• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

THE EFFECT OF FUNCTIONAL CONTROL ON THE EFFECTIVENESS OF LOCAL BUDGET REGIONAL EMPLOYMENT BOARD

LAMPUNG PROVINCE By

Ria Liza Novita TH Ria Liza Novita TH

The problem discussed in this paper is whether the functional supervision influences the effectiveness of the implementation of the Budget Regional Employment Board of Lampung Province?

The purpose of this study was to determine the effect of functional supervision of the effectiveness of the implementation of the Regional budget Regional Employment Board on Lampung Province.

The analytical tool used is a qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis by using the formula set forth in the class interval frequency distribution form, further quantitative analysis using the formula product moment correlation and simple linear regression.

The Based on results of research and discussion can be drawn the conclusion that the functional supervision has a positive and significant relationship with the effectiveness of the implementation of the budget amounted to 0.742, is at the level of closeness in a strong criteria. Functional oversight positive and significant impact on the effectiveness of the implementation of the budget, with student t test results, obtained price t count 6.736, when compared with the t table = 2.042, then t count (6.736) > t table (2.042). To see significant can be seen that the value of

significance (Sig. 0,000) is smaller than the Sign. α = 0.05.

(3)

PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG Oleh

Ria Liza Novita TH

Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah apakah pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung?

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan rumus interval kelas yang dituangkan dalam bentuk distribusi frekuensi, selanjutnya analisis kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment dan regresi linier sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan bahwa pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat keeratan dalam kriteria kuat. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan APBD, dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) >

ttabel(2,042). Untuk melihat signifikan dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (Sig.

0,000) ternyata lebih kecil dari Sign. α = 0,05.

(4)
(5)
(6)
(7)

i 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Batasan Masalah... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Pengawasan Fungsional ... 8

2.1.1. Pengertian Pengawasan Fungsional ... 8

2.1.2. Tujuan Pengawasan Fungsional ... 9

2.2. Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 10

2.2.1. Pengertian Efektivitas ... 10

2.2.2. Pengertian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 11

2.3. Kerangka Pemikiran... 13

2.4. Hipotesis... 16

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Konsep... 18

3.2. Definisi Operasional... 20

3.3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data... 20

3.4. Populasi dan Sampel ... 21

3.4.1. Populasi ... 21

3.4.2. Sampel... 22

3.5. Pengolahan Data dan Analisisnya ... 22

3.5.1. Pengujian Persyaratan Instrumen... 22

3.5.2. Teknik Analisis Data... 24

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian... 29

4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 36

(8)

ii

4.3. Analisis Kualitatif ... 39

4.3.1. Pengawasan Fungsional ... 39

4.3.2. Efektivitas Pelaksanaan APBD ... 42

4.4. Analisis Kuantitatif ... 45

4.5. Pembahasan... 48

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 51

5.2. Saran... 52

(9)

1.1 Latar Belakang

Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat

membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata

semakin jauh dari kenyataan, yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan

subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan

pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

masyarakatnya. Pemerintah daerah tidak diberi keleluasaan untuk menentukan

kebijakan sendiri, otonomi yang selama ini diberikan tidak disertai dengan

pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang

profesional dan pembiayaan yang adil. Akibatnya yang terjadi bukannya tercipta

kemandirian daerah, tetapi justru ketergantungan daerah terhadap pemerintah

pusat.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi pemekaran yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan

Daerah Tingkat I Lampung, senantiasa berusaha meningkatkan daerahnya dari

(10)

pemerintah pusat. Di dalam era reformasi saat ini memberi peluang bagi

perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan

menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang.

Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi

daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Peraturan

Perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan otonomi daerah adalah

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan

bahwa pengembangan otonomi pada daerah diselenggarakan dengan

memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan

dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pusat dan Daerah.

Kedua Undang-undang tersebut pada dasarnya bukan hanya pada keinginan untuk

melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah

daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efektivitas

dan efisiensi pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka

peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangat

desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat

dominan mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan

(11)

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung merupakan salah satu lembaga

teknis yang mendukung pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembantuan dalam

bidang kepegawaian daerah, untuk itu diperlukan adanya Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah guna melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan. Proses

penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan pada asas-asas sebagai

berikut:

a. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah.

b. Demokratisasi adalah kebebasan terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat.

c. Transparasi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan,

pelaksanaan anggaran daerah.

d. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa

proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan

harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada

DPRD dan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana kegiatan

pemerintah daerah, yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan

adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang

merupakan batas maksimal dalam satu periode anggaran (Halim, 2002:24). Siklus

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang meliputi penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah serta perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam setiap

(12)

berjalan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan realisasi dengan

berpedoman pada aktivitas keuangan yang sudah disepakati, direncanakan dan

disahkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku, sehingga jika terjadi

pergeseran atau perubahan harus melalui kaidah yang berlaku.

Untuk mendukung pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah agar berjalan sesuai dengan prosedur

dan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000,

maka diperlukan adanya fungsi pengawasan karena pengawasan itu sendiri adalah

suatu usaha untuk menjamin adanya penyelenggaraan tugas pemerintah secara

berdaya guna dan berhasil guna. Selain itu juga fungsi pengawasan ditujukan

untuk menjamin keamanan atas kekayaan dan keuangan baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah. Untuk tercapainya sasaran tersebut maka perlu

adanya usaha untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan

daerah. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai wujud

tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna

dan pengendalian (Mardiasmo, 2002:14). Upaya yang dilakukan oleh pemerintah

daerah adalah melakukan pengawasan fungsional terhadap Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerahnya sendiri.

Pengawasan fungsional sebagai bentuk kegiatan untuk memperoleh kepastian

apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan dilakukan sesuai dengan

(13)

kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah, serta peningkatan pendayagunaan aparatur negara dalam

memberantas adanya unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2010) dengan judul

Efektivitas Pengawasan Fungsional Terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dalam penelitian

tersebut permasalahan yang diangkat yaitu apakah efektivitas pengawasan

fungsional berpengaruh terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Begitu juga dengan penelitian

yang dilakukan oleh Syaifullah (2009) tentang Pengaruh Pengawasan Fungsional

Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi, dengan mengangkat permasalahan

yaitu seberapa besar pengaruh Pengawasan Fungsional Intern terhadap

Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pada

Pemerintah Kota Cimahi.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu terletak pada

ruang lingkup tempat dan waktu, indikator-indikator dalam variabel penelitian,

serta besarnya jumlah populasi dan sampel yang menjadi subyek penelitian. Selain

hal tersebut, kuisioner dalam penelitian ini dikembangkan sendiri oleh penulis

berdasarkan indikator-indikator variabel penelitian.

Berlandaskan pada kedua penelitian di atas, penulis ingin mengetahui secara lebih

(14)

pemerintah dalam kaitannya dengan efektivitas pelaksanaan APBD yang telah

dianggarkan. Atas dasar uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui secara

lebih mendalam mengenai pengawasan fungsional dan pengaruhnya terhadap

efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, dan dituangkan dalam bentuk karya

ilmiah dengan judul “Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Efektivitas

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Lampung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah “Apakah pengawasan fungsional berpengaruh terhadap

efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung?”.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada :

1. Pengawasan fungsional sebagai bentuk pelaksanaan tugas dari aparatur

pemerintahan yaitu Inspektorat Provinsi Lampung sebagai lembaga pengawas

pada tingkat pemerintahan daerah. Pengawasan fungsional dilakukan melalui

tahapan persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan penyusunan

laporan pemeriksaan.

2. Efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan

(15)

aspek tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran,

hasil guna dan pengendalian.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

pengawasan fungsional dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah, serta untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional

terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti selanjutnya, yaitu dapat dijadikan sebagai referensi sepanjang

berhubungan dengan objek penelitian yang sama.

2. Bagi Pemerintah Provinsi Lampung, yaitu sebagai bahan masukan dalam

rangka mengefektifkan sistem pengawasan fungsional di bidang keuangan

(16)

2.1 Pengawasan Fungsional

2.1.1 Pengertian Pengawasan Fungsional

Menurut Halim dan Damayanti (2007:44) menyatakan Pengawasan dilihat dari

metodenya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Pengawasan melekat yang dilaksanakan oleh pimpinan atau atasan langsung

suatu instansi/unit kerja dalam lingkungan pemerintah daerah terhadap

bawahannya.

b. Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional

APBD yang meliputi BPKP, Itwilprop, Itwilkab/kota.

Pengertian pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa:

“Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan

yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien

dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.

20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan

(17)

pengawasan yang dilaksanakan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas

dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian pengusutan,

dan penilaian”.

Adapun pengertian pengawasan fungsional pemerintah daerah menurut Nurcholis

(2007:312) menyatakan bahwa: “Pengawasan fungsional pemerintah daerah

adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah yang dilakukan secara

fungsional baik dilakukan oleh departemen sektoral maupun departemen yang

menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen dalam negeri)”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan

fungsional adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh lembaga/badan/unit dalam

melakukan pengawasannya melalui pemeriksaan, pengkajian penyusutan, dan

penilaian terhadap pemerintahan daerah yang dilakukan oleh departemen sektoral

maupun departemen yang menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen

dalam negeri). Pelaksanaan pengawasan fungsional meliputi beberapa tahapan

yaitu pemeriksaan, pengkajian pengusutan, dan penilaian.

2.1.2 Tujuan Pengawasan Fungsional

Secara umum tujuan pengawasan fungsional adalah untuk menjamin agar

pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku guna menciptakan aparatur pemerintahan yang

Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sedangkan secara khusus menurut

Halim (2000:306) yaitu :

(18)

b. Menilai apakah kegiatan dengan pedoman akuntansi yang berlaku

c. Menilai apakah kegiatan dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif

d. Mendeteksi adanya kecurangan.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengawasan

fungsional di instansi pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :

a. Agar terlaksananya penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah secara

ekonomis, efisien, dan efektif.

b. Tidak terjadi penyimpangan atau hambatan-hambatan pelaksanaan keuangan

daerah.

c. Terlaksananya tugas umum pemerintah dan pembangunan secara tertib di

instansi pemerintah daerah.

2.2 Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

2.2.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif. Kata efektif sering diartikan sama dengan

efisien, padahal keduanya mempunyai perbedaan. Admosudihardjo (1987:170)

menyatakan bahwa: “Kita berbicara tentang efisiensi bilamana kita

membayangkan hal penggunaan sumberdaya (resources) kita secara optimum

untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, dan kita berbicara tentang efektivitas

bilamana kita hendak menekankan pada hasilnya atau efeknya, artinya sampai

(19)

Senada dengan pendapat di atas, Widjadja (1998:79) juga memberi batasan

efektifitas sebagai: “Pencapaian sasaran menurut perhitungan terbaik”. Pengertian

ini juga menunjuk pada hasil yang di peroleh, dimana dapat dikatakan efektif

apabila pencapaian hasil sesuai dengan sasaran. Pengertian ini dikemukakan oleh

H. Emerson seperti dikutip Handayaningrat (1996:16), yang menyatakan bahwa:

Effectiveness is measuring in term of actuating prescribed or objectives

(efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya)”. Pendapat tersebut juga didukung oleh Komarudin

(1994:126), yang menyatakan bahwa: “Efektivitas adalah suatu keadaan yang

menunjukkan tingkatan keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya”. Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo

(2002:134) adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya.

2.2.2 Pengertian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah menganut sistem pengurusan yang

sama dengan sistem pengurusan keuangan negara yang pada pokoknya yaitu :

a. Pengurusan administrasi, yaitu wewenang untuk mengadakan

tindakan-tindakan dalam rangka penyelenggaraan rumah tangga daerah yang membawa

akibat pengeluaran-pengeluaran yang membebani anggaran daerah.

Pengurusan ini terdiri dari tindakan otorisator (penandatanganan SP2D) dan

(20)

b. Pengurusan ke pemegang kas, yaitu wewenang untuk menerima, menyimpan,

mambayar atau mengeluarkan uang dan barang, serta berkewajiban

mempertanggungjawabkan kepada kepala daerah. Pengurusan ini

dilaksanakan oleh pemegang kas daerah dan pemegang kas.

Pengertian keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut: “Keuangan Daerah

adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala

bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.

Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan

Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai

berikut:“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah”.

Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Halim (2002:7)

mengemukakan sebagai berikut: “Pengelolaan keuangan daerah merupakan

pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Menurut Bastian (2001:70-71) mengatakan bahwa sesuatu anggaran yang telah

direncanakan dengan baik, hendaknya disertai dengan pelaksanaannya yang tertib

dan disiplin, sehingga tujuan dan sasaran dapat dicapai secara berdaya guna dan

(21)

Sumarsono (2010:121) mengemukakan bahwa pelaksanaan keuangan daerah

adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala

bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Mardiasmo (2002:14) mengemukakan bahwa tujuan dari pelaksanaan dan

pengelolaan keuangan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

meliputi:

a. Tanggung jawab.

b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan.

c. Kejujuran.

d. Hasil guna.

e. Pengendalian.

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

pengelolaan keuangan daerah adalah tercapainya tujuan pengelolaan keuangan

daerah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah

dalam melaksanakan kegiatan daerahnya. Selanjutnya, dalam pelaksanaan APBD

harus dilandaskan pada aspek tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban

keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian.

2.3 Kerangka Pemikiran

Tujuan pembentukan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan

(22)

pembangunan dan pelayanan masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan kegiatan

pemerintah yang difokuskan kepada pelayanan masyarakat.

Oleh sebab itu, harus disusun suatu perencanaan panjang yang baik

mempertimbangkan dengan seksama skala prioritas pembangunan. Selanjutnya

dalam pelaksanaannya haruslah terarah pada sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan dengan cara berdaya guna dan berhasil guna. Agar pelaksanaannya

terarah diperlukan suatu APBD. Dalam mempergunakan APBD secara efisien dan

efektif maka diperlukan suatu pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu

unsur penting dalam rangka meningkatkan pendayagunaan aparatur pemerintah

dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah, agar terwujudnya pemerintahan

yang bersih dan berwibawa.

Salah satu pengawasan dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah

adalah adanya Pengawasan Fungsional. Adapun pengertian pengawasan

fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang

Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang

dilaksanakan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi

melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, pengusutan dan

penilaian”.

Adapun objek dari pengawasan fungsional adalah Anggaran yang direalisasikan

kedalam APBD merupakan rancangan Keuangan Daerah baik dari segi

(23)

akan datang. Keuangan daerah harus dikelola secara efisien dan efektif sesuai

dengan sasaran yang telah direncanakan.

Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2002:134) mengemukakan bahwa:

“Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya.“

Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan

Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai

berikut:“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah”. Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan

daerah menurut Halim (2002:7) mengemukakan sebagai berikut: “Pengelolaan

keuangan daerah merupakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD)”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai bentuk kegiatan

guna tercapainya tujuan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi tanggung

jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan

pengendalian yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan

kegiatan daerahnya.

Sedangkan menurut Halim dan Theresia (2007:40) menyatakan bahwa:

”Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu yang

(24)

kegiatan pengelolaan keuangan daerah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan. Proses pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dapat

dilakukan melalui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh unit-unit

pengawasan yang ada”.

Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah perlu dilaksanakan dan

dikelola secara tertib dan sistematis dengan perundang-undangan yang berlaku

dan disertai pengawasan fungsional. Sehingga keefisienan dan keefektifan yang

dilaksanakan pemerintah daerah dapat tercapai, disamping itu hal ini dimaksudkan

untuk menyediakan suatu laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang

akurat, dapat dipercaya dan tepat waktu, serta menciptakan adanya pemerintahan

yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan sebuah paradigma penelitian

sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan dugaan sementara yang digunakan sebelum

dilakukannya penelitian dalam hal pendugaannya menggunakan statistik untuk

Variabel X

(25)

menganalisisnya. Dengan demikian, maka hipotesis dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: “Pengawasan fungsional berpengaruh terhadap

efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan

(26)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi, karena

dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Metode eksplanasi adalah suatu

metode penelitian yang menggambarkan dua variabel yang diteliti, yaitu variabel

bebas dan variabel terikat yang kemudian menjelaskan hubungan atau pengaruh

kedua variabel tersebut.

Singarimbun (2003:46) mengatakan mengenai metode eksplanasi yaitu: “Apabila

peneliti menjelaskan hubungan atau pengaruh kausal antara variabel-variabel

melalui pengujian hipotesis maka dinamakan penelitian penjelasan (Eksplanatory

Research).”

3.1 Definisi Konsep

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pengawasan fungsional sebagai

variabel bebas dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah sebagai variabel terikat. Untuk mempermudah pengukuran

variabel-variabel tersebut, penulis menggunakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Variabel bebas (Independent Variabel) adalah pengawasan fungsional, yaitu

pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas

(27)

pengusutan, dan penilaian dalam hal ini melakukan pengawasan adalah

Inspektorat Provinsi Lampung. Indikator pengawasan optimal yaitu:

a. Pemeriksaan, merupakan bentuk kegiatan dengan cara melihat dengan

teliti untuk mengetahui keadaan (baik tidaknya, salah benarnya, dan

sebagainya) pengawas harus melakukan pengawasan berdasarkan jadwal

pada saat pengawasan yang dilakukan, penyusunan program kerja tahunan,

pengumpulan dan penelaahan dari informasi terhadap pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

b. Pengkajian, merupakan kegiatan dari pengawas untuk melakukan

pengkajian terhadap dokumen dan jumlah tenaga ahli diperlukan dalam

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

c. Pengusutan merupakan kegiatan dari pengawas dengan cara mengamati

atau mengecek dengan cermat untuk mencari adanya bahan bukti

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

d. Penilaian merupakan kegiatan dari pengawas untuk menilai tingkat

keberhasilan dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2. Variabel terikat (Dependent Variabel) adalah efektivitas pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditentukan dan

direncanakan sebelumnya, yang pengukurannya dilihat dari tanggung jawab,

mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan

(28)

3.2 Definisi Operasional

Tabel 1. Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Indikator Nomor

3) Pengumpulan dan penelaahan dari informasi

4,5

b. Pengkajian

1) Dokumen yang diperlukan 6

2) Jumlah tenaga ahli yang diperlukan

3.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari

literatur-literatur; buku-buku, koran, peraturan perundangan dan lain-lain yang

menyangkut kajian penelitian yaitu pengawasan fungsional dan efektivitas

(29)

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung ke lokasi yang telah ditentukan melalui:

a. Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung

dan mencatat informasi-informasi dari Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Lampung dan Inspektorat Provinsi Lampung.

b. Wawancara, yaitu kegiatan mengumpulkan data melalui tanya jawab

secara langsung antara penulis dengan pihak-pihak yang terkait dengan

penelitian ini baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Adapun

pihak-pihak yang akan dihubungi yaitu; Pegawai Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Lampung dan Pegawai Inspektorat Provinsi Lampung.

c. Angket, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi atau data dari responden mengenai masalah yang

diteliti. Angket ini dilakukan dengan cara menyebar daftar pertanyaan

tertulis yang dilengkapi dengan jawaban yang dapat dipilih oleh responden

dari Pengawas Inspektorat Provinsi Lampung.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Sugiyono, (2002:89) mengemukakan bahwa populasi adalah: “wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian

(30)

Dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah pegawai pengawas

fungsional Inspektorat Provinsi Lampung yang berjumlah 39 orang.

3.4.2 Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel angket yaitu dengan

mengambil seluruh pegawai Pengawas Fungsional pada Inspektorat Provinsi

Lampung. Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 responden dengan

menggunakan metode Total Sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk

seluruh anggota populasi atau sensus (Arikunto, 2002:112).

3.5 Pengolahan Data dan Analisisnya

3.5.1 Pengujian Persyaratan Instrumen

Uji coba instrumen diberlakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan tersebut benar-benar valid, yang dimaksud valid adalah data yang

terkumpul sesuai dengan data yang ada di lapangan, sedangkan yang dimaksud

reliabel adalah untuk mengetahui apakah suatu alat ukur yang digunakan mampu

memberikan hasil pengukuran yang konsisten dalam waktu dan tempat yang

berbeda. Untuk uji coba, maka perlu diperhatikan beberapa cara dan pelaksanaan

uji coba. Setelah diadakan uji coba instrumen, untuk mengetahui dan memilih

butir-butir item yang valid, jika butir-buitr tersebut valid, maka butir tersebut

dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Uji coba instrumen yang

(31)

1. Uji Validitas Angket

Untuk mengetahui tingkat kesahihan atau kevalidan dari suatu instrumen,

maka dilakukan pengujian validitas instrumen terlebih dahulu. Menurut

Ghozali (2001:42) uji validitas adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur

oleh kuesioner.

Pengambilan keputusannya bahwa setiap indikator valid apabila nilai r hitung

lebih besar atau sama dengan r tabel. Untuk menentukan nilai r hitung, dibantu

dengan program SPSS yang dinyatakan dengan nilai Coorrected Item Total Correlation.

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :

a. Jika rhitung > rtabel, maka kuiseoner valid

b. Jika rhitung < rtabel, maka kuesioner tidak valid.

2. Uji Reliabilitas Angket

Reliabilitas menurut Ghozali (2001:47) adalah alat ukur untuk mengukur

suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel konstruk. Cara

menghitung tingkat reliabilitas suatu data yaitu dengan menggunakan rumus

Alpha Cronbach Reliabilitas merupakan tingkat keandalan alat ukur

(kuesioner). Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan

(32)

cara mengukurnya dengan menggunakan rumusAlpha Cronbach dimana pada pengujian reliabilitas ini menggunakan bantuan komputer program SPSS.

3.5.2 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanasi karena menjelaskan

pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Singarimbun (1995:5) dalam buku Metode

Penelitian Survei yang menyatakan bahwa: “Apabila peneliti menjelaskan

pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, maka

dinamakan penelitian penjelasan (explanatory research)”.

1. Analisis Kualitatif

Untuk menganalisis variabel univariat dari masing-masing variabel digunakan

Tabel Distribusi Frekuensi. Teknik pengukuran yang dipakai dalam penelitian

ini adalah berupa angket yang dibuat berdasarkan indikator kedua variabel

dengan menggunakan skala interval. Peneliti menggunakan skala interval yang

terdiri dari 5 nilai dalam arti pada setiap pertanyaan disediakan 5 alternatif

jawaban yang menunjukkan arti kategori:

a. Sangat baik (5)

b. Baik (4)

c. Cukup baik (3)

d. Tidak baik (2)

(33)

Untuk mengetahui setiap kategori tesebut, terlebih dahulu penulis tentukan

Dengan demikian dapat diperoleh interval untuk setiap kategori jawaban yaitu:

80

Interval dari masing-masing kategori dapat ditentukan dengan skor berikut:

Tabel 2. Interval Jawaban dan Kategori Jawaban

Kategori Jawaban Interval Jawaban Pengawasan

Fungsional

Efektivitas Pelaksanaan Anggaran

4,24– 5,04 Sangat baik Sangat efektif

3,43– 4,23 Baik Efektif

2,62– 3,42 Cukup baik Cukup efektif

1,81– 2,61 Kurang baik Kurang efektif

1,00– 1,80 Tidak baik Tidak efektif

2. Analisis Kuantitatif

Kemudian, untuk menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat digunakan rumus Korelasi Product Moment, sebagaimana dinyatakan

oleh Sugiyono (2003:212): “Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari

hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua

variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari dua variabel atau

(34)

Berikut adalah rumus untuk menghitung koefisien korelasi, yaitu:

rxy = nilai koefisien

∑ x = total skor untuk variabel bebas ∑ y = total skor variabel terikat

∑ xy = total skor untuk variabel bebas dan variabel terikat ∑ x2 = total kuadrat skor varibel bebas

∑ y2 = total kuadrat skor variabel terikat n = jumlah responden

(Sugiyono, 2003:212)

Kuat tidaknya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefisien korelasi.

Nilai koefisien korelasi dapat diperoleh dari rumus Pearson Product Moment tersebut. Nilai koefisien nantinya akan terletak antara –1≤ 0 ≤ 1. Nilai r yang

diperoleh bertanda positif menunjukkan korelasi antara nilai x dan y positif.

Dan sebaliknya jika nilai r yang bertanda negatif, menunjukkan korelasi antara

x dan y negatif.

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang

ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan

tabel berikut:

(35)

Dalam menentukan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat

digunakan rumusKoefisien Determinasi yang dikemukakan oleh Sugiyono, yaitu:

R = (r)2 x 100%

Keterangan:

R = koefisien determinasi r = koefisien korelasi (Sugiyono, 2003:216)

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap rendahnya nilai R, digunakan

kriteria yang dikemukakan oleh Guilford sebagaimana seperti dikutip Jalaludin

Rahmat, sebagai berikut:

Tabel 4. Pedoman untuk memberikan penafsiran Koefisien Determinasi

Besarnya Nilai R Interpretasi

> 81% Sangat Tinggi

50% - 81% Tinggi/Kuat

17% - 49% Cukup Berarti

5% - 16% Rendah tapi Pasti

< 4% Rendah Sekali

(Rahmat, 1997:29)

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengetahui bagaimana variabel

terikat (y) dapat diprediksikan melalui menaikkan atau menurunkan keadaan

variabel bebas (x). Rumusnya adalah:

Y = a + bX

Keterangan:

Y = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)

b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan

(36)

Menurut Sugiyono (2003:245) harga a dan b dapat dicari dengan rumus sebagai

Guna menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan Hipotesis Alternatif (Ha)

sebagai berikut:

Ha : r ≠ 0 Ada pengaruh antara pengawasan fungsional terhadap efektivitas

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Uji t untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan

rumus :

(37)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan interpretasi pada bab terdahulu, terutama hasil

analisa data dan uji hipotesis maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai

berikut :

1. Pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan

dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat

keeratan dalam kriteria kuat. Besarnya nilai koefisien determinasi R2 =

(0,742)2 = 0,551 atau 55,1%, mengandung arti bahwa variabel pengawasan

fungsional menjelaskan perubahan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar

55,1% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

2. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas

pelaksanaan APBD, dimana koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,744

dengan konstanta sebesar 0,848. Hal ini mengandung arti bahwa apabila

pengawasan fungsional ditingkatkan satu unit, maka akan mengakibatkan

efektivitas pelaksanaan APBD pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Lampung meningkat sebesar 0,744 unit pada konstanta 0,848. Begitu juga

dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika

dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) > ttabel(2,042). Untuk

(38)

lebih kecil dari Sign. α = 0,05. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan

pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Lampung, dapat diterima.

5.2 Saran

Berdasarkan pada hasil analisis data secara kualitatif dan kuantitatif terdapat

beberapa hal yang kondisinya belum baik sehingga perlu direkomendasikan untuk

perbaikan kebijakan khususnya kebijakan dalam efektivitas pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai berikut :

1. Dalam hal variabel pengawasan fungsional setelah dilakukan penelusuran

instrumen variabel yang mengukur pengawasan fungsional ditemukan item

yang skornya paling rendah dibandingkan dengan skor yang lainnya, yaitu

pada item nomor 4, tentang setiap pengawasan dilakukan sesuai dengan

pengumpulan informasi dari objek yang dipantau, untuk itu segenap

pengambil kebijakan maupun pimpinan dari aparat pengawas fungsional,

dalam hal ini Inspektorat Provinsi Lampung hendaknya memberikan

pengarahan secara intensif kepada aparat pengawas fungsional untuk

benar-benar memperhatikan informasi, data dan bukti-bukti otentik dari objek yang

dipantau dalam proses pengawasan di lapangan.

2. Dalam hal variabel efektivitas pelaksanaan APBD setelah dilakukan

penelusuran instrumen variabel yang mengukur efektivitas pelaksanaan APBD

(39)

lainnya, yaitu pada item nomor 1, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sudah sesuai

dengan tanggung jawab masing-masing pengguna anggaran, untuk itu

pimpinan melalui bagian tata usaha keuangan hendaknya memberikan

bimbingan dan pembinaan mengenai prosedur penggunaan anggaran sesuai

dengan anggaran yang telah ditetapkan untuk masing-masing SKPD, sehingga

masing-masing pengguna anggaran mampu mempertanggungjawabkan apa

(40)

Admosdirdjo, Prajudi, S. 1987. Administrasi Dan Manajemen Umum. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bastian. 2001. Akuntansi Pemerintah Dengan Sistem Dana. Edisi Ketiga. YKPN. Yogyakarta.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Semarang.

Halim, Abdul. 2002.Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta.

Halim, Abdul dan Theresia Damayanti. 2007. Seri Bunga Rampai, Pengolahan Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1986. Pengantar Studi Ilmu Adminstrasi dan Manajemen. CV Haji Masagung. Jakarta.

Komarudin. 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Nawawi, Hadari. 1995. Pengawasan Fungsional di Lingkungan Aparatur Pemerintahan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nurcholis. 2007. Audit Sektor Publik. Bumi Aksara:Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

(41)

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. PT Midas Surya Grafindo. Yogyakarta.

Sugiyono. 2003.Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintah. Edisi Pertama Graha Ilmu. Jakarta.

Syaifulah, Ahmad. 2009. Pengaruh Pengawasan Fungsional Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi. Jurnal Skripsi. Undip. Bandung.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Widjaja, AW. 1998. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Paradigma Penelitian
Tabel 1. Operasional Variabel Penelitian
Tabel 2. Interval Jawaban dan Kategori Jawaban
Tabel 3. Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefesien korelasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terjadi karena kesedihan yang dilanda oleh keluarga Ustadz Jefri Al Buchori mempunyai komoditas yang tinggi untuk dipublikasikan kepada penonton dengan bukti adanya kenaikan

[r]

KEDCA Hal-hal yang berkenaan dengan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Dekonsentrasi pada Badan Perencanaan Pern bangunan Daerah Provinsi Lampung

dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2012 pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran Sekretariat Daerah Provinsi

RMSEA adalah sebuah indeks yang digunakan untuk mengokompensasi chi square statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness of fit yang dapat

1) Perwakilan Diplomatik adalah salah satu Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang merupakan aparatur negara yang mewakili kepentingan negara Republik

Bahan bonding adalah bahan yang berguna untuk menciptakan ikatan antara permukaan gigi dengan resin komposit dan membentuk hybrid layer pada dentin 5. Perbedaan

Indikator yang berada pada kuadran C adalah indikator yang memiliki tingkat kepentingan dan kinerja relatif rendah. Indikator desain dan evaluasi program