• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KELOMPOK 1 TUGAS USAHATANI

N/A
N/A
ALRISKI LAGALA

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH KELOMPOK 1 TUGAS USAHATANI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN USAHATANI DI INDONESIA, SEJARAH PERKEMBANGAN USAHATANI DI PROVINSI SULAWESI

TENGAH DAN KAITAN ANTARA USAHATANI DAN AGRIBISNIS

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Usahatani

Dosen Pengampuh : Shintami R. Malik., SP., MP.

Disusun oleh : KELOMPOK 1 1.

Gita Rahayu _E321 21 010

2.

Moh. Al Riski_E321 21 029

3.

Azahra Nabila_E321 21 038 4. Anton Prayetno_E321 21 044

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO PALU

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Gambaran Usahatani Di Indonesia, Sejarah Perkembangan Usahatani Di Provinsi Sulawesi Tengah dan Kaitan Antara Usahatani dan Aribisnis" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Usahatani. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Ruang Lingkup tentang Gambaran Usahatani Di Indonesia, Sejarah Perkembangan Usahatani Di Provinsi Sulawesi Tengah dan Kaitan Antara Usahatani dan Aribisnis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Shintami R. Malik., SP., MP. selaku dosen Usahatani. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 16 Februari 2024 Kelompok 1

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...2 C. Tujuan...2 BAB II PEMBAHASAN

A. Gambaran Usahatani Di Indonesia...3 B. Sejarah Perkembangan Usahatani Di Provinsi Sulawesi Tengah...5 C. Kaitan Antara Usahatani dan Agribisnis...11 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...13

DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Usahatani merupakan serangkaian kegiatan manusia dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk menghasilkan produk pertanian dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi.

Menurut Suratiyah (2015), Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana seorang petani mengkoordinasikan faktor produksi agar bisa seefisien mungkin sehingga dapat memberikan keuntungan bagi petani. Usahatani (pertanian) adalah kegiatan yang melibatkan pengolahan lahan, penanaman, perawatan, dan pemanenan tanaman serta pengelolaan hewan untuk tujuan produksi pangan, pakan, serat,bahan baku industri, dan sumber pendapatan.

Usahatani merupakan sektor penting dalam perekonomian banyak negara, karena menyediakan makanan bagi penduduk dan bahan baku untuk industri. Sejarah perkembangan ilmu usahatani di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan dipengaruhi oleh faktor geografis, budaya dan sosial ekonomi di masing-masing wilayah di Indonesia.

(5)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Gambaran Usahatani di Indonesia?

2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Usahatani Di Provinsi Sulawesi Tengah?

3. Apa saja Kaitan Antara Usahatani dan Agribisnis?

C. Tujuan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Usahatani dan untuk menambah wawasan mengenai Gambaran Usahatani di Indonesia, Sejarah Perkembangan Usahatani di Provinsi Sulawesi Tengah serta Kaitan antara Usahatani dan Agribisnis

BAB II

(6)

PEMBAHASAN

A. Gambaran Usahatani Di Indonesia

Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya. Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di sektor pertanian (Mawardati, 2015). Usahatani dilaksanakan agar petani memperoleh keuntungan secara terus menerus dan bersifat komersial (Dewi, 2012). Kegiatan usahatani biasanya berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang apa, kapan, di mana, dan berapa besar usahatani itu di jalankan.

Gambaran atau potret usahatani sebagai berikut (Soeharjo dan Patong, 1999) : a.) Adanya lahan, tanah usahatani, yang di atasnya tumbuh tanaman,

b.) Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gedung, kandang, lantai jemur dan sebagainya,

c.) Adanya alat – alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, spayer, traktor, pompa air dan sebagainya,

d.) Adanya pencurahan kerja untuk mengelolah tanah, tanaman, memelihara dan sebagainya,

e.) Adanya kegiatan petani yang menerapkan usahatani dan menikmati hasil usahatani. Dalam usahatani terdapat konsep dasar yang biasa disebut sebagai Tri Tunggal Usahatani.

(7)

Usahatani adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat tiga fondasi atau modal dasar dari kegiatan usahatani.Tiga modal dasar tersebut adalah petani, lahan dan tanaman atau ternak. Petani memiliki suatu kedudukan yang memegang kendali dalam menggerakkan kegiatan usahatani (Sobir, 2010). Petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya.

Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Lahan diperlukan sebagai tempat untuk menjalankan usahatani. Tanaman merupakan komoditas yang dibudidayakan dalam kegiatan usahatani. Sebagian besar petani di Indonesia selain bercocok tanam mereka juga memiliki ternak atau ikan yang dipelihara dalam menunjang kegiatan usahataninya (Tambunan, 2003). Kegiatan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor sosial ekonomi petani meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, jumah tanggungan keluarga dan kepemilikan lahan (Subroto,2000).

B. Sejarah Perkembangan Usahatani di Provinsi Sulawesi Tengah

Usahatani di Sulawesi Tengah merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakatnya, dengan sejarah yang kaya dan beragam. Dipengaruhi oleh tradisi pra-

(8)

sejarah yang beragam dari suku-suku yang mendiami wilayah tersebut, pertanian di Sulawesi Tengah telah mengalami transformasi dari sistem tradisional hingga modern. Dengan pengaruh kolonialisme Eropa, terutama oleh Belanda, pertanian Sulawesi Tengah telah mengadopsi model monokultur dan komoditas untuk perdagangan ekspor. Namun, era kemerdekaan membawa perubahan signifikan dengan program reforma agraria yang mengalokasikan tanah kepada petani kecil untuk mengurangi ketimpangan sosial. Selanjutnya, modernisasi pertanian memperkenalkan teknologi baru yang meningkatkan produktivitas, sementara perhatian terhadap pertanian berkelanjutan menjadi semakin penting di era kontemporer, dengan upaya untuk mempromosikan praktik organik dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Meskipun dihadapkan pada tantangan seperti perubahan iklim dan urbanisasi, usahatani di Sulawesi Tengah terus berkembang dengan inovasi dan adaptasi dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan lokal dan pasar global.

Usahatani, atau pertanian, di Sulawesi Tengah memiliki sejarah yang kaya dan kompleks, dipengaruhi oleh faktor geografis, budaya, dan ekonomi. Berikut adalah gambaran umum tentang sejarah usahatani di Sulawesi Tengah:

Tradisi Pertanian Pra-Sejarah: Sebelum kedatangan penjelajah Eropa, Sulawesi Tengah telah memiliki sistem pertanian yang mapan. Masyarakat setempat, terutama

(9)

suku-suku seperti Suku Toraja, Suku Bugis, dan Suku Makassar, telah mengembangkan teknik pertanian yang efektif seperti ladang berpindah, pengairan sawah, dan penggunaan tanaman lokal.

Pengaruh Kolonialisme: Seperti bagian lain dari Indonesia, Sulawesi Tengah juga dipengaruhi oleh kehadiran kolonialisme Eropa, terutama Belanda. Penjajahan Belanda membawa perubahan dalam pola pertanian dengan memperkenalkan tanaman komersial seperti kopi, cengkih, dan pala.

Pertanian di Era Kemerdekaan: Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pertanian di Sulawesi Tengah tetap menjadi sektor ekonomi utama. Pemerintah Indonesia mendorong diversifikasi pertanian dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan jaringan jalan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Reformasi Pertanian: Pada tahun 1960-an dan 1970-an, pemerintah Indonesia meluncurkan program reformasi agraria yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan mengurangi ketimpangan sosial di pedesaan. Program ini termasuk redistribusi tanah kepada petani kecil dan pembentukan koperasi pertanian.

Perkembangan Modernisasi Pertanian: Pada tahun 1980-an dan seterusnya, Sulawesi Tengah mengalami modernisasi pertanian dengan adopsi teknologi baru seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan peralatan pertanian mekanis. Hal ini meningkatkan produktivitas pertanian, namun juga menimbulkan tantangan terkait dampak lingkungan dan kesehatan.

(10)

Pendekatan Pertanian Berkelanjutan: Di abad ke-21, ada peningkatan kesadaran akan pentingnya pertanian berkelanjutan di Sulawesi Tengah. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah (LSM) berkolaborasi untuk mempromosikan praktik pertanian organik, pengelolaan air yang berkelanjutan, dan diversifikasi tanaman.

Perubahan Iklim dan Tantangan Masa Depan: Sulawesi Tengah, seperti daerah lain di Indonesia, juga menghadapi tantangan dari perubahan iklim seperti cuaca ekstrem, kekeringan, dan banjir. Ini mempengaruhi pola tanam, produktivitas, dan keberlanjutan pertanian di daerah tersebut. Pemerintah dan masyarakat setempat terus mencari solusi untuk mengatasi tantangan ini.

Sejarah usahatani di Sulawesi Tengah mencerminkan dinamika perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terjadi di wilayah tersebut dari masa pra-sejarah hingga saat ini.

Contoh sejarah perkembangan salah satu komoditi usahatani di Sulawesi tengah yaitu bawang merah varietas lembah palu Sentra pengembangan bawang merah di Sulawesi Tengah, adalah kawasan Lembah Palu yang meliputi wilayah Kota Palu, serta sebagian wilayah Kabupaten Sigi dan Donggala. Pada umumnya bawang merah

‘lembah palu’ diusahakan pada dataran rendah kurang dari 300 m di atas permukaan laut dengan berbagai permasalahannya, terutama ketersediaan air dan kesuburan tanah yang rendah seringkali menjadi faktor pembatas produksi. Rata-rata produktivitas tanaman bawang merah ‘lembah palu’ masih rendah yaitu hanya berkisar 4,0-4,5 t/ha, sedangkan potensi hasilnya adalah 9,7 t/ha. Masih rendahnya

(11)

produktivitas bawang merah ‘lembah palu’ selain disebabkan oleh kondisi lingkungan tumbuh, juga disebabkan penerapan teknologi budidaya yang belum optimal.

Bawang merah varietas ‘lembah palu’ (Allium cepa L. Var. Aggregatum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai kandungan gizi dan senyawa yang tergolong zat non gizi serta enzim yang berfungsi untuk terapi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan tubuh serta memiliki aroma khas yang digunakan untuk penyedap masakan dan bahan baku utama industri bawang goreng.

Di Propinsi Sulawesi Tengah, khususnya di Lembah Palu terdapat komoditas bawang merah unggul lokal daerah yang sudah cukup dikenal sebagai sumber bahan baku bawang goreng dan dikenal sangat khas dibandingkan dengan bawang lain yang ada di tanah air. Jenis bawang merah lokal Palu saat ini banyak diusahakan di Lembah Palu (wilayah Kota Palu serta sebagian wilayah Kab. Sigi dan Donggala). Secara khusus ada dua jenis bawang lokal Palu yang terdapat di kawasan Lembah Palu dan masyarakat Sulawesi Tengah (suku kaili) memberikan nama untuk jenis yang pertama adalah bawang “papaya” atau bawang “tasima” dan jenis kedua adalah bawang “batu” atau “tatua” yaitu bawang merah dengan umbi berwarna keputih- putihan. Jika dibandingkan dengan jenis bawang lainnya di Indonesia, jenis bawang merah lokal Palu sangat baik sebagai bahan baku bawang goreng dengan aroma yang khas, tekstur yang padat, rasanya gurih dan tahan dalam penyimpanan setelah digoreng. Secara umum produktivitas bawang merah ‘lembah palu’ lebih rendah dari jenis bawang merah lainnya. Bawang merah varietas Bima, Brebes, Philipine itu dapat mencapai 20 t/ha, namun bawang merah ‘lembah palu’ hanya memiliki potensi

(12)

produktivitas 9,7 t/ha, dan pada tingkat petani produktivitas bawang merah ‘lembah palu’ hanya berkisar 4-5 ton/ha. Rendahnya produktivitas bawang merah ‘lembah palu’ menyebabkan kebutuhan bahan baku belum mampu dipenuhi secara kontinyu industri bawang goreng yang ada di Kota Palu dan sekitarnya. Rendahnya produktivitas bawang merah ‘lembah palu’ disebabkan penerapan teknik budidaya yang belum sesuai standar teknis yang dianjurkan atau direkomendasikan.

Bawang merah varietas ‘lembah palu’ adalah merupakan bahan baku utama bawang goreng, sedangkan sebagai bawang sayur sangat jarang dimanfaatkan oleh masyarakat. Harga bawang merah ‘lembah palu’ baik untuk tujuan bahan baku bawang goreng maupun untuk digunakan sebagai benih sangat berfluktuasi tergantung pada musim dan ketesediaan bawang merah tersebut di tingkat petani.

Untuk bahan baku bawang goreng, harga bawang merah ‘lembah palu’ bervariasi antara Rp. 20.000- Rp. 30.000 per kg, sedangkan bawang merah untuk benih harganya bervariasi antara Rp. 40.000-Rp. 70.000 per kg. Untuk produksi 1 kg bawang goreng diperlukan 3 kg bahan baku bawang merah ‘lembah palu’; sedangkan harga jual bawang goreng bervariasi antra Rp. 250.000-Rp. 300.000 per kg. Dengan demikian usaha bawang goreng ini sangat diminati oleh masyarakat karena dapat memberikan nilai ekonomi yang cukup tinggi.

Prospek dan kendala pengembangan bawang merah ‘lembah palu’ Bawang merah ‘lembah palu’ umumnya diusahakan petani di lahan kering. Dari hasil penelitian Bahrudin dkk (2009) diketahui bahwa di kawasan Lembah Palu yang

(13)

secara khusus meliputi Kota Palu, sebagian wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi adalah merupakan wilayah sentra pengembangan bawang merah

‘lembah palu’, yaitu 95% petani mengusahakan bawang merah pada lahan kering dan hanya 5% petani yang mengusahakan pada lahan sawah. Pada sisi lain potensi lahan kering di Sulawesi Tengah, khususnya di Kawasan Lembah Palu yang sesuai untuk pengembangan bawang merah masih cukup luas

Bawang merah ‘lembah palu’ memiliki prospek pengembangan yang sangat baik di masa yang akan datang, karena bawang merah ‘lembah palu’ adalah merupakan bahan baku utama industri bawang goreng di Sulawesi Tengah. Bawang goreng yang bahan bakunya dari bawang merah ‘lembah palu’ memiliki keunikan dan sifat yang spesifik yaitu rasa gurih atau garing, serta aromanya yang khas dan tidak akan berubah walaupun disimpan lama, terutama jika dikemas dengan baik. Oleh karena industri bawang goreng semakin berkembang, maka kebutuhan bahan baku dari bawang merah juga semakin meningkat. Bahkan permintaan pasar ekspor dari beberapa negara di Asia dan Eropa yang mulai terbuka, hingga saat ini belum dapat dipenuhi, karena syarat ekspor, terutama kuantitas, kualitas dan kontinuitas produk yang tidak/belum dapat terjamin.

C. Kaitan Usahatani dan Agribisnis

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai pengadaan saprodi, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran dihasilkan usahataniatau hasil olahannya (Agata, 2005).

(14)

Subsistem usahatani dikembangkan, maka akan membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani akan mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan kaitan ke depan (forward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pasca panen (terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya).Jika subsistem usahatani digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage). Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen.

Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya atau usahatani sebagai bahan bakunya, atau bisa juga suatu produk agroindustri digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya Musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bul Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream).

Keterkaitan berikutnya adalah kaitan ke luar (outside linkage), ini terjadi karena adanya harapan agar system agribisnis dapat berjalan dan berlangsung secara terpadu

(15)

(integrated) antar subsistem. Kaitan ke luar ini berupa lembaga penunjang kelancaran antar subsistem. Organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai pendukung atau penunjang jalannya kegiatan agribisnis yakni dalam hal untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub- sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan organisasi jasa pendukung agribisnis. Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya), tidak tahan lama atau mudah rusak (perishable), harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Sejarah usahatani di Sulawesi Tengah mengalami perjalanan yang menarik, mencerminkan perubahan dari praktik pertanian tradisional menuju pola usaha yang lebih modern dan berkelanjutan. Perubahan besar dalam sejarah usahatani Sulawesi

(16)

Tengah terjadi ketika pemerintah mulai mendorong pengembangan pertanian berbasis sawah dan perkebunan.. Kaitan antara usahatani dengan agribisnis sangat erat.

Agribisnis merupakan pendekatan dalam mengelola usaha pertanian secara terintegrasi, mulai dari produksi hingga pemasaran hasil pertanian. Dengan menerapkan prinsip-prinsip agribisnis, petani di Sulawesi Tengah dapat mengoptimalkan produksi mereka dengan menggunakan teknologi pertanian yang tepat, memperbaiki manajemen usaha, serta mengembangkan pola kerjasama dengan pihak lain dalam rantai pasokan pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

(17)

Agata J. Salikin Just M V. Jadwiga Z.,dkk. 2005. Characterization Of Nucleopolyhedrovirus Isolated From The Labolatory Rearing Of The Beet Armyworm Spodoptera exigua (Hbn.) In Poland. Journal of Plant Protection Research 44 (4).

Andi. M. A dan Syarifuddin, 2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan, PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI dan Masagena Press. Makasar.

Bahrudin, I. Wahyudi, Muhammad-Ansar dan S. Sanrang, 2009. Kajian SOP (Standard Operating Procedure) Sistem Budidaya dan Pasca Panen Bawang Merah Lokal Palu di Sulawesi Tengah. Hibah kompetitip Penelitian Sesuai Prioritas Nasional BATCH II. Laporan Penelitian LPPM Universitas Tadulako. Palu.

Nurmala, Tati. Aisyah D Suyono, dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Rahim. Abd, dan Riah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian, Pengantar Teori dan Kasus. Jakarta: Penebar Swadaya Grup.

Sobir dan Napitulu, R. M, 2010. Bertanam Durian Unggul. Jakarta. Penebar Swadaya.

(18)

Suroto. 2000. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja.

Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis pertumbuhan tanaman bawang merah varietas lembah palu yang diberikan berbagai konsentrasi Atonik berpengaruh nyata pada

Hasil pengamatan pada tingkat parasitisasi parasitoid hama L.chinensis pada lahan tanpa aplikasi insektisida mulai terlihat ketika tanaman bawang merah Lembah Palu mulai

dibandingkan hasil dari bawang merah jenis lain. Tabel 1, menunjukkan luas panen dan jumlah produksi bawang merah di Provinsi Sulawesi Tengah sejak tahun 2011,

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap laju asimilasi bersih Tanaman Bawang Merah Varietas Lembah Palu.. Seperti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan lalat pengorok daun pada tiga varietas lokal bawang merah (Palu, Palasa, Tinombo) di Palu Sulawesi Tengah

tingkat efisiensi ini mampu mencapai 93% dari produksi potensial bawang merah lembah palu yang diperoleh dengan kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi yaitu benih,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat serangan lalat pengorok daun pada tiga varietas lokal bawang merah (Palu, Palasa, Tinombo) di Palu Sulawesi Tengah

Hasil pengamatan pada tingkat parasitisasi parasitoid hama L.chinensis pada lahan tanpa aplikasi insektisida mulai terlihat ketika tanaman bawang merah Lembah Palu mulai