Matthew Christopher 312019251 Hukum Persaingan Usaha Analisis kasus Nomor:04/KPPU-I/2016 tentang Dugaan PelanggaranPasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-125 CC di Indonesia
KRONOLOGI
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-125 CC di Indonesia. Adapun Putusan Perkara KPPU ini bermula dari dugaan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang dilakukan oleh :
1. Terlapor I, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing yang beralamat kantor di Jalan Dr. KRT.
Radjiman Widyodiningrat Jakarta 13920;
2. Terlapor II, PT Astra Honda Motor yang beralamat di Jalan Laksda Yos Sudarso Sunter I Jakarta 14350.78
Berdasarkan laporan hasil penelitian terdapat bukti awal dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam industri sepeda motor jenis skuter matik 110-125 CC di Indonesia. Laporan tersebut berisi dugaan bahwa PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor telah melakukan perjanjian penetapan harga (price fixing) antara sesama produsen sepeda motor. Berdasarkan laporan hasil penelitian tersebut, Komisi merekomendasikan untuk dilakukan penyelidikan. Komisi telah melakukan penyelidikan terhadap laporan hasil penelitian, dan memperoleh bukti yang cukup jelas dan lengkap dugaan pelanggaran yang dituangkan dalam laporan hasil penyelidikan. Komisi melakukan pemberkasan laporan hasil penyelidikan tersebut dinilai layak untuk dilakukan gelar laporan dan disusun dalam bentuk rancangan laporan dugaan pelanggaran.
Komisi menyetujui rancangan laporan dugaan pelanggaran tersebut menjadi laporan dugaan pelanggaran.
Selanjutnya, Ketua Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 26/KPPU/Pen/VI/2016 tanggal 28 Juni 2016 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016. Bahwa berdasarkan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan tersebut, Ketua Komisi menetapkan pembentukan Majelis Komisi melalui Keputusan Komisi Nomor 43/KPPU/Kep.3/VII/2016 tanggal 12 Juli 2016 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Majelis Komisi pada Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016.
Ketua Majelis Komisi Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016 menerbitkan Surat Keputusan Majelis Komisi Nomor 36/KPPU/Pen/VII/2016 tentang Jangka Waktu Pemeriksaan Pendahuluan Perkara, yaitu dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal 19 Juli 2016
sampai dengan tanggal 30 Agustus 2016. Komisi telah menyampaikan Pemberitahuan Pemeriksaan Pendahuluan, Petikan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan, Petikan Surat Keputusan Majelis Komisi tentang Jangka Waktu Pemeriksaan Pendahuluan, dan Surat Panggilan Sidang Majelis Komisi I kepada para Terlapor.
Pada tanggal 19 Juli 2016, Komisi melaksanakan Sidang Majelis Komisi I dengan agenda Pembacaan dan Terlapor II. Komisi menyetujui permohonan para Terlapor untuk menyerahkan tanggapan diluar sidang terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran pada tanggal 28 Juli 2016. Berdasarkan pertimbangan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Rapat Komisi memutuskan untuk dilakukan Pemeriksaan Lanjutan terhadap Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016. Berdasarkan Keputusan Rapat Komisi, selanjutnya Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor 35/KPPU/Pen/VIII/2016 tanggal 30 Agustus 2016 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016. Untuk melaksanakan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 55/KPPU/Kep.3/VIII/2016 tanggal 30 Agustus 2016 tentang Penugasan Anggota Komisi. Setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menilai perlu dilakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan. Maka Komisi menerbitkan Surat Keputusan Nomor 49/KMK/Kep/XI/2016 tentang Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal 24 November 2016 sampai dengan tanggal 5 Januari 2017. Dalam Pemeriksaan Lanjutan tersebut, Komisi menerbitkan Surat Penyesuaian Jangka Waktu yang semula sampai dengan tanggal 5 Januari 2017 menjadi sampai dengan Penyerahan Salinan Laporan Dugaan Pelanggaran oleh investigator kepada terlapor. Sidang tersebut dihadiri oleh Investigator, dan Terlapor I, sementara Terlapor II tidak hadir dalam sidang tersebut.
Pada tanggal 26 Juli 2016, Majelis Komisi melaksanakan Sidang Majelis Komisi II dengan agenda Penyerahan Tanggapan oleh para Terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran disertai dengan pengajuan alat bukti berupa nama saksi dan atau nama ahli dan atau surat dan/atau dokumen yang mendukung, namun seluruh Terlapor meminta penundaan untuk memberikan tanggapan. Sidang tersebut dihadiri oleh Investigator, Terlapor I dan tanggal 9 Januari 2017. Komisi menetapkan pembentukan Majelis Komisi melalui Keputusan Komisi Nomor 69/KPPU/Kep.3/XI/2016 tanggal 22 November 2016 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan.
Pada tanggal 9 Januari 2017 Komisi melaksanakan sidang dengan agenda Penyerahan Kesimpulan Hasil Persidangan yang diajukan baik dari pihak Investigator maupun pihak Terlapor.
Setelah mempertimbangkan Laporan Dugaan Pelanggaran, tanggapan masing-masing Terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran, keterangan para Saksi, keterangan para Ahli, keterangan para Terlapor, surat-surat dan/atau dokumen, Kesimpulan Persidangan yang disampaikan baik oleh Investigator maupun masing-masing Terlapor, Majelis Komisi menilai, menganalisis, menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh para Terlapor dalam Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016. Dalam melakukan penilaian dan analisis, Komisi menguraikan dalam beberapa bagian, yaitu Identitas Para Terlapor, Dugaan Pelanggaran, Aspek Hukum Formiil, Industri Sepeda Motor Skutik, Pasar Bersangkutan, Perilaku Terlapor, Penetapan Harga, Dampak, dan Pemenuhan Unsur Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa YIMM dan AHM telah terbukti melanggar UU No. 5 Tahun 1999 Pasal 5 terkait dengan penetapan harga. Telah terbukti bahwa kedua belah pihak melakukan kartel sesuai perkara 04/KPPU-I/2016 tentang dugaan kartel yang dibacakan saat sidang di kantor KPPU Jakarta. Majelis komisi persidangan (Tresna Priyana serta para anggotanya) telah menelaah semua unsur No 5 Pasal 5 Tahun 1999 telah terpenuhi. Akhirnya, keluarlah putusan majelis komisi bahwa kedua belah pihak terbukti melanggar UU No.5 Tahun 1999. Majelis komisi menghukun kedua belah pihak dengan denda YIMM sebesar 25 milyar dan AHM sebesar 22,5 milyar. Mengapa denda YIMM lebih besar dikarenakan YIMM elah memanipulasi data persidangan dan YIMM sanksi sudah termasuk 50 persen dari besaran perposi benda. dan AHM dipotong 10 persen karena kopperaktif oleh hakim.
Kronologi terjadinya dugaan pelanggaran hingga Putusan KPPU dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
2013 Pertemuan pertama
28 April 2014 dan 10 Januari 2015 Surat elektrinik (email) dikirimkan
Januari 2014 dan 30 November 2015 Pertemuan kedua dan ketiga di lapangan golf
2015 Adanya dugaan pelangaran
28 Juni 2016 Penetapan pemeriksaan pendahuluan
12 Juni2016 Penugasan pemeriksaan pendahuluan
Paling lama 30 hari sejak 19 Juli 2016 sampai
30 Agustus 2016 Jangka waktu pemeriksaan pendahuluan
19 juli 2016 Sidang Majelis Komisi I (penyerahan salinan
laporan dugaan pelanggaran oleh investigator kepada terlapor)
26 Juli 2016 Sidang Majelis Komisi II (penyerahan
tanggapan oleh para terlapor kepada laporan dugaan pelanggaran disertai alat bukti).
28 Juli 2016 Terlapor I dan II menyerahkan tanggapan laporan dugaan pelanggaran diluar sidang.
30 Agustus 2016 Penetapan dan penugasan pemeriksaan
lanjutan Paling lambat 60 hari sejak 31 Agustus 2016
sampai 23 November 2016
Jangka waktu pemeriksaan lanjutan Paling lambat 30 hari sejak 24 November 2016
sampai 5 Januari 2017
Perpanjangan pemeriksaan lanjutan. (waktu pemeriksaan lanjutan diubah menjadi 24 November 2016 sampai 9 Januari 2017).
9 Januari 2017 Sidang Majelis Komisi (penyerahan
kesimpulan hasil persidangan).
20 Februari 2017 Para Pemohon Keberatan mengajukan
permohonan keberatan.
27 Maret 2017 Diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan PN
Jakarta Timur.
13 Maret 2017 Pemohon Keberatan menerima salinan resmi
Putusan Termohon Keberatan.
31 Mei 2017 MA menunjuk PN Jakarta Utara untuk
memeriksa keberatan atas Putusan KPPU 10 Oktober 2017 Menanggapi keberatan oleh Para Pemohon
Keberatan.
31 Oktober 2017 Sidang I (pengajuan dokumen keberatan).
2 November 2017 Sidang II (Para Pemohon Keberatan
mengajukan permohonan pemeriksaan tambahan).
9 November 2017 Sidang III (Majelis Hakim menolak
permohonan pemeriksaan tambahan).
5 Desember 2017 Majelis Hakim menolak dan menguatkan Putusan KPPU.
ANALISIS
Dugaan penetapan harga dalam perkara penetapan harga dengan apa yang dilakukan oleh PT.
Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dengan PT. Astra Honda Motor yang di tetapkan oleh hakim atau majelis KPPU sebagai perjanjian yang dilarang yang dalam perkara ini kasus yang dimaksud tentang penetapan harga untuk motor jenis sekuter matic 110-125 CC yang dilakukan oleh kedua pihak yang bersangkutan. Untuk pembuktian bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 maka adanya pembuktiandiantara para pelaku usaha adanya perjanjian diantara pelaku usaha independent. Suatu bentuk perjanjian tertulis tidak diharskan dalam terbuktimya adanya suatu perjanjian pelaku penetapan harga sebagaimana yang terdapat pada Pasal 1 angka 7 UU No.5 Tahun1999. Yang diperlukan dalam pembuktian dugaan penetapan harga adalah bukti bahwa penetapan harga keduabelah pihak para pelaku usaha mematuhi kesepakatan itu. Bukti- bukti yang di haruskan berupa:
1. Bukti Langsung ( Hard evidence)
2. Bukti tidak langsung ( Circumstantial evidence)
Di dalam Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 5 Undang- Undang Anti Monopoli yang bertujuan dari pembuktian dengan bukti yang tidak langsung dengan menggunakan bukti ekonomi adalah usaha untuk mengesampingkan suatu terjadinay penetapan harga yang independent. Suatu bentuk bukti yang tidak langsung yang sesuai dan yang konsisten dengan kondisi persaingan dan belum dapat dijadikan bukti bahwa terjadi pelanggaran pada Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999
Dari kasus dalam Putusan KPPU No.04/KPPU-I/2016 yang merupakan suatu dugaan pelanggaran pada Pasal 5 UU No 5 Tahun 1999 tentang dugaan pelanggaran perjanjian penetapan harga maka pembuktian dari dugaan penetapan harga yang terdapat dalam kasus pada Putusan KPPU No.4/KPPU-I/2016 adalah pembuktian dengan bukti tidak langsung. Dimana pembuktian dari dugaan penetapan harga tersebut yang dilakukan oleh KPPU, pembuktian yang didapat dari hasil penyeldikan yaitu:
1. Adanya pertemuan di lapangan golf pada tahun 2013 antara Sdr. Yoichiro Kojima selaku Presiden Direktur PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan sebagai Terlapor I dengan Toshiyuki Inuma selaku Presiden Direktur PT. Astra Honda Motor dan sebagai Terlapor II.
2. Adanya bukti email internal pada tahun 2014 oleh Terlapor I yang dikirim saksi Yukata Terada , Presiden Direktur Kojima telah meminta marketing management group untuk mengikuti pola kenaikan harga mulai dari Januari 2014 sebagai janji kepada Presiden Direktur Honda Sdr. Inuma.
3. Adanya bukti email pada tanggal 10 Januari 2015 pukul 09.52 AM, Mr. Terada (Direktur Marketing PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing) mengirim email dengan subject Retail Pricing Issue ,email Terada yang ditujukkan kepada Bapak Dyon (Dyonisius Beti – Vice President PT. YIMM), Bapak Sutarya (Direktur Sales PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing), di CC ke Mr. Iidashi dan di Bcc ke Mr. Yanagi (yagiyu). Jadi dalam studi putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016,
pembuktian yang digunakan dalam putusan ini merupakan pembuktian tidak langsung, dimana pembuktian tidak langsung digunakan karena tidak langsung menyatakan adanya penetapan harga.
ANALISIS AMAR PUTUSAN
Dengan memperhatikan hal-hal sebagaimana diuraikan dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Putusan Perkara No.04/KPPU-I/2016 tanggal 20 Februari 2017 terhadap pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU memutuskan : 1.
Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; 2. Menghukum Terlapor I denda sebesar Rp.
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); 3. Menghukum Terlapor II denda sebesar Rp. 22.500.000.000,00 (dua puluh dua miliar lima ratus juta rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha
DAFTAR PUSTAKA BUKU
-Hendra Pratama, 2014, Perlindungan Hukum Pemilik Merek Terdaftar Dan Relevansinya Terhadap Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat,URL:
http://ojs.unud.ac.id/. Diakses tanggal 24 Maret 2018 pukul 18:00 wita.
-Peter Mahmud Marzuki, 2010, penelitian hukum, cetakan ke6, kencana prenada media group, hal.93
-