MAKALAH
SIKLUS PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. Ali Idrus, M.Pd., ME.
Dr. Dra. Hj. Aprillitzavivayarti, M.M.
Dr. Friscilla Wulan Tersta, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh Kelompok 5:
Muhammad Zulpikar (A1D521007) Astari Wahyudi (A1D521013)
Serlly (A1D521022)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI 2024
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah rahmat yang memampukan kami untuk menunaikan misi kami yang berjudul “Siklus Pembiayaan Dalam Pendidikan”. Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
“Manajemen Pembiayaan Pendidikan”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih khusus kepada :
1. Prof. Dr. Drs. Ali Idrus, M.Pd., ME., Dr. Dra. Hj. Aprillitzavivayarti, M.M. dan Dr.
Friscilla Wulan Tersta, S.Pd., M.Pd.sebagai dosen pengampu
2. Penulis dan penerbit buku atau sites web lain yang memberi wewenang kepada kami untuk memberikan kami hak cipta atas karya mereka untuk tujuan penelitian.
3. Teman-teman yang ikut serta membantu menyelesaikan tugas kelompok pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, sehingga kami berharap bantuan dari pembaca untuk memberi kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini sesuai harapan anda.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi siapa saja yang memerlukannya dimasa yang akan datang.
Jambi, 29 Febtuari 2024
Penulis
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 3
1.3 Manfaat Penulisan ... 3
BAB 2 PEMBAHASAN ... 4
2.1 Perencanaan Anggaran Pendidikan ... 4
2.2 Pelaksanaan Anggaran Pendidikan ... 7
2.3 Penatausahaan Anggaran Pendidikan ... 12
2.4 Pengawasan Anggaran Pendidikan ... 14
2.5 Pertanggungjawaban Keuangan Pendidikan ... 20
BAB 3 PENUTUP ... 26
3.1 Kesimpulan ... 26
3.2 Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sebuah lembaga pendidikan yang sukses tidak lepas dari sokongan biaya pendidikan yang tinggi pula, karena pada hakikatnya mutu pendidikan akan berbanding lurus dengan biaya pendidikan yang dikeluarkan, semakin tinggi dan mahal biaya pendidikan yang digunakan dan dikeluarkan maka semakin baik pula layanan pendidikan tersebut dan mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang bermutu dengan hasil belajar yang tinggi. Sepertinya akan sulit merealisasikan mutu pendidikan yang baik apabila tidak didukung oleh biaya pendidikan yang tinggi pula.
Biaya pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam sektor lembaga pendidikan seperti sekolah, baik sekolah yang dikelola oleh pemerintah (Sekolah Negri) dan juga sekolah yang dikelola oleh masyarakat sendiri (Sekolah Swasta) yang dikelola oleh yayasan atau badan penyelenggara pendidikan tertentu. Biaya-biaya pendidikan yang berputar dan dipergunakan harus terkelola dan tercatat dengan baik sehingga biaya pendidikan tersebut dapat mengefisienkan dan mengefektifkan proses pembelajaran di sekolah dan berbagai program-program sekolah.
Pengelolaan biaya pendidikan dilakukan sejak dari perencanaan hingga pembuatan pertanggungjawaban oleh bendaharawan sekolah, dalam konteks manajemen biaya pendidikan juga harus memiliki pendekatan sistem yang dikenal dengan Planing Programing Budgeting Systems (PPBS) pada awal tahun 1980an yang selanjutnya dikenal dengan istilah Sistem Penyusunan Program dan Anggaran (SIPPA). Untuk melakukan pendekatan ini maka bendaharawan dibawah kepala madrasah harus dapat menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi; perencanaa (planning), pelaksanaan (actuating), penataausahaan (organizing), pengawasan (controlling), pertanggungjawaban (reporting) apabila kesemua fungsi itu dapat
2
dijalani dengan baik dan sesuai dengan apa yang seharusnya maka dipastikan biaya pendidikan yang didapat, digunakan, dan dikeluarkan akan termanaj dengan baik.
Untuk lebih memahami bagaimana sebenarnya manajemen pembiayan pendidikan dalam lembaga pendidian ditingkat persekolahan maka dari tulisan ini mencoba menjelaskan secara singkat segala hal yang berkaitan dengan manajemen pembiayaan pendidikan, namun tidak menghilangkan substansinya. Dari hal yang akan dijelaskan dalam tulisan kali ini adalah (1) perencanaan anggaran pendidikan, (2) pelaksanaan anggaran pendidikan, (3) penataausahaan keuangan pendidikan, (4) pengawasan anggaran pendidikan, dan (5) pertanggungjawaban keuangan pendidikan.
Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.
3
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus (Tilaar, 1992).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan anggaran pendidikan?
2. Bagaimana pelaksanaan anggaran pendidikan?
3. Bagaimana penatausahaan anggaran pendidikan?
4. Bagaimana pengawasan anggaran pendidikan?
5. Bagaimana pertanggungjawaban keuangan pendidikan?
1.3 Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui perencanaan anggaran pendidikan 2. Untuk mengetahui pelaksanaan anggaran pendidikan 3. Untuk mengetahui penatausahaan anggaran pendidikan 4. Untuk mengetahui pengawasan anggaran pendidikan
5. Untuk mengetahui pertanggungjawaban keuangan pendidikan
4 BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Perencanaan Anggaran Pendidikan
Menurut Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam Bastian (2006), definisi anggaran (budget) adalah: rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Govermental Accounting Standard Board (GASB) turut mendefinisikan anggaran (budget) sebagai rencana operasi keuangan yang terdiri atas usulan estimasi pengeluaran dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayai pengeluaran tersebut dalam periode waktu tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan pernyataan kebijakan pemerintah yang terdiri dari aktivitas yang akan dilaksanakan, belanja untuk melaksanakan aktivitas, dan pendapatan untuk membiayai belanja tersebut.
Penganggaran merupakan suatu proses menyusun rencana keuangan yaitu pendapatan dan pembiayaan, kemudian mengalokasikan dana ke masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai dan selanjutnya masing-masing kegiatan tersebut dikelompokkan ke dalam program berdasarkan tugas dan tanggung jawab dari satuan kerja tertentu dengan standar biaya yang berlaku. Penyusunan anggaran merupakan suatu rencana tahunan yang merupakan aktualisasi dari perencanaan jangka menengah maupun jangka panjang, dengan kewenangan yang dimiliki saat ini Pemda dapat menyusun struktur anggaran yang memungkinkan masyarakat dan manajemen pemerintah daerah mengawasi dan mengevaluasi kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan.
Menurut Akbar dalam Zahruddin (2019) mendefinisikan Anggaran sebagai perencanaan keuangan yang mencakup estimasi pemasukan dan pengeluaran pendapatan sekolah dalam waktu tertentu. Berdasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh, peneliti akan melakukan
5
analisis data dan menguraikan data secara deskriptif mengenai Program Kerja Penganggaran Pendidikan.
Menurut Arifudin et, al, (2021) Dalam sebuah manajemen apapun selalu pelaksanaannya diawali dengan perencanaan, pun begitu dengan bidang pendidikan yang berkaitan dengan penganggaran. Untuk dapat menyusun anggaran pendidikan yang tepat para administrator dan manajer pendidikan harus mengerti dan memahami segala hal yang berkaitan dengan sistem penganggaran yang berlaku di suatu Negara. Di antara sistem yang ada adalah Line Item Budgeting (LIB), Capital Budgeting (CAB), Performance Budgeting (PEB), dan Zero Based Budgeting (ZBB).
1) Line Item Budgeting (LIB)
LIB adalah sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jenis barang yang diperlukan. Pengalokasian barangnya pun disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan misalnya; komputer, kursi-meja, 12 lusin ATK, 3 LCD proyektor, dan 6 Lemari guru dan lain-lainnya.
2) Capital Budgeting (CAB)
CAB adalah sistem penganggaran yang menitik beratkan pada jangka waktu yang lama, dalam CAB ini anggaran diperhitungkan untuk jumlah anggaran yang diperlukan untuk perencanaan jangka panjang. Misalnya; rencana jangka panjang adalah membangun 15 lokal kelas, merehabilitasi gedung sekolah, membangun 10 ruang laboratorium, dan membangun 25 gedung perpustakaan. Dalam sistem CAB ini dipergunakan untuk hal-hal yang mengandung nilai investasi jangka panjang, jadi hal ini bisa dikatakan dengan sistem pengalokasian anggaran untuk biaya modal atau biaya pembangunan.
3) Performance Budgeting (PEB)
PEB sendiri adalah sistem penganggaran pendidikan yang menitik beratkan pada jenis barang yang diperlukan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi dan juga dikategorikan
6
dengan keluaran. Maka dari hal itu pengeluaran ini harus ditulis secara ketat yang berkaitan dengan perumusan tujuan umum maupun tujuan khusus.
4) Zero Based Budgeting (ZBB).
ZBB adalah sistem penganggaran pendidikan yang berorientasi pada keterbatasan sumber dana. Karena dana terbatas maka dalam melakukan pengalokasian anggaran harus ada penajaman prioritas baik mengenai program, kegiatan, maupun sasaran yang ingin dicapai.
Menurut Arifudin et, al, (2021) Indonesia sendiri menggunakan sistem yang dikenal dengan SIPPA yang merupakan kepanjangan dari Sistem Perencanaan, Penyusunan Program dan Anggaran. Untuk dapat melakukan SIPPA ini perlu diperhatikan langkah-langkah berikut ini;
a. Merumuskan kebijakan program berdasarkan pada rencana umum yang ada,
b. Menyusun alternatif tujuan-tujuan program yang dijabarkan dari kebijakan program yang sudah dirumuskan,
c. Memilih program dengan mempertimbangkan tujuan program, alternatif-alternatif, dan cara pembiayaannya,
d. Program yang terpilih selanjutnya dirumuskan dengan mangacu kepada alternatif tujuan dan biaya yang dikaitkan dengan dimensi waktu.
Dalam kaitannya dengan satuan pendidikan (sekolah), maka perencanaan anggaran pendidikannya mengikuti alur berikut;
1) Perencanaan tingkat sekolah,
2) Perencanaan tingkat kabupaten/kota, dan 3) Perencanaan tingkat provinsi.
Berbicara pada tatanan tingkat mikro yaitu sekolah yang merupakan unit kerja yang bertugas mengelola keuangan yang diperolehnya dari berbagai sumber serta memiliki kewenangan dalam penggunaannya dalam untuk berbagai kebutuhan seperti untuk
7
membiayai proses belajar mengajar, melengkapi sarana sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru, dan pekerja sekolah, dan lain-lain sebagainya, maka sekolah harus mempunyai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Kemudian RAPBS ini memuat jenis dan besarnya pendapatan serta jenis dan besarnya pengeluaran sekolah. Besarnya pengeluaran sekolah harus sesuai dengan besarnya pemasukan dan sumber daya sekolah yang berasal dari pendapatan sekolah.
Sumber pendapatan dan penerimaan sekolah dapat berasal dari pemerintah, masyarakat, organisasi dan perorangan. Anggaran yang berasal dari pemerintah berbentuk dari kegiatan- kegiatan rutin (DIK) dan proyek-proyek pembangunan (DIP). Sedangkan anggaran yang datang dari masyarakat bisa berupa bentuk SPP/DPP dan sumbangan-sumbangan sukarela.
Walau banyak sumberdana yang datang namun tetap yang masih manjadi andalan setiap sekolah adalah anggaran yang datang dari pemerintah.
Dalam penyusunan RAPBS, semua aspek keuangan beserta mekanisme penerimaan dan pengeluaran serta harga satuan setiap komponen kegiatan harus diperhitungkan. Kepala sekolah harus memasukkan anggaran yang diperoleh dari pemerintah dalam usulan kebutuhannya ditahun yang akan datang. Sehingga kebutuhan besarnya biaya yang dibutuhkan akan terpenuhi dan tidak mengalami kekurangan. (Arifudin et, al, 2021).
2.2 Pelaksanaan Anggaran Pendidikan
Menurut Deddi (2008) menyatakan bahwa proses penyusunan anggaran daerah meliputi tahap tahap sebagai berikut: (1) arah dan kebijakan umum anggaran, (2) strategi dan prioritas anggaran, (3) program dan kegiatan, dan (4) anggaran.
Menurut Hapsah, S. (2022) Dalam melaksanakan anggaran pendidikan, hal yang perlu dilakukan adalah kegiatan membukukan atau accounting. Pembukuan mencakup dua hal yaitu: pengurusan yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima atau
8
mengeluarkan uang, serta tindak lanjutnya, yakni menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang. Jenis pengurusan ke dua disebut juga dengan pengurusan bendaharawan. Ada beberapa komponen yang perlu dibiayai dengan menggunakan uang dari dana belajar. Komponen- komponen tersebut meliputi :
1. Honorium untuk pemimpin/penanggung jawab edukatif.
2. Honorium untuk sumber belajar.
3. Honorium untuk pemimpin umum lembaga diklusemas.
4. Honorium untuk pinata usaha dan pembantu-pembantunya.
5. Biaya perlengkapan dan peralatan.
6. Biaya pemeliharaan prasarana dan sarana.
7. Biaya sewa/kontrak.
8. Dana untuk pengembangan usaha lembaga diklusemas.
9. Biaya-biaya lain untuk pengembangan dan biaya tak teduga.
Selain itu terdapat usaha-usaha yang bersifat pengabdian terhadap masyarakat yang membutuhkan dana, kegiatan itu antara lain:
1. Pemberian keringanan uang kursus bagi warga belajar yang kurang mampu.
2. Usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan mengajar tenaga sumber belajar 3. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pengabdian bagi kepentingan masyarakat sekitar.
4. Kesediaan mengelola kejar usaha atau magang diklusemas.
Strategi suatu lembaga pendidikan secara administrasi dengan bagaimana seseorang memimpin melakukan upaya pengelolaan sumber daya dan sumber biaya yang terdapat di lingkungan suatu lembaga. Pengelola pendidikan harus mampu sebaik mungkin mencari pemasukan keuangan guna memenuhi kebutuhan dalam pendanaan pendidikan. (Fattah, 2000)
9
Mekanisme pembiayaan pendidikan sekolah negeri di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Saat ini aliran dana dari pusat ke daerah dilakukan melalui mekanisme dan perimbangan, khususnya melalui dana alokasi umum (DAU) yang bersifat block grant. Melalui alokasi ini pemda lebih memiliki kepastian tentang waktu dan jumlah dana yang diterimanya. (Arifudin et, al, 2021).
Dari sisi pembelanjaan, pemda juga mempunyai keleluasaan dalam merencanakan anggarannya, sehingga dapat mengalokasikan anggaran sesuai prioritas pembangunan didaerahnya. Menurut UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, selain DAU, dana perimbangan yang diterima daerah adalah dana bagi hasil dan dana alokasi khusus (DAK). Sumber penerimaan daerah lainnya adalah pendapatan asli daerah (PAD), pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD (Undang-Undang RI, 2003).
Selain melalui mekanisme dana perimbangan, alokasi dana pusat ke daerah juga dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pemerintah provinsi selain melaksanakan tugas desentralisasi, sekaligus juga melaksanakan tugas dekonsentralisasi yang secara operasional dilakukan oleh dinas (teknis) provinsi. Anggaran pelaksanaan dekonsentralisasi merupakan bagian dari APBN yang disalurkan melalui gubernur oleh departemen/lembaga pemerintah non-departemen terkait. Anggaran tugas pembantuan sama dengan anggaran dekonsentralisasi, tetapi dapat disalurkan baik keprovinsi maupun kabupaten/kota, bahkan langsung ke desa. Pertanggungjawaban penggunaan dana dekonsentralisasi dan tugas pembantuan langsung kepada pemerintah pusat melalui departemen/lembaga pemerintah non-departemen yang menugaskan. Administrasi penggunaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dipisahkan dari administrasi penggunaan dana desentralisasi. (Arifudin et, al, 2021).
10
Di sektor pendidikan, pelimpahan kewenangan dan anggaran yang terkait dengan dekonsentralisasi dilakukan oleh depdiknas kepada gubernur yang pelaksanaannya diserahkan oleh gubernur kepada dinas pendidikan tingkat provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan dan anggaran tugas pembantuan dilakukan oleh depsiknas ke dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota atau langsung ke tingkat desa.
Mengingat sebagian besar kewenangan dibidang pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah, khususnya ke pemerintah kabupaten/kota, maka seharusnya penanganan sebagian besar masalah pendidikan termasuk pengalokasian dananya menjadi tanggungjawab pemkab/pemkot. Dengan demikian, dimasa depan kemajuan pendidikan nasional akan sangat bergantung pada perhatian pemkab/pemkot pada sektor pendidikan.
Saat ini peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan secara umum masih besar, hal ini terlihat dari besarnya proporsi belanja APBN yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang tercermin dari besarnya belanja pemerintah pusat. Pemerintah pusat masih akan tetap berperan dalam menentukan dan mewujudkan pembangunan pada umumnya, termasuk pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu di Indonesia.
Menurut Arifudin et, al, (2021) Dalam melaksanakan anggaran pendidikan harus sesuai dengan sasaran yang tepat dan sesuai dengan sumber daya-sumbar daya yang diperoleh.
Biaya pendidikan yang didapat dari sumber-sumber dana kemudian dipergunakan dan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan sekolah. Dalam mengalokasikan dana pendidikan biasanya memperhatikan komponen-komponen seperti;
1) Siswa, untuk mengalokasikan dana kepada siswa bisa digunakan cara yang paling mudah yaitu berdasarkan perhitungan siswa dari awal tahun, tengah tahun dan akhir tahun. Cara seperti ini sering digunakan dalam pengalokasian dana karena dianggap paling mudah, karena mudahnya sering menimbulkan ketidak akuratan data. Untuk menutupi kekurangan itu cara yang digunakan adalah menghitung jumlah rata-rata
11
siswa setiap hari untuk mengetahui siswa yang putus sekolah dan yang tidak masuk.
Sehingga memudahkan dalam pentatausahaan dan pelaporannya yang bisa dikerjakan secara tahunan, bulanan, dan mingguan.
2) Guru, pengalokasian dana bagi para guru perlu memperhatikan karakteristik dari tiap- tiap guru, karena guru yang ada itu bermacam-macam berdasarkan latar belakang pendidikannya, kehliannya baik guru kelas atau guru mata pelajaran, menurut tempat tugas di kota atau di desa. Pengalokasian dana pendidikan untuk guru ini memiliki dampak terhadap rasio siswa yang terkadang hasilnya negative. Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik guru harus dicermati betul.
3) Ruang belajar, pengalokasian dana untuk ruang belajar berupa modal dalam pendidikan sering dinyatakan sebagai rata-rata pembuatan ruang belajar. Dengan demikian, pengeluaran modal sering dialokasikan atas dasar jumlah tertentu per ruang belajar atau untuk ruang belajar yang lebih nyaman.
4) Bobot-bobot tujuan pendidikan, yang termasuk dalam pengalokasian dana ini adalah adanya suatu keragaman dalam jumlah dana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang berbeda. Seperti macam-macam dalam jumlah dana yang dapat disiapkan dan dicapai dengan menggunakan pembobotan dalam satuan pendidikan.
5) Berdasarkan tingkat angka partisipasi siswa, Angka partisipasi yaitu perbandingan antara jumlah siswa dengan anak usia sekolah pada suatu wilayah tertentu. Terdapat dua angka partisipasi yaitu Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). APM adalah angka perbandingan antara jumlah siswa usia tertentu terhadap jumlah penduduk usia tertentu pada suatu wilayah. Misalnya, perbandingan antara jumlah siswa usia 7-12 tahun terhadap jumlah penduduk usia 7-12 tahun di suatu kecamatan. APK adalah perbandingan antara jumlah siswa suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk usia yang relevan dengan siswa pada
12
jenjang pendidikan tersebut. Misalnya, perbandingan antara jumlah siswa SD terhadap jumlah penduduk terhadap usia 7-12 tahun di suatu kecamatan.
6) Berdasarkan rumus-rumus alokasi keuangan, Rumus keuangan hanya dapat dipakai bersamaan dengan tindakan lainnya. Jika rumus dimaksudkan sebagai penyediaan bahan yang bersamaan untuk pelajaran baru, program pelatihan para guru dan perangsang bagi mereka untuk mendaftarkan diri pada keahlian mengajar yang baru tersebut. (Arifudin et, al, 2021).
2.3 Penatausahaan Anggaran Pendidikan
Menurut Zaini, M. F., Sahara, Z., & Sulis, S. (2019) Penatausahan keuangan pendidikan adalah kegiatan pencatatan transaksi keluar masuknya uang yang digunakan untuk membiayai program pendidikan dengan maksud agar diperoleh informasi tentang pengelolaan anggaran pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini perlu diperhatikan dengan baik, karena hal ini sangat berguna dalam rangka pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengguna anggaran pendidikan.
Menurut Pontoh, J., Ilat, V., & Manossoh, H. (2017) Penyaluran dana BOS dari RKUD Provinsi ke rekening dana BOS masing-masing satuan pendidikan negeri, dilakukan setelah penandatanganan NPH BOS. Penerimaan dana BOS pada masing-masing Satuan Pendidikan, diakui sebagai pendapatan SKPD Dinas Pendidikan pada Kabupaten/Kota untuk digunakan langsung dalam rangka pelayanan pendidikan pada masing-masing satuan pendidikan negeri. Dalam pelaksanaan dan penatausahaan termasuk didalamnya penyaluran dan penggunaan dana BOS.
Menurut Arifudin et, al, (2021) Penatausahan keuangan pendidikan adalah kegiatan pencatatan transaksi keluar masuknya uang yang digunakan untuk membiayai program pendidikan dengan maksud agar diperoleh informasi tentang pengelolaan anggaran
13
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini perlu diperhatikan dengan baik, karena hal ini sangat berguna dalam rangka pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengguna anggaran pendidikan.
Menurut Arifudin et, al, (2021) Dalam hal penatausahaan anggaran pendidikan setidaknya ada dua hal penting yang harus dilakukan yaitu;
1. Pendataan dan pelaporan keuangan pendidikan,
Dalam kegiatan pendataan ini meliputi indentifikasi dan pengukuran data keuangan, pencatatan dan pengklasifiasian data keuangan, dan melakukan pelaporan keuangan kepada pihak pengguna. Untuk mengidentifikasi data keuangan pendidikan dilakukan secara mendetil dan ditulis secara kronologis dan sistematis selama satu periode tertentu di dalam sebuah buku atau jurnal. Setiap pencatatan harus didukung dengan sejumlah faktur, kwitansi, dan nota yang sesuai dan telah disahkan oleh pihak yang berwenang mengeluarkan itu.
Dalam memproses data keuangan pendidikan hal yang perlu dilakukan adalah pencatatan, pengelompokkan, dan pengiktisaran. Pencatatan transaksi yang dimaksud adalah pengumpulan data secara kronologis yang kemudian akan digolong-golongkan kedalam kategori tertentu agar penyajian dapat diringkaskan. Misalnya upah guru dan para staf digolongkan dalam sebuah rubric khusus “gaji pegawai”. Apabila telah digolongkan maka selanjutnya harus disajikan dalam bentuk laporan bertabel, dan diagram, agar orang lain dapat membaca informasi yang disajikan. Data keuangan pendidikan yang sudah dicatat, dikelompokkan, dan diikhtisarkan harus dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait. Pelaporan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biasanya agar laporan keuangan berguna dalam proses pengambilan keputusan, maka laporan tersebut harus dianalisis dan
14
diinterpretasikan. Analisis laporan keuangan merupakan kegiatan menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan pada angka lain.
2. Pembukuan pelaksanaan anggaran pendidikan,
Kemudian hal kedua yang berkaitan dengan pembukuan pelaksanaan pendidikan harus dijalani dengan baik setelah melakukan pendataan dan pelaporan keuangan.
Kegiatan pembukuan adalah kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan teknis akuntansi yaitu melakukan pencatatan, penggolongan, dan pengiktisaran berbagai macam transaksi-transaksi keuangan yang beredar. Selain berhubungan dengan pencatatan akuntansi juga bergelut dengan melakukan pemerikasaan, penyusunan laporan, penafsiran laporan dan lain-lain. Jadi bisa disimpulkan bahwa akuntansi merupakan kegiatan penatausahaan keuangan suatu unit kerja.
Dari buku-buku yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan akuntansi ini adalah;
buka kas umum skontro dan buku kas umum tabelaris. Semua jenis pembukuan yang digunakan dalam hal akuntansi dimaksudkan untuk memiliki kemudahan membaca informasi yang dihasilkan dari kegiatan pentatausahaan keuangan pendidikan. Maka dari itu seharusnya pencatatan keuangan pendidik ini harus dilakukan oleh seorang professional yang memiliki keahlian dalam akuntansi.
2.4 Pengawasan Anggaran Pendidikan
Menurut Irfan Fahmi (2012) mendefinisikan Pengawasan adalah proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut. Pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah (daerah) berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Manfaatnya untuk
15
memperoleh tingkat akuntabilitas, perlu dilakukan pengawasan yang disesuaikan dengan jenis akuntabilitas yang ingin dicapai.
Seperti pada Pasal 113 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010” Pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal”. Pengelolaan keuangan di bidang pendidikan merupakan salah satu substansi yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Kegiatan pengelolaan keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.
Gojali dan Umiarso (2010) menjelaskan bahwa keuangan di sekolah merupakan bagian yang amat penting karena setiap kegiatan membutuhkan dana, untuk itu sekolah membutuhkan manajemen yang baik. Pengelolaan keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung jawaban keuangan sekolah. Dengan adanya pengelolaan yang baik maka semua yang terhubung dengan keuangan akan baik juga, tetapi tetap harus dilakukan pengawasan atau sebuah bentuk transparansi pengelolaan keuangan tersebut.
Menurut Andi et, al. (2015) Pengawasan dana pendidikan sekolah sangat penting untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efektif dan efisien Ini menjadi suatu hal yang wajib untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Pengawasan penggunaan anggaran pendidikan merupakan melihat, memerhatikan, memonitor, memeriksa, menilai dan melaporkan pengunaan anggaran yang dialokasikan untuk membiayai program-program pendidikan agar anggaran yang dialokasikan tersebut digunakan sebagaimana mestinya. Adapun beberapa permasalahan tentang pengawasan dana/keuangan pendidikan terkait dengan dana BOS. Ada permasalahan tentang pengalokasian dana tersebut dan juga tentang pengawasan yang kurang. Contohnya yaitu soal
16
dugaan penyimpangan dana BOS di beberapa sekolah karena dinilai lemah dalam pengawasan.
Menurut Arwildayanto (2017) ada beberapa prosedur pengawasan anggaran di lembaga pendidikan prinsip pengawasan :
1) Sistem pengawasan fungsional
2) Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi 3) Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan
4) Kegiatan pengawasan hendaknya memberi dampak
5) Kegiatan pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi teknis, sikap, dedikasi, dan integritas pribadi yang baik
6) Akurat 7) Tepat waktu
8) Objektif dan komprehensif
9) Tidak mengakibatkan pemborosan
10) Tindakan dan kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamankan rencana atau keputusan yang telah dibuat
11) Kegiatan pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Di dalam Buku Sutajmo (2012) menjelaskan macam-macam pengawasan anggaran antara lainnya:
1. Di tinjau menurut waktu a) Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.”Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan
17
maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.
b) Pengawasan represif
Pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
2. Ditinjau menurut objek pengawasan a) Pengawasan Administratif
Yaitu pengawasan dilaksanakan di bidang yang fungsinya dikategorikan sebagai tugas administratif (bagian keuangan, bagian personalia dan sebagainya).
b) Pengawasan Operatif
Pengawasan yang dilaksanakan pada bidang yang berfungsi melaksanakan pekerjaan operatif (bagian proses produksi, bagian marketing dan sebagainya).
3. Ditinjau menurut subjek pengawasan a) Pengawasan Intern
Merupakan pengawasan yang dilakukan oleh orang ataupun badan yang ada terdapat di dalam lingkungan unit organisasi atau lembaga pendidikan yang bersangkutan.
18 b) Pengawasan Ekstern
Merupakan pengawasan atau pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang ada di luar unit organisasi atau lembaga pendidikan yang diawasi.
Pelaksana sekolah dalam melakukan pengawasan terhadap pendapatan dan belanja sekolah kegiatan pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan maksud untuk mengetahui:
1) Kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan dengan prosedur yang berlaku;
2) Kesesuaian hasil yang dicapai baik di bidang teknis administratif maupun teknis operasional dengan peraturan yang ditetapkan;
3) Kemanfaatan sarana yang ada (manusia, biaya, perlengkapan dan organisasi) secara efesien dan efektif, dan;
4) Sistem yang lain atau perubahan sistem guna mencapai hasil yang lebih sempurna.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa pengawasan itu terdiri dari berbagai aktivitas yang bertujuan agar pelaksanaan menjadi sesuai dengan rencana. Dengan demikian pengawasan itu merupakan proses, yaitu kegiatan yang berlangsung secara berurutan.
Menurut Pigawahi dalam Manullang (2012) proses pengawasan mencakup kegiatan yaitu pemahaman tentang ketentuan pelaksanaan dan masalah yang dihadapi, menentukan obyek pengawasan, menentukan sistem, prosedur, metode dan teknik pengawasan, menentukan norma yang dapat dipedomani, menilai penyelenggaraan, menganalisis dan menentukan sebab penyimpangan, menentukan tindakan korektif dan menarik kesimpulan atau evaluasi.
Menurut Arifudin et, al, (2021) Dalam sebuah manajemen manapun tidak akan pernah lepas dengan pengawasan atau yang kita kenal dengan controlling. Secara istilah pengawasan ini bermakna suatu kegiatan melihat, memerhatikan, memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan pelaksaanan dari sebuah program yang telah dicadangkan untuk melihat
19
ketercapaian tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan pengawasan penggunaan dana pendidikan dapat diartikan dengan memperhatikan, melihat, menilai, dan melaporkan penggunaan anggaran pendidikan yang telah dialokasikan untuk membiayai program-program pendidikan agar anggaran yang dialokasikan tersebut digunakan sesuai dengan semestinya, dan program pendidikan dapat berjalan secara baik, efesien, dan efektif.
Agar pengawasan keuangan pendidikan ini mendapatkan hasil yang diinginkan, maka pengawasan tersebut harus dijalani dengan baik secara sistematik dan sistematis mulai dari kegiatan memonitor, memeriksa, menilai, dan melaporkan. Pengawasan dana pendidikan tidak dapat dilakukan dengan setengah-setengah namun ia harus dilakukan secara total. Pola pengawasan yang digunakan dalam pengawasan keuangan pendidikan ditujukan pada kondisi riil dari kinerja (input), informasi yang tepat untuk bahan pelaporan kepada pihak yang berwenang melakukan pengambilan kebijaksanaan (out put), dan monitoring, evaluating, dan reporting menjadi fokus utama dalam proses pengawasan. (Arifudin et, al, 2021).
Menurut Arifudin et, al, (2021) Pengawasan penggunaan anggaran pendidikan merupakan kegiatan untuk mengamankan rencana, program, dan keputusan-keputusan yang telah dibuat dan sedang dilaksanakan di bidang pendidikan. Oleh sebab itu pengawasan penggunaan anggaran pendidikan juga dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan yang sedang dan telah dikerjakaan, menilainya, mengoreksinya dengan maksud agar pelaksaanaan pekerjaan sesuai dengan rencana awal.
Setidaknya ada empat perspektif pelaksanaan pengawasan biaya pendidikan di antaranya adalah yaitu; pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legalistif, dan pengawasan masyarakat. Ini merupakan bentuk optimalisasikan peran pengawasan keuangan pendidikan.
20
2.5 Pertanggungjawaban Keuangan Pendidikan
Dalam pengolahan keuangan pendidikan tidak akan terlepas dari pembuatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, yang dimaksud dengan pertanggungjawaban keuangan pendidikan adalah aktivitas membuat laporan keuangan dari kegiatan pengelolaan keuangan pendidikan yang disusun setelah semua bukti pengeluaran diuji kebenarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan disajikan untuk atasan langsung bendaharawan atau untuk instansi yang terkait. (Arifudin et, al, 2021).
Dalam buku Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan karya Lamatenggo, N.,
& Sumar, W. T. (2017), terdapat uraian tentang tanggung jawab keuangan dalam konteks pendidikan. Salah satu aspek yang dibahas adalah keterkaitan kegiatan manajemen keuangan dengan penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan kepada pihak internal dan eksternal yang menjadi pemangku kepentingan lembaga pendidikan. Proses pelaporan ini dapat bersifat berkala, seperti laporan tahunan dan laporan akhir masa jabatan pimpinan. Pelaksanaan pertanggungjawaban ini juga merupakan bagian dari mekanisme pengawasan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kewenangan, mulai dari proses pengeluaran, alokasi anggaran, hingga evaluasi terhadap potensi penyimpangan yang mungkin dilakukan oleh petugas yang ditunjuk. Pertanggungjawaban mengenai penerimaan dan penggunaan dana lembaga pendidikan diwujudkan melalui penyusunan laporan bulanan dan triwulan, yang ditujukan kepada berbagai pihak termasuk kepala dinas pendidikan, kepala Badan Administrasi Keuangan Daerah (BAKD), serta dinas pendidikan di tingkat kecamatan dan instansi lainnya.
Menurut Arifudin et, al, (2021). Kegiatan pertanggungjawaban keuangan pendidikan dilakukan dengan mengecek keabsahan bukti pengeluaran, keabsahan itu harus memiliki komponen berikut;
21 a. Nama instansi,
b. Nama yang berhak menerima pembayaran, c. Uraian pembayaran,
d. Jumlah uang yang dibayar,
e. Tahun anggaran dan mata anggaran, f. Bea materai temple.
Sebenarnya masih banyak sekali hal yang terkait dengan pertanggungjawaban keuangan pendidikan, hal ini dianggap penting karena jika tidak ada pelaporan pertanggungjawaban maka bisa jadi akan terjadi penyimpangan-penyimpangan penggunaan keuangan yang ada.
Kepala sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan akan dipertanggung jawabkan kepada sumber dana.
Jika dana tersebut diperoleh dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggung jawabkan oleh kepala sekolah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggung jawabkan kepada pemerintah. (Arifudin et, al, 2021).
Pengelola anggaran sekolah biasanya adalah kepala sekolah, tetapi bisa juga guru berpengalaman (senior) atau anggota komite sekolah. Disekolah-sekolah yang lebih besar, mungkin ada pihak lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran.
Secara khusus, pengendalian anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan pemeriksaan dan persetujuan untuk memastikan bahwa:
1) Dana dibelanjakan sesuai rencana,
2) Ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,
3) Pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
22
4) Dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.
Hasil analisis kebutuhan secara logis diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa, pemeliharaan bangunan, dsb. Pengelola anggaran sekolah diharapkan membelanjakan uang sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan anggaran harus disetujui oleh komite sekolah bila memang harus ada perubahan dalam tahun berjalan.
Menurut Jamaluddin Iskandar (2019), peran utama Kepala Sekolah terletak pada evaluasi setiap kegiatan dengan memberikan pemahaman kepada para penanggungjawab kegiatan mengenai pengeluaran yang didanai, melakukan pemantauan, dan memberikan bimbingan.
Selain evaluasi internal, terdapat juga evaluator eksternal yang berasal dari dinas pendidikan dan kebudayaan. Proses evaluasi ini melibatkan pengecekan bukti fisik pengeluaran yang dicatat dalam laporan, termasuk kwitansi-kwitansi atau bukti pembelian barang yang dilakukan pada akhir tahun anggaran. Pertanggungjawaban keuangan sekolah dipresentasikan kepada Kementerian Pendidikan Nasional melalui dokumen laporan yang disusun oleh Kepala Sekolah dan Bendahara Sekolah. Setelah dilaporkan, tindak lanjut dari pertanggungjawaban tersebut melibatkan revisi laporan dengan mengambil langkah untuk menindaklanjuti kegiatan yang belum terlaksana. Aspek transparansi tercermin dalam proses evaluasi oleh Kepala Sekolah dan pemantauan oleh pihak yayasan.
Dalam analisis yang mendalam yang terdapat dalam jurnal Pusvitasari, R., & Sukur, M.
(2020), disebutkan oleh Fia (2019) bahwa pertanggungjawaban keuangan sekolah terkait dengan pemenuhan sarana prasarana pendidikan tercermin dalam berbagai dokumen resmi.
Sebagai contoh, bendahara sekolah bertanggung jawab atas pencatatan rinci dalam buku kas harian yang mencerminkan pengeluaran dan penerimaan dana sekolah. Dokumen ini menjadi acuan utama dalam memahami aliran keuangan sekolah.
23
Selain itu, peran penting buku kontrol keuangan juga dijelaskan, yang disampaikan kepada kepala sekolah dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rapat bulanan, triwulan, dan akhir tahun pelajaran. Pada tahap ini, transparansi dalam pengelolaan keuangan sekolah dipertegas, dan stakeholders dapat mengakses informasi terkini mengenai alokasi dana dan pemenuhan kebutuhan pendidikan. Dengan demikian, proses pertanggungjawaban keuangan bukan hanya sebatas catatan harian, tetapi melibatkan pelaporan yang berkala dan melibatkan berbagai pihak terkait.
Melalui pendekatan ini, pertanggungjawaban keuangan sekolah menjadi lebih sistematis dan transparan, mendukung pengambilan keputusan yang berkelanjutan, dan memperkuat ikatan antara lembaga pendidikan dengan stakeholder dalam mendukung sarana prasarana pendidikan yang optimal.
Menurut Komariah (2018) Laporan keuangan sekolah, mencakup pertanggungjawaban terkait penerimaan dan penggunaan dana, yang disusun dalam format laporan bulanan dan triwulan. Tujuan dari laporan tersebut adalah untuk disampaikan kepada berbagai pihak, termasuk namun tidak terbatas pada:
a) Kepala dinas pendidikan,
b) Kepala Badan Administrasi Keuangan Daerah (BAKD), dan c) Dinas pendidikan di tingkat kecamatan, serta pihak lainnya.
Pertanggungjawaban keuangan sekolah, yang merupakan bentuk laporan komprehensif terkait pembiayaan seluruh kegiatan sekolah, dijalankan oleh bendahara dan staf sekolah.
Laporan keuangan ini mencakup informasi detail tentang pemasukan, pengeluaran, serta penggunaan biaya. Dengan demikian, proses pertanggungjawaban ini memberikan gambaran rinci mengenai aspek keuangan sekolah, memastikan transparansi, dan memberikan informasi
24
yang dibutuhkan oleh berbagai pihak terkait dalam pengambilan keputusan dan evaluasi kinerja keuangan sekolah.
Akuntabilitas dalam manajemen keuangan merujuk pada kemampuan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana sekolah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan oleh Molchanova (2019). Dengan merujuk pada perencanaan dan peraturan yang telah ditetapkan, sekolah bertanggung jawab dalam menggunakan dana secara bijaksana. Pertanggungjawaban ini dapat dilakukan kepada berbagai pihak, termasuk orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Terdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat untuk membangun akuntabilitas ini, seperti diungkapkan oleh Lilik Huriyah (2014) yaitu;
1) Transparansi penyelenggaraan sekolah melibatkan berbagai komponen dalam dunia pendidikan.
2) Adanya standar kinerja yang dapat diukur di setiap institusi, mencakup pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya.
3) Partisipasi masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam memberikan pelayanan yang optimal dan responsif.
Dengan menerapkan ketiga pilar ini, akuntabilitas dalam manajemen keuangan dapat terwujud dengan lebih baik, memastikan penggunaan dana sekolah yang efektif, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan serta peraturan yang berlaku.
Melalui implementasi akuntabilitas keuangan di lingkungan sekolah, dapat diperkuat keyakinan masyarakat terhadap integritas dan kredibilitas lembaga pendidikan tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh Tandililing (2019). Manajemen sekolah yang dikelola dengan baik diyakini akan menciptakan dampak positif terhadap kepercayaan publik, sejalan dengan pandangan Radzi (2010). Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa tingkat kepercayaan publik
25
terhadap suatu sekolah secara konsisten sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selain sebagai alat untuk mengukur tingkat kepercayaan, akuntabilitas juga berfungsi sebagai instrumen untuk mengevaluasi kinerja sekolah serta memonitor tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan pendidikan. Proses ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan terhadap pelayanan pendidikan, menciptakan mekanisme yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Dengan demikian, terwujudnya kepercayaan publik tidak hanya bergantung pada tindakan konkret yang dilakukan oleh sekolah, tetapi juga melibatkan partisipasi masyarakat sebagai bagian integral dari evaluasi dan pemantauan terhadap kualitas pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan.
26 BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembiayaan pendidikan sangat penting dan harus termanaj dengan baik sehingga dapat menghasilkan efektifitas dan efesiensi pendidikan. Mustahil nampaknya pendidikan akan berjalan dengan baik jika keuangan pendidikan tersebut tidak diolah dengan sebaik mungkin.
Untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia berarti sama juga dengan meningkatkan anggaran biaya pendidikan, karena biaya pendidikan yang tinggi sejalan dengan mutu pendidikan yang akan dihasikan, maka sebaliknya biaya pendidikan yang minim maka bisa jadi mutu pendidikan akan sulit berkembang.
Di sektor pendidikan, pelimpahan kewenangan dan anggaran yang terkait dengan dekonsentralisasi dilakukan oleh depdiknas kepada gubernur yang pelaksanaannya diserahkan oleh gubernur kepada dinas pendidikan tingkat provinsi. Sementara itu pelimpahan kewenangan dan anggaran tugas pembantuan dilakukan oleh depsiknas ke dinas pendidikan provinsi, atau dinas pendidikan kabupaten/kota atau langsung ke tingkat desa.
Mengingat sebagian besar kewenangan dibidang pendidikan dasar dan menengah telah diserahkan ke daerah, khususnya ke pemerintah kabupaten/kota, maka seharusnya penanganan sebagian besar masalah pendidikan termasuk pengalokasian dananya menjadi tanggungjawab pemkab/pemkot. Dengan demikian, dimasa depan kemajuan pendidikan nasional akan sangat bergantung pada perhatian pemkab/pemkot pada sektor pendidikan.
Saat ini peran pemerintah pusat dalam pendanaan pembangunan secara umum masih besar, hal ini terlihat dari besarnya proporsi belanja APBN yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang tercermin dari besarnya belanja pemerintah pusat. Pemerintah pusat masih akan tetap berperan dalam menentukan dan mewujudkan pembangunan pada umumnya, termasuk pembangunan pendidikan yang merata dan bermutu di Indonesia.
27 3.2 Saran
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan makalah tersebut masih terdapat kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk memperbaiki dan menyempurnakan makalah tersebut. Bagi para pembaca dan rekan-rekan lainnya yang ingin menambah wawasan dan mendalami topik ini lebih lanjut, penulis dengan rendah hati menyarankan untuk lebih rajin membaca buku-buku yang relevan dengan judul "Siklus Pembiayaan Dalam Pendidikan".
28
DAFTAR PUSTAKA
__.1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan daerah.
Akbar, I. (2014). Analisis Pelaksanaan Anggaran Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang.
Jurnal Akuntansi, 2(1).
Arifudin, Opan, dkk. (2021). Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Bandung: Widina Bhakti Persada.
Arwildayanto, dkk. (2017). Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan. (Bandung:
Widya). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Bastian, Indra. (2006). Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Jakarta : Salemba Empat.
Deddi Nordiawan, (2008). Akuntansi Pemerintahan. Salemba Empat: Jakarta
Depdiknas .(2003).Undang-Undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan nasional.
Fahmi, Irham. (2012). “Analisis Kinerja Keuangan” , Bandung: Alfabeta
Fattah, N. (2000). Ekonomi dan pembiayaan pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, Ghojali, Imam dan Umiarso. (2010). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Daerah,
“Menjual” Mutu Pendidikan dengan Pendekatan Quality Control bagi Pelaku Lembaga Pendidikan, Yogjakarta: IRCisoD
Hapsah, S. (2022). Manajemen Pembiayaan Pendidikan dalam Manajemen Adminstrasi Sekolah. Artikel Mahasiswa,
Hariyanto Rangkuti. (2014). Manajemen Pembiayaan Pendidikan 12 Agustus 2014 18:17 Diperbarui:https://www.kompasiana.com/har_rangkuti/54f67ce4a33311b07d8b4ddc/
manajemen-pembiayaan-pendidikan
Huriyah, Lilik. (2014). Manajemen Keuangan: Optimalisasi Pengelolaan Keuangan di Lembaga Penddikan Islam. Surabaya: UINSA Pers
29
Iskandar, J. (2019). Implementasi sistem manajemen keuangan pendidikan.Idaarah,3(1), 114-123.
Komariah, N. (2018). Konsep Manajemen Keuangan Pendidikan. Jurnal AlAfkar,6(1), 67–93.
Lamatenggo, N., & Sumar, W. T. (2017).Manajemen Keuangan dan pembiayaan pendidikan.
Widya Padjadjaran.
M. Manullang, (2012). Dasar-dasar Manajemen Bagi Pimpinan Perusahaan. Jakarta. Gajah Mada Press.
Molchanova, V. S., & Federation, R. (2019). Education and Financial Inclusion. An Empirical Study in Students of Higher Education. European Journal of Contemporary Education, 8(4), 810–818
Peraturan Daerah. (2010). Pasal 113 Nomor 3 Tahun 2010. Tentang Pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Jakarta.
Pontoh, J., Ilat, V., & Manossoh, H. (2017). Analisis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Satuan Pendidikan Dasar di Kota Kotamobagu. JURNAL RISET AKUNTANSI DAN AUDITING" GOODWILL".
Pusvitasari, R., & Sukur, M. (2020). Manajemen Keuangan Sekolah Dalam Pemenuhan Sarana Prasarana Pendidikan (Studi kasus di SD Muhammadiyah 1 Krian, Sidoarjo).Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam,4(1), 94-106.
Radzi, N. M., Ghani, M. F. A., Siraj, S., & Afshari, M. (2010). Financial Decentralization in Malaysian Schools : Strategies for Effective Implementation. The Malaysian Online Journal of Educational Science, 1(3), 20–32
Sutajmo. (2012). Aspek-Aspek pengawasan Di Indonesia. (Bandung: Sinar Grafika. 2012) Tandililing, J. (2019). Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Sekolah terhadap
Motivasi Mengajar Guru di Kabupaten Keerom. Jurnal Kajian Ekonomi & Keuangan Daerah, 4(2), 38–57.
30
Tilaar. (1992). Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.
Zahruddin, Z. (2019). Implementasi Penyususnan Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, 26(1), 46–56.
Zaini, M. F., Sahara, Z., & Sulis, S. (2019). Manajemen Pembiayaan Pendidikan: Analisis Pendanaan dan Pembelajaran di Sekolah SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang. Journal Economy and Currency Study (JECS).