• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MENCIPTAKAN EKUISITAS MEREK

N/A
N/A
Innars

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH MENCIPTAKAN EKUISITAS MEREK"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MENCIPTAKAN EKUISITAS MEREK

Disusun Oleh : KELOMPOK 3

HERIK NPM : 20103161201218

ILHAM SURYADI NPM : 20103161201155 IQBAL SYARWANSYAH NPM : 20103161201136

KELAS R.A5 JMSP

PROGRAM STUDI MANAJEMEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI

2022

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2 BAB I

PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang Masalah 3 1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Masalah 4 BAB II

STUDI KASUS 5

2.1 Studi Kasus Menciptakan Ekuisitas Merek 5 BAB III

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 8 3.1 Pengertian Ekuisitas Merek 8

3.2 Penerapan Merek Sebuah Produk 9 3.3 Membangun Ekuisitas Merek 12

3.4 Mengukur dan Mengelola Kinerja Ekuisitas Merk 14 3.5 Merencanakan Strategi Penetapan Merek 15

3.6 Rasa Percaya Diri Pelanggan Atas Kepuasan Pembelian 16 BAB IV

PEMBAHASAN DAN BEDAH KASUS 18

4.1 Mengakuisisi Perusahaan dan Membangun Merek 18 4.2 Merek 22

4.3 Membangun Identitas Merek 23 BAB V

KESIMPULAN 23 5.1 Kesimpulan 23

DAFTAR PUSTAKA 25

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Mengutip pemikiran dari Kotler Kevin Lane Keller (2008) bahwa, Inti merek berhasil adalah produk atau jasa yang hebat, yang didukung oleh proses perencanaan yang seksama, sejumlah besar komitmen jangka panjang dan pemasaran yang dirancang dan dijalangkan secara kereatif, merek yang kuat menghasilkan loyalitas konsumen yang tinggi. Selain dari pemikiran Kotler Kevin Lane Keller masih ada asumsi seperti yang dikatakan oleh Aaker (2000) menyatakan merek dapat dijadikan salah satu sumber keunggulan bersaingan untuk menarik minat beli calon konsumen.

Memiliki dan melahirkan brand yang besar dan kuat tentu menjadi idaman semua pelaku bisnis Merek (brand) berfungsi mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain (Kotler, 2000:163). Lebih dari itu, merek adalah sesuatu yang dibentuk dalam pikiran pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter & Olson, 1996:168). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di pikiran pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan mampu membangun mereknya. Dengan demikian merek dapat memberi nilai tambah pada nilai yang ditawarkan oleh produk kepada pelanggannya yang dinyatakan sebagai merek yang memiliki ekuitas merek (Aaker, 1991:14).

Ekuitas merek adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan dan keunggulan yang dapat membedakannya dengan merek pesaing. Seperangkat aset yang dimiliki oleh merek tersebut terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), kesan kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan loyalitas merek (brand loyalty).

Rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian melibatkan keyakinan pelanggan pada suatu merek sehingga timbul rasa percaya atas kebenaran

(4)

merepresentasikan sejauh mana pelanggan memiliki keyakinan diri atas keputusannya memilih suatu merek, mencerminkan tingkat kepercayaan pelanggan terhadap suatu merek. Perusahaan perlu mengidentifikasi elemen ekuitas merek yang mampu mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian yang dibuatnya. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan elemen ekuitas merek tersebut. Pentingnya rasa percaya diri pelanggan dalam hal ini adalah bahwa pelanggan yang membuat keputusan pembelian dengan jakin dan “confidence”, berarti pelanggan tidak ragu akan apa yan diputuskan dan dibeli. Dengan demikian keyakinan tersebut sangat berperan dalam membangun loyalitasnya lebih lanjut, terutama kemauan pelanggan untuk merekomendasi calon pelanggan lain dan memberikan informasi dari mulut ke mulut (Word-Of-Mouth) yang bernada positif atas merek tersebut.

Oleh karena itu, kami akan mengulas terkait menciptakan ekuitas merek, dan bagaimana cara terbaik perusahaan untuk menciptakan ekuitas merek mereka sesuai dengan posisi pasar mereka.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ekuitas merek ?

2. Bagaimana menetapkan merek sebuah produk ? 3. Bagaimana membangun ekuitas merek ?

4. Bagaimana mengukur dan mengelola kinerja ekuitas merek ? 5. Bagaimana merancang strategi penetapan merek ?

6. Bagaimana Rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian (customer’s confidence in purchase decision) ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian ekuitas merek.

2. Untuk mengetahui penetapan merek sebuah produk.

3. Untuk mengetahui membangun ekuitas merek.

4. Untuk mengetahui mengukur dan mengelola kinerja ekuitas merek.

5. Untuk mengetahui rencana strategi penetapan merek.

6. Untuk mengetahui rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian (customer’s confidence in purchase decision).

(5)

BAB II STUDI KASUS 2.1 Studi Kasus Menciptakan Ekuisitas Merk

Contoh studi kasus yang digunakan dalam makalah ini adalah : Membangun Merek dengan Mengakuisisi Perusahaan : Realitas Merek-Merek yang Berhasil (Studi Kasus – Coca Cola, Starbucks & Hm Sampoerna).

Tiga cuplikan kasus tersebut adalah gambaran dari tiga perusahaan yang merupakan pemilik merek-merek yang cukup terkenal yang sudah bertahan lebih dari 15 tahun di dunia. Coca Cola dan Starbucks merupakan perusahaan global sedangkan HM Sampoerna adalah perusahaan multinasional. Merek-merek yang dimiliki oleh ketiga perusahaan tersebut dinilai cukup kuat, Coca Cola dan Starbucks tentu tidak diragukan sedangkan merek-merek yang dimiliki HM Sampoerna saat ini walau masih memiliki kekuatan di Indonesia dan beberapa negara lain namun kini sudah dimiliki oleh Philip Morris yang merupakan pemilik merek terkenal Marlboro. Seharusnya kesuksesan merek-merek rokok milik HM Sampoerna dapat menjadi lebih mudah untuk pasar regional maupun global dengan manajemen dari pemilik yang baru.

Secara umum merek yang kuat adalah (1) berharga, yaitu dalam pengembangan mereka dapat membantu perusahaan untuk membuka peluang / kesempatan (melalui brand extension) dan menetralisir ancaman lingkungan persaingan; (2) jarang dimiliki oleh kompetitor saat ini maupun kompetitor potensial; (3) mahal untuk ditiru dan (4) tidak ada pengganti / substitutor strategis (Barney, 1991). Coca Cola & Starbucks menggunakan corporate brand Coca Cola atau biasa dikenal sebagai Coke, Starbucks menggunakan nama yang sama untuk semua kafe-kafenya di seluruh dunia sedangkan HM Sampoerna dengan beberapa mereknya yang terkenal Dji Sam Soe & A-Mild (X-Mild, Sampoerna Exclusive &

Sampoerna Hijau tidak dimasukkan dalam kategori merek kuat karena masih

(6)

percaya bahwa isu fundamental dalam pemasaran adalah meyakinkan calon konsumen bahwa perusahaan memiliki produk atau jasa yang lebih baik. Kata- kata yang sering muncul adalah ’Kita mungkin bukan yang pertama tetapi kita akan menjadi yang lebih baik’. Hal ini mungkin benar, tetapi jika perusahaan terlambat masuk ke dalam pasar dan harus bersaing dengan pesaing-pesaing besar yang lebih mapan, maka strategi pemasaran perusahaan mungkin tidak tepat.

Strategi ’meniru’ tidak akan efektif (Jack Trout, 2002). Bagaimanapun, The Law of Leadership dari 22 immutable laws of marketing mengatakan ’It is better to be the first in the market than to be the better’ (Ries & Trout, 1994). Di Indonesia, data menunjukkan beberapa pionir sukses yang hingga saat ini masih mendominasi pasar, misalnya Aqua (industri air mineral dalam kemasan), Sanyo (pompa air), Teh Botol Sosro (teh botol), Baygon (pembasmi nyamuk), Honda (sepeda motor), Coke (minuman cola), Gillette (pisau cukur) dan Sony (produk elektronik). Namun, pada saaat bersamaan, terdapat pula beberapa pionir yang gagal bertahan sebagai pemimpin pasar. Contohnya antara lain Odol (pasta gigi), WordStar (program pengolah data), VisiCalc (spreadsheet), SuperMi (mi instan), dan Atari (video games). Dalam industri-industri seperti ini justu later entrants yang mendominasi pasar seperti – Pepsodent (pasta gigi), Microsoft Word (program pengolah data), Microsoft Excel (spreadsheet), Indomie (mi instant) dan Sony Play Station (video games). Jika ditelusuri lebih lanjut, kegagalan para pionir tersebut bersumber pada beberapa faktor, diantaranya : produk baru yang diluncurkan masih bersifat tergolong ’generasi pertama’ yang jauh dari sempurna, positioning yang dipilih keliru, terlalu terburu-buru dan belum ada permintaan pasar yang signifikan, biaya pengembangan produk yang sedemikian besar sehingga menyedot sebagian besar sumber daya inovator, kekurangan sumber daya untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan later entrants yang kapasitas dan kapabilitasnya lebih besar, kelemahan manajerial, perselisihan internal dan rasa puas diri yang belebihan (Tjiptono, 2005)

Jika rahasia kesuksesan adalah menjadi yang pertama masuk ke dalam ingatan calon konsumen, strategi mana yang digunakan oleh sebagian besar perusahaan ? Yang digunakan adalah strategi untuk menghasilkan produk yang lebih baik (better product). Bagaimana untuk memulai strategi menghasilkan

(7)

produk yang lebih baik adalah melalui benchmarking. Benchmarking merupakan topik yang populer dalam bidang manajemen bisnis. Dipuji sebagai ’strategi persaingan fundamental’, benchmarking mengevaluasi dan membandingkan produk-produk perusahaan dengan produk-produk terbaik dalam industri. Namun benchmarking tidak efektif karena terlepas dari kualitas objektif ke produk, konsumen menganggap merek pertama yang masuk ke dalam ingatan mereka sebagai merek superior. Jika perusaahaan adalah peniru, maka perusahaan menjadi warga negara kelas dua. Pemasaran adalah pertarungan persepsi, bukan produk (Jack Trout, 2002).

(8)

BAB III

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 3.1 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity).

American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing. Penetapan merek sudah ada selama berabad-abad sebagai sarana untuk membedakan barang dari satu produsen dengan produsen lainnya.

Jadi merek adalah produk barang atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan atau memberikan batasan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa yang lainnya yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang sama.

Merek juga memiliki peran tersendiri yang berharga bagi perusahaan,yaitu : 1. Merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk.

2. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.

3. Merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur- fitur atau aspek unik dari produk itu sendiri.

Nama merek dapat dilindungi melalui nama dagang terdaftar;proses manufaktur dapat dilindungi melalui hak paten;dan kemasan dapat melindungi melalui hak cipta dan rancangan hak milik. Hak milik intelektual ini memastikan bahwa perusahaan dapat berinventasi dengan aman dalam merek tersebut dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset yang berharga. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali. Loyalitas merek memberikan tingkat permintaan yang aman dan dapat diperkirakan bagi perusahaan, dan menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar. Loyalitas juga dapat diterjemahkan sebagai suatu kesediaan pelanggan untuk membayar dengan harga yang lebih tinggi,bahkan sering kali 20% atau 25% lebih tinggi dari merk pesaing.

(9)

Pengertian ekuitas merek menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller adalah nilai tambahan yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.

Pengertian ekuitas merek menurut Aaker (1991:15) adalah Ekuitas merek berhubungan dengan nama merek yang dikenal, kesan kualitas, asosiasi merek yang kuat, dan aset-aset lainnya seperti paten, dan merek dagang. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli karena karakteristik produk, harga, kenyamanan, dan dengan sedikit memperdulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah. Sedangkan jika para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan, maka merek tersebut memiliki nilai ekuitas yang tinggi.

3.2 Penetapan Merek Sebuah Produk.

Penetapan merek (branding) adalah memberikan kekuatan merek kepada produk dan jasa atau tentang menciptakan perbedaan antar produk. Penetapan merek menciptakan struktur mental yang membantu konsumen mengatur pengetahuan mereka tentang produk dan jasa dengan cara yang menjelaskan pengambilan keputusan mereka dan dalam prosesnya memberikan nilai bagi perusahaan.

Agar strategi penetapan merek berhasil dan nilai merek dapat tercipta, konsumen harus diyakini bahwa ada perbedaan berarti diantara merek dalam kategori produk atau jasa. Pemasar dapat menerapkan penetapan merek hampir disetiap tempat dimana konsumen mempunyai pilihan. Perusahaan dapat menetapkan merek untuk barang flisk, jasa, toko, orang, tempat, organisasi atau ide.

Perluasan merek dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sebagai berikut :

1. Perluasan Lini

(10)

Dalam perlusan lini, merek induk digunakan untuk memberi merek pada produk baru yang membidik segmen pasar baru dalam kategori produk yang sekarang ini dilayani oleh produk induk, seperti melalui cita rasa baru, bentuk, warna baru, unsur yang ditambahkan, dan ukuran kemasan yang baru.

2. Perluasan Kategori

Dalam perluasan kategori, merek induk digunakan untuk memasuki satu kategori produk yang berbedadari produk yang sekarang dilayani merek induk, seperti jam Swiss Army.Bauran merek merupakan perangkat lini merek yang disediakan penjual khusus bagi pembeli.Produk berlisensi adalah produk yang nama mereknya telayh dilisensikan kepada pengusaha pabrik lain secara aktual membuat produk itu.

Keputusan strategi penentuan merek yang pertama adalah perlu empat mengembangkan nama merek produk. Penentuan merek merupakan satu dorong kuat bahwa segala sesuatu berlangsung tanpa penentuan merek.Komoditas merupakan produk yang begitu mendasar, sehingga tidak dapat didiferensiasikan secara fisik dalam pikiran konsumen.

Strategi umum yang sering digunakan perusahaan dalam memutuskan pemberian merek produk atau jasa, sebagai berikut :

1. Nama Individual.

2. Nama Keluarga Selimut.

3. Nama Keluarga Terpisah Untuk Semua Produk.

4. Nama Korporat Digabungkan Dengan Nama Produk Individual.

Dengan mengakui bahwa salah satu aset paling bernilai adalah merek, banyak perusahaan memutuskan untuk mengungkit aset dengan memperkenalkan sejumlah produk baru dalam beberapa nama merek yang paling kuat. Kebanyakan produk baru sesungguhnya adalah perluasan lini.

Dua keuntungan utama dari perluasan merek adalah bahwa mereka dapat memfasilitasi penerimaan produk baru dan memberikan umpan balik positif kepada merek induk dan perusahaan. Keuntungan Perluasan Merek yaitu :

1. Meningkatkan peluang keberhasilan produk baru.

2. Memberikan umpan balik positif terhadap merek dan perusahaan induk.

(11)

Pada sisi lain, perluasan lini bisa menyebabkan nama merek tidak menjadi sngat teridentifikasi pda produk apa pun. Ries dan Trout menyebut ini “perangkap perluasan ini”. Pencairan merek terjadi ketika konsumen tidak lagi mengasosiasikan merek dengan produk yang spesifik atau produk yangsangat serupa, dan mulai tidak terlalu banyak berpikir tentang merek.

Jika sebuah perusahaan meluncurkan perluasan yang dianggap tidak tepat oleh konsumen, mereka bisa mempertanyakan intregritas dan persaingan merek.

Berbagai perluasan lini bisa mebingungaan dan mungkin bahkan mengecewakan konsumen. Versi prodak mana yang “tepat” bagi mereka ? Akibatnya , mereka bisa menolak perluasan baru karena kegemaran untuk “ mencoba dan benar “ atas versi – versi yang memenuhi semua tujuannya (all-purpose). Skenario paling buruk menyangkut perluasan merek bukan hanya kegagalan , melainkan juga merek itu bisa menghancurkan citra merek induk dalam proses.

Perluasan produk baru yang potensial untuk sebuah merek harus dinilai seberapa efektifnya produk mengangkat ekuitas merek yang sudah ada dari merek induk sampai ke produk baru, dan juga seberapa efektifnya perluasan, pada gilirannya, menyumbang pada ekuitas merek. Pertimbangan paling penting pada perluasan adalah adanya kecocokan dalam pikiran konsumen. Konsumen mungkin melihat basis kecocokan untuk perluasan dalam banyak hal seperti atribut fisik yang lazim , situasi penggunaan, dan tipe pengguna.

Satu kesalahan umum dalam mengevaluasi peluang perluasan adalah gagal memperhitungkan semua struktur pengetahuan merek konsumen. Sering para pemasar keliru berfokus pada satu atau mungkin beberapa asosiasi merek seperti basis potensial kecocokan dan mengabaikan yang lain , atau mungkin lebih penting adalah asosiasi dalam proses.

Portofolio Merek (Brand Portofolio) adalah kumpulan semua merek dan lini merek yang ditawarkan oleh perusahaan khusus untuk penjualan kepada pembeli dalam satu kategori khusus.

Merek – merek berbeda bisa dirancang dan dipasarkan untuk menarik berbagai segmen pasar . semua merek memiliki batasan, sebuah merek hanya dapat direntangkan sejauh batasan itu. Multi merek sering perlu mengejar segmen

(12)

multi pasar. Beberapa alasan lain untuk memperkenalkan multi merek dalam sebuah kategori adalah:

1. Meningkatkan kehadiran di rak dan ketergantungan pengecer di took

2. Menarik konsumen pencari keragaman yang mungkin dapat beralih ke merek lain

3. Meningkatkan kompetisi internal dalam perusahaan

4. Mencapai skala ekonomis dalam iklan, penjualan, perdagangan, dan distribusi fisik.

3.3 Membangun Ekuitas Merek.

Pemasar membangun ekuitas merek dengan menciptakan struktur pengetahuan merek yang tepat untuk konsumen yang tepat. Proses ini bergantung pada semua kontak yang berhubungan dengan merek baik dilakukan oleh pemasar maupun bukan. Meskipun demikian dari pespektif manajemen pemasaran ada tiga kumpulan utama penggerak ekuitas merek yaitu :

1. Pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek (nama merek, URL, logo, lambang, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan, dan papan iklan). Jika anggaran perusahaan terbatas, perusahaan harus yakin bahwa kemasan yang menarik dan produk yang inovatif dapat bekerja lebih keras untuk mengekspersikan positioning merek.

2. Produk dan jasa serta semua kegiatan pemasaran dan program pemasaran pendukung yang menyertainya

3. Asosiasi lain yang diberikan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan merek tersebut dengan berbeda entitas lain(orang, tempat, atau barang).

3.3.1 Memilih Elemen Merek (brand elemen)

Adalah alat pemberi nama dagang yang mengidentifikasikan dan mendiferensiasikan merek. Sebagian besar merek kuat menerapkan berbagai elemen merek. Pemasar harus memilih elemen merek untuk membangun ekuitas merek sebanyak mungkin. Uji kemampuan pembangunan-merek dari elemen- elemen ini adalah apa yang dipikirkan atau dirasakan konsumen terhadap merek

(13)

jika hanya elemen merek yang mereka ketahui. Elemen merek yang memberikan kontribusi positif pada ekuitas merek, misalnya memperlihatkan asosiasi atau respons niali tertentu.

Ada enam kriteria utama untuk memilih elemen merek. Tiga yang pertama dapat diingat, berarti, dan dapat disukai adalah pembangunan merek. Tiga yang terakhir dapat ditransfer, dapat disesuaikan, dand apat dilindungi adalah kriteria defensif dan berhubungan dengan cara mempengaruhi dan melindungi ekuitas elemen merek dalam menghadapi peluang dan keterbatasan.

1. Dapat diingat. Seberapa mudah elemen merek itu diingat dan dikenali, apakah berlaku dalam pembelian maupun konsumsi, nama-nama pendek seperti Tide, Crest, dan Puffs adalah elemen merek yang mudah diingat.

2. Berarti. Apakah elemen merek itu kredibel dan mengindikasikan kategori yang berhubungan dengannya, apakah elemen merek itu menyiratkan sesuatu tentang bahan produk atau tipe orang yang mungkin menggunakan merek.

3. Dapat disukai. Seberapa menarik estetika elemen merek, apakah elemen merek itu dapat disukai secara visual, secara verbal, dan cara lain.

4. Dapat ditransfer. Apakah elemen merek dapaat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau berbeda, apakah elemen merek itu menambah ekuitas merek melintasi batas geografis dan segmen pasar. Meskipun pada mulanya merupakan penujual buku online, Amazon.com cukup cerdik untuk tidak menyebut dirinya sendiri “Books’RUs.” Amazon terkenal sebagai sungai terbesar di dunia, dan nama itu menyiratkan berbagai macam barang yang dapat dikirimkan, satu gambaran penting tentang beragam produk yang kini dijual diperusahaan tersebut.

5. Dapat disesuaikan. Seberapa mudah elemen merek itu disesuaikan dan diperbaharui.

6. Dapat dilindungi. Seberapa mudah elemen merek itu dapat dilindungi secara hukum, seberapa mudah elemen merek dapat dilindungi secara kompetitif.

(14)

Elemen merek dapat memainkan sejumlah peranan pembangunan merek.

Jika konsumen tidak memeriksa banyak informasi dalam mengambil keputusan produk mereka, elemen merek seharusnya mudah dikenali dan diingat serta bersifat deskriptif dan persuasif. Keramahan dan daya tarik elemen merek juga dapat memainkan peran penting dalam kesadaran dan asosiasi yang mengarah pada ekuitas merek.

Seperti nama merek, semboyan merupakan sarana yang sangat efisien untuk membangun ekuitas merek. Mereka dapat berfungsi sebagai “kait” atau

“pegangan” untuk membantu konsumen memahami merek dan apa yang membuatnya spesial, merangkum dan menerjemahkan maksud program pemasaran.

3.4 Mengukur dan Mengelola Kinerja Ekuitas Merek.

3.4.1 Penilaian Merek.

Penilaian merek menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller adalah Pemasar harus membedakan ekuitas merek dengan penilaian merek (brand valuation), yaitu pekerjaan memperkirakan nilai keuangan total dari merek.

Kekuatan merek terletak dalam pikiran konsumen dan cara merek mengubah respons konsumen terhadap pemasaran, ada dua pendekatan dasar untuk mengukur ekuitas merek. Pendekatan tidak langsung menilai sumber ekuitas merek yang potensial dengan megidentifikasi dan melacak struktur pengetahuan merek konsumen. Pendekatan langsung menilai dampak aktual pengetahuan merek terhadap respons konsumen pada berbagai aspek pemasaran.

Penilaian merek menurut Armstrong dan kotler (2004) mengemukakan bahwa terdapat lima kategori yang harus diperhatikan dalam menilai ekuitas merek yaitu :

1. Merek akan berkualitas tinggi apa bila memiliki loyalitas merek tinggi.

2. Kesadaran nama.

3. Kualitas yang diterimah.

4. Asosiasi merek yang kuat.

5. Asset lain seperti hak paten, merek dagang, dan hubungan saluran.

(15)

3.4.2 Mengelola Ekuitas Merek.

Pengelolaan merek yang efektif membutuhkan tindakan pemasaran jangka panjang, karena respons pelanggan terhadap aktivitas pemasar tergantung pada apa yang mereka ketahui tentang sebuah merek, tindakan pemasar jangka pendek, dengan mengubah pengetahuan merek, sangat mempengaruhi peningkatan atau penurunan kesuksesan jangka panjang tindakan pemasaran dimasa depan (Philip Kotler dan Kevin Lane Keller)

Beberapa faktor (Aaker, 2000) yang dapat dilihat indikator kurangnya perhatian serius dari para manajer dalam upayamembangun dan mengelola ekuitas merek perusahaan, indikator tersebut adalah

1. Ketidak mampuan manajer untuk mengidentifikasi asosiasimerek dengan kekuatan asosiasi perusahaan itu sendiridengan tepat.

2. Rendahnya tingkat pengetahuan mengenai kesadaran merekdari sebagian besar karyawannya.

3. Tidak adanya ukuran yang sistematis, handal, peka dan validmengenai kepuasan serta loyalitas customer.

4. Tidak adanya kesungguhan dalam upaya melindungi ekuitasmerek itu sendiri.

5. Tidak adanya mekanisme yang dapat mengukur sertamengevaluasi elemen program pemasaran merek.

6. Belum adanya strategi jangka panjang dalam upaya pengembangan manajemen merek.

3.5 Merencanakan Strategi Penetapan Merek

Strategi penetapan merek (branding strategy) perusahaan mencerminkan jumlah dan jenis baik elemen merek umum maupun unik yang diterapkan perusahaan pada produk yang dijualnya. Memutuskan cara menetapkan merek produk baru merupakan hal yang sangat penting. Ketika perusahaan meperkenalkan produk baru, perusahaan mempunyai tiga pilihan utama:

1. Perusahaan dapat mengembangkan elemen merek baru untuk produk baru.

2. Perusahaan dapat menerapkan beberapa elemen mereknya yang sudah ada.

(16)

Ketika perusahaan menggunakan merek yang sudah mapan untuk memperkenalkan sebuah produk baru, produk itu disebut perluasan merek (brand extension). Ketika pemasar menggabungkan merek baru dengan merek yang ada, perluasan merek dapat disebut submerek(subbrand). Merek yang sudah ada yang melahirkan perluasan merek atau submerek adalah merek induk (parent brand).

Jika merek induk sudah diasosiasikan dengan berbagai produk melalui perluasan merek, merek induk dapat disebut juga merek keluarga(family brand).

3.5.1 Keputusan Penetapan merek, Keunggulan dan Kekurangan Perluasan Merek

Ada empat strategi umum dalam menetapkan merek a) Nama individual

b) Nama keluarga dan selimut

c) Nama keluarga terpisah untuk semua produk

d) Nama korporat digabungkan dengan nama produk indvidual Keunggulan perluasan merek

1. Dapat memfasilitasi penerimaan produk baru

2. Memberikan umpan balik positif kepada merek induk dan perusahaan

Kekurangan perluasan merek pada sisi buruknya, perluasan lini dapat menyebabkan nama merek tidak terlalu kuat teridentifikasi dengan produk manapun.

3.6 Rasa Percaya Diri Pelanggan Atas Keputusan Pembelian (customer’s confidence in purchase decision)

Confidence represents a person’s belief that her or his attitude toward the brand is correct and an attitute held with confidence are heavily drive her or his behavior toward the brand” (Assael, 1995:368). Confidence in purchase decision menunjukkan rasa percaya diri atas tindakan yang diambil, dalam hal ini adalah keputusan pembeliannya. Merek yang diyakini memiliki nilai positif (positive brand beliefs) dapat mempengaruhi evaluasi terhadap merek secara positif pula, dan meningkatkan favorability of attitude toward the brand (Assael,1995:167). Sikap yang positif atas merek tersebut selanjutnya dapat

(17)

menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembeliannya, dan mengurangi keraguan pelanggan atas keputusannya.

Ekuitas Pelanggan (customer equity) adalah jumlah dari nilai-nilai seumur hidup seluruh pelanggan, nilai seumur hidup pelanggan dipengaruhi oleh pertimbangan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan akuisisi pelanggan, retensi, dan penjualan silang.

Kesadaran merek mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian dengan mengurangi tingkat resiko yang dirasakan atas suatu merek yang diputuskan untuk dibeli. Semakin kecil tingkat perceived risk suatu merek, semakin besar keyakinan pelanggan atas keputusan pembeliannya, dengademikian pelanggan memiliki keyakinan yang besar atas outcome of the decision. (Aaker, 1991:65; Keller, 1998:92, Ries, 1998: -). Kesadaran kualitas menunjukkan keunikan tertentu suatu merek dibanding merek produk pesaing.

Dengan keunikan inilah pelanggan memiliki alasan pembelian (reason to buy) dan membuatnya yakin dan percaya diri atas keputusan pembeliannya. Aaker (1991:112) menyatakan bahwa asosiasi merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian melalui penciptaan kredibilitas merek yang baik di benak pelanggan. Merek dengan kredibilitas yang baik menciptakan kepercayaan yang besar atas merek tersebut. Asosiasi merek juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian melalui penciptaan benefit association yang positif di benak pelanggan. Positive benefit association mampu memberikan reason to buy yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian (Assael, 1992:47).

Schiffman & Kanuk (2000:141) menambahkan bahwa brand association yang postif mampu menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan pelanggan, sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian merek tersebut. Aaker (1991:40) menyatakan bahwa tingkat brand loyalty yang tinggi, yaitu komitmen pelanggan yang kuat atas merek dapat menciptakan rasa percaya diri yang besar pada pelanggan saat mengambil keputusan pembelian (Assael, 1992:89; Hanna & Wozniak, 2001:158).

(18)

BAB IV

PEMBAHASAN ATAU BEDAH KASUS 4.1 Mengakuisisi Perusahaan & Membangun Merek

4.1.1 Studi Kasus : Coca Cola.

Seorang ahli farmasi dari Atlanta dan seorang veteran tentara yang bernama John Pemberton membuat suatu tonik kesehatan berbuih pada tahun 1886 yang resepnya sangat dirahasiakan, tetapi diduga mengandung air, gula, sari daun coca, kafein dari kacang cola, caramel, asam fosfor, vanilla, jus lemon, jeruk, minyak lemon, pala, kayu manis dan ketumbar. Minuman ini dapat membangkitkan semangat di siang hari di daerah selatan AS yang lingkungannya mudah membuat orang mengantuk. Akuntan Pemberton yang berbakat, Frank Robinson seorang Yankee yang pandai berbisnis mencarikan modal, menemukan nama yang mudah diingat itu, dan membantu mendirikan sebuah perusahaan untuk memperkenalkan minuman ini ke pasar. Seorang penjaga toko yang kemudian menjadi ahli obat-obatan, Asa Chandler, dalam rangka mencari peluang bisnis, membeli perusahaan Coca Cola Co, yang masih muda pada tahun 1891 seharga US$ 2.300. Robinson tetap dipertahankan sebagai karyawan dan bersama dengan Chandler, dirintis jalan pembangunan merek dan iklan yang dikemudian hari menjadi legenda Coca Cola.

Perusahaan menyelengarakan kontes desain yang menghasilkan botol berlekuk yang sekarang sangat populer dan ditemukan oleh sebuah perusahaan gelas di Indiana. Selain itu juga Coca Cola diasosiasikan sebagai gerakan anti

(19)

alkohol yang pada waktu itu menjadi masalah sosial dengan judul kampanye

‘Minuman Nasional Anti Alkohol’. Karena kontroversial, mereka menghilangkan unsur kokain dari minuman itu. Pada saat Candler dipilih sebagai walikota Atlanta pada tahun 1916, Coca Cola dijual oleh keluarga Candler kepada bankir dan perancang transaksi keuangan Ernest Woodrufff dengan harga yang pada waktu itu tergolong luar biasa yaitu US$ 25 juta. Woodruff menunjuk anaknya Robert yang berusia 33 tahun menjadi presiden dan membawa perusahaan menjadi perusahaan publik dengan harga saham US$ 40 per lembar. Dihitung nilai riilnya, maka jika dijual pada tahun 1998 harga mula-mula sebesar US$ 40 per lembar saham tersebut bisa bernilai lebih dari US$ 6 juta. Kata yang paling terkenal di planet ini setelah ‘okay’ adalah Coca Cola. Merek ini secara rutin berada di puncak peringkat brand power, jauh melebihi nama-nama besar lainnya seperti Microsoft, IBM, General Electric, Ford, dan Disney. Merek Coca Cola sendiri bernilai lebih dari US$ 72,5 milyar menurut perusahaan konsultan merek Interbrand. (Drawbaugh, 2001).

4.1.2 Studi Kasus : Starbucks

Starbucks memiliki kisah lain. Starbucks pada awal bertumbuhnya dikelola oleh Howard Schultz dengan visi untuk menjadikannya sebagai perusahaan nasional yang akan menawarkan romantika seni Italia dalam meracik ekspresso. Setiap toko akan didukung oleh para peramu kopi yang akan meracik minuman ekspresso dan menceritakan asal-usul kopi-kopi yang lain. Setelah Schultz membeli perusahaan tersebut dan menjadi CEO nya pada tahun 1987 (setelah bergabung sejak 1982), Starbucks bertumbuh dari suatu usaha lokal dengan enam toko dan kurang dari 100 orang pegawai menjadi suatu usaha berskala nasional yang mempunyai 1.300 toko serta 25.000 pegawai. Saat ini Starbucks berada di kota-kota besar Amerika Utara, di Tokyo, di Singapura dan negara-negara lainnya. Penjualan dan keuntungan Starbucks juga bertumbuh lebih dari 50 % selama enam tahun dan nilai sahamnya, yang sekarang sudah mencapai puncaknya, telah naik sepuluh kali lipat sejak tahun 1992 (Schultz, 1997).

4.1.3 Studi Kasus : HM Sampoerna

(20)

HM Sampoerna adalah sedikit perusahaan di Indonesia yang mampu menuai sukses selama lebih dari 90 tahun. Di era kepemimpinan Liem Seeng Tee, Sampoerna pernah mencapai kinerja terendah saat tentara Jepang menduduki negeri ini pada awal tahun 1940-an. Dji Sam Soe merupakan aset keluarga yang tak ternilai harganya, merupakan faktor utama yang memungkinkan Aga Sampoerna melakukan turnaround dan membangun kembali Sampoerna dari puing-puing keruntuhan. Ketika kendali perusahaan dipegang Putera Sampoerna di era tahun 1980-an dan tahun 1990-an, perubahan lanskap bisnis yang berjalan sangat cepat pada kurun waktu ini diantisipasi dengan baik oleh Putera melalui upaya-upaya transformasi yang tak mengenal lelah – transformasi termassif dan tercepat dalam sejarah perusahaan. Langkah transformasi inilah yang memungkinkan Sampoerna memasuki ‘hypergrowth era’ selama kurun waktu 1990-an, dimana size perusahaan naik hampir 38 kali lipat dalam waktu 10 tahun (Kompas Cyber Media, 19 Maret 2004).

Pada tahun 2005, PT Handjaja Mandala Sampoerna Tbk dibeli senilai Rp 18,58 triliun oleh PT. Philip Morris Indonesia Tbk (KOMPAS, 19 Maret 2005).

Menurut Angky Camaro, CEO Bisnis Lokal PT H.M Sampoerna Tbk menyatakan bahwa yang sebenarnya dibeli oleh Philip Morris adalah kultur yang termasuk bagian dari ekuitas merek Sampoerna sebesar US$ 5 Milliar sedangkan nilai buku aset Sampoerna seperti mesin, gedung, dan sebagainya hanya dihargai sekitar US$

1 Miliar (SWAsembada, Juli 2005).

4.2 Merek

Barangkali keterampilan pemasar profesional yang paling menonjol adalah kemampuan untuk menciptakan, menjaga, melindungi dan menaikkan citra merek.

Asosiasi Pemasaran Amerika (the American Marketing Association) mendefinisikan merek atau brand sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasinya, yang ditujukan agar dapat mengenali barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk dan jasa para pesaing.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan merek dagang, penjual tersebut diberikan hak eksklusif untuk menggunakan nama mereknya selamanya. Merek

(21)

berbeda dengan aset lainnya seperti hak paten atau hak cipta yang memiliki tanggal kadaluarsa. (Kotler, 2002) Sebuah merek yang diposisikan dengan baik mengasosiasikan namanya dengan keuntungan yang diinginkan.

Sejumlah contoh penentuan posisi merek (brand positioning) yang sukses adalah Toyota (dapat dipercaya, berorientasi keluarga), Raffles Hotel (dewasa, aristokratis), Sony (kreatif), Tiger Balm (kuat sekaligus lembut) dan Lexus (kualitas). Penentuan posisi iniakan berjalan dengan sukses jika dirasakan dengan penuh antusias oleh setiap orang dalam organisasi tersebut, dan pasar sasaran (target market) percaya bahwa perusahaan adalah yang terbaik dalam memberikan keuntungan tersebut (Kotler, 2004). Praktik branding telah berlangsung selama beberapa abad, namun teori branding praktis baru berkembang dalam beberapa dekade terakhir.

Pakar periklanan terkemuka David Ogilvy mencuatkan isu pentingnya citra merek di tahun 1951. Klarifikasi perbedaan antara merek dan produk diungkapkan secara gamblang pertama kali dalam sebuah artikel klasik berjudul

’the product and the brand’ yang dipublikasikan di Harvard Business Review di tahun 1955 oleh Burleigh Garder & Sidney Levy. Wacana tentang konseptualisasi dan pengukuran brand equity baru berkembang di akhir dekade 1980 an. Pada dekade 1990 an isu global branding muncul ke permukaan dan mendominasi literatur pemasaran internasional dan bisnis internasional (Tjiptono, 2005).

4.3 Membangun Identitas Merek

Upaya membangun identitas merek memerlukan sejumlah keputusan tambahan terkait dengan nama, logo, warna, tagline (slogan) dan simbol. Sebuah merek lebih dari itum merek hanyalah alat dan taktik pemasaran. Sebuah merek pada intinya adalah janji pemasar untuk menyampaikan sejumlah fitur, keuntungan dan pelayanan yang konsisten kepada pembeli. Pemasar harus menentukan sebuah misi untuk merek tersebut dan visi mengenai ingin menjadi apa dan apa yang bisa dilakukan oleh merek tersebut. Pemasar harus berpikir bahwa saat ini ditawarkan sebuah kontrak kepada konsumen mengenai bagaimana merek tersebut akan berkinerja. Kontrak merek tersebut haruslah jujur. Paling

(22)

pengetahuan tentang merek, bahkan kecenderungan terhadap merek, namun kampanye iklan tidak akan menciptakan keterikatan merek (brand bonding), seberapa pun perusahaan mengeluarkan dana untuk iklan dan publikasi. Brand bonding atau keterikatan merek hanya akan terjadi jika konsumen mengalami manfaat langsung yang dijanjikan oleh perusahaan.

Faktanya adalah merek tidak dibangun oleh iklan tetapi oleh pengalaman terhadap merek tersebut. Banyak perusahaan membuat janjijanji merek tetapi gagal melatih karyawannya untuk memahami dan memberikan apa yang dijanjikan oleh merek tersebut. Perusahaan dapat melakukan penanaman merek secara internal (internal branding) di kalangan karyawannya agar mereka dapat memahami, menginginkan, dan memberikan janji yang diusung oleh merek tersebut (Kotler, 2004).

(23)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Sebuah merek adalah sebuah nama, tanda, simbol, desain atau kombinasi dari beberapa elemen ini, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang dan jasa dari satu atau sekumpulan penjual dan untuk mendiferensiasikan mereka dari para pesaingnya. Komponen yang berbeda dari merek nama merek, logo, simbol, desain kemasan, dan lainnya disebut sebagai elemen merek.

Merek menawarkan sejumlah manfaat bagi pelanggan dan perusahaan.

Merek merupakan aset tak berwujud yang berharga yang perlu dikelola dengan seksama. Kunka dari penetapan merek adalah membuat pelanggan menyadari perbedaan di antara merek-merek dalam sebuah kategori produk. Ekuitas merek harus didefinisikan berdasarkan efek pemasaran yang secara unik dapat diatributkan ke sebuah merek. Artinya, ekuitas merek terkait dengan fakta bahwa akan diperoleh hasil yang berbeda dari pemasaran suatu produk atau jasa karena mereknya, dibandingkan dengan hasil bila produk atau jasa yang sama tidak teridentifikasi oleh merek tersebut.

Pembangunan ekuitas merek bergantung pada tiga faktor utama (1) pilihan awal untuk elemen atau identitas merek yang membentuk merek (2) cara merek diintegrasikan ke dalam dukuungan program pemasaran; dan (3) asosiasi yang

(24)

dipindahkan secara tidak langsung ke merek dengan menghubungkan merek dengan entitas lainnya (misalnya perusaha an, negara asal, saluran distribusi, atau merek lain.)

Ekuitas merek perlu diukur agar dapat dikelola dengan baik. Audit merek mengukur dimana merek selama ini berada dan studi penelusuran mengukur dimana merek berada sekarang dan apakah program pemasaran mencapai efek yang diinginkan.

Strategi penetapan merek untuk sebuah perusahaan mengidentifikasi elemen mana yang dipilih perusahaan untuk diterapkan ke berbagai produk yang mereka jual. Dalam perluasan merek, perusahaan menggunakan merek yang sudah mapan untuk memperkenalkan produk baru. Perluasan potensial harus dinilai dari seberapa efektif perluasan nantinya mampu mengangkat ekuitas merek yang sudah ada ke produk baru, dan juga seberapa efektif perluasan, pada gilirannya, berkontribusi pada ekuitas dari merek induknya.

Merek dapat memainkan peran yang berbeda dalam potofolio merek.

Merek dapat memperluas cakupan, memberikan proteksi, memperluas citra, atau memenuhi beragam peran lain bagi perusahaan. Masing-masing produk nama merek harus memiliki positioning yang didefinisikan dengan baik. Dengan demikian, merek dapat memaksimalkan cakupan dan maminimalkan tumpang tindih dan ujungnya mengoptimalkan portofolio. Ekuitas pelanggan merupakan konsep pelengkap untuk ekuitas merek yang merefleksikan jumlah dari nilai-nilai seumur hidup dari seluruh pelanggan untuk sebuah merek.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2008. Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Aditama, Tjandra Yoga,”Rokok Quo Vadis”, Kompas Cyber Media 19 Maret 2004

Drawbaugh, Kevin, 2001 “Brands in The Balance : Meeting The Challenges to Commercial Identity”, London : Pearson Education

Fer,har,inu,joe,hln, 2005 “Wapres Harapkan HM Sampoerna Investasikan Dananya di Indonesia” , KOMPAS edisi 19 Maret, Jakarta

Gani E K, 2005 “Membeli Culture Senilai US$ 4 Miliar”, SWAsembada edisi bulan Juli, PT Temprint, Jakarta

Kartajaya, Hermawan; Yuswohady; Sumardy, 2004 “4-G MARKETING : A 90 Year Journey of Creating Everlasting Brands”, Jakarta : MarkPlus & Co.

Kotler Philip., 2003 “Marketing Management”, 11th edition / International Edition, Prentice Hall : New Jersey.

Kotler, Philip; Ang, Swee Hong; Leong, Siew Meng; Tan, Chin Tiong, 2005 :

(26)

“Manajemen Pemasaran Sudut Pandang Asia”, Edisi Ketiga, Jilid Kedua, Jakarta : Indeks

Macrae, Chris, 1999 “Mini Cases on Brand Reality”, Westburn Publishers Ltd

Louro, Maria João; Cunha, Paulo Vieira, 2001 “Brand Management Paradigms”, Westburn Publisher Ltd

Ries, Al & Laura, 2005 “The Origin of Brands”, Harper Business USA Ries, A & J. Trout, 2003, “The 22 Immutable Laws of Marketing”, New York : HarperCollins Publisher Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Yes Yes Yes Yes Yes Yes Investigators accounted for unintended concurrent exposures that were differentially experienced by study groups and might bias results.. Yes Yes Yes Yes Yes

In the present communication ordinary Raman spectrum of 2-Aminopyridine 2AP aqueous solution conc.1M and surface-enhanced Raman spectra SERS of the same 2AP adsorbed on silver