., Schulz, N. D., ,د ناسغ., Taniredja, T., Faridli, E. M., & Harmianto, S. (2016). No 主観的健康感を中心とした在

宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析

Title. In Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Vol. 6, Issue August).

PROF DR. ZIKRI DARUSSAMIN, M. A. (2020). Fakultas ushuluddin uin riau 9 786237 885047 >. http://repository.uin-suska.ac.id/31106/1/ilmu hadis.pdf

Robert, B., & Brown, E. B. (2004). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における健 康関連指標に関する共分散構造分析Title (Issue 1).

Studi Ilmu Hadis (Alfiah, Fitriadi, Sujai) (z-lib.org).pdf. (n.d.).

Yuslem, N. (1997). Hadis Sunnah. 220–221.

Referensi

Dokumen terkait

Khusus hukum waris Islam yang ternyata diterima dan dikehendaki berlakunya oleh umat Islam di semua daerah yang telah diteliti oleh BPHN dan Fakultas Hukum UI pada tahun 1977-1979,

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan selesainya makalah “Sumber Hukum dan Ajaran Islam” ini, kami menyimpulkan bahwa sumber hukum

Dari ayat tersebut jelas bahwa kedudukan Al-Quran adalah sebagai sumber hukum islam yang paling utama yang dapat dijadikan pedoman hidup dan.. petunjuk bagi

Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog

Inilah yang dapat kelompok kami paparkan ,yang tentunya masih banyak kekurang dalam pembuatan makalah ini.Bahwa ajaran islam perlu di pelajari lebih mendalam lagi bagi

Menurut para ulama, makna kedua hadits ini bukan berarti semua perkara yang baru adalah urusan agama tergolong bid‟ah, karena mungkin ada perkara baru dalam

Setelah diperbaiki oleh penghulu dan para ulama, kitab hukum tersebut diterima oleh pemerintah VOC dan digunakan pengadilan untuk menyelesaikan sengketa kalangan umat Islam di 12

Bahwa proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jasirah Arab, yang pada tahun 1980-an Islam di