THE EFFECT OF FUNCTIONAL CONTROL ON THE EFFECTIVENESS OF LOCAL BUDGET REGIONAL EMPLOYMENT BOARD
LAMPUNG PROVINCE By
Ria Liza Novita TH Ria Liza Novita TH
The problem discussed in this paper is whether the functional supervision influences the effectiveness of the implementation of the Budget Regional Employment Board of Lampung Province?
The purpose of this study was to determine the effect of functional supervision of the effectiveness of the implementation of the Regional budget Regional Employment Board on Lampung Province.
The analytical tool used is a qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis by using the formula set forth in the class interval frequency distribution form, further quantitative analysis using the formula product moment correlation and simple linear regression.
The Based on results of research and discussion can be drawn the conclusion that the functional supervision has a positive and significant relationship with the effectiveness of the implementation of the budget amounted to 0.742, is at the level of closeness in a strong criteria. Functional oversight positive and significant impact on the effectiveness of the implementation of the budget, with student t test results, obtained price t count 6.736, when compared with the t table = 2.042, then t count (6.736) > t table (2.042). To see significant can be seen that the value of
significance (Sig. 0,000) is smaller than the Sign. α = 0.05.
PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG Oleh
Ria Liza Novita TH
Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah apakah pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung?
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan rumus interval kelas yang dituangkan dalam bentuk distribusi frekuensi, selanjutnya analisis kuantitatif dengan menggunakan rumus korelasi product moment dan regresi linier sederhana.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan bahwa pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat keeratan dalam kriteria kuat. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan APBD, dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) >
ttabel(2,042). Untuk melihat signifikan dapat dilihat bahwa nilai signifikansi (Sig.
0,000) ternyata lebih kecil dari Sign. α = 0,05.
i 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Batasan Masalah... 6
1.4. Tujuan Penelitian ... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Pengawasan Fungsional ... 8
2.1.1. Pengertian Pengawasan Fungsional ... 8
2.1.2. Tujuan Pengawasan Fungsional ... 9
2.2. Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 10
2.2.1. Pengertian Efektivitas ... 10
2.2.2. Pengertian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 11
2.3. Kerangka Pemikiran... 13
2.4. Hipotesis... 16
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Konsep... 18
3.2. Definisi Operasional... 20
3.3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data... 20
3.4. Populasi dan Sampel ... 21
3.4.1. Populasi ... 21
3.4.2. Sampel... 22
3.5. Pengolahan Data dan Analisisnya ... 22
3.5.1. Pengujian Persyaratan Instrumen... 22
3.5.2. Teknik Analisis Data... 24
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian... 29
4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 36
ii
4.3. Analisis Kualitatif ... 39
4.3.1. Pengawasan Fungsional ... 39
4.3.2. Efektivitas Pelaksanaan APBD ... 42
4.4. Analisis Kuantitatif ... 45
4.5. Pembahasan... 48
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 51
5.2. Saran... 52
1.1 Latar Belakang
Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat
membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata
semakin jauh dari kenyataan, yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan
subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan
pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi
masyarakatnya. Pemerintah daerah tidak diberi keleluasaan untuk menentukan
kebijakan sendiri, otonomi yang selama ini diberikan tidak disertai dengan
pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang
profesional dan pembiayaan yang adil. Akibatnya yang terjadi bukannya tercipta
kemandirian daerah, tetapi justru ketergantungan daerah terhadap pemerintah
pusat.
Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi pemekaran yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Lampung, senantiasa berusaha meningkatkan daerahnya dari
pemerintah pusat. Di dalam era reformasi saat ini memberi peluang bagi
perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan
menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang.
Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi
daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Peraturan
Perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan otonomi daerah adalah
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan
bahwa pengembangan otonomi pada daerah diselenggarakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan
dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Daerah.
Kedua Undang-undang tersebut pada dasarnya bukan hanya pada keinginan untuk
melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka
peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangat
desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat
dominan mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung merupakan salah satu lembaga
teknis yang mendukung pelaksanaan desentralisasi dan tugas pembantuan dalam
bidang kepegawaian daerah, untuk itu diperlukan adanya Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah guna melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan. Proses
penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan pada asas-asas sebagai
berikut:
a. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
b. Demokratisasi adalah kebebasan terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat.
c. Transparasi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan anggaran daerah.
d. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa
proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan
harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada
DPRD dan masyarakat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana kegiatan
pemerintah daerah, yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan
adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang
merupakan batas maksimal dalam satu periode anggaran (Halim, 2002:24). Siklus
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang meliputi penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah serta perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam setiap
berjalan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan realisasi dengan
berpedoman pada aktivitas keuangan yang sudah disepakati, direncanakan dan
disahkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku, sehingga jika terjadi
pergeseran atau perubahan harus melalui kaidah yang berlaku.
Untuk mendukung pengelolaan keuangan daerah, dalam hal ini pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah agar berjalan sesuai dengan prosedur
dan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000,
maka diperlukan adanya fungsi pengawasan karena pengawasan itu sendiri adalah
suatu usaha untuk menjamin adanya penyelenggaraan tugas pemerintah secara
berdaya guna dan berhasil guna. Selain itu juga fungsi pengawasan ditujukan
untuk menjamin keamanan atas kekayaan dan keuangan baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Untuk tercapainya sasaran tersebut maka perlu
adanya usaha untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan
daerah. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai wujud
tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna
dan pengendalian (Mardiasmo, 2002:14). Upaya yang dilakukan oleh pemerintah
daerah adalah melakukan pengawasan fungsional terhadap Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerahnya sendiri.
Pengawasan fungsional sebagai bentuk kegiatan untuk memperoleh kepastian
apakah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan dilakukan sesuai dengan
kemungkinan terjadinya penyimpangan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, serta peningkatan pendayagunaan aparatur negara dalam
memberantas adanya unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2010) dengan judul
Efektivitas Pengawasan Fungsional Terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dalam penelitian
tersebut permasalahan yang diangkat yaitu apakah efektivitas pengawasan
fungsional berpengaruh terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan oleh Syaifullah (2009) tentang Pengaruh Pengawasan Fungsional
Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi, dengan mengangkat permasalahan
yaitu seberapa besar pengaruh Pengawasan Fungsional Intern terhadap
Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pada
Pemerintah Kota Cimahi.
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu terletak pada
ruang lingkup tempat dan waktu, indikator-indikator dalam variabel penelitian,
serta besarnya jumlah populasi dan sampel yang menjadi subyek penelitian. Selain
hal tersebut, kuisioner dalam penelitian ini dikembangkan sendiri oleh penulis
berdasarkan indikator-indikator variabel penelitian.
Berlandaskan pada kedua penelitian di atas, penulis ingin mengetahui secara lebih
pemerintah dalam kaitannya dengan efektivitas pelaksanaan APBD yang telah
dianggarkan. Atas dasar uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui secara
lebih mendalam mengenai pengawasan fungsional dan pengaruhnya terhadap
efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, dan dituangkan dalam bentuk karya
ilmiah dengan judul “Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Efektivitas
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Lampung”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah “Apakah pengawasan fungsional berpengaruh terhadap
efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung?”.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada :
1. Pengawasan fungsional sebagai bentuk pelaksanaan tugas dari aparatur
pemerintahan yaitu Inspektorat Provinsi Lampung sebagai lembaga pengawas
pada tingkat pemerintahan daerah. Pengawasan fungsional dilakukan melalui
tahapan persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan penyusunan
laporan pemeriksaan.
2. Efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan
aspek tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran,
hasil guna dan pengendalian.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
pengawasan fungsional dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, serta untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional
terhadap efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :
1. Bagi peneliti selanjutnya, yaitu dapat dijadikan sebagai referensi sepanjang
berhubungan dengan objek penelitian yang sama.
2. Bagi Pemerintah Provinsi Lampung, yaitu sebagai bahan masukan dalam
rangka mengefektifkan sistem pengawasan fungsional di bidang keuangan
2.1 Pengawasan Fungsional
2.1.1 Pengertian Pengawasan Fungsional
Menurut Halim dan Damayanti (2007:44) menyatakan Pengawasan dilihat dari
metodenya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Pengawasan melekat yang dilaksanakan oleh pimpinan atau atasan langsung
suatu instansi/unit kerja dalam lingkungan pemerintah daerah terhadap
bawahannya.
b. Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional
APBD yang meliputi BPKP, Itwilprop, Itwilkab/kota.
Pengertian pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa:
“Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien
dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.
20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan
pengawasan yang dilaksanakan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas
dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian pengusutan,
dan penilaian”.
Adapun pengertian pengawasan fungsional pemerintah daerah menurut Nurcholis
(2007:312) menyatakan bahwa: “Pengawasan fungsional pemerintah daerah
adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah yang dilakukan secara
fungsional baik dilakukan oleh departemen sektoral maupun departemen yang
menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen dalam negeri)”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan
fungsional adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh lembaga/badan/unit dalam
melakukan pengawasannya melalui pemeriksaan, pengkajian penyusutan, dan
penilaian terhadap pemerintahan daerah yang dilakukan oleh departemen sektoral
maupun departemen yang menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen
dalam negeri). Pelaksanaan pengawasan fungsional meliputi beberapa tahapan
yaitu pemeriksaan, pengkajian pengusutan, dan penilaian.
2.1.2 Tujuan Pengawasan Fungsional
Secara umum tujuan pengawasan fungsional adalah untuk menjamin agar
pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku guna menciptakan aparatur pemerintahan yang
Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sedangkan secara khusus menurut
Halim (2000:306) yaitu :
b. Menilai apakah kegiatan dengan pedoman akuntansi yang berlaku
c. Menilai apakah kegiatan dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif
d. Mendeteksi adanya kecurangan.
Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengawasan
fungsional di instansi pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :
a. Agar terlaksananya penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah secara
ekonomis, efisien, dan efektif.
b. Tidak terjadi penyimpangan atau hambatan-hambatan pelaksanaan keuangan
daerah.
c. Terlaksananya tugas umum pemerintah dan pembangunan secara tertib di
instansi pemerintah daerah.
2.2 Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
2.2.1 Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif. Kata efektif sering diartikan sama dengan
efisien, padahal keduanya mempunyai perbedaan. Admosudihardjo (1987:170)
menyatakan bahwa: “Kita berbicara tentang efisiensi bilamana kita
membayangkan hal penggunaan sumberdaya (resources) kita secara optimum
untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, dan kita berbicara tentang efektivitas
bilamana kita hendak menekankan pada hasilnya atau efeknya, artinya sampai
Senada dengan pendapat di atas, Widjadja (1998:79) juga memberi batasan
efektifitas sebagai: “Pencapaian sasaran menurut perhitungan terbaik”. Pengertian
ini juga menunjuk pada hasil yang di peroleh, dimana dapat dikatakan efektif
apabila pencapaian hasil sesuai dengan sasaran. Pengertian ini dikemukakan oleh
H. Emerson seperti dikutip Handayaningrat (1996:16), yang menyatakan bahwa:
“Effectiveness is measuring in term of actuating prescribed or objectives
(efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya)”. Pendapat tersebut juga didukung oleh Komarudin
(1994:126), yang menyatakan bahwa: “Efektivitas adalah suatu keadaan yang
menunjukkan tingkatan keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya”. Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo
(2002:134) adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya.
2.2.2 Pengertian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Daerah menganut sistem pengurusan yang
sama dengan sistem pengurusan keuangan negara yang pada pokoknya yaitu :
a. Pengurusan administrasi, yaitu wewenang untuk mengadakan
tindakan-tindakan dalam rangka penyelenggaraan rumah tangga daerah yang membawa
akibat pengeluaran-pengeluaran yang membebani anggaran daerah.
Pengurusan ini terdiri dari tindakan otorisator (penandatanganan SP2D) dan
b. Pengurusan ke pemegang kas, yaitu wewenang untuk menerima, menyimpan,
mambayar atau mengeluarkan uang dan barang, serta berkewajiban
mempertanggungjawabkan kepada kepala daerah. Pengurusan ini
dilaksanakan oleh pemegang kas daerah dan pemegang kas.
Pengertian keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut: “Keuangan Daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.
Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai
berikut:“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah”.
Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Halim (2002:7)
mengemukakan sebagai berikut: “Pengelolaan keuangan daerah merupakan
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.
Menurut Bastian (2001:70-71) mengatakan bahwa sesuatu anggaran yang telah
direncanakan dengan baik, hendaknya disertai dengan pelaksanaannya yang tertib
dan disiplin, sehingga tujuan dan sasaran dapat dicapai secara berdaya guna dan
Sumarsono (2010:121) mengemukakan bahwa pelaksanaan keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Mardiasmo (2002:14) mengemukakan bahwa tujuan dari pelaksanaan dan
pengelolaan keuangan daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
meliputi:
a. Tanggung jawab.
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan.
c. Kejujuran.
d. Hasil guna.
e. Pengendalian.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
pengelolaan keuangan daerah adalah tercapainya tujuan pengelolaan keuangan
daerah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan kegiatan daerahnya. Selanjutnya, dalam pelaksanaan APBD
harus dilandaskan pada aspek tanggung jawab, mampu memenuhi kewajiban
keuangan, kejujuran, hasil guna dan pengendalian.
2.3 Kerangka Pemikiran
Tujuan pembentukan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan
pembangunan dan pelayanan masyarakat. Hal ini erat kaitannya dengan kegiatan
pemerintah yang difokuskan kepada pelayanan masyarakat.
Oleh sebab itu, harus disusun suatu perencanaan panjang yang baik
mempertimbangkan dengan seksama skala prioritas pembangunan. Selanjutnya
dalam pelaksanaannya haruslah terarah pada sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan dengan cara berdaya guna dan berhasil guna. Agar pelaksanaannya
terarah diperlukan suatu APBD. Dalam mempergunakan APBD secara efisien dan
efektif maka diperlukan suatu pengawasan. Pengawasan merupakan salah satu
unsur penting dalam rangka meningkatkan pendayagunaan aparatur pemerintah
dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah, agar terwujudnya pemerintahan
yang bersih dan berwibawa.
Salah satu pengawasan dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah
adalah adanya Pengawasan Fungsional. Adapun pengertian pengawasan
fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang
Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang
dilaksanakan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi
melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, pengusutan dan
penilaian”.
Adapun objek dari pengawasan fungsional adalah Anggaran yang direalisasikan
kedalam APBD merupakan rancangan Keuangan Daerah baik dari segi
akan datang. Keuangan daerah harus dikelola secara efisien dan efektif sesuai
dengan sasaran yang telah direncanakan.
Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2002:134) mengemukakan bahwa:
“Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya.“
Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai
berikut:“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah”. Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan
daerah menurut Halim (2002:7) mengemukakan sebagai berikut: “Pengelolaan
keuangan daerah merupakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai bentuk kegiatan
guna tercapainya tujuan pengelolaan keuangan daerah yang meliputi tanggung
jawab, mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan
pengendalian yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
kegiatan daerahnya.
Sedangkan menurut Halim dan Theresia (2007:40) menyatakan bahwa:
”Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu yang
kegiatan pengelolaan keuangan daerah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Proses pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah dapat
dilakukan melalui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh unit-unit
pengawasan yang ada”.
Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah perlu dilaksanakan dan
dikelola secara tertib dan sistematis dengan perundang-undangan yang berlaku
dan disertai pengawasan fungsional. Sehingga keefisienan dan keefektifan yang
dilaksanakan pemerintah daerah dapat tercapai, disamping itu hal ini dimaksudkan
untuk menyediakan suatu laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang
akurat, dapat dipercaya dan tepat waktu, serta menciptakan adanya pemerintahan
yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan sebuah paradigma penelitian
sebagai berikut:
Gambar 1. Paradigma Penelitian
2.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan dugaan sementara yang digunakan sebelum
dilakukannya penelitian dalam hal pendugaannya menggunakan statistik untuk
Variabel X
menganalisisnya. Dengan demikian, maka hipotesis dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut: “Pengawasan fungsional berpengaruh terhadap
efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi, karena
dalam penelitian ini menggunakan dua variabel. Metode eksplanasi adalah suatu
metode penelitian yang menggambarkan dua variabel yang diteliti, yaitu variabel
bebas dan variabel terikat yang kemudian menjelaskan hubungan atau pengaruh
kedua variabel tersebut.
Singarimbun (2003:46) mengatakan mengenai metode eksplanasi yaitu: “Apabila
peneliti menjelaskan hubungan atau pengaruh kausal antara variabel-variabel
melalui pengujian hipotesis maka dinamakan penelitian penjelasan (Eksplanatory
Research).”
3.1 Definisi Konsep
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pengawasan fungsional sebagai
variabel bebas dan efektivitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sebagai variabel terikat. Untuk mempermudah pengukuran
variabel-variabel tersebut, penulis menggunakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Variabel bebas (Independent Variabel) adalah pengawasan fungsional, yaitu
pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas
pengusutan, dan penilaian dalam hal ini melakukan pengawasan adalah
Inspektorat Provinsi Lampung. Indikator pengawasan optimal yaitu:
a. Pemeriksaan, merupakan bentuk kegiatan dengan cara melihat dengan
teliti untuk mengetahui keadaan (baik tidaknya, salah benarnya, dan
sebagainya) pengawas harus melakukan pengawasan berdasarkan jadwal
pada saat pengawasan yang dilakukan, penyusunan program kerja tahunan,
pengumpulan dan penelaahan dari informasi terhadap pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
b. Pengkajian, merupakan kegiatan dari pengawas untuk melakukan
pengkajian terhadap dokumen dan jumlah tenaga ahli diperlukan dalam
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
c. Pengusutan merupakan kegiatan dari pengawas dengan cara mengamati
atau mengecek dengan cermat untuk mencari adanya bahan bukti
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
d. Penilaian merupakan kegiatan dari pengawas untuk menilai tingkat
keberhasilan dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2. Variabel terikat (Dependent Variabel) adalah efektivitas pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditentukan dan
direncanakan sebelumnya, yang pengukurannya dilihat dari tanggung jawab,
mampu memenuhi kewajiban keuangan, kejujuran, hasil guna dan
3.2 Definisi Operasional
Tabel 1. Operasional Variabel Penelitian
No. Variabel Indikator Nomor
3) Pengumpulan dan penelaahan dari informasi
4,5
b. Pengkajian
1) Dokumen yang diperlukan 6
2) Jumlah tenaga ahli yang diperlukan
3.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari
literatur-literatur; buku-buku, koran, peraturan perundangan dan lain-lain yang
menyangkut kajian penelitian yaitu pengawasan fungsional dan efektivitas
2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
langsung ke lokasi yang telah ditentukan melalui:
a. Observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan langsung
dan mencatat informasi-informasi dari Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Lampung dan Inspektorat Provinsi Lampung.
b. Wawancara, yaitu kegiatan mengumpulkan data melalui tanya jawab
secara langsung antara penulis dengan pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian ini baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Adapun
pihak-pihak yang akan dihubungi yaitu; Pegawai Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Lampung dan Pegawai Inspektorat Provinsi Lampung.
c. Angket, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi atau data dari responden mengenai masalah yang
diteliti. Angket ini dilakukan dengan cara menyebar daftar pertanyaan
tertulis yang dilengkapi dengan jawaban yang dapat dipilih oleh responden
dari Pengawas Inspektorat Provinsi Lampung.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Sugiyono, (2002:89) mengemukakan bahwa populasi adalah: “wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian
Dalam penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah pegawai pengawas
fungsional Inspektorat Provinsi Lampung yang berjumlah 39 orang.
3.4.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel angket yaitu dengan
mengambil seluruh pegawai Pengawas Fungsional pada Inspektorat Provinsi
Lampung. Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 39 responden dengan
menggunakan metode Total Sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk
seluruh anggota populasi atau sensus (Arikunto, 2002:112).
3.5 Pengolahan Data dan Analisisnya
3.5.1 Pengujian Persyaratan Instrumen
Uji coba instrumen diberlakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan tersebut benar-benar valid, yang dimaksud valid adalah data yang
terkumpul sesuai dengan data yang ada di lapangan, sedangkan yang dimaksud
reliabel adalah untuk mengetahui apakah suatu alat ukur yang digunakan mampu
memberikan hasil pengukuran yang konsisten dalam waktu dan tempat yang
berbeda. Untuk uji coba, maka perlu diperhatikan beberapa cara dan pelaksanaan
uji coba. Setelah diadakan uji coba instrumen, untuk mengetahui dan memilih
butir-butir item yang valid, jika butir-buitr tersebut valid, maka butir tersebut
dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Uji coba instrumen yang
1. Uji Validitas Angket
Untuk mengetahui tingkat kesahihan atau kevalidan dari suatu instrumen,
maka dilakukan pengujian validitas instrumen terlebih dahulu. Menurut
Ghozali (2001:42) uji validitas adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner.
Pengambilan keputusannya bahwa setiap indikator valid apabila nilai r hitung
lebih besar atau sama dengan r tabel. Untuk menentukan nilai r hitung, dibantu
dengan program SPSS yang dinyatakan dengan nilai Coorrected Item Total Correlation.
Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :
a. Jika rhitung > rtabel, maka kuiseoner valid
b. Jika rhitung < rtabel, maka kuesioner tidak valid.
2. Uji Reliabilitas Angket
Reliabilitas menurut Ghozali (2001:47) adalah alat ukur untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel konstruk. Cara
menghitung tingkat reliabilitas suatu data yaitu dengan menggunakan rumus
Alpha Cronbach Reliabilitas merupakan tingkat keandalan alat ukur
(kuesioner). Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan
cara mengukurnya dengan menggunakan rumusAlpha Cronbach dimana pada pengujian reliabilitas ini menggunakan bantuan komputer program SPSS.
3.5.2 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanasi karena menjelaskan
pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Singarimbun (1995:5) dalam buku Metode
Penelitian Survei yang menyatakan bahwa: “Apabila peneliti menjelaskan
pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, maka
dinamakan penelitian penjelasan (explanatory research)”.
1. Analisis Kualitatif
Untuk menganalisis variabel univariat dari masing-masing variabel digunakan
Tabel Distribusi Frekuensi. Teknik pengukuran yang dipakai dalam penelitian
ini adalah berupa angket yang dibuat berdasarkan indikator kedua variabel
dengan menggunakan skala interval. Peneliti menggunakan skala interval yang
terdiri dari 5 nilai dalam arti pada setiap pertanyaan disediakan 5 alternatif
jawaban yang menunjukkan arti kategori:
a. Sangat baik (5)
b. Baik (4)
c. Cukup baik (3)
d. Tidak baik (2)
Untuk mengetahui setiap kategori tesebut, terlebih dahulu penulis tentukan
Dengan demikian dapat diperoleh interval untuk setiap kategori jawaban yaitu:
80
Interval dari masing-masing kategori dapat ditentukan dengan skor berikut:
Tabel 2. Interval Jawaban dan Kategori Jawaban
Kategori Jawaban Interval Jawaban Pengawasan
Fungsional
Efektivitas Pelaksanaan Anggaran
4,24– 5,04 Sangat baik Sangat efektif
3,43– 4,23 Baik Efektif
2,62– 3,42 Cukup baik Cukup efektif
1,81– 2,61 Kurang baik Kurang efektif
1,00– 1,80 Tidak baik Tidak efektif
2. Analisis Kuantitatif
Kemudian, untuk menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat digunakan rumus Korelasi Product Moment, sebagaimana dinyatakan
oleh Sugiyono (2003:212): “Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari
hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua
variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari dua variabel atau
Berikut adalah rumus untuk menghitung koefisien korelasi, yaitu:
rxy = nilai koefisien
∑ x = total skor untuk variabel bebas ∑ y = total skor variabel terikat
∑ xy = total skor untuk variabel bebas dan variabel terikat ∑ x2 = total kuadrat skor varibel bebas
∑ y2 = total kuadrat skor variabel terikat n = jumlah responden
(Sugiyono, 2003:212)
Kuat tidaknya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefisien korelasi.
Nilai koefisien korelasi dapat diperoleh dari rumus Pearson Product Moment tersebut. Nilai koefisien nantinya akan terletak antara –1≤ 0 ≤ 1. Nilai r yang
diperoleh bertanda positif menunjukkan korelasi antara nilai x dan y positif.
Dan sebaliknya jika nilai r yang bertanda negatif, menunjukkan korelasi antara
x dan y negatif.
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang
ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan
tabel berikut:
Dalam menentukan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat
digunakan rumusKoefisien Determinasi yang dikemukakan oleh Sugiyono, yaitu:
R = (r)2 x 100%
Keterangan:
R = koefisien determinasi r = koefisien korelasi (Sugiyono, 2003:216)
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap rendahnya nilai R, digunakan
kriteria yang dikemukakan oleh Guilford sebagaimana seperti dikutip Jalaludin
Rahmat, sebagai berikut:
Tabel 4. Pedoman untuk memberikan penafsiran Koefisien Determinasi
Besarnya Nilai R Interpretasi
> 81% Sangat Tinggi
50% - 81% Tinggi/Kuat
17% - 49% Cukup Berarti
5% - 16% Rendah tapi Pasti
< 4% Rendah Sekali
(Rahmat, 1997:29)
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengetahui bagaimana variabel
terikat (y) dapat diprediksikan melalui menaikkan atau menurunkan keadaan
variabel bebas (x). Rumusnya adalah:
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan
Menurut Sugiyono (2003:245) harga a dan b dapat dicari dengan rumus sebagai
Guna menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan Hipotesis Alternatif (Ha)
sebagai berikut:
Ha : r ≠ 0 Ada pengaruh antara pengawasan fungsional terhadap efektivitas
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Uji t untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
rumus :
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan interpretasi pada bab terdahulu, terutama hasil
analisa data dan uji hipotesis maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai
berikut :
1. Pengawasan fungsional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan
dengan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar 0,742, berada pada tingkat
keeratan dalam kriteria kuat. Besarnya nilai koefisien determinasi R2 =
(0,742)2 = 0,551 atau 55,1%, mengandung arti bahwa variabel pengawasan
fungsional menjelaskan perubahan efektivitas pelaksanaan APBD sebesar
55,1% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
2. Pengawasan fungsional berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas
pelaksanaan APBD, dimana koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,744
dengan konstanta sebesar 0,848. Hal ini mengandung arti bahwa apabila
pengawasan fungsional ditingkatkan satu unit, maka akan mengakibatkan
efektivitas pelaksanaan APBD pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Lampung meningkat sebesar 0,744 unit pada konstanta 0,848. Begitu juga
dengan hasil pengujian student t, didapat harga thitung sebesar 6,736, jika
dibandingkan dengan ttabel = 2,042, maka thitung (6,736) > ttabel(2,042). Untuk
lebih kecil dari Sign. α = 0,05. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan
pengawasan fungsional berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Lampung, dapat diterima.
5.2 Saran
Berdasarkan pada hasil analisis data secara kualitatif dan kuantitatif terdapat
beberapa hal yang kondisinya belum baik sehingga perlu direkomendasikan untuk
perbaikan kebijakan khususnya kebijakan dalam efektivitas pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai berikut :
1. Dalam hal variabel pengawasan fungsional setelah dilakukan penelusuran
instrumen variabel yang mengukur pengawasan fungsional ditemukan item
yang skornya paling rendah dibandingkan dengan skor yang lainnya, yaitu
pada item nomor 4, tentang setiap pengawasan dilakukan sesuai dengan
pengumpulan informasi dari objek yang dipantau, untuk itu segenap
pengambil kebijakan maupun pimpinan dari aparat pengawas fungsional,
dalam hal ini Inspektorat Provinsi Lampung hendaknya memberikan
pengarahan secara intensif kepada aparat pengawas fungsional untuk
benar-benar memperhatikan informasi, data dan bukti-bukti otentik dari objek yang
dipantau dalam proses pengawasan di lapangan.
2. Dalam hal variabel efektivitas pelaksanaan APBD setelah dilakukan
penelusuran instrumen variabel yang mengukur efektivitas pelaksanaan APBD
lainnya, yaitu pada item nomor 1, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sudah sesuai
dengan tanggung jawab masing-masing pengguna anggaran, untuk itu
pimpinan melalui bagian tata usaha keuangan hendaknya memberikan
bimbingan dan pembinaan mengenai prosedur penggunaan anggaran sesuai
dengan anggaran yang telah ditetapkan untuk masing-masing SKPD, sehingga
masing-masing pengguna anggaran mampu mempertanggungjawabkan apa
Admosdirdjo, Prajudi, S. 1987. Administrasi Dan Manajemen Umum. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Bastian. 2001. Akuntansi Pemerintah Dengan Sistem Dana. Edisi Ketiga. YKPN. Yogyakarta.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Semarang.
Halim, Abdul. 2002.Akuntansi Sektor Publik akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta.
Halim, Abdul dan Theresia Damayanti. 2007. Seri Bunga Rampai, Pengolahan Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Handayaningrat, Soewarno. 1986. Pengantar Studi Ilmu Adminstrasi dan Manajemen. CV Haji Masagung. Jakarta.
Komarudin. 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Nawawi, Hadari. 1995. Pengawasan Fungsional di Lingkungan Aparatur Pemerintahan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nurcholis. 2007. Audit Sektor Publik. Bumi Aksara:Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. PT Midas Surya Grafindo. Yogyakarta.
Sugiyono. 2003.Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen Keuangan Pemerintah. Edisi Pertama Graha Ilmu. Jakarta.
Syaifulah, Ahmad. 2009. Pengaruh Pengawasan Fungsional Intern Terhadap Pelaksanaan Efektivitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Cimahi. Jurnal Skripsi. Undip. Bandung.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Widjaja, AW. 1998. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.