MAKALAH Hukum Pidana
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi Tugas Hukum Perdata , Pidana Dan Tata Usaha Negara
Disusun Oleh : Hambali E1031211080
Dosen Pengampu :
Dr. H. Agus Sikwan, SH.,M.Hum
Universitas Tanjungpura
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Pemerintahan
2022
Kata Pengantar
Puji syukur kami Panjatkan Kehadirat Allah SWT , yang atas rahmat-nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya . Adapun Judul dari makalah ini adalah Hukum Pidana Dalam Kasus Human Traffiking Di Kabupaten Sambas
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besar nya kepada dosen mata kuliah Hukum Perdata , Pidana dan Tata Usaha Negara Dr. H. Agus Sikwan, SH.,M.Hum yang telah memberikan tugas kepada kami , serta ingin mengucapkan Terima Kasih kepada para pihak yang telah membantu dalam Pembuatan Makalah Ini
Kami jauh dari kesempurnaan , dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya . Oleh karena itu keterbatasan waktu dan kemampuan kami , maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya
Sungai Kakap , 25 September 2022
Hambali
BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan . Untuk tegaknya hukum pidana maka diberilah kewenangan kepada Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Dimana para pelaku kejahatan atau penjahat yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi lemah brutal, dan marginal. Karena itu tidak berlebihan jika kejahatan dianggap sebagai masalah sosial yang pada umumnya bersumber dari masalah kemiskinan.
Hukum Pidana dengan sanksi yang keras dikatakan mempunyai fungsi yang subsider artinya apabila fungsi hukum lainnya kuranga maka baru dipergunakan Hukum Pidana, sering juga dikatakan bahwa Hukum Pidana itu merupakan ultimum remedium. Ultimum remedium merupakan istilah hokum yang biasa dipakai dan diartikan sebagai penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum.
Sudikno Mertokusumo mengartikan bahwa ultimum remedium sebagai alat terakhir.
Hukum pidana langsung berhadapan dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia yang tertinggi ialah hak untuk hidup dan hukuman pidana mengenal pidana mati, ada hak asasi untuk bebas bergerak, hukum pidana mengenal pidana penjara dan sistem penahanan yang merampas hak bergerak, ada hak untuk memiliki ada pidana perampasan dan
seterusnya. Untuk menghilangkan pidana yang semena-mena karena langsung menyentuh HAM, diperkenalkan beberapa asas akibat revolusi prancis yang meletus karena pengenaan pidana yang semena-mena dan tidak adil , maka muncul asas legalitas yang diperkenalkan oleh sarjana Anselmus von Feuerbach yang bahasa latinnya “Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali” (tidak ada delik tidak ada pidana tanpa undang-undang
sebelumnya)
BAB II
RUMUSAN MASALAH Rumusan Masalah Pada Pembahasan Yang Terkait Antara Lain 1. Apa Pengertian Hukum Pidana Secara Umum , Luas Dan Sempit ? 2. Bagaimana Pembangian Hukum Pidana secara Luas maupun Sempit ? 3. Apa saja Prinsip dalam Hukum Pidana ?
4. Apa saja Fungsi Dan Tujuan Hukum Pidana ? 5. Apa Saja Sumber Hukum Pidana ?
6. Bagaimana Hukuman atau Pidana Menurut Pasal 10 Dalam KUHPidana ?
BAB III
TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan Pengertian Hukum Pidana Secara Umum , Luas Dan Sempit.
2. Menjelaskan Bagaimana Pembangian Hukum Pidana secara Luas maupun Sempit.
3. Menjelaskan Apa saja Prinsip dalam Hukum Pidana.
4. Menjelaskan Apa saja Fungsi Dan Tujuan Hukum Pidana.
5. Menjelaskan Apa Saja Sumber Hukum Pidana.
6. Menjelaskan Bagaimana Hukuman atau Pidana Menurut Pasal 10 Dalam KUHPidana
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengertian Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum , perbuatan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang Undang Pidana.
Pada prinsipnya ada dua pengertian yang berbeda tentang Hukum Pidana, yang disebut dengan ius poenale dan ius puniendi. Ius poenale merupakan pengertian Hukum Pidana yang obyektif. Hukum Pidana dalam pengertian ini menurut Mezger adalah , “Aturan-aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana”. Dari definisi ini terlihat bahwa hukum pidana berpokok pada 2 hal yaitu :” perbuatan yang memenuhi syarat tertentu”, dan “pidana”. Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu
mengandung dua hal : “perbuatan jahat (perbuatan yang dilarang)” dan “orang yang melakukan perbuatan tersebut”.
Sementara itu Hazewinkel–Suringa memberikan pengertian yang lebih luas, dikatakannya Hukum pidana tersebut meliputi :
1. perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya telah ditentukan ancaman sanksi terlebih dahulu telah ditetapkan oleh Lembaga negara yang berwenang, 2. Aturan-aturan yang menentukan bagaimana atau dengan alat apa negara dapat
memberikan reaksi pada mereka yang melanggar aturan-aturan tersebut, 3. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-
peraturan tersebut pada waktu tertentu dan di wilayah negara tertentu.
Demikian pula dengan Muljatno mengatakan, hukum pidana memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan , yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaiman telah diancamkan
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Oleh Muljatno pengertian tersebut dikelompokkan menjadi hokum pidana materiil (substantif criminal law), yaitu semua peraturan yang mengenai bidang No.
1 dan 2, serta hukum pidana formil (hukum acara pidana) untuk peraturan yang mengenai No. 3. Hukum pidana materiil mengatur tentang prinsip kesalahan (guilt in principle), sedangkan hukum pidana formil mengatur prosedur untuk menentukan seseorang secara fakta bersalah (guilty in fact)
Dan pengertian Hukum Pidana Secara Luas maupun Sempit Adalah 1. Pengertian luas; adalah berhubungan dengan hak negara/alatalat
perlengkapannya untuk mengenakan atau menentukan ancaman pidana terhadap suatu perbuatan.
2. Pengertian sempit, yaitu hak negara untuk menuntut perkaraperkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana.
4.2 Pembagian Hukum Pidana secara Luas maupun Sempit 4.2.1 Pembagian hukum pidana dalam arti luas , yaitu :
1. Hukum Pidana materiil atau sering disebut Hukum Pidana Substantif, sering hanya disebut dengan istilah hukum pidana saja adalah perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Di Indonesia sumber Hukum pidana ini ada pada KUHP dan Undang-undang di luar KUHP yang mengatur tentang tindak pidana khusus, seperti UU No. 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No.8tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang, UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Hukum Pidana formil/Hukum Acara Pidana, adalah aturan-aturan yang mengatur tentang bagaimana negara dengan perantara alatalatnya (polisi, jaksa, hakim) melaksanakan haknya untuk mengenakan Pidana sebagaimana telah diancamkan.
Sumber hukumnya adalah UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban, UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, UU No.11 tahun 2012 tetang Sistem Peradilan Anak, dan dalam peraturan-peraturan tersebar diberbagai ketentuan Undang-undang tentang tindak pidana khusus.
3. Hukum Pelaksanaan Pidana (Strafvollstreckungrecht) adalah aturan- aturan tentang pelaksanaan pidana penjara, pidana kurungan, tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, dan sebagainya. Sampai saat ini peraturan tentang hal ini dapat dilihat dari UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan berbagai peraturan pelaksanaannya.
4.2.2 Pembagian Hukum Pidana Dalam arti Sempit 1. .Berdasarkan wilayah keberlakuannya :
2. Hukum Pidana umum (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, KUHP dan Undang-undang tersebar di luar KUHP)
3. Hukum Pidana lokal (Perda untuk daerah-daerah tertentu)
2. Berdasarkan bentuknya :
Hukum Pidana tertulis, ada dua bentuk yaitu
1. Hukum Pidana dikodifikasikan; Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan
2. Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (tindak pidana khusus yang diatur dalam undang-undang tersendiri seperti UU Tindak pidana
Ekonomi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan sebaginya).
4.3 Prinsip Dalam Hukum Pidana 1. Berdasarkan Tempat 1. Prinsip Universal
Universal yakni perundang-undangan hukum pidana didasarkan
kepada kepen-tingan seluruh dunia yang dilanggar oleh seseorang. Dalam konteks kejahtan dalam asas universal ini ialah kejahatan yang tergolong sebagai- bagaian kejahatan musuh umat manusia (hosti humangeneris) semisal kejahatan narkotika, terorisme, pembajakan pesawat udara, genosida, kejahatan perang dan lain-lain. Penegasan yuridiksi universal ini terdapat di dalam konvensi tentang kejahatan internasional atau kejahatan yang mempunyai dimensi internasional.
2. Prinsip Nasional Aktif
Asas Nasional Aktif merupakan asas dalam Perundang-undangan hokum pidana berlaku yang menegaskan setiap warga negara yang melakukan tindak pidana tertentu di luar wilayah Negara atau di luar negeri. Pada dasarnya asas ini dikaitkan dengan orangnya (warga negara) tanpa mempersoalkan dimanapun ia berada. Atas dasar kedaulatan negara maka seti-ap negara berdaulat menghendaki agar setiap warga negaranya tunduk pada perundang-undangan hukum pidana negaranya dimanapun ia berada. Dengan kata lain bahwa perundang-undangan hukum pidana negara yang berdaulat itu selalu mengikuti warganya.
3. Prinsip Nasional Pasif
Asas Nasional Pasif yakni Berlakunya perundang-undangan hokum pidana didasarkan pada kepen-tingan hukum suatu Negara yang dilanggar oleh seseorang di luar wilayah Negara atau di luar negeri. Tidak
dipersoalkan kewarganegaraan pelaku tindak pidana apakah warga Negara atau orang asing.nasionalitas pasif telah diruuskan dalam Pasal 4 butir 1, 2, 3, dan Pasal 8 KUHP
2. Berdasarkan Orang / Personal
1. Tidak Dipidana seseorang Tanpa Kesalahan
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan mengandung pengertian bahwa seseorang yang telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum pidana yang berlaku, tidak dapat dipidana oleh karena ketiadaan kesalahan dalam perbuatannya tersebut
2. Alasan Pembenar
Alasan pembenar berarti alasan yang menghapus sifat melawan hokum suatu tindak pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi
perbuatannya (objektif). Misalnya, tindakan 'pencabutan nyawa' yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati (Pasal 50 KUHP)
3. Alasan Pemaaf
Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum.
Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif).
Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44 KUHP) 4. Alasan Penghapus Hukuman
peraturan yang ditujukan kepada hakim. Peraturan ini menetapkan berbagai keadaan pelaku, yang telah memenuhi perumusan delik
sebagaimana yang telah diatur di dalam undang-undang yng seharusnya dipidana, akan tetapi tidak dipidana.
5. Ne Bis In Idem
perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. Gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan dan
mengandung Ne bis In Idem, harus dinyatakan oleh hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard) 3. Berdasarkan Waktu
Hukum Pidana tidak berlaku terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan sebelum undang – undang itu di sahkan
4.4 Fungsi Dan Tujuan Hukum Pidana
Menurut Sudarto Hukum Pidana memiliki fungsi umum dan fungsi khusus : 1. Fungsi umum Hukum Pidana adalah untuk mengatur hidup
kemasyarakatan dan menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Sedangkan menurut Oemar Senoadji Hukum adalah alat untuk menuju ke policy dalam bidang ekonomi. Sosial dan kebudayaan.
2. Fungsi khusus Hukum Pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya, dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi hukum yang lainnya. Kepentingan hukum meliputi orang, kelompok orang (masyarakat, negara, dan sebagainya.
HLA Hart mengatakan bahwa hukum pidana memiliki tugas utama untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan yang diakibatkan oleh setiap pelanggaran undang-undang.
Menurut Hart hokum pidana itu tidak saja bertujuan untuk memperbaiki pelaku kejahatan agar tidak melakukan lagi kejahatan, tetapi juga untuk mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan. Sedangkan
Wilkins mengatakan bahwa tujuan utama hukum pidana adalah memperkecil kemungkinan pelaku kejahatan mengulangi perbuatannya.
4.5 Sumber Hukum Pidana Indonesia
a. KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai sumber utama hukum pidana Indonesia terdiri dari :
1. Buku I bagian umum, Buku II tentang Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran, dan
2. Memorie van Toelichting (MvT) atau Penjelasan terhadap KUHP.
Penjelasan ini tidak seperti penjelasan dalam perundang-undangan Indonesia. Penjelasan ini disampaikan bersama rancangan KUHP pada Tweede Kamer (Parlemen Belanda) pada tahun 1881 dan diundang tahun 1886.
b. Undang-undang di luar KUHP yang berupa tindak pidana khusus, seperti UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Tindak Pidana Ekonomi, UU Narkotika, UU Kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT)
4.6 Hukuman atau Pidana Menurut Pasal 10 KUHPidana A. Pidana Pokok
1. Pidana Mati
Pidana Mati merupakan pidana yang terberat. Hal ini diketahui dari urutan jenis pidana mati yang letaknya paling atas dalam jenis pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Menurut Pasal 69 KUHP berat ringannya pidana ditentukan oleh urutannya dalam peraturan
perundangundangan.
Pelaksanaan hukuman mati menurut Pasal 11 KUHP dilaksanakan oleh algojo dengan cara digantung . Ketentuan ini telah dihapuskan dengan Perpres No. 2 tahun 1964 yang menentukan pelaksanaan hukuman mati dilakukan dengan ditembak sampai mati di daerah pengadilan yang menjatuhkan hukuman dalam tingkat pertama.
2. Pidana Penjara
Pidana Penjara diatur dalam Pasal 12 KUHP. Pidana penjara
merupakan pidana utama bila dilihat dari jenis pidana hilang kemerdekaan.
Pidana penjara bisa dijatuhkan seumur hidup, atau dapat selama waktu tertentu. Pidana penjara dalam batas waktu tertentu memiliki batas
maksimum umum adalah 15 tahun, dalam hal-hal tertentu dapat sampai 20 tahun dan minimum umum adalah 1 hari. Pidana penjara yang diancamkan dalam suatu delik selalu dengan maksimal khusus (sekarang dalam tindak pidana-tindak pidana khusus ditentukan pula minimal khusus)
Pelaksanaan dapat dilakukan di seluruh penjara Indonesia. Terpidana tidak memiliki hak khusus (hak pistole) sebagaimana pidana kurungan.
Terpidana penjara dibagi dalam kelas-kelas dalamm rangka pembinaan.
Pidana penjara dihubungkan dengan pelepasan bersyarat (perole/halfway house).
3. Pidana Kurungan
Pidana Kurungan diancamkan terhadap kejahatan yang tidak berat (kejahatan dengan kealpa atau pelanggaran). Maksimum umum pidana kurungan adalah 1 tahun dan dapat diperpanjang sampai 1 tahun 4 bulan dalam ada hal-hal yang memberatkan
Pelaksanaan pidana kurungan hanya di daerah tempat tinggal terpidana dengan jam kerja yang terbatas. Terpidana kurungan memiliki hak pistol.
Hak Pistol adalah hak untuk menata sendiri ruang tahanannya.
4. Pidana Denda
Pidana Denda adalah pidana perampasan terhadap harta benda terpidana. Terpidana denda diberikan kebebasan untuk melaksanakan pidana denda, apakah akan membayar seluruhnya, sebagian atau tidak membayar sama sekali. Bila tidak membayar seluruhnya ataupun membayar hanya sebagian dari denda yang dijatuhkan, maka terpidana denda akan menjalani pidana kurungan pengganti.
B. Pidana Tambahan
1.Pencabutan hak-hak tertentu
Hak-hak yang dapat dicabut dapat diketahui dari Pasal 35 KUHP, yaitu hak untuk memegang jabatan tertentu, hak untuk menjani pekerjaan tertentu, hak untuk memilih dan dipilih, hak menjadi penasihat hukum, atau pengurus menurut penetapan pengadilan, hak menajdi wali, wali pengawas,
pengampu, atau pengampu pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri.
2.Perampasan barang-barang tertentu
Menurut Pasal 35 KUHP tidak semua barang—barang milik terpidana di rampas. Barang-barang yang dapat dirampas adalah barang-barang
kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan tersebut (corpora delicti), dan barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan (
instrumenta delicti). Barang-barang yang dirampas tersebut harus disebutkan secara limitatif dalam putusan hakim.
3.Pengumuman putusan hakim
Pengumuman putusan hakim harus dibacakan dalam sidang terbuka.
Walaupun putusan hakim dilakukan dalam sidang terbuka, adakalanya putusan itu dipandang perlu untuk diumumkan agar lebih diketahui oleh masyarakat secara luas. Pengumuman putusan hakim ini perlu dilakukan agar orang tertentu yang biasa melakukan kejahatan tertentu tidak
membahayakan orang lain lagi. Pengumuman ini dilakukan biasanya melalui surat kabar dengan memuat ikhtisar dari putusan hakim tersebut. Biaya pengumuan menurut ketentuan Pasal 43 KUHP ditanggung oleh terpidana.
Perbedaan pidana pokok dengan pidana tambahan :
1. Pidana pokok dapat dijatuhkan secara sendiri-sendiri, sedangkan pidana dalam Pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan bersamaan dengan pidana pokok.
2. Pidana pokok merupakan keharusan (imperatif), sedangkan pidana tambahan bukan merupakan keharusan (fakultatif).
3. Dalam hal-hal tertentu pidana tambahan merupakan keharusan, seperti dalam Pasal 250 bis,Pasal 261 dan Pasal 275.
BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan
Hukum Pidana memiliki sifat hukum publik, karena hukum pidana mengatur hubungan antra orang dengan negara (masyarakat). Hukum pidana secara umum berfungsi untuk mengatur tata dalam masyarakat, yaitu
menciptakan ketertiban. Secara khusus hukum pidana berfungsi untuk
melindungi kepentingan hukum dari perbuatan-perbuatan yang melanggarnya dengan menggunakan sanksi pidana.
Sanksi pidana adalah penderitaan yang dengan sengaja dijatuhkan pada seseorang yang melanggar hukum oleh pejabat yang berwenang.
5.2 Saran
Dengan ada nya makalah ini diharapkan meminimalisasi tentang tindak pidana yang terjadi di Indonesia
Daftar Pustaka
Sudarto, Hukum Pidana IA, (Malang : Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, 1974), hal. 6.
Mulyatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1980), hal. 1.
Andi Zaenal Abidin, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, (Bandung : Alumni, 1987), hal. 1
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Penerbit Sinar baru, 1984), hal. 13.
Remelink, Jan., Hukum Pidana, Jakarta P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2003.