• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MEMAHAMI HADIST SEBAGAI SUMBER KAJIAN ISLAM

N/A
N/A
Al@ wie

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH MEMAHAMI HADIST SEBAGAI SUMBER KAJIAN ISLAM"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MEMAHAMI HADIST SEBAGAI SUMBER KAJIAN ISLAM Di Susun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Pengantar Studi Islam Dosen Pengampu

Prof. Dr. Hj. Ida Umami, M. Pd, kons

Disusun Oleh : Ilham Habibus Syifana Yusmi Hayatunnisa Fatimatul Hasanah

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FKIT) INSTITUT AGAMA ISLAM DARUL A’MAL LAMPUNG

TAHUN 2023

Alamat : JL. Pesantren Mulyojati 16 B Kelurahan Mulyojati Kecamatan Metro Barat Kota Metro Lampung Kode Pos : 34125 Website : https://iaidalampung.ac.id

Email : [email protected]

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam ( PSI) . Dalam penulisan makalah ini, tidak lepas dari petunjuk dan bimbingan serta masukan dari semua pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Ida Umami, M. Pd, kons yang telah membantu dan memberi

pengarahan kepada penulis dalam belajar dan mengerjakan tugas, dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Makalah ini berusaha penulis susun sebaik-baiknya. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan dan kekurangan pengetahuan serta minimnya pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah berikutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.

Metro, 30 September 2023 Penulis

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI. ... iii

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

a. Latar Belakang Masalah. ... 1

b. Rumusan Makalah. ... 1

c. Tujuan Masalah. ... 1

BAB II PEMBAHASAN. ... 2

a. Pengertian Hadist. ... 2

b. Landasan Sumber. ... 3

c. Metodologi Memahami Hadist. ... 5

BAB III PENUTUP. ... 11

Kesimpulan... 11 DAFTAR PUSTAKA

(4)

4 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.

Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang dapat dimengerti di dalamnya.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian hadist, landasan sumber, dan metodologi memahami hadist

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian hadist ? b. Apa sumber landasan hadist ?

c. Apa saja metodologi untuk memahami hadist ?

C. TUJUAN

a. Mengetahui apa pengertian hadist

b. Mengetahui darimana saja sumber landasan hadist ? c. mengetahui metode apa saja untuk memahami hadist ?

(5)

5 BAB II PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN HADIST

Sebelum menelaah lebih jauh tentang fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam, perlu untuk mengetahui tentang pengertian hadits terlebih dahulu. Hadits dan Al-Qur’an merupakan dua sumber hukum Islam yang memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lainnya untuk menjelaskan terkait ajaran Islam.

Hadits (جيدحنا ) secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda), percakapan, atau perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan yang bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat islam.

Secara garis besar, hadits mempunyai makna segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.

a. Pengertian Hadist Menurut Kalangan Ulama :

Beberapa ulama memiliki pendapat berbeda terkait dengan pengertian hadits tersebut.

1. Menurut Para Ahli Hadits

Menurut para ahli hadits, hadits merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.

2. Menurut Ahli Ushul Fiqh (Ushuliyyun)

Pengetian hadits juga dijelaskan oleh ahli ushul fiqh (Ushuliyyun). Menurut ahli ushul fiqh, hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.

3. Menurut Jumhur Ulama

Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.

(6)

6 2. LANDASAN SUMBER

1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur’an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah Bayan At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Qur’an. Hadits berfungsi untuk memperjalas isi Al-Qur’an, agar lebih mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat manusia dalam menjalankan perintah dari Allah SWT.

Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur’an. Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

ََ ِكِفا َسَمْنا ىَنِا ْمُكَي ِدْيَأ ََ ْمُكٌَ ُُْج َُ ا ُُْهِسْغاَف ِةَُهّصنا ىَنِا ْمُتْمُلاَذِاا ُُْىَمَا َهْي ِرَّنااٍَُّيَااَي ِهْيَبْعَكْنا ىَنِا ْمُكَهُج ْزَا ََ ْمُكِس َُْء ُسِب ا ُُْحَس ْما

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An- Nisa`: 103)

“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat.

Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).

Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rasulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).

2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur’an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-Tafsir atau hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an.

Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat

(7)

7

yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.

ِز اَسِب ىَتَأ ِّفَكْنا ِمَصْفِم ْهِم ُيَدَي َعَطَمَف ِق

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:

َطْلاَف ُتَل ِزاَّسنا ََ ُق ِزاَّسنا ََ

ِالل َه ِم ًلااَكَو اَبَسَك اَمِب ًءا َصَج اَمٍَُي ِدْيَاا ُُْع

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38) Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya.

Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.

3. Bayan At-Tasyri’ (Memberi Kepastian Hukum Islam yang Tidak Terdapat dalam Al-Qur’an) Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni adalah sebagai Bayan At-Tasyri’, yang dimana hadits sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Biasanya Al-Qur’an hanya menjelaskan secara general, kemudian diperkuat dan dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadits. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat fitrah, dibawah ini:

َع َناَضَم َز ْهِم ِسْطِفنا َة اَك َش َض َسَف َمَّهَس ََ ًِْيَهَع ُالل ىَّهَص ِالل ُل ُُْس َز َّنِا ٍدْبَع ََْا ٍّسُح ِّمُك ىَهَع ٍسْيِعَش ْهِماًع اَص ََْا ٍسَمَت ْهِم اًع اَص ِضاَّىنا ىَه

َهْي ِمِهْسُمنْا َه ِم ىَثْوُأ ََْأ ٍسَكَذ

“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).

4. Bayan Nasakh (Mengganti Ketentuan Terdahulu)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan Nasakh atau mengganti ketentuan terdahulu. Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah (menghilangkan).

Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.

(8)

8

Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad.

Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir.

Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.

Salah satu contoh dari Bayan Nasakh ini yakni : ٍث ِزا َُِن َتَّي ِص َََلا

“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”

Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:

ِص َُنا َسْيَخ َن َسَت ْنِا ُث َُْمنا ْمُك َدَحَا َسَضَحاَذِا ْمُكْيَهَع َبِتُك َهْيِمَّتُمنا ىَهَع اًّمَح ِف َْ ُسْعَمْناِب َهْيِب َسْل َلأْا ََ ِهْي َدِنا َُْهِن ُتَّي

“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)

3. METODOLOGI MEMAHAMI HADIST 1. Metode dan Metodologi

Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan.3 Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab menerjemahkannya dengn tariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.4 Sedangkan metodologi berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan, logos artinya ilmu. Kata metodologi dalam Kamus Besar Bahasa Indosesia diartikan sebagai ilmu tentang metode; uraian tentang metode.

2. Pemahaman (Syarh)

Kata syarah (Syarh ) berasal dari bahasa Arab, Syaraha-Yasyrahu-Syarhan yang artinya menerangkan, membukakan, melapangkan. Istilah syarh (pemahaman) biasanya digunakan untuk hadis, sedangkan tafsir untuk kajian Al-Qur’an. Dengan kata lain, secara substansial keduanya sama (sama-sama menjelaskan maksud, arti atau pesan); tetapi secara istilah, keduanya berbeda. Istilah tafsir (tafsir) spesifik bagi Al-Qur’an (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan ayat Al-Qur’an),

sedangkan istilah Syarah (syarh) meliputi hadis (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau

(9)

9 pesan hadis) dan disiplin ilmu lain.7

Jadi maksud dari metodologi pemahaman (syarh) hadis ialah ilmu tentang metode memahami hadis. Dengan demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah, yakni metode syarh: cara-cara memahami hadis, sementara metodologi syarh: ilmu tentang cara tersebut. Metode yang digunakan oleh pensyarahan hadis ada tiga, yaitu metode tahlili, metode ijmali, dan metode muqarin. Adapun untuk melihat kitab dari sisi bentuk pensyarahan,

digunakan teori bentuk syarh bi al-ma`sur dan syarh bi al-ra’y. Sedangkan dalam

menganalisis corak kitab digunakan teori kategorisasi bentuk syarh fiqhy, falsafy, sufy, atau lugawy.

3. Metode-metode Pemahaman (syarh}) Hadis 1. Metode Tahlili (Analitis)

a. Pengertian

Metode syarh tahlili adalah menjelaskan hadis-hadis Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.

Dalam menyajikan penjelasan atau komentar, seorang pensyarah hadis mengikuti sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis yang dikenal dari al-Kutub al-Sittah.

Pensyarah memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung hadis seperti kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya hadis (jika ditemukan), kaitannya dengan hadis lain, dan pendapat-pendapat yang beredar di sekitar

pemahaman hadis tersebut, baik yang berasal dari sahabat, para tabi'in maupun para ulama hadis.

b. Ciri-ciri Metode Tahlili

Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili biasanya berbentuk ma'sur (riwayat) atau ra'y (pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma'sur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi'in atau ulama hadis. Sementara syarah yang berbentuk ra'y banyak didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.

Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1). Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkandung di dalam hadis secara komprehensif dan menyeluruh.

2). Dalam pensyarahan, hadis dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al wurud dari hadis-hadis yang dipahami jika hadis tersebut memiliki sabab wurudnya.

3). Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para

(10)

10

sahabat, tabi' in dan para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu.

4). Di samping itu dijelaskan juga munasabah (hubungan) antara satu hadis dengan hadist lain.

5). Selain itu, kadang kala syarah dengan metode ini diwamai kecenderungan pensyarah pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai corak pensyarahan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam bidang pemikiran Islam.

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlili 1. Kelebihan

1). Ruang lingkup pembahasan yang sangat luas.

Metode analitis dapat menyakup berbagai aspek: kata, frasa, kalimat, sabab al wurud, munasabah (munasabah internal) dan lain sebagainya.

2). Memuat berbagai ide dan gagasan.

Memberikan kesempatan yang sangat longgar kepada pensyarah untuk menuangkan ide-ide, gagasan-gagasan yang pernah dikemukakan oleh para ulama.

2. Kekurangan

1). Menjadikan petunjuk hadis parsial

Metode analitis menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga seolah-olah hadis memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena syarah yang diberikan pada hadis lain yang sama karena kurang memperhatikan hadis lain yang mirip atau sama redaksinya dengannya.

2). Melahirkan syarah yang subyektif

Dalam metode analitis, pensyarah tidak sadar bahwa dia telah mensyarah hadis secara subyektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang mensyarah hadis sesuai dengan kemauan pribadinya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.

2. Metode Ijmali ( Global) a. Pengertian

Metode ijmali (global) adalah menjelaskan atau menerangkan hadis-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab hadis yang ada dalam al-Kutub al-Sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan malrna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami.

b. Ciri-ciri Metode Ijmali

(11)

11

1). Pensyarah langsung melakukan penjelasan hadis dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul.

2). Penjelasan umum dan sangat ringkas.

Pensyarah tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak- banyaknya. Namun demikian, penjelasan terhadap hadis- hadis tertentu juga diberikan agak luas, tetapi tidak seluas metode tahlili.

c. Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan 1. Kelebihan

1). Ringkas dan padat

Metode ini terasa lebih praktis dan singkat sehingga dapat segera diserap oleh pembacanya. Syarah tidak bertele-tele, sanad dan kritik matan sangat minim.

2). Bahasa Mudah

Pensyarah langsung menjelaskan kata atau maksud hadis dengan tidak mengemukakan ide atau pendapatnya secara pribadi.

2. Kekurangan

1). Menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial

Metode ini tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh dan dapat menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial tidak terkait satu dengan yang lain, sehingga hadis yang bersifat umum atau samar tidak dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya rinci.

2). Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.

Metode ini tidak mnyediakan ruangan yang memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas pemahaman suatu hadis.

3. Metode Muqarin (komparatif) a. Pengertian

Metode Muqarin adalah metode memahami hadis dengan cara:

(1) membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama. (2) Membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadis.

Jadi metode ini dalam memahami hadis tidak hanya membandingkan badis dengan hadis lain, tetapi juga membandingkan pendapat para ulama (pensyarah) dalam mensyarah hadis.

(12)

12

Diantara Kitab yang menggunakan metode muqarin ini adalah Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi karya Imam Nawawi, Umdah al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari karya Badr al-Din Abu Muhammad Mahmud al-’Aini, dan lain-lain.

b. Ciri-ciri Metode Muqarin

1). Membandingkan analitis redaksional (mabahis lafziyyah) dan perbandingan periwayat periwayat, kandungan makna dari masing- masing hadis yang diperbandingkan.

2). Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.

3). Perbandingan pendapat para pensyarah mencakup ruang lingkup yang sangat luas karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan (makna) hadis maupun korelasi (munasabah) antara hadis dengan hadis. 20

Ciri utama metode ini adalah perbandingan, yakni membandingkan hams dengan hadis, dan pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadis.

C. Urutan Metode Muqarin

Metode ini diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat (suku kata), urutan kata, kemiripan redaksi. Jika yang akan diperbandingkan adalah kemiripan redaksi misalnya, maka langkah-yang ditempuh sebagai berikut :

1). mengidentifikasi dan menghimpun hadis yang redaksinya bermiripan, 2).

memperbandingkan antara hadis yang redaksinya mirip tersebut, yang

membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama,

3). menganalisa perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan itu mengenai konotasi hadis maupun redaksinya, seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam hadis, dan sebagainya,

memperbandingkan antara berbagai pendapat para pensyarah tentang hadis yang dijadikan objek bahasan.

(13)

13 BAB III PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang kami buat, dapat disimpulkan bahwasanya memahami hadist adalah hal yang sangat penting bagi umat islam karena kedudukan hadist adalah sumber hukum kedua setelah Al quran.

Adapun 3 metode yang dapat diambil dari makalah diatas tentang bagaimana cara memahami hadist yaitu ;

1. Metode Tahlili (Analitis)

Metode syarh tahlili adalah menjelaskan hadis-hadis Nabi dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.

2. Metode Ijmali ( Global)

Metode ijmali (global) adalah menjelaskan atau menerangkan hadis-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab hadis yang ada dalam al-Kutub al-Sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan malrna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami.

3. Metode Muqarin (komparatif)

Metode Muqarin adalah metode memahami hadis dengan cara:

(1) membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama.

(2) Membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadis

(14)

14

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ramli Abdul Wahid. H. 1996, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal . 18

[2] Ramli Abdul Wahid. H. 1996, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 10- 13 dan hal 24-26

[3] Mudasir, H. 1999, Ilmu Hadist, Bandung, CV. Pustaka Setia. Hal. 2 [4] Mudasir, H. 1999, Ilmu Hadist, Bandung, CV. Pustaka Setia. Hal. 1

(15)

0

Referensi

Dokumen terkait

Berarti Minardi telah mengada- ada dan memfitnah kepada para ulama dan umat Islam karena tidak akan pernah ada seorangpun di kalangan umat Islam yang menganggap bahwa al-hadis

Di akhir kajian ditemukan bahwa selain al-Qur`an dan Hadis yang menjadi sumber kajian pendidikan Islam, ternyata naskah Melayu digital dapat dijadikan sumber

Dari perbedaan diatas, maka dapat disimpulkan definisi ‘urf, sesuai dengan pernyataan Muhammad Zakariya al-Bardisiy bahwa ‘urf adalah apa yang sudah menjadi kebiasaan