MEMEGANG TEGUH ETIKA KEILMUAN ATAU
FLEKSIBEL DI TENGAH PERUBAHAN MASYARAKAT?
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Etika Keilmuan, yang dibina oleh
1. Prof. Dr. Adi Mappiare, M.Pd 2. Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd
Disusun Oleh:
Achmad Miftachul ‘Ilmi NIM. 210111831620
Zahratunni'am NIM. 210111831623
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
OKTOBER 2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Memegang Teguh Etika Keilmuan atau Fleksibel di Tengah Perubahan Masyarakat?” Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, dan kerja sama yang baik dari semua pihak, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Adi Mappiare, M.Pd dan Dr. Blasius Boli Lasan, M.Pd, selaku dosen pengajar mata kuliah Etika Keilmuan yang telah memberi bekal, bimbingan dan pengarahan selama penulisan makalah ini.
2. Orang tua yang selalu memberikan semangat serta dukungan baik secara materiil maupun spiritual.
3. Teman-teman offering A yang telah membantu dalam memberikan dukungan serta bantuan selama penulisan makalah ini, dan
4. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Mengingat pengetahuan dan kemampuan penulis yang terbatas dalam menyusun makalah ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga pengalaman membuat makalah ini dapat menjadi dorongan bagi penulis untuk karya yang lebih sempurna.
Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 01 Oktober 2021
Penyusun
iii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penulisan ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
A. Etika keilmuan yang Harus Dimiliki Seorang Peneliti ... 3
B. Tantangan Peneiliti masa Kini terkait Etika Keilmuan ... 5
C. Peneliti yang Fleksibel di Tengah Perubahan Masyarakat dengan Memegang Etika Keilmuan... 6
BAB V PENUTUP ... 10
A. Simpulan ... 10
B. Saran ... 10
DAFTAR RUJUKAN ... 11
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi saat ini memungkinkan komunikasi yang dilakukan secara terbuka antar bangsa. Hal ini ditandai dengan kemajuan terutama dalam bidang teknologi dan informasi, hal ini menuntut agar ilmuwan atau peneliti untuk mempersiapkan langkah antisipasi terhadap dampak globalisasi terutama dalam bidang pendidikan. Berbagai fenomena terkait pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik menunjukkan terkikisnya nilai-nilai etika ataupun moral yang berlaku di lingkungan masyarakat (Tas’adi, 2016).
Menurut Ghufron (2018) ilmu dan tekonologi yang saat ini melesat jauh, sehingga manusia banyak diuntungkan oleh hal ini, namun tidak sedikit pula dampak negatif yang telah manusia dapatkan dari keuntungan tersebut, hal ini disebabkan oleh keserakahan manusia yang menggunakan kedua hal itu secara berlebihan dan tidak pada tempatnya. Keberadaan Ilmu Pengetahuan dan teknologi idealnya bisa menyejahterakan kehidupan manusia dan alam sekitar. Ilmu pengetahuan dan teknologi ada dimaksudkan agar manusia dapat menyadari seutuhnya kedudukannya di alam semesta (Mastra dkk., 2021).
Seorang peneliti atau konselor harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam proses belajar, meneliti atau selama proses konseling. Selain itu peneliti juga harus memiliki wawasan yang luas tentang keilmuan yang sedang ditekuninya.
Oleh karena itu sebagai seorang peneliti diharuskan untuk memegang nilai-nilai dalam etika keilmuan. Pada makalah ini akan memuat (1) Etika keilmuan yang harus dimiliki seorang peneliti; (2) Tantangan Peneliti masa kini terkait etika keilmuan; (3) Hasil pemaparan dari makalah ini dapat digunakan oleh konselor ataupun peneliti dalam menentukan segala kebijakan yang berkaitan dengan etika.
Baik etika dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik, ataupun etika dalam ke penulisan sebuah karya tulis ilmiah.
2 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dikaji adalah.
1. Apa saja etika keilmuan yang harus dimiliki oleh peneliti?
2. Apa saja tantangan peneliti masa kini terkait Etika Keilmuan?
3. Mengapa peneliti dituntut fleksibel di tengah perubahan masyarakat dengan memegang etika keilmuan?
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini, sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan etika keilmuan yang harus dimiliki peneliti.
2. Menyebutkan tantangan yang dihadapi peneliti masa kini terkait etika keilmuan.
3. Menyebutkan alsan mengapa peneliti harus fleksibel di tengah perubahan masyarakan dengan tetap memegan teguh etika kelimuan.
3 BAB II PEMBAHASAN
A. Etika keilmuan yang Harus Dimiliki Seorang Peneliti
Membicarakan etika ilmu sama dengan melakukan perbandingan antara ilmu dan moral, keduanya memiliki titik temu dalam kaitannya dalam etika keilmuan peneliti (Sudarminta, 2021). Menurut Bertens (2013) bahwa sebagian ilmuwan agak ragu untuk mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bisa lepas dari etika atau tidak bebas nilai karna khawatir otonomi ilmu menjadi terbatas karena di pengaruh oleh sistem nilai atau etika. Hal tersebut dipengaruhi oleh Galileo yang penelitiannya dianggap tidak sesuai dengan pendapat gereja sehingga pada akhirnya dianggap ajaran sesat atau tidak etis dari sudut pandang agama (Talibo & Hasan, 2020). Akan tetapi Bertens (2013) membantah asumsi tersebut dengan mengkhususkan kebebasan ilmu pengetahuan pada ranah metodologi dan prosedurnya, dalam aspek ini ilmu tidak boleh dicampuri oleh etika maupun alasan lainnya.
Albert Einstein menyatakan bahwa hampir semua ilmuwan atau peneliti adalah orang yang dari segi ekonomi tidak bebas, di sini kita mulai mempertimbangkan sisi nilai atau etika karna kenyataanya penelitian ilmiah seringkali bisa berlanjut jika didukung oleh kepentingan lain semisal bisnis maupun militer (Schumacher & Supomo, 1979). Misalnya pada peneliti yang mengembangkan bom atom dalam perang dunia kedua, dari aspek keilmuan mereka akan menjawab bahwa penelitian ini memberikan kontribusi yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Akan tetapi bagaimana ketika dikaitkan dengan jumlah kematian ketika bom tersebut dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki? Di sinilah etika menjadi penting.
Sistem etika dalam penelitian tidak bisa dilihat dari kacamata ilmu pengetahuan, akan tetapi harus dikembalikan kepada posisi peneliti sebagai manusia. Apa yang bisa dilakukan akan tetapi tidak seharusnya dilakukan menjadi pertanyaan seorang peneliti dalam melakukan research atau penelitian, kesadaran moral menjadi batasan tersendiri ketika peneliti merasa penelitiannya bisa merugikan atau menimbulkan kerusakan (Kattsoff, 2004). Menurut Wilujeng
4
(2013) ilmu pengetahuan mengharuskan tanggung jawab yang besar, disinilah peran etika sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap apa yang dicapai oleh penelitian ilmiah kaitannya dengan etika.
Menurut Surajiyo (2019) pertimbangan etika dalam ilmu pengetahuan lebih kita kenal dengan etika terapan yang menggunakan metode tertentu dalam melakukan penilaian terhadap suatu penelitian, berikut beberapa metodologi etika ketika dihadapkan pada persoalan nyata:
1. Seorang peneliti harus menentukan pandangan etisnya sebelum memulai sebuah penelitian, hal itu dapat diperoleh dari pengamatan dan refleksi etis tentang suatu permasalahan yang akan diteliti.
2. Informasi harus menjadi pegangan peneliti dalam melihat perkembangan ilmu baik dalam aspek kebaikan dan keburukan yang mungkin terjadi hingga mempertimbangkan efek dari penelitian dari berbagai sudut pandang untuk memperoleh informasi akurat.
3. Norma-norma moral atau bisa disebut local wisdom menjadi pertimbangan ketika peneliti memasuki ranah sosial yang berbeda-beda dengan pendekatan yang disesuaikan
4. Logika tidak bisa dilepaskan dari unsur etika peneliti karna tidak mungkin memberikan kesimpulan etis dengan argumentasi atau bukti yang tidak logis.
Di bidang etika, tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun memberi contoh. Ilmuwan harus tampil obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini beserta sifat- sifat lainnya, merupakan implikasi etis dari berbagai proses penemuan ilmiah.
Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat. Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitian atau penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lainnya meskipun yang mempergunakan adalah bangsanya sendiri.
Sejarah telah mencatat para ilmuwan bangkit dan juga bersikap terhadap politik pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas
5
kemanusiaan (Surajiyo, 2019). Berikut sikap-sikap yang harus dimiliki oleh seorang peneliti (Wilujeng, 2019) :
1. Kejujuran dan kebenaran. Nilai kejujuran dan kebenaran ini merupakan nilai interinsik yang ada di dalam ilmu pengetahuan, sehingga harus integral masuk dalam etos semua aktor ilmu pengetahuan di dalam lembaga akademis.
Kejujuran ini menyangkut proses dalam kegiatan ilmiah, klaim kebenaran yang dihasilkan dari proses ilmiah, maupun dalam penerapan suatu ilmu.
2. Bertanggung jawab. Sikap ini mutlak dibutuhkan berhubungan dengan kegiatan penelitian maupun dalam aplikasi ilmu serta, di dalam aktivitas ilmiah akademis.
3. Setia. Seorang ilmuwan harus setia pada profesi dan setia pada ilmu yang ditekuni.
4. Memiliki sikap ingin tahu. Seorang peneliti harus memiliki sikap ingin tahu yang kuat untuk mencari jawaban dan kebenaran atas petanyaan yang dicari.
5. Kritis. Seorang peneliti harus bersikap kritis untuk memastikan kebenaran penelitiannya.
6. Mandiri. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang obyektif, tidak berdiri atas kepentingan tertentu yang tidak dibenarkan dalam prosedur keilmuan.
7. Terbuka. Seorang Peneliti harus memiliki sikap terbuka, baik kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain, maupun hal-hal yang akan peneliti hadapi dimasa depan.
B. Tantangan Peneiliti masa Kini terkait Etika Keilmuan
Tuntutan kebutuhan yang beraneka ragam membuat manusia harus semakin mengembangkan pengetahuannya agar mampu mengatasi segala permasalahan hidup dengan tidak melanggar norma-norma etis yang berlaku (Firmansyah & Rokhmawan, 2017). Tantangan peneliti masa kini adalah bagaimana memposisikan dirinya antara tuntutan ilmiah dan kesadaran moral, dalam hal ini di mana telah penulis singgung pada etika keilmuan bahwa penelitian ilmiah pada gilirannya juga tidak bisa dilepaskan dari berbagai kepentingan yang kadangkala tidak mempertimbangkan nilai etis sebuah penelitian, seperti untuk kepentingan korporasi atau militer.
6
Kemandirian peneliti sangat diperlukan sebagaimana juga suatu badan independen untuk mengurus persoalan etis untuk mengawasi perkembangan penelitian, tanpa membatasi ruang ilmu agar berkembang dan senantiasa mengedepankan kemanfaatan dalam konteks etika, maka penulis yakin perkembangan ilmu pengetahuan yang diandaikan sebagai kekuatan akan bisa diimbangi dengan tanggung jawab moral. Peneliti harus peka terhadap konsekuensi-konsekuensi etis ilmunya. Sebab dialah satu-satunya orang yang dapat mengikuti dari dekat perkembangan-perkembangan yang kongkret. Tanggung jawab moral dan sosial seorang ilmuwan tidak dapat terlepas dari integritas ilmuwan tersebut, karena seorang ilmuwan sejati memiliki ciri integritas yang tinggi dan rasa keterlibatan dan tanggung jawab yang menyeluruh terhadap pekerjaan yang digelutinya (Muktapa, 2021).
C. Peneliti yang Fleksibel di Tengan Perubahan Masyarakat dengan Memegang Etika Keilmuan
Ilmuwan ideal digambarkan sebagai manusia yang sadar iptek, kreatif dan memiliki solidaritas etis. Manusia yang sadar iptek adalah manusia yang tidak berhenti belajar dengan belajar sepanjang hayat (long life education) (Surajiyo, 2019). Dalam hal ini ilmuan dituntut untuk dapat memegang teguh etika ditengah perubahan masyarakat.
1. Langkah-Langkah untuk dapat memegang etika keilmuan serta fleksibel dalam perubahan masyarakat
Menurut Maftukhin (2015) terdapat langkah terbaik bagi seorang ilmuwan adalah untuk dapat memegang etika keilmuan serta fleksibel dalam perubahan masyarakat, yaitu:
a. The readiness for social change, Ilmuwan harus selalu siap menerima perubahan sosial. Ilmuwan dapat menerima kenyataan akan adanya perubahan yang menyeluruh dalam segala aspek kehidupan.
b. The realism of the growth of opinion, Ilmuwan harus memiliki kemampuan untuk membentuk dan menyatakan pendapatnya yang menyangkut masalah- masalah yang timbul di sekitarnya. Dalam hal ini Ilmuwan dituntut untuk memiliki sikap empati terhadap pikiran dan pendapat orang lain.
7
c. The need of information, Ilmuan hendaknya mengikuti perkembangan informasi saat ini. Penguasaan terhadap informasi menjadi penanda penting eksistensi secara individu maupun sosial.
d. Oriented toward future and punctuality, ilmuwan berorientasi ke masa depan dengan melihat masa sekarang dan mengambil pengalaman dari masa lampau.
Kedisiplinan menjadikan seseorang selalu dapat menjalani kehidupan dengan orientasi kemajuan yang jelas.
e. Efficacy, Ilmuan harus mampu menata dan mengorganisasikan lingkungannya, bukan lingkungan yang mengatur perilakunya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia modern itu memiliki tingkat kemandirian, kreativitas dan orientasi hidup yang jelas.
f. Planning, Ilmuwan harus memiliki perencanaan yang jelas, baik yang berjangka pendek maupun berjangka panjang, baik yang menyangkut masalah kemasyarakatan maupun yang menyangkut masalah pribadinya.
g. Aspirations, educational and occupational, Ilmuwan harus memiliki aspirasi tinggi dan mempercayai bahwa pendidikan merupakan kebutuhan mutlak dalam kehidupannya.
h. Awareness of and respect for the dignity of other, Ilmuwan harus memiliki sikap toleran dan menghargai manusia yang lainnya. Ilmuwan memposisikan orang lain secara bijak karena mereka mempunyai kemuliaan dan kebajikan yang sama.
i. Optimism, Ilmuwan modern harus selalu bersifat optimis dan tidak lekas menyerah terhadap keadaan dan tantangan yang dihadapi.
2. Strategi Ilmuwan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Menurut Suriasumantri (2007) terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan Ilmuwan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di era saat ini.
a. Mengubah tradisi berpikir normatif menjadi tradisi berpikir teoritis-aplikatif.
Mengubah tradisi berpikir normatif menuju tradisi berpikir teoritis-aplikatif membutuhkan beberapa langkah, yaitu: teologi menuju filsafat sosial lalu bergerak ke teori sosial dan akhirnya bermuara pada perubahan sosial.
8
b. Mengubah tradisi berpikir ideologis menjadi tradisi berpikir rasional.
Karakteristik yang melekat pada pemikiran ideologis adalah tertutup, pemihakan, sektarian, mengklaim paling benar dan menutup pintu dialog.
Strategi pengembangan ilmu pengetahuan harus secara rasional. Adapun mekanismenya dimulai dari (a) kesadaran mengutamakan kebenaran; (b) meniadakan keberpihakan; (c) mencari dasar (argumentasi) yang paling kuat;
(d) menerima dan mengukuhkan suatu kebenaran meskipun berlawanan dengan ideologinya sendiri.
c. Mengubah kecenderungan tradisi berpikir aksiologis menjadi berpikir secara epistemologis.
Tradisi berpikir aksiologis ditandai dengan kecenderungan untuk berdebat pada persoalan-persoalan elementer yang hanya menghabiskan energi tetapi tanpa kontribusi untuk kemajuan. Sedangkan pemikiran epistemologi menjadi bekal penting untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan sangat mungkin untuk membangun ilmu. Langkah yang dapat ditempuh dimulai dari (a) menguasai filsafat; (b) menguasai epistemologi; (c) menguasai metode (metodologi); (d) menemukan gumpalan pengetahuan; dan (e) merumuskan ilmu pengetahuan.
d. Mengubah mentalitas inferior menjadi superior dalam kerangka pengembangan pemikiran-pemikiran strategis.
Dibutuhkan keberanian untuk menyampaikan gagasan di tengah publik sekaligus berani dikritik dan diuji keabsahannya oleh orang lain. Modal utama untuk melakukan tahap ini adalah keberanian dan kemampuan. Adapun mekanismenya dimulai dari (a) perenungan secara mendalam terhadap masalah-masalah mendasar yang perlu diatasi; (b) ditemukan konsep pemikiran strategis; (c) menumbuhkan keberanian menyampaikan temuan pemikiran secara mandiri dan bertanggungjawab.
e. Mengubah tradisi mengekspresikan pikiran secara lisan menjadi tradisi tulis.
Adapun tahapan yang dapat dilakukan (a) menentukan tema tulisan; (b) mencari data teoritis dan empiris; (c) timbulnya gagasan dan mengidentifikasinya; (d) mengekspresikan data dan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan; (e) mencermati ulang dan melakukan revisi.
9
f. Mengembangkan sosialisasi pemikiran dari skala lokal nasional menjadi skala internasional. Temuan-temuan penelitian yang telah didapatkan oleh ilmuan hendaknya dibuplikasikan secara massal. Hal tersebut bertujuan untuk pemajuan bangsa.
10 BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan ilmu pengetahuan disertai teknologi menjadikan perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagai seorang peneliti ataupun ilmuan hendaknya tetap dapat menjaga etika keilmuan disertai fleksibel dalam perkembangan zaman. Seorang ilmuwan menurut pandangan filsafat ilmu harus teliti, berpikir secara mendalam dan memegang teguh pada metode kajian ilmu pengetahuan dalam proses belajar dan penelitiannya, hal ini karena seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab secara intelektual, moral, dan sosial terhadap pengetahuan yang diperoleh untuk selanjutnya dimanfaatkan bersama untuk kesejahteraan masyarakat.
Beberapa srtategi yang dapat dilakukan oleh Ilmuwan dalam mengembangkan pengetahuan di zaman saat ini yaitu (1) mengubah tradisi berpikir normatif menjadi tradisi berpikir teoritis-aplikatif; (2) mengubah tradisi berpikir ideologis menjadi tradisi berpikir rasional; (3) kecenderungan tradisi berpikir aksiologis menjadi berpikir secara epistemologis; (4) mengubah mental inferior menjadi superior; (5) tradisi mengekspresikan pikiran secara lisan menjadi tradisi tulis; (6) mengembangkan sosialisasi pemikiran dari skala lokal nasional menjadi skala internasional.
B. Saran
Dalam Proses penulisan makalah ini penyusun memiliki beberapa saran yang perlu disampaikan kepada pembaca sehingga makalah ini dapat memiliki manfaat yang maksimal, diantaranya adalah:
1. Secara praktis keilmuan penyusun berharap para pembaca dapat menjaga nilai- nilai etika yang dipaparkan oleh berbagai tokoh untuk diteladani dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam proses belajar dan penelitian.
2. Makalah ini menjadi pijakan serta inspirasi bagi penulis lainnya untuk menulis dari sudut pandang yang berbeda dan memunculkan sebuah gagasan baru.
11
DAFTAR RUJUKAN
Bertens, K. (2013). Etika. PT. Kanisius.
Firmansyah, M. B., & Rokhmawan, T. (2017). Budaya Lisan Sebagai “Pembawa Nilai Normatif” Masyarakat Santri: Analisis Konten Didaktik dan Penyusunan Cergam Legenda Para Ulama. Prosiding Seminar Nasional Sastra Lisan ‘Potensi Sastra Lisan Di Era Global, 200–380.
Ghufron, G. (2018). Revolusi Industri 4.0: Tantangan, Peluang, Dan Solusi Bagi Dunia Pendidikan. Seminar Nasional Dan Diskusi Panel Multidisiplin Hasil Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat 2018, 1(1), 332–337.
Kattsoff, L. O. (2004). Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Maftukhin, M. (2015). Ilmuwan, Etika Dan Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Di Indonesia. Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 10(1), 199–226.
Mastra, I. W., Adnyana, I. B. G. B., & Pancawati, L. P. (2021). Determinisme Teknologi Komunikasi dan Globalisasi Media Terhadap Seni Budaya Indonesia. Widyadari: Jurnal Pendidikan, 22(1), 182–194.
Muktapa, M. I. (2021). Implikasi Filsafat Ilmu dan Etika Keilmuan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Modern. Jurnal BELAINDIKA (Pembelajaran Dan Inovasi Pendidikan), 3(2), 20–29.
Schumacher, E. F., & Supomo, S. (1979). Kecil itu indah: ilmu ekonomi yang mementingkan rakyat kecil. LP3ES.
Sudarminta, J. (2021). Etika Pluralisme Untuk Indonesia.
Surajiyo, S. (2019). Tanggung Jawab Moral dan Sosial Ilmuwan: Sikap Ilmiah Ilmuwan di Indonesia. Conference On Communication and News Media Studies, 1, 414.
Suriasumantri, J. S. (2007). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer.
Talibo, I., & Hasan, F. (2020). Filsafat Akhlak dalam Konteks Pemikiran Etika Modern. Potret Pemikiran, 24(1), 47–57.
Tas’adi, R. (2016). Pentingnya Etika Dalam Pendidikan. Ta’dib, 17(2), 189–198.
Wilujeng, S. R. (2013). Filsafat, etika dan ilmu: Upaya memahami hakikat ilmu dalam konteks keindonesiaan. HUMANIKA, 17(1).