• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERKEMBANGAN ORGANISASI POLITIK DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

N/A
N/A
Krisnaldi 22@

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH PERKEMBANGAN ORGANISASI POLITIK DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PERKEMBANGAN ORGANISASI POLITIK DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

DISUSUN OLEH:

Kelompok : 4

Nama : 1. Uswatun Hasanah

2. Fisca Sepriani 3. Krisnaldi Dwinanda Program Studi : Pendidikan Sejarah

Mata Kuliah : Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia Dosen Pembimbing : Dr. Yadri Irwansyah, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FALKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS PGRI SILAMPARI LUBUKLINGGAU 2023

(2)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti- natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan dengan judul PERKEMBANGAN ORGANISASI POLITIK DALAM PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA’’

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Lubuklinggau, Mei 2023

Penulis

Daftar isi

(3)

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ...

B. Rumusan Masalah ...

C. Tujuan ...

BAB II PEMBAHASAN ...

1. Tumbuhnya organisasi politik pergerakan nasional indonesia masa PD 1...

2. Volksraad Masa Hindia Belanda ...

3. Strategi Perjuangan Politik Secara Kooperatif dan Non Kooperatif ...

4. Munculnya Aliran Radikal dan Moderat Masa Pergerakan Nasional Indonesia ...

BAB III PENUTUP ...

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

BAB I PENDAHULUAN

(4)

A. Latar Belakang

Sejarah pergerakan nasional Indonesia merupakan sejarah yang mencakup aliran- aliran dalam historis yang menuju kearah pembentukan nasionalisme Indonesia.

Pemahaman sejarah pergerakan nasional Indonesia berarti pengetahuan atau penguasaan peristiwaperistiwa penting yang berlangsung dari Tahun 1908-1945, yaitu dari berdirinya Budi Utomo sampai terbentuknya Republik Indonesia. Peristiwa- peristiwa tersebut adalah rangkaian upaya melepaskan diri dari belenggu penjajahan untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Pergerakan nasional Indonesia dapat dianggap sebagai gerakan ekonomi, sosial, politik, dan kultural yang memperjelas motivasi dan orientasi aktivitas organisasi pergerakan. Tujuan dari perjuangan pergerakan nasional adalah mencapai Indonesia yang merdeka dan berdikari, serta terlepas dari belenggu penjajah (kolonial) (Tuahunse, 2009).

Era pergerakan nasional yang terjadi pada kurun waktu 1908- 1945 ditandai oleh mulai sadarnya penduduk Bumi putera atau yang sering disebut sebagai kaum terpelajar pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang tengah menjalankan politik etis (irigasi, edukasi dan emigrasi). Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda ini ternyata jauh dari harapan, yang sebelumnya bertujuan untuk memajukan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, akan tetapi praktik yang terjadi sendiri dalam pelaksanaan pendidikan lebih banyak bertujuan untuk kepentingan kolonial Belanda itu sendiri, serta untuk pengembangan modal kaum pengusaha dan kaum kapitalis asing yang semakin banyak ditanamkan di Indonesia pada saat itu.

Salah satu tujuan politik etis di bidang pendidikan sendiri adalah mencetak tenaga- tenaga dari bumi putera dengan harga yang lebih murah, ketimbang belanda mengambil tenaga dari eropa sendiri. Pergerakan nasional Indonesia dalam melawan kolonialisme Belanda terjadi setelah melahirkan rekonstruksi sejarah yang ingin mengatakan bahwa secara historis Indonesia dan Belanda pada prinsipnya adalah sejajar. Seperti yang dikatakan oleh Mohammad Ali (1963), sejarah Indonesia berfungsi membangkitkan jiwa perjuangan dan memperkokoh kehormatan pada diri

(5)

sendiri sebagai rakyat dan sekaligus menghilangkan rasa rendah diri dihadapan Belanda (Purwanto, 2001).

B. RUMUS MASALAH

1. Jelaskan tumbuhnya organisasi politik pergerakan nasional indonesia masa PD 1?

2. Bagaimanakah peran Volksraad masa hindia belanda?

3. Bagaimanakah strategi perjuangan politik secara kooperatif dan non koopratif?

4. Jelaskan munculnya aliran radikal dan moderat masa pergerajkan nasional Indonesia?

C. TUJUAN

1. Utntuk mengetahui cara menganalisis tumbuhnya organisasi politik pergerakan nasional indonesia masa PD 1

2. Untuk mengetahui peran Volksraad masa hindia belanda

3. Untuk mengetahui strategi perjuangan politik secara kooperatif dan non koopratif 4. Untuk mengetahui munculnya aliran radikal dan moderat masa pergerajkan

nasional Indonesia

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Tumbuhnya organisasi politik pergerakan nasional indonesia masa PD 1

a. Budi Utomo (BU, 20 Mei 1908)

Gagasan pertama pembentukan Budi Utomo berasal dari dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Ia menginginkan adanya tenaga-tenaga muda yang terdidik secara Barat, namun pada umumnya pemuda-pemuda tersebut tidak sanggup membiayai dirinya sendiri. Sehubungan dengan itu perlu dikumpulkan beasiswa (study fond) untuk membiayai mereka.

Pada tahun 1908 dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo, pelajar Stovia. Dokter Wahidin mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia dan para pelajar tersebut menyambutnya dengan baik. Secara kebetulan para pelajar Stovia juga memerlukan adanya suatu wadah yang dapat menampung kegiatan dan kehidupan budaya mereka pada umumnya. Sehubungan dengan itu pada tanggal 20 Mei 1908 diadakan rapat di satu kelas di Stovia. Rapat tersebut berhasil membentuk sebuah organisasi bernama Budi Utomo dengan Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya.

Pada awalnya tujuan Budi Utomo adalah menjamin kemajuan kehidupan sebagai bangsa yang terhormat. Kemajuan ini dapat dicapai dengan mengusahakan perbaikan pendidikan, pengajaran, kebudayaan, pertanian, peternakan, dan perdagangan. Namun sejalan dengan berkembangnya waktu tujuan dan kegiatan Budi Utomo pun mengalami perkembangan.Pada tahun 1914 Budi Utomo mengusulkan dibentuknya Komite Pertahanan Hindia (Comite Indie Weerbaar). Budi Utomo menganggap perlunya milisi bumiputra untuk mempertahankan Indonesia dari serangan luar akibat Perang Dunia Pertama (PD I, 1914 – 1918). Namun, usulan itu tidak dikabulkan dan justru pemerintah Belanda lebih mengutamakan pembentukan Dewan Rakyat Hindia (Volksraad).

Selanjutnya ketika Volksraad (Dewan Rakyat) didirikan, Budi Utomo aktif dalam lembaga tersebut. Pada tahun 1932 pemahaman kebangsaan Budi Utomo makin

(7)

berkembang maka pada tahun itu pula mereka mencantumkan cita-cita Indonesia merdeka dalam tujuan organisasi.

b. Serikat Islam (SI, Agustus 1911)

Berbeda dengan Budi Utomo yang mula-mula hanya mengangkat derajat para priyayi khususnya di Jawa, maka organisasi Serikat Islam mempunyai sasaran anggotanya yang mencakup seluruh rakyat jelata yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Pada tahun 1909 R.M. Tirtoadisuryo mendirikan perseroan dalam bentuk koperasi bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perseroan dagang ini bertujuan untuk menghilangkan monopoli pedagang Cina yang menjual bahan dan obat untuk membatik.

Persaingan pedagang batik Bumiputra melalui SDI dengan pedagang Cina juga nampak di Surakarta. Oleh karena itu Tirtoadisuryo mendorong seorang pedagang batik yang berhasil di Surakarta, Haji Samanhudi untuk mendirikan Serikat Dagang Islam. Setahun setelah berdiri, Serikat Dagang Islam tumbuh dengan cepat menjadi organisasi raksasa.

Sekitar akhir bulan Agustus 1911, nama Serikat Dagang Islam diganti menjadi Serikat Islam (SI). Hal ini dilakukan karena adanya perubahan dasar perkumpulan, yaitu mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong- menolong di antara kaum muslimin. Anggota SI segera meluas ke seluruh Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Sebagian besar anggotanya adalah rakyat jelata. Serikat Islam ini dapat membaca keinginan rakyat, dengan membantu perbaikan upah kerja, sewa tanah dan perbaikan sosial kaum tani. Perkembangan yang cepat ini terlihat pada tahun 1917 dengan jumlah anggota mencapai 450.000 orang yang tersebar pada 84 cabang.

Meningkatnya anggota Serikat Islam secepat ini, membuat pemerintah Hindia Belanda menaruh curiga. Gubernur Jenderal Idenburg berusaha menghambat pertumbuhannya. Kebijakan yang diambil antara lain dengan cuma memberikan izin sebagai badan hukum pada tingkat lokal. Sebaliknya pada tingkat pusat tidak diberikan izin sebab dianggap membahayakan, jumlah anggota yang terlalu besar diperkirakan akan dapat melawan pemerintah.

Dalam kongres tahunannya pada tahun 1916, H.O.S Cokroaminoto mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Komite Pertahanan Hindia. Hal itu menunjukkan bahwa kesadaran politik bangsa Indonesia mulai meningkat. Dalam kongres itu

(8)

diputuskan pula adanya satu bangsa yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia.

Sementara itu orang-orang sosialis yang tergabung dalam de Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) seperti Semaun, Darsono, dan lain-lain mencoba mempengaruhi SI. Sejak itu SI mulai bergeser ke kiri (sosialis). Melihat perkembangan SI itu, pimpinan SI yang lain kemudian menjalankan disiplin partai melalui kongres SI bulan Oktober 1921 di Surabaya. Selanjutnya SI pecah menjadi SI “putih” di bawah Cokroaminoto dan SI “merah” di bawah Semaun dan Darsono. Dalam Perkembangan SI

“merah” ini bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah berdiri sejak 23 Mei 1920. Dalam kongres Serikat Islam di Madiun pada tahun 1923 nama Serikat Islam diganti menjadi Partai Serikat Islam (PSI). Partai ini bersifat nonkooperasi yaitu tidak mau bekerjasama dengan pemerintah tetapi menginginkan adanya wakil dalam Dewan Rakyat (Volksraad).

c. Indische Partij (IP, 1912 )

Organisasi yang sejak berdirinya sudah bersikap radikal adalah Indische Partij.

Organisasi ini dibentuk pada tanggal 25 Desember 1912 di kalangan orang-orang Indo di Indonesia yang dipimpin oleh Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (dr. Danudirja Setiabudi). Cita-citanya adalah agar orang-orang yang menetap di Hindia Belanda (Indonesia) dapat duduk dalam pemerintahan. Adapun semboyan IP adalah Indie Voor de Indier (Hindia bagi orang-orang yang berdiam di Hindia).

Dalam menjalankan propagandanya ke Jawa Tengah, E.F.E Douwes Dekker bertemu dengan Cipto Mangunkusumo yang telah meninggalkan Budi Utomo. Cipto Mangunkusumo terkenal dalam Budi Utomo dengan pandangan-pandangannya yang radikal, segera terpikat pada ide Douwes Dekker. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan Abdul Muis yang berada di Bandung juga tertarik pada ide Douwes Dekker tersebut. Dengan dukungan tokoh-tokoh tersebut, Indische Partij berkembang menjadi 30 cabang dengan 7.300 orang anggota, sebagian besar terdiri atas orang-orang Indo-Belanda.

Indische Partij berjasa memunculkan konsep Indie voor de Indier yang sesungguhnya lebih luas dari konsep “Jawa Raya” dari Budi Utomo. Dibandingkan dengan Budi Utomo, Indische Partij telah mencakup suku-suku bangsa lain di nusantara.

(9)

Budi utomo dalam perkembangannya terpengaruh juga oleh cita-cita nasionalisme yang lebih luas. Hal ini dialami juga oleh organisasi-organisasi lain yang keanggotaannya terdiri atas suku-suku bangsa tertentu, seperti Serikat Ambon, Serikat Minahasa, Kaum Betawi, Partai Tionghoa Indonesia, Serikat Selebes, dan Partai Arab-Indonesia. Cita-cita persatuan ini kemudian berkembang menjadi nasionalisme yang kokoh, hal ini menjadi pokok.

Masa akhir Indische Partij terjadi setelah Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo ditangkap. Pemerintah Belanda menganggap Indische Partij mengganggu serta mengancam ketertiban umum. Oleh karena itu, para pemimpinnya ditangkap dan dibuang. dr. E.F.E. Douwes Dekker atau dr. Danudirja Setiabudi dibuang ke Kupang (NTT), dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Bandanaira di Kepulauan Maluku, dan Raden Mas Suwardi Suryaningrat dibuang ke Pulau Bangka. Akhirnya kedua tokoh tersebut meminta dibuang ke negeri Belanda. Demikian juga Douwes Dekker dibuang ke Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1918.

B. Volksraad Masa Hindia Belanda

Dalam sejarahnya, Volksraad terbentuk atas desakan dari pemimpin pergerakan di Indonesia dan orang-orang Belanda yang peduli dengan nasib kaum bumiputra. Kala itu, mereka menginginkan adanya sebuah wadah yang dapat meningkatkan peran serta kaum bumiputra dalam pemerintahan. Alhasil, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Johan Paul van Limburg Stirum (1916 –1921) menyetujui hadirnya lembaga parlemen yang bernama Dewan Kolonial. Perlahan-lahan, nama Dewan Kolonial kemudian berubah menjadi Volksraad.

Pada awal pembentukan, Volksraad memiliki 39 anggota yang terdiri dari 1 ketua, 15 masyarakat pribumi dan 23 wakil golongan Eropa dan Timur Asing. Jumlah anggota Volksraad terus bertambah seiring dengan munculnya beragam golongan dan organisasi politik di Hindia Belanda. Akan tetapi, Pemerintah Hindia Belanda masih menganggap bahwa Volksraad tidak ubahnya sebagai siasat dalam politik etis untuk memanfaatkan kaum bumiputera semata. Kenyataan itu ditambah dengan Volksraad yang tidak punya wewenang layaknya badan legislatif untuk membuat undang-undang. Peranannya sebagai lembaga dengan satu majelis hanya mempunyai wewenang menasehati, namun tetap saja

(10)

bila menyangkut masalah keuangan, harus dikonsultasikan dengan Gubernur Jenderal.

Dengan kata lain, Pemerintah Hindia Belanda boleh mengaibaikan usulan dari Volksraad bila tidak selaras dengan keinginannya.

Namun seiring perkembangannya, Volksraad malah berfungsi sebagai forum bagi kaum nasionalis untuk memperjuangkan pergerakan nasional. Volksraad secara tidak langsung memberikan keuntungan untuk perkembangan organisasi kebangkitan nasional di Hindia Belanda, sebab pembentukannya memerlukan penyelenggaraan hukum yang menyangkut kesiapan politik. Sebagai contoh, pembentukan Fraksi Nasional oleh Moh.

Husni Thamrin pada tanggal 27 januari 1930. Tujuan dari pembentukan tersebut adalah untuk menggalang kemerdekaan Indonesia dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan jalan mengusahakan perubahan-perubahan dalam bidang pemerintahan.

Sayangnya perjuangan dari organisasi pergerakan nasional di Volksraad terhenti setelah perjuangannya oleh Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI) bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempatan cita-citanya dengan semboyan khasnya yaitu “Indonesia Berparlemen”.

Memasuki tahun 1942 terdapat pendudukan Jepang ke Indonesia yang melarang seluruh hal terkait Belanda termasuk Volksraad dan pelarangan organisasi pergerakan tanpa seizin Jepang menghentikan upaya pergerakan di Volksraad. Lembaga legislatif yang bernama Volksraad ini bubar dengan sendirinya. Sementara itu, tentara pendudukan Jepang tidak menghendaki adanya badan – badan perwakilan rakyat. Kemudian mereka membentuk lembaga semacam ini pada September 1943, yaitu Chuo Sangi In di tingkat pusat dan Sangi In di tingkat daerah. Namun dalam praktiknya lembaga-lembaga ini tidak lebih sebagai dewan penasehat di mana keanggotaannya melalui pengangkatan atau tidak melalui pemilihan sama seperti Volksraad

C. Strategi Perjuangan Politik Secara Kooperatif dan Non Kooperatif

1. Strategi Pergerakan Nasional Moderat Kooperatif

Strategi pergerakan nasional yang memiliki sifat moderat merupakan perjuangan yang dilakukan dengan cara menghindari tindakan kekerasan atau perilaku yang keras

(11)

dan ekstrem. Organisasi yang bersifat moderat pada umumnya akan bersikap lunak kepada pemerintah kolonial Belanda. Strategi bersifat moderat dengan taktik kooperatif ialah perjuangan yang dilakukan dengan cara bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda dengan tujusn untuk menghindari tindakan kekerasan yang bisa dilakukan oleh pihak pemerintah kolonial Belanda.

Organisasi pergerakan nasional Indonesia yang bersifat moderat bertindak dengan berdasarkan taktik kooperatif, memiliki pendirian bahwa kemerdekaan ekonomi harus dicapai terlebih dahulu. Dalam bidang politik, organisasi pergerakan ini sementara waktu bisa bersikap kooperatif atau mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Artinya dalam menghadapi pemerintah kolonial Hindia Belanda organisasi pergerakan yang berhaluan kooperatif pada umumnya akan bersikap agak lunak (moderat), sehingga tujuan untuk memajukan dan memerdekakan rakyat bisa dicapai.

Pilihan untuk bersikap moderat serta bertindak kooperatif tidak dilakukan dengan tanpa alasan. Mereka menganggap bahwa sikap hati-hati dalam melawan pemerintah kolonial Belanda memang diperlukan, terutama setelah pemerintah kolonial memberikan sikap yang tegas terhadap para tokoh dan organisasi pergerakan pasca pemberontakan PKI 1928. Pemberontakan ini telah membuka mata pemerintah kolonial Belanda untuk mengawasi seluruh sepak terjang organisasi pergerakan dengan ketat.

Pemerintah kolonial Belanda juga mulai membatasi berbagai organisasi pergerakan nasional dalam menyelenggarakan kegiatan untuk berkumpul dan berserikat.

Sejak masa itu pemerintah kolonial kerap menangkap serta mengasingkan tokoh pergerakan yang dianggap tak mendukung kebijakan kolonial. Sebagai contoh, Ir.

Soekarno dan banyak tokoh PNI yang ditangkap karena menolak untuk bersikap kooperatif terhadap pemerintah kolonial. Denga berhati-hati dalam menentukan sikap politik, organisasi moderat lebih memilih melakukan pergerakan dengan melalui berbagai bidang di luar politik seperti sosial dan ekonomi.

Selain upaya perjuangan dengan melalui Volksrad, upaya lainnya yang ditempuh dalam taktik kooperatif ialah dengan mengusahakan kesejahteraan rakyat melalui bidang

(12)

ekonomi (bank dan koperasi) serta bidang sosial dan budaya, terutama kemajuan dalam bidang pendidikan.

 Faktor Penyebab Munculnya Organisasi Pergerakan Kooperatif

Adapun faktor yang memengaruhi munculnya kalangan pergerakan dengan sifat moderat, antara lain:

1. Krisis ekonomi dunia atau dikenal dengan nama Krisis Malaise yang terjadi pasca perang dunia I dan memuncak pada tahun 1929. Hal tersebut memberikan dampak pada hancurnya ekonomi negara-negara di dunia, sekaligus menyulitkan ekonomi di negara-negara jajahan, termasuk Indonesia. Kesulitan keuangan juga dialami oleh seluruh organisasi pergerakan.

2. Berlakunya peraturan pembatasan berserikat yang dilakukan oleh Belanda terhadap organisasi pegerakan nasional.

3. Banyak tokoh pergerakan nasional yang ditangkap oleh Belanda antara lain Soekarno, Gatot Mangkupraja, Soepridinata, dan Maskun Sumadiredja.

Organisasi-organisasi pergerakan yang menggunakan strategi moderat kooperatif antara lain, Budi Utomo, Parindra, Gerindo dan GAPI

2. Strategi Pergerakan Nasional Radikal Non Kooperatif

Strategi pergerakan radikal non kooperatif adalah strategi perjuangan dengan memakai cara yang keras untuk menentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Non kooperatif memiliki arti tidak mau melakukan kerja sama sedikitpun dengan pemerintah kolonial Belanda. Taktik non kooperatif menekankan bahwa kemerdekaan harus diusahakan sendiri oleh banga Indonesia, tanpa adanya campur tangan atau bantuan dari pihak lain.

Periode radikal pada masa perjuangan pergerakan nasional Indonesia, yaitu pada kurun waktu yang menandakan hadirnya organisasi yang bergerak dengan gagasan dan dengan cara yang radikal serta ekstrim. Periode radikal ini ditandai dengan adanya ciri khas organisasi dengan tujuan perjuangannya ialah berupaya untuk menggapai berbagai

(13)

hal ekstrim dengan cara yang cukup agresif di mata pemerintah kolonial, misalnya dengan melawan langsung pemerintah Belanda, menggagas berbagai hal yang dapat mengganggu status quo, atau setidaknya melontarkan kritik tajam kepada pemerintah kolonial Belanda.

Kurun waktu periode ini ialah antara tahun 1925, ketika pertama berdirinya sebuah organisasi yang bernama Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga tahun 1936, dimana organisasi terakhir dari periode ini dibubarkan, yakni Pendidikan Nasional Indonesia – Baru (PNI–Baru).

 Faktor Penyebab Munculnya Organisasi Pergerakan Radikal

Faktor yang memengaruhi munculnya organisasi pergerakan nasional yang memiliki sifat radikal, antara lain:

1. Munculnya Krisis Ekonomi Dunia (Malaise) Yang Terjadi Pasca Perang Dunia I (1914-1918)

2. Pergantian Kepala Pemerintahan Yang Lebih Bersifat Reaksioner

Organisasi-organisasi yang memiliki sifat radikal terhadap pemerintah kolonial Belanda melakukan upaya perjuangan berupa:

1. Menggembleng semangat kebangsaan serta persatuan di masyarakat melalui rapat umum dan surat kabar

2. Menuntut pemerintah kolonial supaya memberikan kebebasan bergerak untuk partai-partai,

3. Mengecam keras pemerintah kolonial yang melakukan tindakan sewenang- wenang

4. Melakukan aksi pemogokan.

Organisasi pergerakan yang bersifat radikal non kooperatif adalah Indische Partij ( 1911 – 1913 ) , Partai Komunis Indonesia (PKI; 1924), Perhimpunan Indonesia (PI;

1925), Partai Nasional Indonesia (PNI; 1927), Partai Indonesia (PARTINDO; 1931), dan Pendidikan Nasional Indonesia – Baru (PNI–Baru; 1931).

(14)

D. Munculnya Aliran Radikal dan Moderat Masa Pergerakan Nasional Indonesia Pada rentang tahun 1920-1930 ini disebut sebagai masa radikal dikarenakan oleh pola pergerakan yang dilakukan organisasi bersifat radikal atau non kooperatif, yaitu tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Pada masa tersebut berdiri beberapa organisasi, yakni Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai Komunis Indonesia atau PKI merupakan partai yang mengembangkan paham Komunis, terutama di kalangan buruh. Sejak tahun 1924, PKI mengorganisasi berbagai aksi pemogokan, yang menyebabkan pemerintah kolonial Belanda mengawasi PKI dengan ketat dan ruang gerak aktifis partai dipersempit.

Perhimpunan Indonesia atau PI menyuarakan aksinya melalui berbagai orasi sehingga melahirkan organisai baru seperti lahirnya partai nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, jong Indonesie (pemuda indonesia) tahun 1927, dan perhimpunan Pelajar-pelajar indonesia (PPPI) tahun 1926. Partai Nasional Indonesia atau PNI merupakan partai radikal yang mempelopori terbentuknya organisasi sosial politik se Indonesia yakni Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Pada masa ini muncul berbagai organisasi politik yang bersifat moderat yaitu menerapkan prinsip kooperasi. Hal ini dikarenakan ketat nya pengawasan kolonial Belanda melalui badan pengawas yang dibentuknya yaitu PID (Politieke Inteligent Dienst). Organisasi yang berdiri yang bersifat kooperatif ini. Seperti, Partai Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan Gerakan Politik Indonesia (GAPI). Salah satu program yang dilakukan Parindra adalah melakukan pencerdasan secara politik,ekonomi,sosial kepada masyarakat sebagai bekal dalam menjalankan pemerintahan sendiri di masa depan. Gagasan pendirian partai Gerindo bermula ketika Gubernur Jenderal De Jong memberantas seluruh partai politik yang bergerak secara non- kooperatif dan radikal. GAPI memiliki tujuan menuntut pemerintah Belanda supaya Indonesia mempunyai parlemen nya sendiri, sehingga GAPI memiliki semboyan Indonesia Berparlemen. Pada masa moderat ini pergerakan yang dilakukan organisasi lebih berjalan lancar dari pada masa pergerakan pada periode radikal.

(15)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Era pergerakan nasional yang terjadi pada kurun waktu 1908- 1945 ditandai oleh mulai sadarnya penduduk Bumi putera atau yang sering disebut sebagai kaum terpelajar pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang tengah menjalankan politik etis.

B. Saran

Demikian Makalah ini Kami buat dan kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritikan dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan makalah ini.

(16)

Daftar Pustaka

Tuahunse, Trisnowaty. (2009). Hubungan Antara Pemahaman Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dengan Sikap Terhadap Bela Negara. Jurnal Kependidikan:

Penelitian Inovasi Pembelajaran, Vol. 39. No. 1.

Purwanto, Bambang. (2001). Memahami Kembali Nasionalisme Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 4. No. 3.

http://bagpem.banjarmasinkota.go.id/2013/08/pergerakan-nasional-sejarah-indonesia.html Kurniawan, D. (2014). Peranan Volksraad Dalam Perkembangan Pendidikan Politik

Masyarakat Pribumi Di Hindia Belanda Tahun 1916-1942. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Mardiyah. “Ulama dan Pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Banten Abad Ke- 20”, Skripsi Fakultas Adam Dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , 2017, hlm 46

Kartodirjo,Sartono, Sejak Indische Sampai Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm 117 Rudiyanto. Natalia Kartika Dewi, Peranan Gabungan Politik Indonesia Dalam Perjuangan

Kemerdekaan Indonesia Tahun 1939-1941). Program Studi Pendidikan Sejarah.

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2013, hlm 17

Bela Wahyuni, Irhas Fansuri Mursa. Siginjai: Jurnal Sejarah, Vol. 2 No. 1, Juni 2022 (54- 67)

(17)

Referensi

Dokumen terkait

The present study was carried out in order to characterize the expression of a novel Pate (prostate and testis expression) gene family, coding for secreted cysteine-rich proteins,