Memang dalam menafsirkan Al-Qur'an, seorang mufasir harus menguasai beberapa cabang ilmu yang diperlukan untuk menafsirkan Al-Qur'an. Bagi yang tidak setuju dengan hermeneutika, mereka berpendapat jika hermeneutika dianggap sebagai metode penafsiran Al-Qur'an, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang ambigu. Kalau kita lihat pada i'jazul Al-Qur'an, cara ini akan menjadi korup karena kualitas Al-Qur'an jelas diatas kitab-kitab yang lain.
Maka Al-Quran merupakan kitab suci, tidak setingkat dengan sastra Yunani kuno yang ditafsirkan dengan metode hermeneutika. Dalam buku ini, penulis mencoba mencari celah-celah yang memungkinkan penafsiran hermeneutik digunakan sebagai alat penafsiran Al-Qur'an.
Keterkaitan antara realitas, budaya dan bahasa menjadikan Al-Qur’an sebagai teks sejarah sekaligus teks kemanusiaan. Mengubah teks Al-Qur'an secara material adalah hal yang mustahil, baik dari segi keaslian agama maupun sejarah. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan perbedaan hasil penafsiran Al-Qur’an bisa saja timbul akibat perbedaan pendekatan penafsiran.
Muhammad Shahrur dalam bukunya Prinsip dan Landasan Hermeneutika Al-Qur'an Kontemporer menyatakan bahwa Al-. Juga tidak menyentuh sejauh mana hasil penafsiran hermeneutis mencapai makna terdalam Al-Qur'an.
Pengertian Hermeneutika dan Perkembangannya
- Definisi Hermeneutika dan Perkembangannya
- Cara Kerja Hermeneutika
Hermeneutika sebagai metode filosofis dapat diartikan sebagai cara menafsirkan simbol-simbol yang berupa teks atau benda untuk mengetahui makna dan maknanya. Hermeneutika sebagai sebuah metode juga menunjukkan kemampuan menafsirkan masa lalu yang belum dialami, kemudian membawanya ke masa kini dan masa depan. Hermeneutika belum sepenuhnya diterima sebagai metode universal. Hermeneutika sebagai suatu teori memposisikan hermeneutika sebagai suatu metode pemahaman teks, baik teks suci maupun teks profan (atau dalam hermeneutika lebih dikenal dengan istilah geitesswissenschaffen atau ilmu humaniora).
Dalam perkembangan selanjutnya, Dithney menggagas hermeneutika sebagai landasan ilmu-ilmu kemanusiaan, kemudian Gadamer mengembangkannya menjadi metode filosofis, yang selanjutnya dikembangkan oleh para filsuf lain seperti Habermes.8. Palmer membaginya menjadi enam kategori, yaitu hermeneutika sebagai penafsiran kitab suci, hermeneutika sebagai metode filologis, dan hermeneutika sebagai penafsiran kitab suci.
Tokoh-Tokoh Hermenutika Barat Dan Pandangannya
- Friedrich Schleiermacher
- Wilhelm Dilthey
- Hans – Georg Gadamer
- Habermas
Dari sini Dilthey mengambil kesimpulan bahwa hermeneutika sebenarnya patut dipertimbangkan sebagai landasan epistemologis bagi ilmu-ilmu budaya (humaniora), dan bukan sekedar ilmu memahami dan menafsirkan teks. Hermeneutika Dilthey sangat jelas didasarkan pada perbedaan antara metode dalam ilmu budaya dan ilmu alam. Dalam ilmu budaya metodenya adalah memahami (verstehen), dalam ilmu alam menjelaskan (erclaren).
Jadi pemahaman menemukan 'aku' di dalam 'kamu', dan hal ini mungkin disebabkan oleh kemiripan dengan manusia.Kegiatan pemahaman sejarah sangat diperlukan untuk memaknai ungkapan-ungkapan kehidupan manusia, baik itu karya sastra, hukum-hukum maupun kitab-kitab suci yang secara alami memuat ilmu pengetahuan. . pemahaman manusia.. 20. Apa yang dipahami menentukan jenis pemahaman, sederhana, kompleks, sangat kompleks; verstehen berkembang dalam prinsip lingkaran hermeneutik dan berangkat dari sistem secara keseluruhan. Ia berargumen bahwa tugas hermeneutika yang paling mendasar bukanlah mengembangkan prosedur pemahaman, melainkan menguji “apa yang selalu terjadi” ketika kita memahami.
Pemahaman bukanlah sebuah proses subjektif, melainkan sebuah persoalan penempatan dalam suatu tradisi atau dalam “peristiwa” yang mentransmisikan tradisi itu kepadanya. Pemahaman merupakan partisipasi dalam aliran tradisi, pada momen yang menyatukan masa lalu dan masa kini. Baik ketika mengucapkan sebuah penghakiman atau memberitakan sebuah ritual, penafsiran harus mencakup tidak hanya penjelasan mengenai apa makna teks dalam dunianya sendiri, namun juga apa maknanya pada saat ini.
Untuk memahami sebuah teks kita harus membuang segala bentuk prasangka dengan tujuan agar kita terbuka terhadap apa yang dikatakan sebuah teks namun mengantisipasi dan menafsirkan berdasarkan apa yang kita miliki, apa yang kita lihat dan apa yang kita peroleh nantinya. Dalam hal ini kita memahami penghakiman terutama sebagai sesuatu yang berkaitan dengan apa yang harus dilakukan, sesuatu yang tidak dapat dipelajari atau diajarkan, tetapi hanya dilakukan dari satu kasus ke kasus lainnya. Hal ini juga akan menciptakan kesenjangan antara apa yang diungkapkan dan apa yang dimaksudkan, dan kesenjangan itu hanya akan tertutup jika hermeneutika atau penafsiran berhasil.
Tokoh-tokoh Hermeneutik Islam dan Pandangannya
- Hasan Hanafi
- Nasr Hamid Abu Zayd
- Muhammed Arkoun
- Muhammad Syahrur
Pertama, bahwa dalam menafsirkan teks Al-Qur’an tidak perlu mempertanyakan asal-usul atau hakikatnya. Kedua, berkaca pada proses lahirnya teks Al-Qur’an yang didahului oleh kenyataan, seorang mufasir harus merumuskan niatnya. Pertama, Al-Qur’an merupakan risalah wahyu dimana wahyu merupakan suatu proses komunikasi yang melibatkan pengirim (Allah), penerima (Muhammad), perantara (Malaikat Jibril) dan kode komunikasi (Arab).
Kedua, antara susunan huruf dan ayat yang berbeza dengan kronologi turunnya wahyu al-Quran. Ketiga, sebagaimana disebutkan oleh al-Quran sendiri, terdapat ayat muhkam dan ayat mutasyabih. Sebelum al-Quran diturunkan, konsep wahyu telah wujud dalam budaya masyarakat Arab ketika itu.
Peradaban terbentuk dari interaksi antara masyarakat yang mengimani Al-Qur'an dan Al-Qur'an itu sendiri. Tak jarang, pesan-pesan Alquran dijadikan pembenaran untuk melegalkan tindakan destruktif dan diskriminatif. Al-Qur'an, Arkoun juga menemukan bahwa Al-Qur'an dapat dibaca dan karenanya ditafsirkan dengan cara yang berbeda-beda.
Lebih lanjut, Arkoun menyatakan Al-Qur'an bukanlah sesuatu yang transenden yang menafikan adanya hubungan dengan sejarah manusia. Ketiga, Al-Qur'an merupakan teks terbuka, tidak ada penafsiran yang dapat menutupnya secara permanen dan ortodoks. Ide-ide tersebut dituangkan dalam karya monumentalnya, Al-Kitab wa al-Qur'an: Qiraah Mu'asirah.45.
Umat Islam modern dengan demikian memiliki kualifikasi yang lebih baik untuk memahami Al-Qur'an sesuai dengan tujuan dan realitas modern yang melingkupinya. Sedangkan Al-Qur'an merupakan ayat-ayat mutasyabihat yang sering disamakan dengan as-sab'al al-masani.
Cara Hermeneutika Mencapai Makna Sesungguhnya Dari Teks
Dalam sejarah hermeneutika penafsiran Al-Quran, setidaknya terdapat dua pembagian; hermeneutika Al-Qur'an tradisional dan hermeneutika Al-Qur'an kontemporer. Hermeneutika Al-Qur'an tradisional tidak pernah melakukan pembahasan teoretis seperti ini selengkap yang dimaksudkan Hanafi. Keberpihakannya, yang merupakan inti dari gerakan kiri, membuat Hasan Hanafi dengan cepat menolak pretensi objektivitas yang terdapat dalam hermeneutika Al-Qur'an modern.
Nasr Hamid Abu Zayd menggunakan analisis bahasa dan sastera untuk memahami mesej al-Quran. Al-Quran, seperti kitab-kitab lain, adalah sebahagian daripada tamadun teks yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Nasr Hamid cuba memasukkan masalah bahasa sebagai salah satu alat dalam kajian teks-teks al-Quran.
Kemudian dilanjutkan dengan kajian hadis Nabi, hingga beliau menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah teks dan produk budaya. Di satu sisi Nasr Hamid sama dengan Mu'tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah firman yang diciptakan Allah. Muhammad Syahrur Doktor Teknik, setelah mempelajari filsafat dan linguistik, mencoba merambah wilayah Ulumul Qur'an.
Syahrur lebih lanjut menegaskan anggapannya bahwa Al-Quran merupakan wahyu kepada manusia, diturunkan untuk dipahami secara utuh. Tuntunan tersebut berupa metode pemahaman Al-Qur’an yang Syahrur sebut dengan manhaj al-tartil, yang dapat diidentikkan dengan metode intratekstualitas. Selain itu, Shahrur menempatkan metode ini sebagai salah satu prinsip utama hermeneutika Al-Qur'an yang disebutnya al-ta'wil.
Contoh Penafsiran Al-Qur’an Dengan Cara Hermeneutik
- al-Tafsir al-Siyaqi al-Tarikhi (Tafsir Kontekstual -Historis)
- al-Tafsir al-Taharrury (Tafsir Transformatif)
Dalam bidang ini, tidak berlebihan jika dikatakan Syahrur meletakkan dasar bagi metode baru dalam membaca teks agama, khususnya Al-Qur'an. Dalam dunia pemikiran Islam, ada dua aliran pemikiran utama yang sangat mempengaruhi genre pemikiran penafsiran Al-Qur'an. Abdul Moqsith Ghazali, berusaha mengkategorikan model penafsiran Al-Qur'an dari zaman dahulu hingga sekarang.
Pengikut tafsir jenis ini biasanya menolak definisi Al-Quran sebagai Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Jibril secara mutawatir. Jelaslah bahawa pendapat ini, menurut kebanyakan umat Islam, mengancam pensucian al-Quran dan kenabian. Dengan konsep tawil Nasr Hamid tentang takwil tersebut, dapat dilihat daripada hasil takwilnya terhadap pelbagai tema dalam al-Quran; pertama dalam ramalannya tentang isra'.
Dalam ayat yang membicarakan tentang izin mengahwini budak perempuan yang dimilikinya, dia berkata: "Ayat ini menunjukkan perhatian Al-Qur'an kepada para penolong. Al-Qur'an tidak menjadi ilmu yang diajarkan dalam kurikulum. , tetapi menjadi teks , yang mengarahkan perubahan.Bagi pengguna tafsiran model jenis ini, jelas bahawa Al-Quran tidak datang untuk mengubah realiti, tetapi untuk mengubahnya.
Sedangkan arkeologi dogmatis Asghar menekankan pada penguraian (rekonstruksi) teks Al-Qur'an dan hadis yang memberikan identifikasi budaya. Dengan demikian, sangat jelas bahwa Al-Qur'an tidak menyatakan izin umum bagi siapa pun untuk mempunyai empat istri. 16 Insinyur Asghar Ali, Kematian Perempuan Mengungkap Doktrin Megaskandal dan Transformasi Maskulin Al-Qur'an Perempuan dan Masyarakat Modern, Akhmad Affandi dkk (trans.), (Yogyakarta: IRCISoD.
Hermeneutika Sebagai Metode tafsir
Ada beberapa konsep hermeneutika yang jika digunakan dalam penafsiran Al-Qur'an akan menimbulkan permasalahan. Pemikiran Schleirmacher yang menyatakan bahwa penafsir dapat memahami lebih banyak dan lebih baik dari penulis sangat tidak tepat jika diterapkan pada penafsiran Al-Qur'an. Tidak ada satu pun penafsir Al-Qur'an yang mengaku lebih memahami selain penulis Al-Qur'an.
Seringkali mereka sering menggunakan kata wallahu a'lam (Allah lebih mengetahui arti sebenarnya dari ayat ini) ketika menjelaskan Al-Qur'an. Pertama, Al-Qur’an merupakan dokumen tekstual manusia yang sekaligus menjadi pedoman hidup manusia di dunia dan akhirat. Dan ketujuh, tujuan moral Al-Qur’an harus menjadi pedoman dalam menyelesaikan permasalahan sosial.19.
Al-Sid, "Ata, Muhammad, Sejarah Firman Tuhan Orang-Orang Mukmin yang Mendebat Al-Qur'an dari Zaman Nabi, Klasik dan Modern, Insinyur Trans, Ali, Asghar, Kematian Wanita Mengungkap Doktrin Megaskandal dan Transformasi Al-Qur'an Laki-Laki Perempuan dan Masyarakat Modern, Trans.Ghazali, Moqsith, Abd, Menuju Tafsir Al-Qur'an yang Membebaskan, Majalah Tashwirul Afkar, No.18 Tahun 2004.
Mustaqim, Abdul dan Sahiron Syamsuddin (eds.), Kajian Al-Qur'an Kontemporer, Wacana Baru, Berbagai Metodologi Tafsir, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002. Suhaidi, Muhammad RB, Tafsir Al-Qur'an Secara Hermeneutis, Respon terhadap Tulisan Muchieb Aman Aly, Majalah Aula, Mei 2005. Suyudi, M, H, Hermeneutika Al-Qur'an (Kajian Pendekatan Hermeneutik dalam Menafsirkan Al-Qur'an), Jurnal Al-Tahrir, Vol.2/No . 2 Juli 2002.