PENGERTIAN, PENGGOLONGAN DAN SEJARAH NARKOBA
Pengertian
Dikalangan masyarakat luas atau biasa dikenal dengan istilah narkotika atau narkotika, kedua istilah tersebut mempunyai arti yang sama. Kedua istilah ini sama-sama digunakan dalam dunia medis untuk menyebut sesuatu yang bersifat adiktif, yakni dapat menjadi ketagihan (adiktif) bila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dokter. Kedua istilah ini biasa juga disebut narkotika an-sich, dimana istilah “narkotika” disebutkan atau digunakan.
Istilah yang digunakan bukan “Narkoba” melainkan “Narkotika”, padahal tugas BNN tidak hanya berkaitan dengan Narkotika saja, tetapi juga berkaitan dengan Psikotropika bahkan Prekursor Narkotika (Bahan Dasar Pembuatan Narkotika). Untuk menghilangkan kebingungan ini, istilah yang lebih tepat sekarang adalah penyalahgunaan narkoba, yang diterjemahkan sebagai penyalahgunaan narkoba.
Penggolongan Narkoba
Jadi pengertian obat di sini bukan untuk pengobatan dalam dunia medis, padahal untuk pengobatan istilah yang benar adalah obat, bukan obat. Namun jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan, maka dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi individu atau masyarakat, terutama generasi muda. Hal ini akan semakin merugikan jika dibarengi dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat berakibat semakin besarnya bahaya terhadap kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa, yang pada akhirnya akan melemahkan stabilitas nasional.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alami maupun sintetik, bukan narkotika, yang mempunyai sifat psikoaktif dengan cara mempengaruhi sistem saraf pusat secara selektif sehingga menimbulkan perubahan karakteristik pada aktivitas mental dan perilaku. Minuman beralkohol dan tembakau secara umum tidak tergolong zat adiktif, namun diposisikan sebagai faktor pengaruh atau pintu masuk penyalahgunaan zat (UNODC, 2009).
Sejarah Narkoba
Sejarah juga mencatat bagaimana perang candu yang pertama terjadi pada tahun tersebut dan perang candu yang kedua pada tahun Inggris dan Perancis (Eropa) melancarkan perang candu terhadap Tiongkok dan membanjirinya dengan candu. Membanjirnya opium ke Tiongkok berdampak pada melemahnya masyarakat Tiongkok, yang juga berdampak pada kekuatan militer Tiongkok. Selain itu, pada tahun 1856, obat sejenis morfin digunakan untuk Perang Saudara di Amerika Serikat, dimana pihak militer menggunakan morfin sebagai pereda nyeri ketika tentara/prajurit terluka akibat luka tembak.
Dalam konteks Indonesia atau kepulauan, masyarakat di Pulau Jawa diduga menggunakan candu. Pada abad ke-17, terjadi perang antara pedagang Inggris dan VOC terkait pasar candu di Pulau Jawa. Pada tahun 1677, VOC memenangkan persaingan tersebut dan berhasil memaksa Raja Mataram, Amangkurat II, untuk menandatangani perjanjian yang sangat kuat, yaitu: “Raja Mataram memberikan hak monopoli kepada perusahaan untuk memperdagangkan candu di wilayah kerajaannya.
Pada awal tahun 1800-an, lalu lintas opium meningkat di pesisir utara Jawa, yang membentang dari Batavia (Jakarta) hingga Pulau Madura. Penggunaan narkotika opium secara tradisional oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia sudah lama diketahui. Pada awal abad ke-19 – awal abad ke-20, Surakarta, Kediri, dan Madiun tercatat memiliki rekor jumlah pengguna opium dibandingkan wilayah lain di Pulau Jawa.
TINDAK PIDANA NARKOBA
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, Kepala BAKIN membentuk Badan Koordinasi Pelaksanaan (BAKOLAK) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah penanggulangan bahaya narkotika. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, pemerintah (Presiden K.H. Abdurrahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 1999 tentang BKNN.
Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2002, bentuk kelembagaan BKNN diubah menjadi Badan Obat Nasional Republik Indonesia (BNN-RI). Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN-RI), susunan dan kedudukan Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) diubah menjadi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN) -RI). Oleh karena itu, pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam hal ini Presiden segera mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 83 Tahun 2007 tentang Badan Obat Nasional Republik Indonesia (BNN-RI), Badan Obat Provinsi (BNP). ) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK) yang mempunyai kewenangan operasional.
Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkoba sebagai landasan hukum organisasi BNN Vertikal. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan diundangkannya produk hukum baru yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai pengganti atau perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang Narkoba. Dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, susunan/susunan dan kedudukan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia yang semula berbentuk Badan Penindakan Harian (Lakhar) mengalami perubahan. lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang struktur organisasinya vertikal hingga tingkat provinsi bahkan hingga kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Dengan susunan/susunan dan kedudukan yang baru tersebut, maka secara organisasi “Biro Narkotika Nasional dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Sekretaris Utama serta berbagai deputi”, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang. Republik. dari Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia merupakan pejabat setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia. Indonesia. Susunan organisasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia terdiri atas: 1 (satu) Sekretariat Utama, 1 (satu) Inspektorat Utama, dan 5 (lima) Deputi Bidang yang masing-masing bertugas: . 1) Bidang pencegahan; 2) Bidang pemberantasan; 3) Bidang rehabilitasi; 4) Bidang hukum dan kerjasama; dan 5) Pemberdayaan Masyarakat, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Bahwa di antara sektor pengganti yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, terdapat Deputi Bidang Pemberantasan yang mempunyai kewenangan melakukan penyidikan dan melakukan penyidikan. terhadap penyalahgunaan obat-obatan narkotika dan prekursor obat-obatan narkotika,” hal ini ditegaskan dalam Pasal 71 Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kewenangan melakukan penyidikan dan penyidikan diatur dalam ketentuan Pasal 75 huruf a sampai dengan huruf s Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
MEMBANGUN KESADARAN ANTI NARKOBA
Masih Tingginya Angka Kekambuhan (Relapse)
Permasalahan tingginya permintaan tersebut, selain semakin banyaknya masyarakat yang mencoba menggunakannya, juga tidak meningkatkan minat korban narkoba terhadap tempat rehabilitasi. Hal ini diperburuk dengan rendahnya partisipasi keluarga dan lingkungan korban narkoba untuk melapor melalui saluran informasi call center yang tersedia atau datang langsung untuk melapor ke Lembaga Wajib Pelapor (IPWL). Penyalahguna adalah orang sakit (OS) yang kecanduan narkoba, tidak akan sembuh bahkan akan kambuh lagi kecuali kebiasaan penyalahgunaan narkoba tersebut dihentikan.
Melalui layanan rehabilitasi, hak-hak pecandu diberikan dan dilayani, sehingga angka kekambuhan dengan terapi dan rehabilitasi yang lengkap dapat diminimalisir. Ketika angka residivisme meningkat, pecandu narkoba kembali melakukan kejahatan dan memicu pasokan narkoba untuk memenuhi kebutuhan narkoba mereka.
Peningkatan Sediaan Narkoba
Hal ini terlihat dari banyaknya tersangka yang ditangkap baik sebagai pengguna maupun pengedar, serta ribuan orang yang mendekam di tahanan dan penjara. Sementara itu, jumlah tersangka yang ditangkap juga meningkat rata-rata sebesar 16,47%, dari 8.651 orang pada tahun 2007 menjadi 15.683 orang pada tahun 2011. Begitu pula dengan data hasil penyitaan sabu yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada tahun 2011. peningkatan.
Jenis kasus distribusi, konsumsi, dan budidaya meningkat pada tahun 2011, yaitu sebesar 14,2% atau 2.418 kasus untuk jenis kasus distribusi, 7,6% atau 721 kasus untuk jenis kasus konsumsi, dan 38% atau 19 kasus untuk jenis kasus budidaya dari tahun 2010. Buktinya, jenis baru obat-obatan, rute dan metode obat terus berkembang dan meningkatkan pasokan obat-obatan. Peredaran gelap narkoba masih menyasar dan melibatkan lingkungan dan wilayah, tempat masyarakat menyebarkan aktivitas dan pendapatannya.
Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan kampus, lingkungan kerja (pemerintah dan swasta) dan lingkungan masyarakat, baik di perkotaan, pedesaan, pinggiran kota maupun perbatasan.
Maraknya Kawasan Rawan Narkoba
Kondisi masyarakat dengan status sosial, budaya, pemukiman, dan ekonomi yang berbeda-beda menjadi segmen perdagangan gelap narkoba yang terus menjadi sasaran sindikat narkoba. Ada kalanya penggerebekan dan penyitaan terus berlanjut dan terhenti, ketika operasi tersebut menurun dan para penyelundup ilegal mulai menjual narkoba. Terkait dengan perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia, Badan Narkotika Nasional terus meningkatkan intensitas dan ruang lingkup upaya penyelamatan negara dari ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui penerapan Pencegahan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Program. dan Program Pemberantasan (P4GN) yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara.
Selain itu juga telah dibentuk relawan atau kader atau penggiat anti narkoba dan dilakukan pemberdayaan masyarakat di lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di seluruh Indonesia untuk membangun kesadaran, kepedulian dan kemandirian masyarakat dalam melindungi diri, keluarga. dan lingkungannya dari bahaya penyalahgunaan narkoba. Pemberantasan peredaran narkotika ilegal bertujuan untuk memutus rantai ketersediaan narkotika ilegal guna menekan laju kenaikan angka prevalensi. Hal ini terlihat dari tingginya animo masyarakat terhadap pemberitaan media massa nasional setiap kali ditemukan kasus narkoba.
Selama empat tahun terakhir, terjadi peningkatan hasil pengungkapan kasus dan tersangka tindak pidana peredaran gelap narkoba serta pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang timbul dari tindak pidana narkoba. Dalam pelaksanaan program P4GN dilaksanakan dengan empat pilar, yaitu: Pilar Pencegahan dilaksanakan untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba serta meningkatkan pola hidup masyarakat sehat tanpa penyalahgunaan Narkoba. Pilar Pemberdayaan Masyarakat dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menghadapi P4GN serta meningkatkan kesadaran, partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
Pilar rehabilitasi dilaksanakan untuk meningkatkan upaya pemulihan pecandu Narkoba melalui pelayanan rehabilitasi yang menyeluruh dan berkelanjutan serta memperbanyak pecandu Narkoba yang direhabilitasi di lembaga rehabilitasi pada instansi pemerintah dan komponen masyarakat serta mantan pecandu Narkoba yang sedang menjalani pasca rehabilitasi. Pilar pemberantasan dilakukan dengan meningkatkan pendeteksian jaringan, penyitaan barang bukti dan aset sindikat peredaran narkoba ilegal serta peningkatan pendeteksian jaringan sindikat kejahatan narkoba dan penyitaan aset jaringan sindikat kejahatan narkoba. Situasi dan kondisi yang terus berkembang secara global, regional, dan nasional terkait dengan masalah penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor narkotika merupakan permasalahan besar yang dihadapi semua bangsa di dunia.