• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUSIA DAN FITRAH PERKEMBANGANNYA

N/A
N/A
SAFITRIANA BEY

Academic year: 2023

Membagikan "MANUSIA DAN FITRAH PERKEMBANGANNYA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Manusia dan Fitrah Perkembangannya

Tugas Kelompok 8 Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam Transdisipliner Semester I Tahun Akademik 2020/2021

Disusun Oleh :

1. Safitriana Bey (200401012) 2. Abdul Azis Thalib (200401030)

Dosen Pembina Mata Kuliah:

Dr. Ismail DP, M.Pd Dr. Muhajir Abd. Rahman, M.Pd.I

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON

2 0 2 1

(2)

ii KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, rizki dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Adapun penyusunan makalah ini bertujuan sebagai bahan presentasi makalah di Program studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Ambon.

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyadari masih ada kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang masih sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama, serta bernilai ibadah dihadapan Allah SWT. Amin Yaa Rabbal „Alamiin.

Penyusun

Kelompok 8

(3)

iii DAFTAR ISI

COVER ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penulisan ... 4 BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Manusia Menurut Alqur‟an ... 5 B. Hakikat Fitrah Manusia ... 7 C. Pengembangan Fitrah Manusia ... 13 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pendekatan filsafat pendidikan Islam, manusia merupakan kajian yang paling menarik, karena pribadinya yang unik dan hakikat manusia sulit dimengerti bahkan oleh manusia itu sendiri. Manusia merupakan karya Allah SWT yang terbesar. Dia satu-satunya makhluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan dan menjadi sejarah.1

Manusia merupakan makhluk yang sangat istimewa, karena manusia dikaruniai akal sebagai keistimewaannya dibandingkan dengan dengan makhluk- makhluk yang lain. Manusia merupakan makhluk yang mulia dari semua makhluk yang ada di alam bumi ini. Allah yang memberikan manusia dengan berbagai keutamaan dengan ciri khas yang membedakan makhluk satu dengan makhluk yang lainnya. Dalam pandangan Islam menyatakan bahwa kemampuan dasar dan keunggulan manusia dapat dibandingkan dengan makhluk lainnya yang disebut dengan fitrah, kata “Fitrah” yang dalam pengertian etimologi mengandung arti

“kejadian”.2

Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini tidaklah untuk disia- siakan begitu saja, dalam arti manusia diciptakan dengan tujuan yang pasti oleh penciptanya. Dia memberikan petunjuk kepada manusia berupa kitab suci melalui para nabi dan utusan-Nya supaya menjadi pedoman dan petunjuk bagi jalan hidupnya. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi :

















1 Kusairi. 2008. Pengembangan Fitrah Manusia dalam Pandangan Pendidikan Islam;

Skripsi. Jurusan Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas islam Negeri Malang, hlm. 19.

2 Mualimin. 2017. Konsep Fitrah Manusia dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam. Al- Tadzkiyyah : Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8, No. II : Universitas Negeri Lampung.

(5)

2 Terjemahannya : “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;

petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”3 (Q.S. Al-Baqarah : 2)

Demikian juga Allah menganugerahkan kepada manusia akal pikiran sebagai potensi dasarnya alat untuk memperoleh petunjuk dari-Nya dan mengajarkannya ilmu pengetahuan melalui proses pengajaran sebagaimana pengajaran terhadap nabi Adam a.s, seperti dikutip dalam Al-Qur‟an :

































Terjemahannya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda- benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: „Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar‟.”4 (Q.S Al- Baqarah : 31)

Allah SWT tidaklah menciptakan manusia melainkan hanyalah untuk beribadah serta menyembah kepada Allah semata. Selain manusia diciptakan Allah menjadi hamba-Nya, dan menjadi penguasa (khalifah) di muka bumi. Allah SWT telah menetapkan bahwasannya manusia adalah makhluk yang Allah ciptakan paling sempurna. Atas kesempurnaan inilah Allah SWT ketika pertama kali menciptakan Nabi Adam sebagai manusia pertama, Allah pun memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam. Para malaikat pun akhirnya bersujud kepada Adam kecuali iblis yang tidak mau sujud kepada Adam.

Keberadaan manusia dimulai dari kelemahannya dan ketidakmampuan yang kemudian bergerak menjadi arah kekuatan. Manusia dapat dengan leluasa

3 Kementrian Agama RI, al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Hadits Sahih, (Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 2010), hlm. 2.

4 Kementrian Agama RI, al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya…,hlm. 6.

(6)

3 memanfaatkan rahmat dan karunia yang dilimpahkan Allah SWT kepada dirinya, namun manusia harus terus menunaikan kewajiban kepada Tuhannya. Martabat manusia disisi Tuhannya tidaklah diukur dari seberapa tinggi pangkat dan jabatannya, nasabnya, maupun kekayaannya. Namun di sisi Allah yang diukur adalah ketaqwaannya. Manusia dalam perspektif Islam akan tetap dilahirkan dalam keadaan fithrah, yaitu suci, bersih, bebas dari segala dosa, dan memiliki kecenderungan dapat menerima agama, iman, dan tauhid. Manusia menjadi lebih baik atau buruknya adalah akibat faktor pendidikan dan lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.5

Pandangan Islam secara global menyatakan bahwa fitrah merupakan kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya telah memiliki agama bawaan secara alamiah yakni agama tauhid. Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga dengan, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya. Hal ini menjadikan eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang sempurna.

Penciptaan manusia dalam keadaan fitrah juga dibekali beberapa potensi yakni potensi yang ada dalam jasmani dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa asupan positif saja, karena dalarn diri manusia tercipta satu potensi yang diberi nama nafsu. Nafsu inilah yang sering membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi.

Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk mencapai fitrah tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian manusia jika dilihat dari pandangan Islam ? 2. Bagaimana hakikat fitrah manusia ?

3. Bagaimana upaya pergembangan fitrah manusia ?

5 Pransiska, T. (2016). Konsepsi Fitrah Manusia Dalam Perspektif Islam Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam Kontemporer. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 17(1), hlm. 1–7.

(7)

4 C. Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan pengertian manusia menurut Al-Qur‟an.

2. Untuk mengetahui hakikat fitrah manusia.

3. Menjelaskan upaya pergembangan fitrah manusia.

(8)

5 BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Manusia menurut Alqur’an

Dalam Alqur‟an manusia disebut dengan berbagai nama diantaranya: al- Basyr, al- Insan, an- Nas, dan konsep Bani Adam yang dalam hal ini sebagai penolakan terhadap teori Darwin tentang evolusi bahwa manusia adalah keturunan dari kera. Adapun pemahaman tentang peran manusia sangat erat kaitannya dengan sebutan yang disandangnya antara lain.6

1. Konsep Al- Basyr

Berdasarkan konsep Al-Basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis yang lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia sangat terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis yang lain seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan untuk mencapai tingkat kematangan serta kedewasaan. Manusia memerlukan makan, minum dengan kreteria yang halal serta bergizi.

Seperti pada QS An-Nahl, ayat; 69:

ِكِّبَر َلُبُس يِكُل ۡسٱَف ِت ََٰرَوَّثلٱ ِّلُك يِه يِلُك َّنُث لُلُذ

ُجُر ۡخَي ا يِه اَهًِىُطُب باَرَش

فِلَت ۡخُّه ۥُهًُ ََٰىۡلَأ

ِهيِف ءٓاَفِش ِساٌَّلِّل َّىِإ

يِف َكِل ََٰذ ةَيٓ َلَ

م ۡىَقِّل َىوُرَّكَفَتَي

Terjemahannya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah- buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”7

Selain manusia butuh akan makan dan minum yang bertujuan untuk hidup.

manusia juga butuh akan pasangan hidup melalui jalur pernikahan untuk menjaga dan melanjutkan proses keturunannya

6 Mualimin. Op. Cit, hlm. 3

7 Kementrian Agama RI, al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya…, hlm. 274.

(9)

6 2. Konsep Al- Insan

Al-Insan terbentuk dari akar kata Nasiya, Nisyu yang berati lupa, dari kata Insu Terjemahannya senang, jinak, harmonis, dan ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti “pergerakan atau dinamisme”. Merujuk pada asal kata al-Insan dapat kita pahami bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki potensi yang positif dalam tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental spiritual. Di samping itu, manusia juga diberikan dengan jumlah potensi lain, yang berpeluang untuk mendorong dirinya ke arah tindakan, sikap, serta prilaku yang negatif dan merugikan.8

3. Konsep An- Nas

Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur‟an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal “berinteraksi” Hal ini dijelaskan dalam al-qur‟an surat Al- Hujurat ayat 13:











































Terjemahannya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa

8 Jalaludin. Teologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hlm.

(10)

7 diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”9

4. Konsep Bani Adam

Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-Qur‟an Menurut al-Gharib al-Ishfahany, Bani berarti keturunan dari darah daging yang dilahirkan.10

B. Hakikat Fitrah Manusia 1. Pengertian Fitrah

Secara lughatan (etimologi) berasal dari kosa kata bahasa Arab yakni fa-tha- ra yang berarti “kejadian”, oleh karena kata fitrah itu berasal dari kata kerja yang berarti menjadikan. Pada pengertian lain interpretasi fitrah secara etimologis berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansya‟a yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansy‟a digunakan dalam Al-Qur‟an untuk menunjukkan pengertian mencipta, menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Dalam Kamus al Munjid diterangkan bahwa makna harfiah dari fitrah adalah al Ibtida‟u wa al ikhtira‟u, yakni al shifat allati yattashifu biha kullu maujudin fi awwali zamani khalqihi. Makna lain adalah shifatu al insani al thabi‟iyah. Lain daripada itu ada yang bermakna al dinu wa al sunnah.11

Pengertian sederhana secara terminologi menurut pandangan Arifin; fitrah mengandung potensi pada kemampuan berpikir manusia di mana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya, dalam memahami agama Allah secara damai di dunia ini. Quraish Shihab mengungkapkan dalam Tafsir al Misbah-nya, bahwa fitrah merupakan “menciptakan sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya”. Dengan mengikut sertakan pandangan

9 Kementrian Agama RI, al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya…, hlm. 517.

10 Jalaludin. Teologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hlm.

11Guntur Cahaya Kesumar, (2013) Konsep Fitrah Manusia Perspektif Pendidikan Islam.

Jurnal Ijtimaiyya, Program Pascasarjana IAIN Raden Intan; Vol. 6, No. II.

(11)

8 Quraish Shihab tersebut berarti fitrah sebagai unsur, sistem dan tata kerja yang diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya, inilah yang disebut oleh beliau dengan arti asal kejadian, atau bawaan sejak lahir.12

Ungkapan senada mengenai pengertian fitrah juga dilontarkan oleh Arifin yakni secara keseluruhan dalam pandangan Islam mengatakan bahwa kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan fitrah. Ada yang mengemukakan bahwa fitrah merupakan kenyakinan tentang ke-Esaan Allah swt, yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan. Maka manusia sejak lahirnya telah memiliki agama bawaan secara alamiah, yaitu agama tauhid.

Istilah fitrah dapat dipandang dalam dua sisi. Dari sisi bahasa, maka makna fitrah adalah suatu kecenderungan bawaan alamiah manusia. Dan dari sisi agama kata fitrah bermakna keyakinan agama, yakni bahwa manusia sejak lahirnya telah memiliki fitrah beragama tauhid, yaitu mengesakan Tuhan.13

Al-Qur‟an menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya dengan makhluk lain. Al-Qur‟an juga menyebutkan sebagian pola dan model umum kepribadian yang banyak terdapat pada semua masyarakat. Allah berfirman dalam al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 78:

































Terjemahannya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.14

12 Ibid,.

13 Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,1989), hlm.

14 Kementrian Agama RI, al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya…, hlm. 275.

(12)

9 Pada dasarnya, menurut tabiat dan bentuk kejadiannya, manusia diberi bekal kebaikan dan keburukan, serta petunjuk dan kesesatan. Ia mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan. Kemampuan ini secara potensial telah ada pada diri manusia. Melalui bimbingan-bimbingan dan berbagai faktor lain, bekal tersebut dibangkitkan dan dibentuk. Ia adalah ciptaan yang fitri, makhluk yang tabi‟i dan misteri yang diilhamkan15. Hal ini diperjelas oleh sebuah hadits Nabi SAW:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak menghasilkan binatang ternak yang lain apakah kamu lihat ada kelahiran anak yang rompang hidup?.”16

Bila kita lihat pada beberapa ayat al-Qur‟an, hadits, keterangan para ulama maupun para mufassir, hampir semuanya menguatkan pendapat yang menyatakan adanya fitrah yang telah dibawa manusia sejak lahir. Eksistensi fitrah ini akan terus mengalami perkembangan hingga dewasa.

Olehnya itu, Menurut Armai bila interpretasi lebih luas konsep fitrah dimaksud bisa berarti bermacam-macam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefenisikan, diantara arti-artinya yang dimaksud adalah:

a. Fitrah berarti “thuhr” (suci), b. Fitrah berarti “Islam”,

c. Fitrah berarti “Tauhid” (mengakui ke-Esaan Allah), d. Fitrah berarti “Ikhlash” (murni),

e. Fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran,

f. fitrah berarti “al-Gharizah” (insting),

15 Syarifah Ismail. 2013. Tinjauan Filosofis Pengembangan Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam: Fakultas Tarbiyah Institut Studi Islam Darussalam Gontor. Jurnal Online (https://core.ac.uk/download/pdf/235572967.pdf), diakses pada 13 Januari 2021.

16 Shahih Imam Bukhari, dalam kitab al-Janaiz, hadits. 1296, lalu bandingkan dengan, Shahih Imam Muslim, dalam kitab al-qadr,hadits. 4803, Shahih Imam Abu Dawud, dalam kitab Al-Sunnah, hadits. 4091

(13)

10 g. Fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah,

h. fitrah berarti ketetapan atas manusia, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.17

2. Macam-macam Fitrah

Selain potensi beragama, manusia juga memiliki potensi-potensi lain yang sangat beragam dan berbeda-beda tingkatannya. Ia juga mempengaruhi perkembangan fisik, psikis, dan fitrah keagamaannya. Hal ini karena, jika ditilik dari struktur penciptaannnya, manusia terdiri dari dua unsur; jasmani atau raga dan rohani atau jiwa. Masing-masing memiliki potensi dan daya.

Jasmani mempunyai daya fisik seperti mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium, dan daya gerak. Sedangkan rohani yang dalam al-Qur‟an disebut sebagai al-Nafs memiliki dua daya, yakni daya pikir yang disebut dengan akal yang berpusat di kepala, dan daya rasa yang berpusat di kalbu atau hati.18

Dalam pandangan Islam, perkembangan manusia haruslah dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling memiliki keterikatan. Ini mengandung arti bahwa setiap perkembangan, baik itu perkembangan fisik, mental, sosial, emosional tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang kuat.19

Berbicara mengenai potensi manusia yang melekat sejak awal proses penciptaannya dalam al-Qur‟an, sering disebutkan dalam beberapa ayat dengan istilah Qalb, Fuad, Hawa, Nafs, Ruh, dan „Aql.20 Manusia dengan bentuk ciptaannya memiliki format khusus. Ia juga memiliki pengetahuan- pengetahuan serta kecenderungan-kecenderungan khusus yang muncul dari dalam wujudnya, bukan dari luar fisik. Kecenderungan yang berada dalam diri

17 Abdul Mujib. Fitrah & Kepribadian Islam, Sebuah Pendekatan Psikologis (Jakarta:

Darul Falah, 1999), hlm. 49.

18 Syarifah Ismail. Op. Cit, hlm. 3

19 Imam Hanafi. 2018. Perkembangan Manusia dalam Tinjauan Psikologi dan Alquran: IQ (Ilmu Al-qur‟an): Jurnal Pendidikan Islam Volume 1 No. 01 2018, p. 84-99 ISSN: 2338-4131 (Print) 2715-4793 (Online) https://doi.org/10.37542/iq.v1i01.7diakses pada 14 Januari 2021

20 Syarifah Ismail. Op. Cit, hlm. 6

(14)

11 manusia itu sebagian berhubungan dengan bersifat hewani, dan sebagian lagi bersifat manusiawi. Fitrah Ilahi manusia hanya bertalian dengan kecenderungan kelompok kedua (kecenderungan manusiawi), dan tidak berhubungan sama sekali dengan insting kebinatangan mereka, seperti insting seksualitas. Kecenderungan-kecenderungan inilah yang menjadi factor pembeda dan sekaligus menjadi kelebihan manusia dari binatang.

Olehnya itu beberapa ulama dan cendekiaan mengemukakan pendapatnya tentang macam-macam fitrah21, diantaranya:

a. Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi (fitrah), yaitu:

1) Daya Intelektual (quwwat al-„aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk.

Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng- Esakan Tuhannya.

2) Daya Ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.

3) Daya Defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya.

Namun demikian diantara ketiga potensi tersebut, di samping agama, potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan teraktualisasikannya seluruh potensi yang ada secara maksimal, sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam kitab dan ajaran-ajaranNya. Penginkaran dan pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimilikinya itulah yang akan menyebabkannya melakukan perbuatan amoral.

21 Samsul Nizar. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Pratama, 2001), hal 42-44 dan 76.

(15)

12 b. Ada juga pendapat Ibn Taimiyah yang dikutip Nurchalis Majdid yang

membagi fitrah manusia kepada dua bentuk yaitu:

1) Fitrah Al-Gharizat, merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya semenjak ia lahir. Potensi tersebut antara lain nafsu, akal, hati nurani yang dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan.

2) Fitrah Al-Munaazalat merupakan potensi luar manusia. Adapun wujud dari fitrah ini yaitu wahyu Allah yang diturunkan untuk membimbing dan mengarahkan fitrat al-gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif.

c. Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrah manusia ada beberpa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:

1) Potensi Jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki.

2) Potensi Akliyahnya, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu kesimpulan dari sejumlah premis.

3) Potensi Rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih, bahagia, tenteram, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil kesimpulan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari: Potensi agama, potensi akal yang mencangkup spiritual, potensi fisik atau jasadiah, potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.

(16)

13 C. Pengembangan Fitrah Manusia

Manusia diciptakan Allah selain menjadi hamba-Nya, juga menjadi khalifah di muka bumi. Selaku hamba dan khalifah, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat ditumbuh kembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya di dunia. Pendidikan merupakan sarana yang menentukan sampai di mana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai.

Anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah dapat saja berubah ke arah yang tidak diharapkan, adalah orang tua yang memikul tanggung jawab agar hidup anak itu tidak menyimpang dari garis yang lurus ini. Menurut Abd al- Rahman al-Bani yang dikutip an-Nahlawi menyatakan tugas pendidikan Islam menjaga dan memelihara fitrah peserta didik, mengembangkan dan mempersiapkan segala potensi yang dimiliki, dan mengarahkan fitrah dan potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan, serta merealisasikan program tersebut secara bertahap.22

Pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak terfokus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lewat institusi sosial keagamaan yang ada.

Sementara itu Ahmadi mendefinisikan Pendidikan Islam sebagai “Usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan (religiousity), subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam”. Ahmadi menekankan kepada proses pengembangan potensi fitrah manusia untuk selalu melaksanakan ajaran-ajaran Islam, yang diawali dengan pemberian pengetahuan, pengertian dan pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam.23

22 Mualimin. Op. Cit, hlm. 15

23 Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 29.

(17)

14 Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional kita yaitu untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana tertuang dalam Undang- Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ber-taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”.24

Dengan demikian, agar fitrah manusia selalu bersesuaian dengan ad-din al-Islami, mencapai derajat tertinggi; nafsul muthmainnah yang berpotensi mengendalikan piranti negatif eksternal, maka diperlukan upaya-upaya dalam bentuk jihad. Salah satu wujud jihad itu adalah hadirnya pendidikan Islam yang efektif dan fungsional. Selain itu, kebajikan bawaan aktif dalam fitrah perlu diawali sejak dini dengan didikan orang tua. Untuk mendukung hal ini, kajian-kajian psycho physic manusia seperti psycho analisis, psikologi kognitif, kajian belajar sosial, etologi, ekologi, eklektis, dan humanistic transpersonal tetap diperlukan dalam kajian pengembangan fitrah manusia sebagai abdi dan khalifah Allah. Sehingga, kajian tentang fitrah manusia menjadi antropologi humanisme yang theosentris dimana tetap mengedepankan keagungan Allah sebagai Fathir namun telaahnya terpusat pada sisi manusia, jelas promovendusnya.

Olehnya itu pendidikan yang diberikan memberikan dampak dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yang mampu membawa manusia kembali kepada fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi ini sesuai dengan aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu manusia yang mempunyai sifat amanah, sifat peduli dengan masyarakat, mempunyai pengetahuan untuk memberi jasa dalam menanggulangi kesengsaraan, serta bersifat

24 Lihat, UU Sisdiknas, (Qanon Publishing, 2004), Cet. II, hlm. 78.

(18)

15 amar ma‟ruf nahi munkar.25

Untuk menciptakan SDM yang baik diperlukan kesadaran yang tinggi dari semua pihak seperti cendikiawan, pemerintah, dan semua potensi yang memungkinkan untuk dapat mengubah SDM itu.

Salah satu anjuran dalam al-Qur‟an adalah menafkahkan sebagian harta mereka terhadap sesama muslim yang membutuhkan demi peningkatan dan pemenuhan biaya pendidikan bagi yang membutuhkan. Selain itu umat Islam juga harus bersatu dan memiliki kepedulian kepada bangsa dan agama, juga harus bekerja keras dan terbuka dalam menghadapi tantangan dari pihak sesama muslim maupun dari luar. Unsur-unsur yang dapat membentuk SDM Islam yang berkualitas adalah26:

1. Jiwa yang terdiri dari roh, kalbu, dan nafsu yang berorientasi pada pembentukan jiwa manusia yang memakmurkan agama Islam yang berdasar pada nilai-nilai ilahiyah yang tersirat dan tersurat dalam al-Qur‟an.

2. Akal (nalar) yang menekankan pada sejauh mana manusia itu mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Tubuh yang terdiri dari syaraf, pembuluh darah, tulang belulang, kepala, dan leher, badan (dalam arti lambung, hati, empedu dan lain-lain), tangan dan kaki dengan segala komponennya yang membutuhkan gizi yang cukup serta olah raga yang teratur. Hal inilah nantinya menjadi pokok dalam proses belajar mengajar serta lingkungan yang mempengaruhi sehingga SDM itu mampu menghasilkan umat yang professional.

Dari ketiga unsur pokok SDM tersebut, ada hal lain yang cukup berpengaruh yaitu kondisi lingkungan keluarga dan masyarakat yang kondusif sehingga SDM yang berkualitas akan muncul dan generasi umat manusia semakin lama semakin berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.

25 Tim Perumus Fakultas UMJ Jakarta, al-Islam dan Iptek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 162.

(19)

16 BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Pada beberapa ayat al Qur‟an, Hadits, maupun keterangan para ulama da para mufassir, hampir semuanya memperkuatkan adanya fitrah yang telah dibawa sejak lahir. Hanya saja eksistensi fitrah ini akan lain ketika lahir dan berkembang hingga dewasa.

Manusia menjadi baik atau buruknya adalah akibat factor pendidikan dan lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.

Individu dalam pandangan konsep fitrah yakni Islam memandang bahwa manusia memiliki daya untuk berkembang dan siap pula untuk dikembangkan. Akan tetapi tidak berati individu tersebut dapat diperlakukan sebagai manusia pasif, melainkan memiliki kemampuan dan keaktifan yang mampu membuat dilihat dan penilaian, menerima, menolak atau menentukan alternatif- laternatif yang lebih sesuai dengan pilihannya sebagai perwujudan dari adanya kehendak dan kemauan bebasnya.

Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan sebagai salah satu sarana yang dapat menumbuh-kembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia sesuai dengan fitrah penciptaannya. Belajar yang dimaksud dengan tidak terfokus yakni melalui pendidikan disekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan diluar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lewat institusi sosial keagamaan yang ada. Sehingga pada gilirannya, mampu berperan dan dapat mendatangkan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan.

(20)

17 DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hanafi, Imam. 2018. Perkembangan Manusia dalam Tinjauan Psikologi dan Alquran: IQ (Ilmu Al-qur‟an): Jurnal Pendidikan Islam Volume 1 No. 01 2018, p. 84-99 ISSN: 2338-4131 (Print) 2715-4793 (Online) (https://doi.org/10.37542/iq.v1i01.7) diakses pada 14 Januari 2021

Ismail, Syarifah. 2013. Tinjauan Filosofis Pengembangan Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam: Fakultas Tarbiyah Institut Studi Islam Darussalam Gontor. Jurnal Online (https://core.ac.uk/download/pdf/235572967.pdf), diakses pada 13 Januari 2021

Jalaludin. (2001). Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Kusairi. 2008. Pengembangan Fitrah Manusia dalam Pandangan Pendidikan Islam: Jurusan Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang (skripsi)

Mualimin. 2017. Konsep Fitrah Manusia dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam. Al-Tadzkiyyah : Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8, No. II : Universitas Negeri Lampung

Nizar, Samsul. 2001. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam.

Jakarta : Media Pratama.

Pransiska, T. 2016. Konsepsi Fitrah Manusia Dalam Perspektif Islam Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam Kontemporer. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 17(1), 1–17.

Tim Perumus Fakultas UMJ Jakarta. 1998. al-Islam dan Iptek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Para ulama tafsir menafsirkan ayat fitrah khusus objek manusia, pendapat tersebut adalah: Pertama , surat Ar-Ruum: 30, “Hadapkanlah dengan lurus kepada agama Allah yang

Islam menampilkan teori fitrah (potensi positif) sebagai dasar perkembangan manusia, sementara dalam salah satu hadist Nabi disebutkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam

Manusia dalam konsep kepribadian Islam ini adalah makhluk yang mulia, yang memiliki struktur kompleks, meliputi fitrah jasmani, fitrah ruhani dan fitrah nafsani.. Struktur fitrah

Sedangkan yang membedakan konsep fitrah dari empirisme adalah pada masalah dasar yang dibawa manusia sejak lahir, dalam Empirisme manusia lahir sebagai tabularasa

Ar- Rum: “ Maka had apkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada

Fitrah merupakan bagian dari khalq (penciptaan) Allah untuk manusia, dimana ia tidak bisa menghidarkan dirinya dari fitrah, karena itu melekat pada diri manusia

Dengan memahamai syariat agama secara benar diharapkan fitrah iman yang ada pada diri individu bisa berkembang secara optimal dan pada akhirnya dengan matangnya fitrah iman bisa

Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu, amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan instuisi dibina secara optimal dengan cara dan