• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENJADI PETANI UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Calista Angkasa Putri

Academic year: 2023

Membagikan "MENJADI PETANI UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH STUDIUM GENERALE KU4078

MENJADI PETANI UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Disusun Oleh:

Calista Angkasa Putri 11520013

Kelas 05

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN SEKOLAH ILMU TEKNOLOGI DAN HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2022

(2)

Menjadi Petani Untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Di Indonesia Abtrak

Masalah ketahanan pangan nasional merupakan masalah yang harus segera diselesaikan, apalagi Indonesia adalah negara dengan penduduk yang sangat padat.

Salah satu upaya untuk meminimalisasi masalah ketahanan pangan ini adalah dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja dalam bidang pertanian karena ketersediaan bahan pangan sangat bergatung pada jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat agar masyarakat sekitar lebih menyadari betapa pentingnya seorang petani untuk masa depan Indonesia, khususnya dalam menyelesaikan masalah ketahanan pangan.

Pendahuluan

Pangan dan pertanian tidak dapat dipisahkan. Biomassa yang dapat dimakan dihasilkan melalui proses fotosintesis di bidang pertanian. Oleh karena itu, pertanian sangat penting dalam pengadaan pangan Indonesia. Timmer (2005), dalam temuan FAO, menyatakan bahwa tanpa dukungan sektor pertanian yang produktif, tidak ada negara yang dapat keluar dari garis kemiskinan. Artinya, pertanian merupakan sektor ekonomi yang perlu mendapat perhatian tidak hanya sebagai penopang perekonomian nasional, tetapi juga sebagai tugas menghidupi penduduk.

Seperti yang kita ketahui, nasi merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.

Penelitian terkait pertanian khususnya bahan baku beras menunjukkan bahwa usaha beras menghadapi beberapa tantangan, antara lain produktivitas beras, petani berpendidikan rendah, pertanian subsisten, dan sebagainya. Namun, masalah yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah penurunan jumlah petani. Kondisi yang diharapkan adalah jumlah petani muda bertambah, atau paling tidak proporsi petani muda menurut kelompok umur tidak berkurang. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan mempengaruhi produktivitas beras dan tentunya mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.

Masalah ketahanan pangan di Indonesia perlu mendapat perhatian. Kegagalan memenuhi kebutuhan gizi penduduk suatu negara dapat menyebabkan krisis sosial, ekonomi dan keamanan bahkan ketidakstabilan politik. Artinya, isu ketahanan pangan merupakan isu global yang dihadapi masyarakat dunia. Bagi Indonesia, negara terpadat

(3)

keempat di dunia, mengatasi masalah ketahanan pangan ini jelas merupakan hal yang sangat penting.

Metodologi

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif berdasarkan pengumpulan dan analisis studi literatur. Hipotesis yang diajukan berupa hubungan antara variabel pertama dan variabel kedua serta interfinning variabel.

Hipotesis diuji berdasarkan teori yang terdapat pada literatur yang relevan.

Data dan Analisis

1. Regenerasi Tenaga Kerja di Sektor Pertanian

Usaha pertanian Indonesia khususnya padi saat ini menghadapi permasalahan yang sangat kompleks, salah satunya adalah kurangnya regenerasi dari petani. Jumlah petani muda terus menurun, dan dalam jangka panjang ketahanan pangan nasional akan semakin rentan karena semakin banyak pangan yang diproduksi oleh petani tua. Untuk itu, generasi muda harus didorong untuk terjun ke sektor pertanian guna meningkatkan produksi padi sehingga ketahanan pangan nasional dapat tercapai. Petani muda diharapkan dapat terus bertani sehingga menghasilkan produk pangan yang cukup.

Jumlah produksi beras sangat dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Semakin banyak petani, maka semakin meningkat pula produksi beras di Indonesia. Saat ini teknologi semakin berkembang, mesin-mesin sudah banyak digunakan untuk membantu usaha pertanian dalam skala besar agar tingkat produktivitas meningkat. Walaupun begitu, hal tersebut tidak dapat menggantikan arti penting tenaga kerja manusia sebagai seorang pengusaha pertanian.

Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Wiyono (2015), menyajikan data dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2003 hingga 2013, jumlah keluarga petani di Indonesia menurun sebanyak lima juta penduduk. Hal tersebut merupakan jumlah yang sangat banyak karena dalam satu keluarga dapat memuat beberapa tenaga kerja petani.

Masalah tersebut membuat kelompok usia petani semakin bergeser menjadi lebih tua.

Jumlah petani juga semakin menurun dan ditambah penuaan umur petani (Gambar 1).

(4)

Gambar 1 Grafik kelompok umur petani dari tahun 2014 hingga 2019 (Sumber: Wiyono, 2015)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa tenaga kerja petani didominasi oleh kelas umur 35 sampai 60 tahun. Usia di atas 60 tahun merupakan usia yang sudah tidak produktif karena faktor umur maupun faktor fisiologis mereka. Dari jumlah total petani di Indonesia, sebanyak 60,8% petani berumur di atas 45 tahun. Salah satu faktor rendahnya produktivitas petani di Indonesia adalah karena sebanyak 73,9% petani hanya menyelesaikan pendidikan mereka hingga SD. Jika kita bandingkan tingkat produktivitas petani di Indonesia dengan di negara lain, Indonesia memiliki tingkat produktivitas terendah. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan petani di Indonesia sehingga banyak petani yang sangat kurang ilmu pertanian secara teoritis maupun praktikal.

Berkurangnya jumlah petani telah menjadi perhatian pemangku kepentingan, sehingga Kementerian Pertanian menyusun enam strategi untuk menumbuhkan minat generasi untuk terjun ke sektor pertanian (Hendriadi, 2017). Strategi yang susun pemerintah ialah, (1) transformasi pendidikan tinggi vokasi pertanian, (2) inisiasi program penumbuhan wirausahawan muda pertanian, (3) pelibatan mahasiswa/alumni/pemuda tani untuk mengintensifkan pendampingan/ pengawalan program Kementerian Pertanian, (4) penumbuhan kelompok usaha bersama (KUB) yang difokuskan pada bidang pertanian bagi pemuda tani, (5) pelatihan dan magang bagi pemuda tani dalam bidang pertanian dan (6) optimalisasi penyuluh untuk mendorong dan menumbuh kembangkan pemuda tani.

Terdapat dua penyebab generasi muda tidak tertarik menjadi petani. Pertama, tidak adanya hal yang menarik dari pekerjaan petani. Kedua, baik masyarakat maupun

(5)

pemerintah belum menciptakan iklim usaha yang menarik generasi muda untuk menjadi petani. Hasil produksi pertanian di Indonesia, biasanya dilakukan oleh petani skala kecil dengan lahan yang luas rata-ratanya hanya 0,4 hektar. Umumnya, keluarga petani tinggal di pedesaan dan mereka lebih memprioritaskan Pendidikan anaknya sehingga anak mereka dapat bekerja di perkotaan dan mendapatkan gaji yang tetap. Fenomena tersebut menjadi cikal bakal berkurangnya regenerasi petani di Indonesia karena biasanya anak petani tersebut tidak mau melanjutkan usaha orang tuanya, sehingga lahan pertanian milik orang tua anak tersebut di jual dan pada akhirnya berubah menjadi lahan hunian atau lahan industri.

2. Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia

Menurut definisinya, ketahanan pangan merupakan kondisi dimana jumlah bahan makanan dapat mencukupi kebutuhan. Dalam hasil penelitian Dobermann dan Nelson (2013) menjelaskan bahwa suatu negara yang sangat memajukan pertanian, tingkat kemiskinan dan kekurangan pangannya cenderung lebih rendah karena dengan sektor pertanian yang maju, ketersediaan pangan untuk rakyat pun akan tercukupi. Makanan pokok rakyat Indonesia adalah beras. Oleh karena itu, untuk mempertahankan ketahanan pangan di Indonesia, perkembangan produksi beras sangat penting.

Indonesia adalah Negara yang sangat luas, didiami oleh sekitar 714 suku bangsa dengan adat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Termasuk makanan pokoknya juga bermacam-macam. Ada daerah yang penduduknya mengkonsumsi makanan pokok beras, jagung, ubi-ubian dan sagu. Namun demikian, sumber karbohidrat rakyat Indonesia yang utama adalah beras. Data yang dikeluarkan oleh Pusdatin Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa, pada tahun 2013 persentase beras sebagai sumber karbohidrat mencapai 94.84%, sementara pengeluaran untuk beras mencapai 17% dari total pengeluaran rumah tangga. Oleh karena itu, komponen utama dalam membentuk ketahanan pangan adalah ketersediaan beras untuk makan pokok masyarakat. Sany (2010) mengemukakan bahwa peningkatan produksi padi masih merupakan prioritas dalam mendukung program ketahanan pangan dan agribisnis. Produksi padi harus terus dijaga agar berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat.

Model produksi yang dikemukakan oleh Cobb Douglas memperlihatkan bahwa jumlah tenaga kerja berbanding lurus dengan kuantitas produksi. Dalam usaha pertanian, khsusnya usaha tani komoditas padi, penurunan jumlah petani akan

(6)

menrunkan produksi. Dalam jangka panjang penuaan petani akan tiba saat nya penurunan jumlah petani secara drastis. Hal ini lah yang berisiko untuk ketahanan pangan. Sehingga upaya mencukupkan pasokan beras nasional terus diprioritaskan oleh pemerintah. Namun kondisi yang dialami saat ini jumlah produksi beras masih belum bisa mencukup permintaan, sehingga pemerintah harus melakukan impor untuk mengamankan pasokan beras nasional. Tabel 1 berikut memerlihatkan jumlah impor beras dari tahun 2005 sampai 2015.

Tabel 1 Volume (ton) impor beras di Indonesia pada tahun 2005 hingga 2015

Sumber: Pusdatin Kementan, 2018

Memang masalah impor beras ini adalah kebijakan yang dilema bagi bagi pemerintah. Ketika harga beras di pasar mahal maka sebagian besar masyarakat menuding pemerintah tidak mampu menjaga pasokan beras. Namun ketika kebijakan impor dilakukan untuk mengamankan stok nasional dan menekan lonjakkan harga, pemerintah juga di protes karena tidak berpihak kepada petani padi. Jadi jalan keluarnya ialah pemerintah harus meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian padi dalam negeri agar nilai tambah petani membaik dan berdaya saing di pasar. Oleh karena itu pemerintah bertekad untuk terus meningkatkan produksi beras nasional guna memantapkan program swasembada beras. Slah satu programnya ialah mencanangkan Program Peningkatan Poduksi Beras Nasional (P2BN). Sebagai daerah yang dilintasi oleh garis equator, dan masih banyaknya lahan yang belum dimanfaatkan maka potensi untuk meningkatkan produksi beras nasional masih besar.

(7)

Beras penting untuk ketahanan pangan nasional juga terlihat dari bobot beras terhadap inflasi. Tersedianya beras dalam jumlah cukup (sesuai permintaan pasar), dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau adalah syarat terwujudnya ketahanan pangan nasional. Nurheni dkk (2014) melaporkan bahwa beras memiliki bobot paling besar terhadap inflasi, yaitu 4,19%. Tingginya bobot beras tidak terlepas dari tingginya konsumsi beras di masyarakat sebagai bahan makanan pokok utama. Sehingga kenaikan harga beras akan menyebabkan terjadinya inflasi. Oleh karena itu ketahanan pangan erat kaitannya dengan harga beras yang stabil dan terjangkau oleh masyarakat banyak.

Walaupun potensi produksi cukup besar, masalah yang terjadi dalam pengelolaan beras, ini ialah terlalu banyaknya instansi yang terlibat. Ada lebih dari 20 kementerian dan lembaga yang terkait, diantaranya Kemenko Perekonomian, Kementan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Ristek dan Dikti, Kemendagri, Kemendag, BMKG, Pemerinah Daerah, Bulog, BUMN dan lain-lain. Dengan banyaknya kementerian dan lembaga yang terkait dalam pengelolaan beras menunjukkan betapa kompleksnya masalah tata kelola beras, sehingga urusannya menjadi tidak mudah. Anehnya sistem perberasan nasional saat ini, juga membuat pemerintah tidak mampu mengendalikan 45 harga beras di pasar. Sawit (2006).

Hubungan ketersediaan pangan yang harganya terjangkau oleh masyarakat dengan banyaknya generasi muda yang terjun ke bidang pertanian ialah tentang produktivitas.

Petani usia lanjut yang mengusahakan lahan sempit secara tradisional jelas tidak mencapai skala ekonomis. Melalui upaya sinergi berbagai pihak, petani usia muda yang berusaha di bidang pertanian diberikan wawasan entrepreneurship. Pertaniannya dikelola bukan lagi subsisten, melainkan sebuah usaha yang dikelola melalui prinsip- prinsip manajemen dan berorientasi profit.

Produksi berkelajutan (sustainable) terjadi jika ada regenerasi petani. Petani yang sudah tua dan tidak mampu lagi bekerja seharusnya digantikan oleh generasi berikutnya yang muda, kuat dan mewarisi semua tacid knowledge yang telah dikuasai generasi sebelumnya. Tetapi fakta yang terjadi adalah minimnya regenerasi dalam keluarga petani. Hampir semua keluarga petani berharap anaknya akan berkarir di bidang lain di luar bidang pertanian seperti pegawai negeri, karyawan swasta dan sebagainya. Petani ingin anak-anaknya akan hidup lebih sejahtera dengan berkiprah di luar bidang pertanian. Jika kondisi ini terus terjadi lama kelamaan proses produksi tidak akan

(8)

berlanjut atau menurun. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris harus mengimpor berbagai produk pangan. Keluarga petani tidak hanya menjadi produsen beras, tetapi pada saat tertentu mereka juga menjadi konsumen beras. Apalagi kalau terjadi gagal panen akibat hama, pengaruh iklim, bencana alam dan sebagainya. Miharja (2017) mengatakan bahwa ketersediaan pangan secara nasional sangat ditentukan oleh SDM yang terlibat.

Beberapa hal penting yang dapat diambil ialah, untuk mewujudkan ketahanan pangan maka jumlah produksi komoditas pangan (khususnya beras) harus cukup sesuai permintaan ditambah cadangan sebagai stok pengaman. Jumlah produksi dipengaruhi oleh curahan tenaga kerja (petani). Untuk menjaga produksi yang berkelanjutan, maka regenerasi petani harus dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui pendidikan, menciptakan iklim investasi sektor pertanian dan membentuk komunitas kaum muda entrepreneur bidang pertanian. Harga pangan yang terjangkau menjadi persyaratan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Harga pangan yang mahal belum tentu akan mensejahterakan petani, karena petani tidak selamanya menjadi produsen, pada periode tertentu petani juga merupakan konsumen. Apalagi jika pangan yang beredar di pasar berasal dari impor. Pemerintah perlu hadir untuk mendorong kenaikan pendapatan petani sehingga kesejahteraannya juga naik.

Petani akan menikmati nilai tambah yang baik, jika produktivitas usaha taninya tinggi. Produktivitas tinggi artinya, nilai output besar sedangkan input rendah. Inilah konsep dasar untuk mesejahterakan petani, sehingga petani bergairah menjalankan usahanya dan generasi muda menjadi tertarik menjadi petani atau pengusaha tani. Baik ia berasal dari keluarga petani atau pun bukan. Tanpa regenerasi petani, maka dalam jangka panjang Indonesia akan semakin tergantung pada sumber impor, artinya ketahanan pangan kita rawan dan tidak berdaulat. Pengaruh keluarga terhadap minat bertani generasi muda sangat menentukan, oleh karena itu teori push and pull relevan digunakan untuk meningkatkan jumlah petani muda. Menciptakan iklim bisnis pertanian dengan imbal modal yang sepadan dan bersaing dengan profesi lain sehingga bertani itu menarik (pull), sementara pemerintah dann stake holder lain mendorong dengan menyediakan sarana dan prasarana serta membuat regulasi untuk kemudahan usaha pertanian sebagai sebuah entitas bisnis.

Kesimpulan

(9)

Salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan ialah dengan meningkatkan minat generasi muda untuk terjun ke bidang usaha pertanian khususnya tanaman padi yang memproduksi beras. Meningkatkan minat generasi muda untuk mau bertani adalah upaya seluruh komponen bangsa, terutama oleh pemerintah yang mempunyai otoritas membuat regulasi, kemudian para peneliti, perguruan tinggi dan pengusaha. Jika jumlah petani berusia muda meningkat, maka produksi padi akan meningkat pula dan ketahanan pangan dapat diwujudkan.

Daftar Pustaka

Timmer, P. (2005) Agriculture and Pro-Poor Growth: An Asian Perspective. Working Paper Number 62 of Center for Global Development.

Wiyono, S. (2015). Laporan Kajian Regenerasi Petani. Publikasi Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan.

Hendriadi, A. (2017). Enam Strategi Pemerintah Dalam Regenerasi Petani. Orasi Ilmiah, Dies Natalis Universitas Andalas Padang. Tersedia online pada lawam web: http://bkp.pertanian.go.id/blog/post/enam-strategi-kementerian- pertaniandalam-regenerasi-petani.(diakses 9 November 2022)

Dobermann, A and Nelson R. (2013). Solutions for Sustainable Agriculture and Food Systems. Technical report for the post-2015 development agenda.Publication of Sustainable Development Solution Network-2013.

Sanny, L. (2010). Analisis produksi beras di Indonesia. Binus Business Review. Vol.1 No.1 Mei 2010: 245-251

Sawit, M.H (2006). Indonesia dalam tatanan perubahan perdagangan beras dunia. Jurnal Pangan, Edisi 47 Vol 15 No. 2/ 2006

Miharja, S. (2012). Peningkatan Kemampuan Kewirausahaan di Kalangan Pemuda Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan. dalam: Nasionalisme Ktehanan Pangan dan Kemandirian Bangsa, Saptenno M.J. dan Haumahu, J.P. (editor). Pattimura Universityn Press. Hal 27-30

Referensi

Dokumen terkait

이에 필자는 첫째, 중국 전통 농업에 대한 강조, 둘째, 세계 농업사상 중국 고대 농업의 주도 지위 확보, 셋째, 고 대 농업구의 통합과 통일적다민족국가의 확립이라는 세 가지 측면을 서술의 특징으로 지적하였다.. 각국의 역사교과서는 한편으로는 자국민에게 민족의식의 고취와 국 가에 대한 자부심을 높이고, 애국심을 심어주는 기능을