• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada saat kami mengadakan pengabdian di daerah lain, ada yang mengatakan bingung karena materi buku ajar tidak sesuai dengan bahasa Bali Baku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pada saat kami mengadakan pengabdian di daerah lain, ada yang mengatakan bingung karena materi buku ajar tidak sesuai dengan bahasa Bali Baku"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN PEMAKAIAN BAHASA BALI YANG BAIK DAN BENAR MELALUI GURU-GURU BAHASA BALI DI KECAMATAN PETANG

KABUPATEN BADUNG Oleh:

Ni Made Suryati, Putu Sutama, I Wayan Suteja, dan I Nyoman Darsana Program Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

E-mail: [email protected] ABSTRAK

Bahasa Bali seperti bahasa daerah lainnya memiliki variasi baik secara geografis maupun sosial, sehingga bahasa Bali memerlukan bahasa Baku digunakan dalam situasi resmi termasuk juga digunakan dalam buku ajar.

Kenyataannya di masyarakat variasi bahasa Bali dianggap sangat sulit sehingga generasi muda banyak yang beralih ke bahasa Indonesia, padahal bahasa Bali sangat penting dalam kaitannya dengan adat dan budaya Bali. Pada saat kami mengadakan pengabdian di daerah lain, ada yang mengatakan bingung karena materi buku ajar tidak sesuai dengan bahasa Bali Baku. Maka dari itulah kami akan mengadakan pengabdian di daerah Petang yang penduduknya termasuk multilingual. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk memberikan sumbangan pengetahuan kebahasaan khususnya bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan Tata bahasa Baku dan Anggah-ungguh basa;

menyadarkan masyarakat pentingnya menggunakan bahasa Bali yang baik dan benar; menjelaskan kepada guru-guru bahasa Bali, apa yang harus dilakukan jika ada Buku Ajar yang tidak sesuai Tata bahasa Bali , serta menjelaskan pentingnya bahasa Bali sebagai penyangga adat, budaya, dan agama Hindu. Manfaat pengabdian ini adalah bahasa Bali yang selama ini dianggap sulit dan terabaikan, akan semakin disadari fungsi dan maknanya terkait dengan pelestarian adat, budaya, dan agama Hindu.

Untuk mencapai tujuan di atas, kami dari prodi Sastra Bali memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada masyarakat melalui guru-guru bahasa Bali, karena para Guru yang setiap hari berkomunikasi baik dengan murid maupun masyarakat.

(2)

Metode yang digunakan adalah metode ceramah, metode diskusi, dan metode praktik. Beberapa masalah diajukan oleh para guru antara lain sebagai berikut. 1) Situasi kebahasaan penutur bahasa Bali untuk anak-anak yang duduk di bangku sekolah agak sulit diajak berbahasa Bali karena walaupun di sekolah diupayakan oleh guru-guru menggunakan bahasa Bali tetapi di rumah masing- masing ada yang menggunakan bahasa Indonesia; 2) Para guru ingin mencari model pembelajaran bahasa Bali khususnya yang sesuai dengan anggah- ungguhing basa agar anak-anak tertarik untuk berbahasa Bali; 3) Anak didik kurang memahami pentingnya bahasa Bali yang sesungguhnya sangat penting bagi budaya Bali; 4) Para guru tidak memiliki Kamus Bahasa Bali

Kata Kunci: pembinaan, bahasa Bali, baik, benat, tata bahasa, dan anggah-ungguhing basa

1. PENDAHULUAN

Kecamatan Petang merupakan salah satu kecamatan paling Utara dari Kabupaten Badung yang berbatasan dengan Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Tabanan, Penduduk Kecamatan Petang termasuk multilingual karena masyarakatnya di samping berbahasa Bali sebagai bahasa ibu juga berbahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional. Di samping itu terdapat juga masyarakat Islam yang tentunya memakai bahasa daerah asal dari masyarakat Islam tersebut.

Konsekuensi dari wilayah multilingual berdampak terhadap penggunaan bahasa Bali. Eksistensi bahasa Bali masih sering menjadi keluhan masyarakat mengenai kerumitan pemakaiannya sehingga penggunaan bahasa Bali pada generasi muda mulai menurun. Hal itu disebabkan karena harus globalisasi yang semakin maju dan bahasa Bali memiliki variasi baik secara geografis maupun sosial. Oleh karena itu, untuk keseragaman ditentukanlah bahasa Baku yang digunakan untuk menyatukan pemakai bahasa Bali secara umum. Di sisi lain, dalam pengajaran ketika kami melakukan pengabdian di daerah lain, sering kami temukan keluhan guru bahasa Bali karena bingung membaca isi buku ajarnya tidak sesuai dengan

(3)

bahasa Bali Baku. Kita tahu bahasa Bali merupakan bahasa penyangga budaya, adat, dan agama Hindu. Untuk itu, harus segera dibina dan diberikan penyuluhan secara berkelanjutan. Kami tim dari Sastra Bali siap untuk membina dan memberikan penyuluhan agar bahasa Bali terselamatkan di sana melalui program Pengabdian pada masyarakat.

Dari gambaran analisis situasi di atas sesungguhnya telah tergambar beberapa permasalahan. Adapun masalah tersebut adala (1) Bagaimanakah wujud bahasa Bali yang baik dan benar (sesuai tata bahasa Bali Baku maupun Anggah- Ungguhing Basa Bali)? (2) Kenapa harus berbahasa Bali yang baik dan benar ?

Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk memberikan sumbangan pengetahuan kebahasaan khususnya bahasa Bali yang baik dan benar sesuai dengan Tata bahasa Baku dan Anggah-ungguh basa;

menyadarkan masyarakat pentingnya menggunakan bahasa Bali yang baik dan benar; menjelaskan kepada guru-guru bahasa Bali, apa yang harus dilakukan jika ada Buku Ajar yang tidak sesuai Tata bahasa Bali, serta menjelaskan pentingnya bahasa Bali sebagai penyangga adat, budaya, dan agama Hindu.

Manfaat pengabdian ini adalah bahasa Bali yang selama ini dianggap sulit dan terabaikan, akan semakin disadari fungsi dan maknanya terkait dengan pelestarian adat, budaya, dan agama Hindu.

Pemecahan masalah dilakukan dengan memperhatikan masalah yang dihadapi masyarakat Kecamatan Petang Kabupaten Badung, maka pemecahannya dengan menerjunkan para ahli (expert) di bidang bahasa Bali secara akademis.

Untuk itu diturunkan tim dari Prodi Sastra Bali FIB Universitas Udayana. Tim ini terdiri dari: Dr. Ni Made Suryati, M.Hum .; Dr. Putu Sutama, M. S.; Drs. I Wayan Suteja, dan Drs. I Nyoman Darsana, M. Hum. Tim ini secara bergantian akan memberikan materi sistem dan kaidah bahasa Bali serta kesalahan-kesalahan berbahasa Bali baik di masyarakat maupun pada Buku Ajar, serta menjelaskan fungsi serta makna bahasa Bali terkait dengan adat, budaya, dan agama Hindu.

Dengan demikian masalah yang dihadapi masyarakat Kecamatan Petang dapat diatasi.

(4)

2. MERODE PELAKSANAAN

Kegiatan ini memakai tiga buah metode, yaitu (1) Metode ceramah, dipakai dalam menyampaikan materi yaitu, sistem dan kaidah bahasa Bali, serta kekeliruan dalam Buku Ajar Bahasa bali; (2) Metode diskusi, dipakai untuk pendalaman pemahaman, diberikan kesempatan tanya jawab dan menyampaikan masalah-masalah yang sering mereka hadapi ketika berkomunikasi dengan bahasa Bali alus; dan (3) Metode praktik, dipakai untuk mencoba mengaplikasikan apa yang telah mereka peroleh dengan latihan. Dalam sesi latihan, peserta akan diberikan selembar teks berbahasa Bali yang isinya Kerancun pemakaian Bahasa Bali. Peserta diberikan kesempatan mengoreksinya.

3. HASIL YANG DICAPAI

Pada kegiatan pengabdian Masyarakat yang berupa pembinaan penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar melalui Guru-Guru bahasa Bali, penyampaian materinya disampaikan secara lisan, kami tidak menggunakan LCD.

Walaupun demikian tidak mengurangi keseriusan peserta untuk mendengarkan materi yang berisi tentang “Pembinaan dan Pelestarian Bahasa Bali”. Di samping itu, materi penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar” yang disajikan oleh Dr.

Putu Sutama. Kepada pewserta juga dibagikan materi pembinaan berupa foto copy. Pada saat pemaparan materi juga disisipi tentang penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar seuai dengan anggah-ungguhing Basa. Para peserta terlihat serius dan sangat memperhatikan dan menyimak apa yang disajikan oleh pembicara. Indikasi lain terlihat bahwa para peserta mencatat hal-hal penting yang diuraikan oleh narasumber.

Keseriusan para peserta menyimak dan mendengarkan penjelasan penyaji karena baru pertama kali mendapatkan materi tentang pembinaan dan pelestarian bahasa Bali. Sebelum membahas tentang pembinaan dan pekestarian bahaa Bali terlebih dahulu disajikan tentang keberadaan bahasa Bali seperti berikut ini.

Bahasa Bali adalah bahasa Daerah besar dengan jumlah penutur di seluruh Indonesia mencapai 4,5 juta. BB menjadi lambang identitas etnik. Penutur BB

(5)

disebut sebagai orang Bali karena menggunakan BB sebagai bahasa Ibu. BB dipelajari oleh suku bangsa lain yang menetap di Bali, dan juga etnik lain di daerah-daerah Transmigrasi suku Bali seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan di Pulau Lombok. BB adalah bahasa daerah yang sudah memiliki standar yang lengkap seperti: Tata Bahasa, Kamus dan Ejaan. BB dipelajari di lembaga pendidikan sebagai mata pelajaran. Pertumbuhan penutur BB mencapai 100.000 orang pertahun (kelahiran). BB mampu menjadi wahana pengembangan dan pertumbuhan kebudayaan Bali. BB memiliki nilai prestise yang lengkap, karena memiliki Sor-Singgih Basa. Keberadaan BB di Provinsi Bali masih bertahan dan lestari di seluruh wilayah Desa Adat, baik di desa maupun di perkotaan. Pada bagian ini juga dijelaskan mengenai penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar, yang meliputi baik dan benar sesuai dengan aturan tata bahasa maupun baik dan benar sesuai anggah-ungguhing Basa Bali. Penggunaan bahasa Bali yang baik dan benar sesuai anggah-ungguhing Basa difokuskan pada adanya pembagian bahasa Bali berdasarkan tingkat-tingkatan berbahasa. Selama ini buku acuan yang mereka pelajari memang belum ada yang memasukkan Kruna Mider dan Kruna Alus Mider ke dalam bagian dari anggah-ungghing Basa Bali (lihat Bagus, 1975; Narayana, 1979; Tinggen, 1986; Anom, dkk., 2008).

Di dalam presentasi tersebut dipaparkan dengan jelas beserta contoh kalimat pemakaiannya tentang bentuk, posisi, dan pemakaian Kruna Mider dan Kruna Alus Mider. Pembagian bahasa Bali yang lengkap dengan masuknya kruna Mider merupakan hasil penelitian kecil (studi kasus) dari Ni Made Suryati tahun 2008.

Pada bagian ceramah pembinaan bahasa Bali dijelaskan bahwa BB yang kita miliki dan warisi turun temurun penting sekali untuk dibina kehidupannya agar tumbuh, berkembang terus dan lestari sepanjang zaman. Pembinaan BB dilakukan oleh seluruh penutur BB. Fokus pembinaan adalah: (1) dari kita smeua, (2) oleh kita semua, dan (3) untuk kita semua. Dengan kata lain, tanggung jawab pembinaan BB terletak dipundak kita bersama. Kewajiban pembinaan BB juga dilakukan oleh stake holder yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pembinaan BB dijamin oleh Undang-Undang dan berbagai peraturan seperti:

(6)

1. UUD 1945 (Amandemen) Bab xiii tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 32 ayat (2) dan Bab XV tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan pasal 36.C.

2. UU Republik Indonesia No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan: Bab III tentang Bahasa Negara, Pasal 42 ayat (1), (2) dan (3).

3. Permendagri No 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.

4. Perda No 3 Tahun 1992 tentang Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.

5. Surat Keputusan Gubernur Bali No 179 Tahun 1995 dan Peraturan Gubernur Bali Tahun 2013.

Untuk materi pelestarian bahasa Bali disajikanbahwa Bahasa Bali sebagai aset Kebudayaan Bali penting untuk dilestarikan yaitu dipertahankan, diselamatkan, dikembangkan serta dilindungi dari segala ancaman. Pelestarian BB dilakukan dengan cara: menggunakan atau memakai atau memungsikan sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan pada ranah-ranah kebudayaan, seperti rumah tangga; lingkungan Banjar, Desa; Komunikasi melalui telepon, HP, dan lain sebagainya.;Agama; Adat; Lembaga tradisional maupun kedinasan;

Pertanian; Pariwisata; Kesenian; Perdagangan; Sekolah; Kampus; Politik; dan lain sebagainya.

Sebelum sesi diskusi, sebagai penutup ceramah disertakan pula beberapa contoh pemakaian bahasa Bali yang rancu, yang salah, dan sepintas terdengar maupun terlihat seperti kalimat yang sudah benar, tetapi sesungguhnya masih terjadi kesalahan. Bentuk kesalahan yang terakhir ini paling banyak mewarnai bahasa Bali dewasa ini. Artinya sebuah kesalahan yang tidak dirasakan salah dan tetap bahasa tersebut dipakai oleh masyarakat. Kesalahan model ini disebut dengan salah kaprah.

Untuk selanjutnya, kami memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Bali, situasi pemakaian bahasa Bali, dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pemakaian bahasa Bali. Kesempatan tersebut digunakan

(7)

sebaiknya oleh peserta sehingga ada enam pertanyaan yang disampaikan yaitu, pertanyaan pertama dari Bapak Edy Muliarta, guru Sekolah Dasar No. 2 Getasan – Petang. Pertanyaannya adalah: Pada keluarga yang sudah maju tingkat ekonominya, banyak orang tua mengajarkan serta membiasakan anak-anaknya menggunakan bahasa Indonesia. Sementara kami di Sekolah, mendorong anak- anak agar melestarikan penggunaan bahasa Bali. Bagaimana menyikapi persoalan ini? Pertanyaan kedua dating dari Ibu Sri Wiryani, Guru Sekolah Dasar No. 1 Pangsan – Petang. Adapun pertanyaannya adalah: bagaimana caranya memotivasi agar anak-anak senang menggunakan bahasa Bali? Pertanyaan ketiga datangnya dari Ibu Ida Ayu Artini, guru Sekolah Dasar No. 1 Sulangai – Petang. Adapun pertanya adalah masalah pengajaran bahasa Bali terbentur pada adanya sor- singgih basa, Bagaimana caranya memberikan materi agar anak-anak mudah memahaminya? Pertanyaan keempat datangnya dari Ibu Srio Ernawati, guru Sekolah Dasar No. 2 Pelaga. Adapun pertanyaannya adalah kami masih belum faham membedakan antara basa alus dan basa Madya, anak-anak juga kurang sekali minatnya terhadap sor-singgih basa. Pertanyaan kelima datangnya dari Bapak Komang Wira ma dari SMP Negeri 2 Petang. Adapun Pertanyaannya adalah kami menghadapi dilemma antara pelestarian bahasa Bali di sekolah dengan tidak adanya soal pada ulangan semester, seperti halnya mata pelajaran lain yang dalam UKG dan PKB. Bagaimana mencarikan solusi untuk masalah ini?

Pertanyaan terakhir yang keenam datangnya dari Bapak I Gede Sumerta Guru Sekolah Dasar No. 1 Plaga. Ini bukan pertanyaan tetapi semacam usul, yaitu kami ada usul agar Bapak dan Ibu nara sumber membantu dalam pengadaan (1) kamus bahasa Bali, (2) bahan ajar yang tepat bagi pembelajaran anak-anak di sekolah?

Keenam pertanyaan dijawab oleh narasumber, yaitu jawaban pertanyaan pertama: pemerolehan dua bahasa yaitu bahasa ibu dan bahasa nasional adalah sesuatu kenyataan yang tidak bias kita ingkari. Fakta tentang hal ini kita namakan sebagai kedwibahasaan. Penggunaan dua bahasa (BB dan Bahasa Indonesia) dijamin oleh undang-undang. tugaskita adalah mengharmonisasikan penggunaan kedua bahasa ini sesuai dengan tempat, konteks, dan tema yang dihadapi. dalam rumah tangga sebaiknya menggunakan bahasa Bali. Di lingkungan tetangga,

(8)

banjar maupun wilayah adat juga demikian. Dan bahasa Nasional digunakan pada acara-acara yang lebih formal misalnya dalam proses belajar mengajar diluar mata pelajaran Bahasa Bali.

Rendahnya motivasi disebabkan oleh banyak faktor. Bisa jadi oleh faktor murid, guru, dan juga bahan ajar. Bisa saja murid tidak memiliki kamus atau perbendaharaan kosa kata yang mencukupi untuk proses komunikasi. atau guru juga kurang mampu memetakan kebutuhan siswa dan juga materi ajar yang kurang menarik bagi anak-anak. Solusinya adalah agar guru melakukan penelitian PTK, untuk mengetahui keadaan kognitif siswa. Hasil PTK itulah nantinya dijadikan pedoman untuk meningkatkan minat, motivasi serta mutu proses belajar mengajar.

Masalah sor singgih basa Bali, memang sesuatu yang masih menjadi momok bagi penutur BB secara umum. Ada strategi yang harus dilakukan oleh guru untuk mengajarkan hal ini. Pertama: agar guru memberikan daftar kosa kata dasar yang berkategori (1) basa/kruna kepara, (2) kruna mider, (3) kruna alus.

Kedua: agar penggunaan sor singgir basa ini dipraktekan misalnya melalui permainan sosio-drama, dan ketiga: agar guru secara rutin memberikan pr tentang sor singgih melalui daftar kosa kata.

Untuk basa alus dan madya, juga sama. Ibu harus mengklasifikasikan daftar kosa kata secara rutin bagi anak-anak, dengan memberikan simulasi dan juga pr, maupun pendekatan yang bersifat praktek.

Masalah UKG dan PKB memang berkaitan dengan masalah politik pendidikan. Pemda Bali dan juga Kabupaten/Kota belum memiliki visi pelestarian Bahasa Bali yang sama. Jika kita menunggu, kebijakan top-down, rasanya sangat tidak mungkin. Penyaji menyarankan agar guru-guru bahasa Bali di Petang, bersikap pro-aktif: menghimpun diri secara organisasi, menunggu momentum yang tepat dan berani untuk menyampaikan aspirasi ke Pemerintah.

Dengan jawaban-jawaban dari penyaji, peserta kelihatannya sangat puas.

Hal itu terbukti dengan tertibnya peserta mengikuti acara selama acara berlangsung.

(9)

5. Simpulan dan Saran

Berdasarkan pengamatan selama berlangsungnya acara dan berdasarkan atas permasalahan yang diajukan, serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1) Situasi kebahasaan penutur bahasa Bali untuk anak-anak yang duduk di bangku sekolah agak sulit diajak berbahasa Bali karena walaupun di sekolah diupayakan oleh guru-guru menggunakan bahasa Bali tetapi di rumah masing- masing ada yang menggunakan bahasa Indonesia.

2) Para guru ingin mencari model pembelajaran bahasa Bali khususnya yang sesuai dengan anggah-ungguhing basa agar anak-anak tertarik untuk berbahasa Bali.

3) Anak didik kurang memahami pentingnya bahasa Bali yang sesungguhnya sangat penting bagi budaya Bali.

4) Para guru tidak memiliki Kamus Bahasa Bali DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Gusti Ketut. Dkk. 2008. Kamus Bali-Indonesia Berbahasa Latin dan Bali.

Denpasar: Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Bekerjasama dengan Badan Pembinaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Provinsi Bali.

Bagus, I Gusti Ngurah. 1975/1976. “Tingkat-tingkat Bicara dalam Bahasa Bali”.

Denpasar: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jendra, I Wayan. 2006. “Sikap Penutur Bahasa Bali (BB) dan Pembakuan Bahasa Bali (Tinjauan Sosiolinguistik)”. Makalah. Disampaiakan pada Kongres Bahasa Bali VI. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Narayana, Ida Bagus Udara. 1984. “Tingkatan Anggah-Ungguhing Basa Bali”.

Widya Pustaka. Th.I, Nomor 1. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

(10)

Suryati, Ni Made. 2008. “Masalah Pemakaian Bahasa Bali Mider dan Bahasa Alus Mider: Sebuah Studi Kasus”. Dalam Keraket Antuk tresna, Sebuah Persembahan kepada Guru. Denpasar: Jurusan Sastra Daerah, dan Program Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana. Hlm. 18-31.

Tinggen, I Nengah. 1993. Tata Bahasa Bali Ringkes. Singaraja: Rhika.

--- 1995. Sor Singgih Basa Bali. Singaraja: Rhika Dewata.

Ucapan Terima Kasih

Pengabdian ini dapat terselenggara berkat peranan institusi dari tingkat program studi atas rekomendasinya, fakultas, LPPM, dan Univeritas Udayana sebagai payungnya yang sudah memfasilitasi baik sarana maupun prasarana lainnya. Untuk itu, ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Ketua Program Studi Sastra Bali, Dekan Fakultas Ilmu Budya, Ketua LPPM, dan Rektor Universitas Udayan. Tidak lupa juga diucapkan terima kasih kepada para peserta yang sudah melancarkan acara ini.

Referensi

Dokumen terkait

Soebekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1979 ---Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995 ---Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Fakultas Hukum

Prof Jonathan Jansen, President, Academy of Science of South Africa ASSAf invites you to The 11th ASSAf Presidential Roundtable Discussion titled “The Implications of ChatGPT for