MAKNA DAN BENTUK CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BAGI PT PLN (PERSERO)
Oleh:
Muchammad Asy’ari Mashbur Nasran Dosen Pembimbing:
Yeney Widya Prihatiningtias, DBA., Ak., CA.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan bentuk corporate social responsibility (CSR) bagi PT PLN (Persero) yang diberikan kepada Bank Sampah Malang. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dengan paradigma interpretif. Data diperoleh dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara kepada empat informan yang masing-masing dua informan berasal dari PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur dan Bank Sampah Malang. Penelitian ini menghasilkan satu makna CSR yaitu CSR sebagai kewajiban. Bentuk CSR yang ditemukan adalah pemberdayaan masyarakat serta pengembangan aset dan sistem Bank Sampah Malang.
Makna CSR sebagai kewajiban didasarkan pada adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan PLN melakukan CSR dalam bentuk pemberdayaan masyarakat serta pengembangan aset dan sistem Bank Sampah Malang.
Kata Kunci: Fenomenologi, Makna, Bentuk, Corporate Social Responsibility
THE MEANING AND FORM OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY FOR PT PLN (PERSRO)
By:
Muchammad Asy’ari Mashbur Nasran Supervisor:
Yeney Widya Prihatiningtias, DBA., Ak., CA.
ABSTRACT
This study aims to explore the meaning and form of corporate social responsibility (CSR) for PT PLN (Persero) that distributed to Malang Trash Bank (Bank Sampah Malang).
This study uses phenomenology as research method with interpretive paradigm. The data is obtained by observation, documentation, and interviews with four informants from PT PLN (Persero) East Java Distribution Area and Malang Trash Bank. This study has found one CSR meaning those are CSR as an obligation. The form of CSR found here is community development and the development of the assets and systems belongs to Malang Trash Bank. CSR as obligation is based on the existance of governement regulation that require PT PLN (Persero) to implement CSR in the form of community development and the development of the assets and systems belongs to Malang Trash Bank.
Keywords: Phenomenology, Meaning, Form, Corporate Social Responsibility
1. PENDAHULUAN
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu aspek penting dari etika bisnis di mana perusahaan memiliki kewajiban terhadap stakeholders (Amaeshi, Nnodim, & Osuji, 2013; Azheri, 2012;
Bertens, 2013; Carroll, 1979; Kartini, 2013). Pelaksanaan program CSR tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa aktivitas perusahaan sangat berpengaruh terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan seluruh stakeholders (Azheri, 2012; Bowen, 1953;
Carroll, 1979; Kartini, 2013; Munidewi, Sukoharsono, & Kamayanti, 2014; Sukoharsono, 2007).
Terlebih, Azheri (2012) menekankan kuatnya keterkaitan antara pelaksanaan CSR dan etika bisnis yang didasarkan pada beberapa teori. Pertama adalah pandangan utilitarianism concept yang dihasilkan oleh pemikiran Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873) yang menyatakan bahwa perusahaan diharuskan menyeimbangkan kerusakan sosial serta mengutamakan kebermanfaatan untuk seluruh stakeholders dalam membuat keputusan manajemen sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang dirasakan oleh stakeholders. Ukuran untuk menilai suatu tindakan adalah hasil atau konsekuensi dari tindakan tersebut (Nathanson, n.d.). Kedua, adalah pandangan deontological concept yang dihasilkan oleh pemikiran Immanuel Kant (1724-1804) (Alexander & Moore, 2007) (Triyuwono, 2006). Ketiga, adalah integrity concept atau virtue concept (Hadi, 2009). Keempat, adalah religion ethic concept (Triyuwono, 2006).
Hubungan akuntansi dan CSR juga didasarkan oleh perubahan kebutuhan stakeholders yang berharap perusahaan dapat memberikan manfaat lebih kepada berbagai lini masyarakat dan lingkungan. Stakeholders termasuk investor telah menyadari bahwa perusahaan perlu menginformasikan program CSR yang telah dilaksanakan kepada khalayak umum. Dalam hal ini, Gray & Bebbington (1993) menyatakannya dengan sangat jelas,
“The external reporting function is changing. One extreme (but not unrealistic) description of current corporate reporting practice is that the accountants look after the statutory accounts and the public relations looks after the rest. Environmental issues will not permit this hard delineation when the financial statements begin to reflect various aspects of the environmental costs, and the non-financial elements of the report need to be a great deal more substantive than self-congratulatory publicity material” (Rob Gray & Bebbington, 1993)
Sebagai tanggapan nyata atas isu CSR dan laporan keberlanjutan, pemerintah Indonesia telah memiliki beberapa peraturan yang menjadi landasan utama pelaksanaan CSR oleh perusahaan di dalam negeri. Peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan Peraturan Menteri Nomor PER/05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (Azheri, 2012) dan PP No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (Puspitasari &
Sukoharsono, 2014).
Dalam lingkup Indonesia, banyak perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah melaksanakan program CSR. Salah satu dari BUMN tersebut adalah PT PLN (Persero) yang bergerak di bidang listrik, gas, dan kokas. (PT PLN, 2014a). PT
PLN (Persero) telah banyak melakukan program CSR bagi masyarakat Indonesia.
Program CSR tersebut tertuang pada beberapa bentuk. Pertama adalah Program Kemitraan (PK). PK merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana yang berasal dari kegiatan BUMN. Kedua adalah Program Bina Lingkungan (PBL). PBL merupakan kegiatan pemberdayaan serta pemberian bantuan antara lain pembangunan sarana dan prasarana umum masyarakat pada lingkup operasional perusahaan (PT PLN, 2014b).
Dalam hal ini, peneliti berfokus menelaah serta mencari makna pada fenomena permberdayaan Bank Sampah Malang (BSM) yang merupakan salah satu program PBL yang dikelola oleh PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur. Pemberdayaan BSM merupakan salah satu bentuk CSR yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) sejak tahun 2011 yang berfokus di Kota Malang. (PT PLN, 2011, 2012, 2013, 2014b). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dan bentuk CSR berdasarkan pemahaman dan persepsi manajemen internal PLN dan pengelola Bank Sampah Malang. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada perkembangan ilmu akuntansi bidang akuntansi pertanggungjawaban sosial serta dapat menjadi salah satu refrensi atau bahan kajian bagi PLN dan BSM dalam mengelola program CSR.
2. METODE PENELITIAN 2.1 Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang membantu dan mengarahkan pandangan peneliti terhadap realita kehidupan sosial dan bagaimana peneliti memperlakukan ilmu atau teori (Burrel & Morgalm, 1979; Guba & Lincoln, 1994).
Dalam konteks akademik, paradigma dimaksudkan sebagai cara pandang peneliti dalam mengembangkan suatu pengetahuan. Cara pandang inilah yang akan menjadi seperangkat keyakinan atas riset yang sedang dilakukan (Burrel & Morgalm, 1979; Ludigdo, 2013).
Paradigma yang digunakan oleh peneliti dalam peneltian ini adalah paradigma interpretif. Burrel & Morgalm (1979) mengartikan paradigma interpretif adalah untuk memahami bentuk fundamental dari dunia sosial pada tingkat pengamatan sosial dan tingkat pengalaman subjektif seseorang yang bersifat nominalis, anti-postivis, voluntarisme dan ideografis. Paradigma interpretif melihat dunia sebagai akibat dari proses sosial yang diperankan oleh banyak individu. Para ahli dalam paradigma ini adalah Dilthey, Weber, Husserl, dan Schultz yang berlandaskan pada Teori Kant yang salah satu metode penelitiannya adalah fenomenologi (Burrel & Morgalm, 1979).
2.2 Kajian Ontologi dan Epistemologi dalam Fenomenologi
Fenomenologi mengharuskan peneliti untuk mengembalikan semuanya kepada benda- benda itu sendiri. Dalam artian, objek-objek penelitian harus memiliki kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan deskripsi fenomenologis berdasarkan pengalaman yang mereka alami untuk mencari hakikat kebenaran dari gejala-gejala yang diteliti. Hal tersebut demikian, Ludigdo (2013) menyatakan bahwa dimensi ontologis dari fenomenologi meliputi bagaiamana peneliti memandang realitas yang diteliti. Sementara realitas itu sendiri merupakan subyektif dan berganda sebagaimana objek penelitian menunjukkannya melalui tindakan, respon, dan perkataan.
Lebih lanjut Ludigdo (2013) menegaskan bahwa dimensi ontologi subyektifisme memiliki perbedaan signifikan dengan objektifisme. Dalam hal ini, peneliti menggunakan cara pandang ontologi subyektifisme yang mengharuskan peneliti memandang partisipan
sebagai bagian nyata dari fenomena yang sedang diteliti. Peneliti melakukan tindakan pendalaman untuk menentukan objek-objek dalam Bank Sampah Malang (BSM) dan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur. Penelti menuju objek tanpa membawa rancangan konsep, teori tertentu, dan standar khusus.
Asumsi epistemologi merupakan suatu aspek yang memandu peneliti memahami dunia sosial. Epistemologi berkaitan dengan 'bagaimana kita tahu apa yang kita tahu'. Hal ini mengacu pada pengetahuan dan gagasan bahwa pekerjaan penelitian adalah seharusnya membuat kontribusi terhadap pengetahuan itu sendiri Sebagaimana asumsi ontologi, epistemologi memiliki perbedaan antara dimensi objektif dan subyektif.
Dimensi objektif atau positivistik menegaskan bahwa realita sosial merupakan suatu keteraturan dan keterhubungan yang dapat dijelaskan dan diprediksi dengan angka.
Sementara itu, dimensi subyektif menegaskan bahwa sebenarnya realita sosial merupakan sesuatu yang relatif yang hanya dapat dipahami melalui individu-individu di dalamnya.
Realita sosial tidak memiliki hubungan sebab akibat yang dapat dengan mudah diprediksi dengan angka (Kafle, 2013). Kuswarno (2009) menjelaskan bahwa epistemologi fenomenologi mewajibkan peneliti menggunakan intusi sebagai media untuk mencapai suatu kebenaran.
2.3 Pengumpulan Data dan Informan Kunci
Terdapat beberapa langkah yang peneliti lakukan untuk menganalisis dan menemukan makna CSR pada Program Bina Lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur dan Bank Sampah Malang, yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi (Moleong, 2013). Peneliti menempatkan informan sesuai dengan kebutuhan penelitian dengan didasarkan pada jabatan atau posisi informan pada PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur dan Bank Sampah Malang. Sehingga, peneliti dapat memperlakukan informan sesuai dengan posisi dalam penelitian yang dilakukan. Berikut adalah rincian informan kunci.
Tabel 1. Rekapitulasi Informan
NO JABATAN INFORMAN NAMA INFORMAN
1 SPV PKBL PT PLN Dist. Jatim. Bpk. Aris Muhammad Noor 2 Junior Officer PKBL PT PLN Dist.
Jatim.
Bpk. Akhmad Rizki Khairullah 3 Direktur BSM & Kepala UPT
PSAL DKP Kota Malang
Bpk. Rahmat Hidayat 4 Ketua Divisi Operasional BSM Bpk. Teguh Sambodo Sumber: Diolah oleh peneliti
Keempat informan tersebut dipilih karena mereka memiliki keterkaitan langsung dengan pengelolaan program CSR. Bapak Aris Muhammad Noor dan Bapak Akhmad rizki Khairullah merupakan pegawai PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur yang bertanggungjawab atas pelaksanaan program CSR di wilayah Jawa Timur termasuk yang di dalamnya adalah program kerja sama dengan Bank Sampah Malang. Sementara itu, Bapak Rahmat Hidayat dan Bapak Teguh Sambodo merupakan pengelola Bank Sampah Malang yang menjabat sebagai direktur dan kepada divisi operasional Bank Sampah Malang. Dengan demikian, keempat informan tersebut menjadi subyek utama dalam
pengelolaan program kerja sama CSR yang sangat mengetahui tentang asal usul, tata kelola, rancangan, dan rincian program CSR tersebut.
2.4 Teknik Analisis Data
Peneliti menggunakan prosedur metode epoche untuk melakukan struktur analisis data dan pemaknaan dalam penelitian ini. Metode epoche merupakan prosedur yang dikembangkan oleh Husserl (1960) untuk mencapai kesadaraan yang terdalam dari suatu hal yang dalam hal ini adalah kesadaran informan terhadap program CSR yang dikelolanya. Epoche dimaksudkan agar peneliti menunda seluruh dugaan, asumsi, dan persepsi demi memunculkan esensi. (Husserl, 1960). Dalam hal ini, peneliti menggunakan method of transcendental reduction yang merupakan salah satu metode di dalam prosedur epoche. Maksud dari metode reduksi transendental ialah mengolah data yang kita sadari menjadi gejala yang transendental dalam kesadaran murni. Pola penelitian berdasarkan aliran pemikiran ini percaya dan mengharuskan peneliti untuk menangguhkan pendapat pribadi; untuk mencapai presentasi tunggal, penting dan deskriptif fenomena (Kafle, 2013).
Gambar 2 Struktur Unit Analisis Fenomenologi Transendental
Sumber: (Kuswarno, 2009)
Berdasarkan gambar tersebut, kita dapat melihat bahwa keempat unit analisis di dalam fenomenologi transendental ialah sangat berhubungan erat satu sama lain. Individu sengaja memperhatikan suatu objek dan objek tersebut langsung diterima oleh noema secara objektif dan kasat mata. Selanjutnya, individu memberikan makna kepada objek tersebut melalui intuisi sesuai dengan persepsinya masing-masing yang dalam hal ini persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh proses intersubjektif. Pada akhirnya, melalui seluruh proses tersebut, suatu individu dapat memaknai atau menemukan esensi dari suatu objek.
3. CSR DAN PT PLN (PERSERO): KEWAJIBAN MEMATUHI PERATURAN
3.1 Kewajiban: Bentuk Kepatuhan terhadap Hukum dan Tanggung Jawab atas Dampak yang Ditimbulkan
Bapak Aris Muhammad Noor, selaku Supervisor Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT PLN Distribusi Jawa Timur merupakan informan pertama yang dipilih oleh peneliti dalam proses pemaknaan CSR dalam Program Bina Lingkungan Bank Sampah Malang PT PLN (Persero). Informan kedua yang dipilih oleh peneliti
adalah Bapak Akhmad Rizki Khoirullah selaku Junior Officer Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT PLN Distribusi Jawa Timur.
Bapak Aris menuturkan bahwa CSR yang diberikan kepada Bank Sampah Malang merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh PT PLN (Persero):
“Kalau menurut saya ya, CSR itu yang pertama adalah suatu kewajiban bagi perusahaan. Karena perusahaan PLN itu berdiri atau menyebar, dampak sosialnya pun pasti akan memiliki pengaruh kepada masyarakat. Kepada masyarakat akan memiliki pengaruh dampak sosial. Dampak sosial itu, tentunya kita perlu ikut berpartisipasi untuk meningkatkan atau mengurangilah dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh dampak sosial tersebut. Di samping itu juga merupakan suatu kewajiban. Dan, dasar hukumnya sudah jelas, sudah ada.” (Bapak Aris Muhammad Noor)
Pernyataan Bapak Aris tersebut didasarkan oleh dua alasan utama. Pertama, CSR dipahami sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan karena PLN memiliki dampak sosial yang sangat besar terhadap masyarakat. Beliau sangat menyadari bahwa PLN memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia sehingga beliau menyatakan bahwa CSR merupakan suatu kewajiban. Beliau juga menambahkan:
“Mungkin di sini tidak begitu terasa (dampak sosial masyarakat), untuk tingkat distribusi tidak begitu terasa karena kita kan hanya kantor ini. Menurut saya gak masalah ya. Tapi untuk, di sisi lain, transmisi yang dibilang ada radisi elektromagnetik, mungkin pembangkitan suaranya bising.” (Bapak Aris Muhammad Noor)
Kedua, pernyataan Bapak Aris yang berbunyi “dasar hukumnya sudah jelas, sudah ada” menjelaskan bahwa PLN juga harus mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan kantor PLN pusat. Terdapat beberapa peraturan yang dimaksudkan oleh beliau yang harus dipatuhi dan dilaksanakan, yaitu: UU 40 tahun 2007, Pasal 74 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012, Permen No. PER-08/MBU/2013 tentang perubahan Permen No. PER-05/ MBU/2007, perubahan Permen No. PER-20/MBU/2012, perubahan Permen No. PER-05/MBU/2013 dan perubahan Permen No. PER-07/MBU/2013, Permen No.PER-07/MBU/2015, Program Kemitraan BUMN dan Program Bina Lingkungan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, pernyataan Bapak Aris tentang wajibnya PLN melaksanakan CSR tersebut senada dengan pernyataan Bapak Rizki:
“Kalau saya, secara individu, CSR itu ya tanggung jawab kita sebagai perusahaan. Ya kalau saya mewakili perusahaan ya. Tanggung jawab perusahaan untuk lingkungannya. Karena kan perusahaan sudah eksploitasi sumber dayanya, ekploitasi manusianya. Harus ada timbal balik terhadap kelanjutannya. Nah dari kita pemberian timbal balik itu, apakah dari masyarakat ada atau enggak, terserah. Yang penting kita sudah memberikan sesuatu sebagai bentuk karena telah mengeksploitasi sumber dayanya.” (Bapak Ahmad Rizki Khairullah)
Bapak Rizki juga menyatakan bahwa CSR merupakan suatu keharusan bagi PLN.
Namun dalam hal ini, pernyataan tersebut didasarkan pada alasan bahwa PLN telah mengeksploitasi banyak sumber daya manusia dan alam Indonesia. Mengingat jumlah
pegawai PLN pada akhir Desember 2014 sebanyak 48.068 orang. Produktivitas pegawai pada tahun 2014 mencapai 4.132 MWh/pegawai dan 1.196 pelanggan/pegawai (PT PLN (Persero), 2015), sehingga PLN diharuskan memberikan timbal balik kepada masyarakat dan lingkungan sekitar yang telah lama dieksploitasi oleh PLN. Hal ini diperjelas oleh beliau dengan menuturkan:
Penyataan Bapak Rizki mengindikasikan bahwa PLN wajib melakukan CSR karena PLN dililit oleh dua beban, beban hukum dan beban moral. Bila perusahaan tidak melakukan CSR, maka dia telah melanggar peraturan yang berlaku. Dan lagi, perusahaan juga menghadapi beban moral yang mana perusahaan diharuskan memberikan timbal balik kepada masyarakat.
Pada akhirnya, pandangan Bapak Aris dan Bapak Rizki yang memaknai CSR sebagai bentuk kepatuhan dan pemenuhan hukum merupakan suatu pandangan yang sangat dapat dibenarkan. Hal tersebut dikarenakan PLN berdiri dan beroperasi di suatu negara yang sepenuhnya diatur oleh undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemetintah.
Maka, tidak melaksanakan peraturan tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum yang sanksinya telah jelas diatur di dalam hukum yang berlaku di setiap negara.
3.2 Bentuk Pemberdayaan BSM dan Masyarakat dalam CSR PLN
Bapak Aris menjelaskan bahwa tujuan utama pelaksanaan CSR bagi Bank Sampah Malang adalah:
“Ada tujuan utamanya. Nah tujuan program, meningkatkan taraf hidup dan memperluas lapangan kerja guna, memposisikan perusahaan memiliki makna di masyarakat. Yang kedua, sebagai bentuk kepedulian, meningkatkan citra, dan mendukung keberadaan PLN sehingga masyarakat ikut memiliki. Kalau bahasa kasarnya, nah ini bidang programnya, pemberdayaan itu nanti akan menyentuh sarana umum, sarana ibadah, kelestarian alam, pengentasan kemiskinan, bencana alam, pendidikan, kesehatan.” (Bapak Aris Muhammad Noor)
Dalam perspektif yang sama, Bapak Rizki menyampaikan tujuan utama pelaksanaan Program Bina Lingkung bagi Bank Sampah Malang:
“Kalau untuk yang Bank Sampah Malang itu tujuannya ya satu, agar bisa mengkomunikasikan program-program PLN lebih cepat. Kan kita gak hanya satu channel. Misalnya channelnya media aja. Nah kita ada channel dari Bank Sampah langsung ngomong “Buk, ini ada program gini. PLN ada kenaikan tarif atau penurunan tarif”. Kita bisa langsung mengatakan ke sana. Mereka membantu sebagai corong komunikasi PLN ke masyarakat. Itu. Yang kedua itu, meningkatkan ekonomi masyarakat. Dengan adanya Bank Sampah, pertambahan pendapatan masyarakat kan bertambah walaupun gak terlalu signifikan ya. Paling enggak meningkatkan ekonomi keluarganya. Dari dulunya gak bisa nabung, sekarang pakek sampah aja cari di jalan, ambil ambil kan. Yang ketiga itu, membersihkan lingkungan” (Bapak Akhmad Rizki Khairullah)
Terdapat beberapa nilai yang mendasari pemberian CSR kepada BSM. Nilai-nilai inilah yang mendorong serta memotivasi pelaksanaan prgram CSR PLN bagi BSM.
Nilai-nilai ini secara detai dan gamblang dijelaskan oleh kedua informan dari PLN:
“Nilai-nilainya? Yang jelas dia mampu menyerap banyak pekerja. Artinya meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Kemudian Bank Sampah Malang itu induk ya? Akhirnya, mereka terus berkembang unitnya. Per RT juga ada unitnya.
Artinya, mungkin dulu gak ada jadi ada. Di situ, akhirnya juga menyerap, ya bukan menyerap tenaga kerja. Tapi intinya di situ ada pergerakan ekonomi, ada peningkatan ekonomi di masyarakat situ.” (Bapak Aris Muhammad Noor)
“Kalau nilainya ya, paling penting di dunia dari dulu ya nilai ekonomi mas. Nilai ekonominya apa sih kok naruk bank sampah? Meningkatkan pendapatan masyarakat.”
(Bapak Rizki Khairullah)
Pemaparan dari Bapak Aris dan Bapak Rizki di atas menjelaskan nilai-nilai dasar yang menjadi dasar pelaksanaan pemberian CSR untuk memberdayakan BSM dan masyarakat.
Nilai-nilai inilah yang dipegang teguh serta dipandang perlu untuk menjadi patokan utama dalam CSR PLN bagi BSM. Secara detail, nilai-nilai tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu nilai peningkatan ekonomi dan lapangan kerja, nilai kelestarian lingkungan, nilai kualitas kesehatan dan nilai tuntunan agama.
Selain itu, pemberdayaan masyarakat melalui pemberian program CSR kepada Bank Sampah Malang merupakan salah satu media untuk meningkatkan kinerja PT PLN (Persero) Distribusi Wilayah Jawa Timur. Peningkatan kinerja ini dirasakan dan diukur melalui beberapa indikator dan manfaat yang dirasakan oleh PLN.
Pertama, program CSR bagi BSM menjadi salah satu media branding PLN kepada masyarakat. Branding ini terbagi menjadi beberapa bentuk seperti penempatan logo PLN di segala aspek Bank Sampah Malang termasuk halaman website dan seragam BSM.
Kedua, CSR PLN bagi BSM dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk mengkomunikasikan program-program PLN. Ketika PLN telah melakukan engagement dengan BSM dan masyarakat sekitar, PLN dapat memanfaatkannya untuk menyampaikan berbagai macam informasi, kebijakan, program PLN kepada masyarakat. Dalam hal ini, Bapak Rizki menyebut BSM sebagai corong komunikasi program PLN. Maka, semakin banyak masyarakat yang terlibat di dalam BSM, maka semakin banyak pula corong komunikasi PLN.
Selain sebagai corong komunikasi, sampai saat ini PLN telah mengoptimalkan peran BSM sebagai media untuk meningkatkan kinerja PLN dengan mengimplementasikan
“Program bayar listrik dengan sampah”. Program ini dibentuk dengan skema BSM bertindak sebagai media penyaluran biaya listrik yang dibayarkan oleh nasabah.
Menariknya, nasabah hanya perlu membayar tagihan listrik tersebut dengan menyetorkan sampah kepada BSM. Maka secara tidak langsung, PLN dapat mengurangi tunggakan tagihan listrik yang sampai saat ini menjadi penyebab utama kerugian PLN.
4. BENTUK CSR BAGI SAMPAH MALANG: SEBUAH PENGEMBANGAN ASET DAN SISTEM
4.1 Pengembangan Aset dan Sistem Bank Sampah Malang
Pada awal pembangunan dan pendirian Bank Sampah Malang, berbagai macam kekurangan dan keterbatasan dalam berbagai aspek masih menyelimuti BSM. Kondisi inilah yang mengakibatkan BSM harus berusaha sekuat tenaga untuk tetap menajalankan misi kepeduilian akan kelestarian lingkungan. Berdasarkan kondisi tersebut, Bapak
Rahmat dan pengelola BSM lainnya beripikir keras untuk menemukan cara mengembangkan BSM dan memandirikan BSM. Beliau menyampaikan:
Sehingga diperlukan namanya CSR untuk membantu kemandirian dari BSM itu dengan peningkatan atau pengembangan infrastruktur atau sarana prasarana. Sehingga kebanyakan CSR PLN itu bukan untuk operasional, tetapi untuk pengembangan seperti kayak PickUp, Truck, timbangan, fasilitas pembangunan pemilahan, buku tabungan, komputer. Semua sarana pra sarana kebanyakan dari CSR. Karena apa?
Untuk meningkatkan kemandirian ini. (Bapak Rahmat Hidayat)
Berdasarkan penjelasan tersebut, beliau menegaskan bahwa bantaun CSR tidak akan pernah digunakan untuk kegiatan operasional yang berkaitan dengan penggajian karyawan atau perlengakapan kantor. Namun, dana tersebut dioptimalkan untuk pengembangan jangka panjang dalam bentuk bangunan, kendaraan, dan peralatan kantor.
Bentuk penggunaan dana CSR PLN juga dipaparkan dengan sangat rinci oleh beliau dengan harapan BSM dapat mencapai kemandiriannya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, Bapak Rahmat dan Bapak Teguh sangat sepakat bahwa CSR yang diberikan oleh PLN dan BSM merupakan bentuk pengembangan menuju kemandirian BSM. Harapannya adalah, BSM dapat memiliki independensi dalam aspek manajemen, aset, instruksi, dan pelaksanaan program berbasis kelestarian lingkungan.
Bentuk pengembangan dalam pandangan kedua informan tersebut berarti sebuah pengembangan komunitas atau lembaga kemasyarakatan (Community Development).
Maksud dari community development sendiri ialah sebuah program CSR yang memang dimaksudkan untuk membentuk kemandirian suatu komunitas atau lembaga. Tujuan akhirnya adalah objek dari community development sendiri dapat mencapai kemandirian serta menebar manfaat kepada banyak masyarakat.
4.2 Bentuk Komitmen Bersama Menuju Kemandirian BSM
Pengembangan kelembagaan BSM agar bisa mandiri sepenuhnya pasti tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Banyak aspek dan faktor yang harus dipenuhi dari aset tetap hingga sistem manajemen. Oleh sebab itu, pengembangan BSM harus dilakukan tahap demi tahap, perlahan namun pasti. Dalam hal ini, Bapak Teguh berkeyakinan bahwa bantuan CSR Program Bina Lingkungan PLN ini akan tetap berlanjut dalam waktu yang panjang.
Informan berpandangan bahwa pemutusan bantuan CSR bisa saja terjadi bila terjadi beberapa hal yang tidak diharapkan seperti penyalahgunaan dana. Namun, beliau meyakini bahwa hal tersebut tidak akan terjadi karena BSM memiliki dan menerapkan sistem keuangan dan manajemen yang transparan dan akuntabel di mana semua pihak dapat melihat dan memeriksanya.
Pengelola BSM berjanji untuk tetap berkomitmen menjaga kepercayaan yang diberikan oleh PLN melalui CSRnya. Bentuk komitmen ini ditunjukkan oleh BSM melalui beberapa hal. Pertama, BSM hanya menerima kerja sama CSR dari PLN. Hal ini disampaikan oleh kedua informan:
“Sebenarnya banyak yang mau masuk. Kalau dulu Pertamina terus Aqua. Itu mau masuk itu, Danone itu. Tapi kita kan gak boleh ada dua. Satu harusnya. Kita saling menjaga antara PLN dan Bank Sampah Malang kecuali kalau memang nanti, saya gak tau ya nanti ya kita gak mengharapkan seperti itu, jangan sampek PLN putus kerja
sama dengan kita terus CSRnya berhenti ya lain lagi. Tapi itu kayaknya gak mungkin.”(Bapak Teguh Sambodo)
Bapak Teguh menceritakan bahwa pernah suatu ketika ada perusahaan besar seperti Pertamina dan Danone mencoba masuk menjadi bagian dari BSM dengan memberikan bantuan CSR. Namun, beliau dengan tegas mengatakan bahwa komitmen BSM hanya bersama PLN. Oleh sebab itu, BSM menolak tawaran dari kedua perusahaan tersebut dan tetap menjaga kepercayaan PLN. Selain tidak menerima CSR selain dari PLN, beliau memaparkan bahwa seluruh pengurus dan pengelola BSM konsisten dalam bekerja dan mengelola bantuan dana CSR. Selain itu, program-program yang dilaksanakan oleh BSM terus berkembang dan bertambah lebih baik. Dampak positifnya sangat jelas, bertambah banyaknya jumlah masyarakat yang antusias dan peduli akan keberadaan BSM dan misinya. Komitmen tersebut tidak hanya dilakukan oleh BSM. PLN juga selalu menjaga komitmennya untuk membantu dan mengembangkan BSM.
5. FENOMENOLOGI DAN CSR SEBAGAI KEWAJIBAN: IMPLIKASI TERHADAP AKUNTANSI
5.1 CSR dan Implikasi Akuntansi
Pelaksanaan CSR Program Bina Lingkungan yang diberikan oleh PLN kepada Bank Sampah Malang memiliki keterkaitan dan berdampak secara langsung terhadap akuntansi PLN dan Bank Sampah Malang. Pengaruh tersebut dirasakan langsung pada kebijakan pengakuan, pencatatan, perlakuan, dan pelaporan akuntansi di kedua entitas. Hal tersebut dikarenakan dana CSR yang dikelola merupakan proses konsumsi aset PLN yang diberikan kepada Bank Sampah Malang.
Tabel 5.1 Implikasi Akuntansi
PT PLN (Persero) Bank Sampah Malang Motivasi Dasar
Proprietary Theory Proprietary Theory Pengukuran
Permen BUMN: 4% dari laba bersih setelah pajak
Sesuai jumlah yang diberikan oleh PLN
Pengakuan Beban, atau
Pos yang mengurangi saldo laba
Modal, atau Aset Pelaporan
Laporan keberlanjutan Laporan pertanggungjawaban kepada PLN
Sumber: Diolah oleh peneliti
Berdasarkan Tabel 5.1, setelah disesuaikan dengan praktik yang terjadi di lapangan, motivasi PLN dan Bank Sampah Malang dalam mengelola dana CSR masih sebatas Proprietary Theory. Motivasi yang didasarkan pada teori ini masih membatasi seluruh tujuan pengelolaan dana CSR adalah untuk pihak yang memberikan dana. Pemberi dana tersebut bagi PLN adalah pemegang saham dan bagi BSM adalah PLN.
Konsep pengukuran jumlah nominal dana CSR didasarkan pada Peraturan Menteri BUMN bagi PLN, dan bagi Bank Sampah Malang adalah sesuai dengan jumlah yang diberikan oleh PLN. Sementara untuk untuk pengakuannya sendiri, meskipun kedua belah pihak masih belum melakukannya, PLN dapat mengakui pengeluaran dana untuk CSR tersebut sebagai beban atau pos yang mengurangi jumlah saldo laba PLN. Di lain sisi, BSM dapat mengakuinya sebagai modal atau aset.
Berkaitan dengan teknik pelaporan pengelolaan dana CSR, kedua entitas tersebut telah mencoba melaporkan pengelolaan dana CSR tersebut. PLN melaporkannya melalui laporan keberlanjutan. Sementara itu, Bank Sampah Malang melaporkan pengelolaannya langsung kepada PLN. Namun sayangnya, laporan yang dibuat oleh kedua belah pihak masih belum dipaparkan secara detail terkait pengelolaan dana CSR. Dan lagi, Bank Sampah Malang masih belum membuat laporan pengelolaan dana yang dapat diakses oleh publik. Pelaporan pengelolaan dana CSR kepada publik tersebut didasarkan pada prinsip transparansi. Prinsip ini mengharuskan adanya keterbukaan pengeloaan dan realisasi anggararan suatu program. Harapannya adalah publik dapat turut andil mengawasi dan berkontribusi pada penerapan akuntabilitas PLN dan Bank Sampah Malang.
6. KESIMPULAN
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perusahaan. CSR merupakan suatu konsep yang menekankan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap stakeholders. CSR memiliki hubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mempertimbangkan segala dampak positif dan negatif yang dimungkinkan dapat terjadi dan memengaruhi tatanan sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, CSR adalah salah satu represntasi dari kinerja perusahaan itu sendiri.
CSR PT PLN (Persero) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan merupakan salah satu program CSR utama PLN. Sebagian CSR tersebut melalui Program Bina Lingkungan disalurkan kepada Bank Sampah Malang. Dalam hal ini, CSR tersebut merupakan represntasi dari PLN kepada masyarakat khususnya yang berkecimpung di dalam BSM.
Pada penelitian ini, peneliti mencoba menguak bagaimana pihak PLN memaknai dan memaparkan bentuk CSR Program Bina Lingkungan yang telah disalurkan sejak tahun 2011 kepada Bank Sampah Malang. Berdasarkan hasil analisis dan reduksi, maka terdapat satu makna yang terkuak di dalamnya, yaitu CSR sebagai bentuk kewajiban dan direalisasikan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat serta pengemban aset dan sistem Bank Sampah Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, L., & Moore, M. (2007). Deontological Ethics. Retrieved January 1, 2015, from http://plato.stanford.edu/entries/ethics-deontological/
Amaeshi, K., Nnodim, P., & Osuji, O. (2013). Corporate Social Responsibility, Entrepreneurship, and Innovation. New York: Routledge.
Azheri, B. (2012). Corporate Social Responsibility dari Voluntary Menjadi Mandatory.
Jakarta: Rajawali Pers.
Bertens, K. (2013). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bowen, H. R. (1953). Social Responsibility of the Businessmen. Iowa City: University of Iowa Press.
Burrel, G., & Morgalm, G. (1979). Sociological Paradigms and Organisational Analysis Elements of the Sociology of Corporate Life. Burlington: Ashgate Publishing Company.
Carroll, A. B. (1979). A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance. The Academy of Management Review, 17.
Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (1994). Competing Paradigms in Qualitative Research.
Handbook of Qualitative Research. Sage: Thousand Oaks, CA.
Hadi, N. (2009). Social Responsibility: Kajian Theoretical Framework, dan Perannya dalam Riset di Bidang Akuntansi. AKSES: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 4(8), 88–
109.
Kafle, N. P. (2013). Hermeneutic Phenomenological Research Method Simplified. Bodhi:
An Interdisciplinary Journal, 5(1), 181–200. http://doi.org/10.3126/bodhi.v5i1.8053 Kartini, D. (2013). Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep Sustainability
Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Kuswarno, E. (2009). Fenomenologi: Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung:
Widya Padjadjaran.
Ludigdo, U. (2013). Asumsi Dasar Paradigma Interpretif. Malang: Disampaikan pada Accounting Research Training Series ke-4 tanggal 26-27 Juni 2013 di Pascasarjana Akuntansi FEB Universitas Brawijaya.
Moleong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Munidewi, I. B., Sukoharsono, E. G., & Kamayanti, A. (2014). Development of Sustainability Reporting: Case Study in PT Timah (Persero) Tbk. International Journal of Research in Commerce, Economics, & Management, 4(7).
Nathanson, S. (n.d.). Act and Rule Utilitarianism. Retrieved January 1, 2015, from http://www.iep.utm.edu/util-a-r/
Sukoharsono, E. G. (2007). Green Accounting in Indonesia: Accountability and Environmental Issues. The International Journal of Accounting and Business Society, 15(1), 21–60.
Triyuwono, I. (2006). Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.