78
MAKNA MOTIF RAGAM HIAS PADA RUMAH TRADISIONAL ACEH DI MUSEUM ACEH
Siti Maulin1*, Cut Zuriana1, Lindawati1
1Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala
*Email: stmaulin@gmail.com ABSTRAK
Penelitian yang berjudul, Makna Motif Ragam Hias pada Rumah Tradisional Aceh di Museum Aceh, penelitian ini mengangkat masalah tentang bagaimana makna motif ragam hias pada bagian luar rumah tradisional Aceh di Museum Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna motif ragam hias pada bagian luar rumah tradisional Aceh di Museum Aceh. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan semiotika dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah Nurdin. AR selaku tokoh adat dan sejarah serta merupakan staff di MAA (Majelis Adat Aceh) yang memahami bagian dari berbagai macam bentuk motif pada rumah tradisional Aceh di Museum Aceh.
Objek dalam penelitian ini adalah rumah tradisional Aceh yang ada di Museum Aceh.
Teknik Pengumpulan data digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik semiotik sintaktik, semantik dan pragmatik. Hasil analisis data menggunakan teori semiotik sintaktik tersebut menunjukan bahwa, makna motif ragam hias pada rumah tradisional Aceh di Museum Aceh yaitu, Motif Bungong Seumanga (Adat & Keharuman), Bungong Seuleupok (Kesuburuan), Bungong Geulima (Kesuburan), Bungong Meulu (Adat & Kesuburan), Bungong Sagoe (Keindahan), Bungong Kalimah (Azimat & Penyangkal), Awan-awan (Keindahan), Awan sitangke (Keindahan), Bungong Tabue (Pluralisme), Puta Taloe (Penjaga), Bungong Lampu Gantung (Keindahan), Tapak catoe (Sosial), Bungong Kala (Keindahan), Bungong Mata uroe (Keindahan), Bungong Ayu-ayu (Keindahan), dan Bungong Apeng (Kesuburan). Untuk mengetahui makna dari motif tersebut maka analisis selanjutnya menggunakan teori semiotik semantik, dimana setiap motif dimaknai dengan dua cara yaitu makna secara denotasi dan makna secara konotasi.
Analisis makna motif selanjutnya menggunakan teori semiotik pragmatik yaitu menjelaskan hubungan antara tanda dengan penggunanya.
Kata kunci: makna, motif, ragam hias, rumah tradisional Aceh
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Salah satu budaya yang kerap bersama masyarakat saat ini adalah bangunan yang dijadikan tempat hunian yaitu rumah adat tradisional. Rumah tradisional merupakan salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku atau masyarakat. Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan mempunyai arti yang sangat penting dalam perspektif sejarah, warisan, dan kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban.
Rumah tradisional di Indonesia memiliki bentuk struktur, arsitektur dan ragam motif hias masing-masing daerah dengan budaya adat lokal. Salah satunya yaitu pada
79
rumah tradisional Aceh. Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut Rumoh Aceh. Bentuknya seragam, yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat.
Konon, letak yang memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Dari segi ukiran, dan motif ragam hiasnya rumah tradisional Aceh di tiap-tiap Kabupaten di Provinsi Aceh tidaklah sama. Masing-masing mempunyai ragam ukiran yang berbeda, serta penerapan dan makna yang berbeda pula, salah satu rumah tradisonal Aceh yang masih bisa dilihat bentuk motif ragam hiasnya adalah Rumoh Aceh yang terdapat pada Museum Aceh. Maka hal inilah yang membuat penulis berkeinginan untuk meneliti makna motif ragam hias yang ada pada rumah tradisional Aceh di Museum Aceh saat ini.
Rumah tradisional Aceh di Museum Aceh saat ini masih berdiri kokoh dan sengaja dipertahankan dan dilestarikan sebagai simbol budaya daerah setempat.
Namun seiring perkembangan zaman, maka terjadi pula perubahan kebutuhan bangunan manusia di zaman yang baru ini. Rumah tradisional Aceh pun mengalami beberapa perubahan. Kebutuhan manusia yang berubah menyebabkan terjadinya perubahan pada kebutuhan bangunan yang kurang sesuai dengan kebutuhan sebelumnya, maka tidak jarang perubahan tersebut tidak lagi memperhatikan nilai filosofi dan nilai budaya pada struktur bangunan dan ornamen yang terdapat pada rumah tradisional Aceh tersebut yang seharusnya diperhatikan.
Terutama pada bentuk motif ragam hias rumah tradisional Aceh, bentuk motif tersebut merupakan suatu tanda atau simbol yang dapat mengekspresikan tujuan atau makna yang ingin disampaikan oleh penciptanya terhadap suatu objek tertentu dan hal ini mencakup luas seperti untuk kepentingan sejarah kehidupan kebudayaan masyarakat Aceh sendiri. Untuk menganalisis makna dari sebuah tanda atau motif, maka kita perlu mempelajari ilmu tentang tanda atau yang disebut dengan teori semiotik. Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda dan produksi makna. Kita tidak perlu menggunakan semua konsep yang mereka pergunakan namun kita dapat mengambil sejumlah istilah tersebut dan mempergunakannya dengan baik dalam memahami tanda-tanda. Motif pada rumah tradisional Aceh merupakan bentuk sebuah tanda dimana setiap motifnya terdapat makna tertentu. Sebagai salah satu acuan masyarakat atau simbol budaya yang masih dilestarikan di Museum Aceh, maka menyebabkan perlu dikaji kembali mengenai makna motif ragam hias pada Rumah Tradisional Aceh di Musem Aceh.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang dikaji peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Sugiyono (2011:9) mengemukakan “metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, sedangkan untuk meneliti pada objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara triangulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif kualitatif, dan hasil penelitian lebih
80
menekankan makna dari pada generalisasi”. Penggunaan metode ini dapat menjelaskan tentang makna motif raham hias pada rumah tradisional Aceh di Museum Aceh dengan sebenar-benarnya, dan data tersebut diperoleh dari pedoman atau instrumen-intrumen yang telah dibuat sehingga mendapat data yang akurat tentang makna motif ragam hias pada rumah tradisional Aceh. Adapun jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Ghony (2012:34) mengemukakan
“Deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menjelaskan sesuatu seperti apa adanya secara mendalam. Data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka”. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian jenis deskriptif ini data yang akan diperoleh dilapangan atau pun melalui interview narasumber merupakan sesuatu yang seperti apa adanya atau yang sebenar- benarnya.
Moleong (2010:123) mengatakan “Subjek penelitian adalah sebagai pusat informasi, yang artinya subjek tersebut dimanfaatkan untuk memberikan informasi dengan situasi dan kondisi dalam penelitian”. maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini dibutuhkan seseorang yang dapat memberikan berbagai macam informasi yang erat kaitannya dengan makna motif ragam hias pada rumah tradisional Aceh. Maka subjek dalam penelitian ini adalah tokoh adat MAA (Majelis Adat Aceh) dan ahli sejarahwan yaitu Nurdin A.R, juga beberapa staff yang bekerja pada Museum Aceh. Moleong (2010:35) mengatakan “Objek penelitian merupakan hal yang menjadi titik perhatian berupa substansi atau materi yang diteliti”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah sebuah rumah tradisional Aceh yang ada di Museum Aceh.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian makna motif ragam hias pada rumah tradisional Aceh di Museum Aceh adalah: Nasution (Sugiyono, 2016:64) “Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi”.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis untuk memperoleh data yang selanjutnya akan diproses untuk kebutuhan peneliti selanjutnya. Menurut Sugiyono (2016:72) “Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”. Maka dapat disimpulkan bahwa hal yang digali oleh peneliti dari hasil wawancara adalah makna motif ragam hias pada bagian luar rumah tradisonal Aceh di Museum Aceh. Sudaryono (2017:219) mengemukakan bahwa “Dokumentasi adalah diajukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data melalui dokumentasi yaitu berupa kamera yang berfungsi untuk mengambil gambar dari bentuk motif ragam hias yang terdapat pada rumah tradisional Aceh
81
Sudaryono (2017:219) mengemukakan bahwa “Dokumentasi adalah diajukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian”. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data melalui dokumentasi yaitu berupa kamera yang berfungsi untuk mengambil gambar dari bentuk motif ragam hias yang terdapat pada rumah tradisional Aceh
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini mendeskripsikan data-data tentang makna dari motif ragam hias pada bagian luar rumah tradisional Aceh di Museum Aceh
Tabel 1. Analisis Sintaktik Makna Motif Ragam Hias pada Bagian Luar Rumah Tradisional Aceh di Museum Aceh
No Gambar Motif Gambar Motif Nama
Motif
Simbol 1.
Warna:
1. Putih 2. Kuning 3. Merah Penempatan:
di langit-langit Tulak Angen
Bungong Seumanga
Bungong Seumanga
Bungong Seuleupok
Adat istiadat
Adat istiadat
Keindahan dan
kesuburan
82
Bungong Geulima
Keindahan dan
Kesuburan
2.
Warna:
1. Putih 2. Merah 3. Kuning Penempatan:
di bagian Kindang
Bungong Apeng
Bungong Seuleupok
Bungong Sagoe
Bungong Lampu Gantung
Awan- awan
Keindahan dan
kesuburan
Keindahan dan
Kesuburan
Keindahan
Keindahan
Kebesaran Allah SWT
83 3.
Warna:
1. Kuning 2. Merah 3. Putih Penempatan:
di bagian Kindang
Bungong Seumanga
Bungong Seuleupok
Bungong Meulu
Awan- awan
Bungong Seuleupok
Adat istiadat
Keindahan dan
Kesuburan
Keharuman dan
kesucian
Kebesaran Allah SWT
Keindahan dan
kesuburan
84 4.
Warna:
1. Putih 2. Kuning Penempatan:
di bagian Kindang
Bungong Lampu Gantung
Bungong Sagoe
Bungong Sagoe
Awan- awan
Bungong Ayu-ayu
Keindahan
Keindahan
Kebesaran Allah SWT
Keindahan
Keindahan
5.
Warna:
1. Puith
Bungong Meulu
Keharuman dan
kesucian
85 2. Kuning
3. Merah Penempatan:
di bagian Kindang
Bungong Apeng
Keindahan dan
Kesuburan
6.
Warna:
1. Kuning 2. Merah Penempatan:
di langit-langit Tulak Angen
Bungong Kala
Bungong Mata Uroe
Keindahan dan
kesuburan
Keindahan dan
Kesuburan
7. Bungong
Kalimah
Azimat dan Penangkal
86 Warna:
1. Kuning 2. Merah 3. Putih Penempatan:
di bagian Tulak Angen
Tapak Catoe
Bungong Ayu-ayu
Bungong Tabue
Rambu- rambu kehidupan
Keindahan
Plurarisme
8.
Warna:
1. Kuning Penempatan:
di bagian Tulak Angen
Awan Meucanek
Bungong Seuleupok
Puta Taloe
Kebesaran Allah SWT
Keindahan dan
kesuburan
Penjaga dan ikatan silaturrahmi
87 9.
Warna:
1. Merah 2. Putih 3. Kuning 4. Hijau Penempatan:
di bagian Tulak Angen
Bungong Tabue
Plurarisme
Tabel 2 Analisis Semantik Makna Motif Ragam Hias pada bagian luar Rumah Tradisional Aceh di Museum Aceh
No Nama Motif
Makna Denotasi Makna Konotasi 1 Bungong
Seumanga
Bungong Seumanga adalah kata Bungong Seumanga berasal dari Bahasa Aceh atau yang sering disebut Bungong Seulanga yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Kenanga. Motif Bungong Seumanga memiliki bentuk yang simetris. Pada Rumoh Aceh motif ini memiliki bermacam warna yaitu kuning dan merah. Motif Bungong Seumanga akan mudah dikenali dengan bentuknya yang memiliki empat kelopak yang melengkung berbentuk oval dan saling terhubung.
Bungong Seumanga ini yaitu dilambangkan sebagai simbol wanita Aceh yang lemah lembut. Selain dikenal dengan keindahan dan keharumannya namun terdapat juga gambaran sebuah cerita masyarakat Aceh karena Bungong Seulanga adalah bunga berwarna hijau yang sering diuntai pada bagian penutup sanggul pengantin wanita Aceh. Bunga kenanga juga menjadi simbol keharmonisan pernikahan adat Aceh di mana keberadaan Bungong Seulanga pada sunting Aceh adalah bentuk kemewahan wanita Aceh.
Seulanga juga digunakan pada
88
acara pernikahan sebagai pelengkap sirih junjung atau sirih hias yang sering disebut Ranup Seulaseh atau Ranub Meuh di Aceh. Seulanga adalah bunga kebanggaan masyarakat Aceh dimana Seulanga tidak akan lepas dari kebudayaan masyarakat Aceh. Warna merah yang terdapat pada motif Seumanga melambangkan kekuatan dan keberanian masyarakat Aceh, dan warna kuning melambangkan keagungan dan kekayaan masyarakat Aceh.
2 Bungong Seuleupok
Bungong Seuleupok adalah kata Bungong Seuleupok berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah bunga teratai 4 kelopak. Motif Bungong Seuleupok merupakan motif flora yang sering dipakai oleh masyarakat Aceh. Bentuk nya simetris. Motif Bungong Seuleupok berwarna merah dan kuning. Motif ini sangat mudah di kenali dengan empat kelopak yang mana masing-masing kelopak nya berbentuk seperti segitiga yang saling terhubung.
Menurut narasumber dalam penelitian ini yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa makna konotasi dalam motif ini adalah Bungong Seuleupok merupakan simbol dari keindahan dan kesuburan, hal tersebut dikarenakan Bungong Seuleupok sendiri merupakan bunga yang tumbuh subur di tanah Aceh. Motif Bungong Seuleupok berwarna merah, warna merah melambangkan keberanian dan kekuatan masyarakat Aceh dan warna kuning melambangkan keagungan dan kekayaan masyarakat Aceh.
3 Bungong Geulima
Bungong Geulima adalah kata Bungong Geulima berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Pomade, yang berarti bunga dari buah Pomade. Bentuk motif ini simetris. Motif Bungong Geulima pada Rumoh Aceh hanya berwarna merah. Motif ini sangat mudah di kenali dengan
Bungong Geulima yaitu sebagai lambang keindahan dan kesuburan, bunga tersebut akan berganti menjadi buah pomade yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Aceh karena dipercaya sangat baik bagi kesehatan dan sering pula menjadi obat obatan herbal.
Makna dari warna merah adalah lambang dari keberanian dan kekuatan masyarakat Aceh.
89 bentuk seperti tunas, dan memiliki lekukan pada sisi kiri dan kanan seperti daun.
4 Bungong Apeng
Bungong Apeng adalah kata Bungong Apeng atau
masyarakat juga
menyebutnya Bungong Lapeng berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan adalah bunga sawah. Motif Bungong Apeng memiliki bentuk yang simetris. Motif Bungong Apeng akan mudah dikenali dengan bentuknya yang memiliki empat kelopak dimana masing-masing kelopak nya memiliki lekukan dibagian tengah kelopak dan saling terhubung. Pada Rumoh Aceh motif ini memiliki dua warna yaitu putih dan kuning.
Bungong Apeng ini yaitu dilambangkan sebagai simbol keindahan dan kesuburan tanah Aceh. Data yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa warna putih bagi masyarakat Aceh melambangkan simbol kesucian, dan warna melambangkan kekayaan dan keagungan masyarakat Aceh.
5 Bungong Sagoe
Bungong Sagoe adalah kata Bungong Sagoe berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah bunga segi atau bunga sudut. Motif Bungong Sagoe muncul dari kreatifitas dan imajinatif masyarakat Aceh, motif ini dimodifikasi dari motif awan-awan sehingga terbentuklah motif baru yang diberi nama motif bungong sagoe ini, motif ini umumnya diletakan pada bagian-bagian sudut rumah tradisional Aceh. Bentuk nya asimetris, dan motif ini terpisah dari motif lain (berdiri sendiri) tidak digabung dengan motif motif yang lainnya. Motif Bungong Sagoe pada Rumoh Aceh berwarna kuning, dan putih. Motif ini akan mudah
Bungong Sagoe bagi masyarakat aceh adalah hanya sebagai simbol keindahan saja dan sebagai bentuk kreatifitas masyarakat Aceh dalam menciptakan ragam bentuk motif yang ada. Data yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa makna dari warna kuning yang adalah sebagai lambang keagungan dan kekayaan dan warna putih melambangkan kesucian masyarakat Aceh.
90 dikenali bentuknya karena hampir terlihat seperti sayap burung.
6 Bungong Lampu Gantung
Bungong Lampu Gantung adalah kata bungong lampu gantung artinya bunga lampu gantung. Motif ini muncul dari kreatifitas dan imajinatif masyarakat Aceh, yaitu hasil penggabungan motif Bungong Awan-awan dengan motif Bungong Geulima sehingga terbentuklah motif Bungong Lampu Gantung.
Motif ini umumnya diletakan di bagian bawah papan kindang pada rumah tradisional Aceh. Bentuk nya simetris, dan motif bungong lampu gantung terdapat beberapa warna yaitu kuning, merah, dan putih.
Bungong lampu gantung bagi masyarakat Aceh adalah sebagai lambang keindahan saja dan sebagai bentuk kreatifitas masyarakat Aceh dalam menciptakan ragam bentuk motif yang ada. Makna warna kuning pada motif ini adalah sebagai lambang keagungan dan kekayaan masyarakat aceh.
Warna putih melambangkan kesucian dan warna merah melambangkan kekuatan dan keberanian masyarakat Aceh.
7 Awan- awan
Awan-awan adalah Awan- awan di artikan sebagai Awan-awan, yaitu motif yang di ambil dari alam, sama halnya seperti motif bulan dan bintang yang di ambil dari alam, bentuk motif Bungong Awan-awan ini menyerupai awan dan hampir menyerupai seperti gelombang, pola bentuknya asimetris, dan pada motif yang terdapat di Rumoh Aceh motif ini sudah digabungkan dengan bentuk-bentuk lainnya. Warna yang dipakai pada motif ini beragam yaitu warna merah, kuning, putih, dan hijau.
Bungong Awan-awan tidak terlalu khusus dikarenakan motif ini terinspirasi dari alam.
Data yang yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyatakan bahwa Bagi motif awan-awan ini menggambarkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Dan kita sebagai hamba nya patut untuk selalu mengingat dan bersyukur kepada Nya. Warna merah melambangkan keberanian dan kekuatan, warna kuning dilambangkan sebagai keagungan dan kekayaan, putih dilambangkan sebagai kesucian, dan hijau dilambangkan dengan kesuburan dan kemakmuran.
8 Bungong Meulu
Bungong Meulu adalah kata Bungong Meulu berasal dari Bahasa Aceh yang di artikan
Bungong Meulu adalah motif Bungong Meulu dilambangkan sebagai keindahan dan
91 dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Melati (Jasminum officilane) Bunga ini tidak hanya terdapat di daerah Aceh, tetapi juga di daerah lain yang ada di Indonesia, hanya saja namanya yang berbeda-beda disetiap daerah. Dari setiap motif bungong meulu memiliki berbagai macam desain tergantung dari daerah mana motif tersebut didesain.
Motif Bungong meulu memiliki bentuk yang simetris dan motif ini berwarna putih. Bungong Meulu memiliki 4 kelopak.
kesucian bumi Aceh, motif ini juga bermakna sebagai bentuk kesuburan, keharuman, serta kesucian masyarakat Aceh, selain warna nya yang putih bersih melambangkan suci tetapi masyarakat Aceh juga sering menggunakan Bungong Meulu ini untuk keperluan adat masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh juga menggunakan Bungong Meulu ini saat adat manoe pucok (dalam adat pernikahan) atau mandi suci, dan bunga melati ini sering digunakan sebagai hiasan sunting wanita aceh pada adat pernikahan.
9 Bungong Ayu-ayu
Bungong Ayu-ayu adalah kata Bungong Ayu-ayu berasal dari Bahasa Aceh dan memiliki makna yang sama dalam bahasa Indonesia.
Motif ini memiliki bentuk yang simetris. Bentuk motif ini awal nya merupakan bentuk motif Pucok Reubong, pengrajin rumah Aceh memodifikasinya dengan cara memutar balik posisinya kebawah, bentuk motif asli bagian atasnya menjadi bagian bawah dan bagian bawah menjadi bagian atas, sehingga di sebutlah motif Bungong Ayu-ayu. Warna yang terdapat pada motif ini yaitu warna merah dan kuning
Bungong Ayu-ayu adalah sebagai lambang keindahan serta sebagai salah satu bentuk kreatifitas masyarakat Aceh.
Makna dari warna merah yaitu melambangkan keberanian dan kekuatan, warna kuning pada motif tersebut melambangkan kekayaan dan keagungan masyarakat Aceh.
10 Bungong Kala
Bungong Kala adalah kata Bungong Kala berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Kecombrang, kantan, atau honje (Etlingera
Bungong Kala adalah dilambangkan sebagai keindahan dan Kesuburan tanah Aceh. Warna kuning memiliki makna bagi masyarakat Aceh
92 elatior) adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna dimana bunga, buah, dan bijinya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Nama lainnya adalah kincung (Medan).
Motif Bungong Kala memiliki bentuk yang asimetris. Pada Motif rumah tradisional Aceh motif ini memiliki bentuk dengan 3 kelopak yang berpola seperti bentuk segitiga. Warna yang digunakan pada bunga ini adalah warna kuning.
yaitu melambangkan
keagungan masyarakat Aceh.
11 Bungong Mata Uroe
Bungong Mata uroe adalah kata Bungong Mata uroe berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Matahari. Motif Bungong Matauroe memiliki bentuk yang asimetris. Pada rumah tradisional Aceh motif ini memiliki bentuk yang persis seperti bunga matahari dengan memiliki kelopak yang mekar dan banyak, terdapat pula kelopak bagian dalam dan luar. Warna yang digunakan pada bungong mata uroe ini beragam yaitu warna merah, kuning, putih.
Bungong Mata uroe adalah dilambangkan sebagai keindahan dan Kesuburan tanah
Aceh. Warna merah
melambangkan keberanian dan kekuatan, warna kuning melambangkan keagungan masyarakat Aceh, dan warna putih melambangkan kesucian masyarakat Aceh.
12 Bungong Kalimah
Bungong Kalimah adalah kata Bungong Kalimah berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Kaligrafi.
Motif Bungong Kalimah memiliki bentuk yang asimetris. Tulisan Kaligrafi yang ada pada rumah tradisional Aceh di Museum
Bungong Kalimah adalah Masyarakat Aceh adalah kelompok atau suku yang dikenal Taat terhadap ajaran Agama Islam. Tak hanya tulisan Allah dan Muhammad yang sering dipajang atau di ukir oleh masyarakat Aceh, namun juga seperti nama-nama Aulia tujuh, seperti yang terdapat pada
93 Aceh ini merupakan Kaligrafi yang berisikan 7
nama-nama aulia.
Dibeberapa daerah juga terdapat bentuk kaligrafi seperti ini dan terdapat pula beberapa bentuk kaligrafi yang berisikan shalawat nabi dan lain nya. Motif Bungong kalimah ini memiliki pola yang berbentuk segitiga, dan di dalam segitiga tersebut terdapat lagi motif-motif lain seperti Bungong Tabue.
Warna pada motif Bungong Kalimah ini adalah warna merah .
bagian Tulak Angen di rumah tradisional Aceh. Hal ini dipercaya oleh masyarakat Aceh sebagai pelindung mereka dan tempat tinggal dari segala marabahaya baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat (ghaib). Warna merah yang terdapat pada kaligrafi tersebut diberi makna sebagai lambang kekuatan dan keberanian.
13 Tapak Catoe
Tapak Catoe adalah kata Tapak Catoe berasal dari bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Tapak Catur. Motif ini memiliki bentuk yang simetris., garis tegak horizontal dan vertikal saling terhubung dan membentuk kotak-kotak seperti bentuk silang yang terhubung sehingga terbentuk lah seperti papan catur, warna pada motif ini beragam yaitu kuning, merah, dan putih.
Tapak Catur adalah kehidupan ini merupakan sebuah teka teki, banyak cara, banyak pilihan, maka masyarakat Aceh di didik agar lebih cerdik dalam mengambil langkah, dan dilarang untuk menyerah dalam segala hal apapun, karena mereka yakin bahwa tidak ada yang mustahil dalam hidup jika kita yakin dan berusaha untuk mencapainya.
14 Bungong Tabue
Bungong Tabue adalah kata Bungong Tabue berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Tabur. Motif bungong tabue terdapat pada bagian tulak angen dan bagian atas jendela pada rumah tradisioanal Aceh.
Dalam motif ini terdapat bermacam bentuk seperti bentuk kelopak bunga, daun, garis-garis, titik, segitiga dan
Bungong Tabue adalah dilambangkan dengan Kehidupan ini Plurarisme, kehidupan adalah sebuah pilihan, dunia seseorang diibaratkan seperti taman yang di tabur bermacam macam bunga, maka pilihlah salah satu bunga yang kita butuhkan dan kita sukai, kita di minta untuk memantapkan pilihan, contoh dalam hal mencari pekerjaan, jodoh dan lain lain. Data yang
94 sebagainya. Motif tersebut di ukir hingga tembus agar udara bisa masuk melalui motif tersebut. Warna yang terdapat pada motif ini adalah warna kuning.
didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa warna kuning melambangkan keagungan dan kekayaan masyarakat Aceh.
15 Awan Sitangke
Awan Sitangke adalah kata Awan Sitangke berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu Awan setangkai. motif ini di ambil dari jenis motif bentuk alam, sama halnya seperti motif bulan dan bintang yang di ambil dari alam, bentuk motif awan sitangke ini menyerupai seperti bentuk gelombang, namun motif ini sedikit berbeda dengan motif awan-awan, motif ini menunjukkan bentuk awan seperti bertangkai. Pola bentuknya asimetris. Warna yang dipakai pada motif ini yaitu warna kuning
Awan sitangke yaitu tidak terlalu khusus dikarenakan motif ini terinspirasi dari alam.
Bagi masyarakat aceh motif ini menggambarkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT dan kita sebagai hamba nya patut untuk selalu mengingat dan bersyukur kepada Nya. Warna kuning merupakan lambang keagungan masyarakat Aceh.
16 Puta Taloe Puta Taloe adalah kata Puta Taloe berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah putar tali. Motif ini diambil dari jenis motif geometris,
masyarakat Aceh
menciptakan motif ini terinspirasi dari tali tambang.
Tali putar/tali tambang berperan penting bagi masyarakat Aceh sendiri, sering digunakan masyarakat Aceh dalam berbagai macam kegiatan sosial, pangan, dan sebagai salah satu alat pengikat pada rumah tradisional Aceh. Bentuk motif nya yaitu bentuk tali yang dililitkan bersamaan.
Motif ini digabungkan
Puta Taloe dilambangkan sebagai penjaga, ini terbukti p ada atap rumah aceh yang memakai daun rumbia yang diikat oleh tali yang menjadi motif Puta Taloe tersebut, hal tersebut berfungsi apabila terjadi kebakaran dibagian atap, maka masyarakat aceh hanya tinggal memotong atau melepas ikatan tali tersebut agar bagian atap yang terbakar bisa diturunkan atau dijatuhkan, hal tersebut dilakukan agar api tidak merambat kebagian lainnya maka dengan demikian rumah tidak mudah terbakar.
Selain dilambangkan sebagai penjaga, juga dilambangkan sebagai kekuatan, dimana tali
tersebut mengikat,
95 dengan beberapa motif lainnya dan motif ini berwarna kuning.
menyambungkan, menjaga, dan menyatukan segala sesuatu nya dengan kuat, sama halnya kekuatan sosial masyarakat Aceh menjaga kebudayaannya.
Warna kuning melambangkan keagungan masyarakat Aceh.
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap makna motif ragam hias pada bagian luar rumah tradisional Aceh di Museum Aceh maka dapat disimpulkan bahwa rumah tradisional Aceh di Museum Aceh memiliki motif-motif yang beragam, motif-motif tersebut adalah: motif Bungong Seumanga maknanya dilambangkan sebagai simbol wanita Aceh yang lemah lembut. Bungong Seuleupok, Bungong Geulima, dan Bungong Apeng maknanya dilambangkan sebagai keindahan dan kesuburan tanah Aceh. Bungong Sagoe maknanya dilambangkan sebagai keindahan saja. Bungong Lampu Gantung maknanya dilambangkan sebagai keindahan saja. Awan-awan maknanya dilambangkan sebagai kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Bungong Meulu maknanya dilambangkan sebagai keindahan bumi Aceh. Bungong Ayu-ayu maknanya dilambangkan sebagai keindahan saja. Bungong Kala dan Bungong Mata Uroe maknanya dilambangkan sebagai keindahan dan kesuburan tanah Aceh.
Bungong Kalimah maknanya dilambangkan sebagai pelindung dari segala marabahaya. Tapak Catoe maknanya dilambangkan sebagai bentuk masyarakat Aceh yang pantang menyerah. Bungong Tabue maknanya dilambangkan sebagai bentuk plurarisme. Awan Sitangke maknanya dilambangkan sebagai kekuasaan dan kebesaran Allah SWT dan Puta Taloe maknanya dilambangkan sebagai penjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Said, 2004. Toraja Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional, Penerbit: Ombak, Jogyakarta
Ali, Muhammad. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Amani Badruzzaman. 2010 Kumpulan Motif Aceh. Povinsi Aceh: Majelis Adat Aceh (MAA) Dharsono. 2007. Estetika Seni Rupa Nusantara. Penerbit ISI Press Surakarta.
Ghony Djunaidi. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: AR Ruzz Media Kamaril, Cut. 2002. Pendidikan Seni Rupa/Kerajinan Tangan. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional.
Kemal Fasya, Teuku. 2006. Kata dan Luka Kebudayaan. Medan: USU Press Moeleong, L.J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Pilliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat Realitas Kebudayaan
Menjelang Milenium ketiga dan Matinya Posmodernisme. Bandung: Penerbit Mizan
Pilliang, Yasraf Amir. 1999. Hiper-Realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKis Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika. Bandung: CV Pustaka Setia Soedarsono. 1990. Tinjauan Seni. Yogyakarta: Saku Dayar Sana Sudaryono. 2017. Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Pers
96
Sugiyono. 2017 Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tinarbuko, Sumbo. 2008. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra Sutrisno, Mudji. 2003. Kisi-Kisi Estetika cet-5. Yogyakarta: Kanisius
Takari, Muhammad.2005. Studi Banding antara Tangga Nada Pentatonik dan Diatonik Studia Kultura: Jurnal Ilmiah Ilmu Budaya. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Umar, Razali. 1978. Makna Tanda dan Simbol. Bandung. PT.Rosdakarya
Van, Zoest Aart. 1996. Interprestasi dan Semiotika, Serba-serbi Semiotika. Jakarta:
Gramedia