• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP TAZKIYATUN NAFS DALAM AL-QUR AN DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONSEP TAZKIYATUN NAFS DALAM AL-QUR AN DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

B A D A R U S 105 19 01042 10

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1436 H/2015 M

(2)

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI Nama Penulis : B A D A R U S

NIM : 105 19 01042 10

FAK/Jurusan : Agama Islam/ Pendidikan Agama Islam KELAS/JURUSAN : IX F/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PEMBIMBING I : Dra. Mustahidang Usman, M. Si

NO TANGGAL URAIAN PERBAIKAN PARAF

Makassar,13, Dzul Hijjah 1435 H 07, Oktober 2014 M MENGETAHUI,

KETUA JURUSAN

Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si NBM : 774234

(3)

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI Nama Penulis : B A D A R U S

NIM : 105 19 00852 10

FAK/Jurusan : Agama Islam/ Pendidikan Agama Islam KELAS/JURUSAN : IX. F/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PEMBIMBING II : Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si

NO TANGGAL URAIAN PERBAIKAN PARAF

Makassar, 13, Dzul Hijjah 1435 H 07, Oktober 2014 M MENGETAHUI,

KETUA JURUSAN

Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si NBM : 774234

(4)

ii

Implikasinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam Nama Penulis : B A D A R U S

Nim : 105 19 01042 10

Fak/Jurusan : Agama Islam / Pendidikan Agama Islam

Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diajukan dan dipertahankan dihadapan Tim penguji ujian skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makasar.

Makassar, 07 Oktober 2014

Disetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Mustahidang Usman, M. Si Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si NIDN: 628184 NBM : 774 234

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul ” Konsep Tazkiyatun Nafs Dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam “ telah diujikan pada hari sabtu, 02 Jumadil Awal 1436 H. bertepatan dengan 21 Februari 2015 M dihadapan penguji dan dinyatakan telah diterima dan disyahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 02 Jumadil Awal 1436 21 Februari 2015 Dewan Penguji :

1. Ketua : Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I (………..) 2. Sekretaris : Dr.Abd.Rahim Razaq,M.Pd. (………) 3. Penguji I : Dr. Hj. Maryam, M. Th. I (………..)

Penguji II : Drs. KH. Nasruddin Razaq (………..) 4. Pembimbing I : Dra. Mustahidang Usman, M. Si (………)

5. Pembimbing II : Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si (……….)

Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Agama Islam

Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I NBM: 554 612

(6)

Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar telah mengadakan sidang Munaqasyah pada:

Hari/Tanggal : Sabtu 21 Februari 2015 M / 02 Rabiul Awal 1436 H Tempat : Kampus Unismuh Makassar Jln.Sultan Alauddin

MEMUTUSKAN Bahwa saudara

Nama : Badarus

Nim : 105 19 01042 10

Judul Skripsi :”Konsep Tazkiyatun Nafs Dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Dalam Pengembangan Pendidikan Islam”

Dinyatakan : LULUS

Mengetahui:

Ketua Sekretaris

Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I Dr.Abd.Rahim Razaq,M.Pd.

NBM: 554 612 NIDN: 092008590

Penguji I : Dr. Hj. Maryam, M. Th. I (……….) Penguji II : Drs. KH. Nasruddin Razaq (………..………)

Pembimbing I : Dra. Mustahidang Usman, M. Si (……….……….) Pembimbing II : Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si (……….)

Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Agama Islam

Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I NBM: 554 612

(7)

iii

di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, dibuat atau dibantu secara langsung oleh orang lain baik keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal secara hukum.

Makassar, 13, DzulHijjah 1435 H 07, Oktober 2014 M

B A D A R U S

(8)

v

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbil ‘alamin atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam atas junjungan kita Nabiyullah Muhammad saw.

Kesucian jiwa akan lebih memudahkan manusia memahami ilmu Agama Islam maka dari itu penulis merasa sangat tertarik untuk mengkaji seperti apa konsep tazkiyatun nafs dalam Al-Qur’an dan implikasinya dalam pengembangan pendidikan islam.

Penulis sadar bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi, namun berkat dorongan, nasehat, serta motivasi yang diberikan oleh pihak yang bersangkutan, Alhamdulillah Skripsi ini akhirnya dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang setulus – tulusnya kepada yang tercinta

1. Kedua orang tua penulis ayahanda dan ibunda Tercinta, terkasih dan tersayang yang telah membimbing dan memberikan dukungan baik moril maupun materil sejak kecil sampai sekarang sehingga penulis

(9)

vi

2. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M. Pd, sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah menyediakan fasilitas kampus yang memadai seperti; ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium, ruang mikro teaching dan sebagainya, meskipun masih membutuhkan perbaikan untuk pengembangan pendidikan.

3. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M. Pd. I, sebagai Dekan Fakultas Agama Islam berserta seluruh staf yang telah mengembangkan Fakultas dan memberikan bantuan dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan kepemimpinan kepada penulis.

4. Ibu Amirah mawardi, S. Ag,. M. Si sebagai Ketua Jurusan dan ibu Dr.

Hj. Maryam M. Th.I sebagai sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam yang senantiasa membantu penulis dalam persoalan Akademik.

5. Dra. Mustahidang Usman, M. Si, selaku pembimbing I dan Ibu Amirah Mawardi, S. Ag., M. Si, selaku pembimbing II yang senantiasa sabar dalam mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu para dosen yang telah melakukan tranformasi ilmu dan nilai kepada penulis yang penuh manfaat dan berkah, semoga amal jariahnya selalu mengalir.

(10)

vii

8. Dan yang terakhir ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman mahasiswa terutama Anggota pengurus HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sumenep) CABANG MAKASSAR, Rudi setiawan, Ramlan Azzam, Ulil Amri, dan yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tetapi telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, kepada Allah swt. kami memohon semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya semoga senantiasa memperoleh balasan disisi-Nya dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca umumnya dan lebih lagi bagi pribadi penulis, amin ya Rabbal ’alamin.

Makassar, 13, Dzulhijjah 1435 H 07, Oktober 2014 M

B A D A R U S

(11)

viii

dan implikasinya dalam pengenbangan pendidikan Islam.” (dibimbing oleh Amirah Mawardi dan Mustahidang Usman).

Penelitian yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: Untuk mengetahui Konsep Nafs dalam Al-Qur’an surah ke 91 ayat 9-10, untuk mengetahui bagaimana Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al-Qur’an, dan mengetahui bagaimana implikasi Konsep Tazkiyatun Nafs dalam pengembangan pendidikan islam

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Researce) dengan pendekatan Kualitatif. Dalam hal ini peneliti berusaha memfokuskan pada penelusuran dan penelaan literature serta bahan pustaka yang dianggap ada kaitannya dengan Tazkiyatun nafs.

Variabel dalam penelitian ini adalah tazkiyatun nafs sebagai variabel bebas dan dalam pendidikan Islam sebagai variabel terikat. Teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis adalah melakukan riset kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis yang penulis pergunakan dengan membaca dan menelaah beberapa literatur. Teknik analisis data, diolah melalui deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum konsep nafs dalam Al-Quran menunjuk kepada sisi dalam diri manusia yang memiliki potensi baik dan buruk. Al-Quran dalam menggunakan kata nafs untuk menunjuk sisi dalam diri manusia itu, sedikitnya ada 4 pengertian yang dapat diperoleh. Pertama, bahwa nafs berhubungan roh; kedua, bahwa nafs berhubungan dengan potensi pikiran manusia; ketiga bahwa nafs berhubungan dengan hati( al-qalb); dan keempat bahwa nafs berhubungan dengan potensi kebaikan dan keburukan. Sedangkan tazkiyatun nafs adalah proses penyucian jiwa dari perbuatan syirik dan dosa, pengembangan jiwa manusia mewujudkan potensi-potensi menjadi kualitas moral yang luhur (akhlakul hasanah), proses pertumbuhan, pembinaan akhlakul karimah (moralitas yang mulia) dalam diri dan kehidupan manusia. Implikasi konsep tazkiyatun nafs, Dalam pengembangannya pendidikan Islam menyeimbangkan dua unsur (jasmani dan rohani) secara integratif. Dengan diterapkannya Tazkiyatun Nafs dalam kehidupan sehari-hari maka akan berimplikasi memperkuat keimanan manusia, membentuk akhlakul karimah, mengembangkan potensi manusia, membentuk kematangan emosional manusia dengan lebih bijaksana dalam menyikapi problematika kehidupan dan menjauhkan pemahaman manusia dari kehidupan materialism, hedonisme.

(12)

ix

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ... ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ... . iii

Halaman Pengesahan ... .... iv

Halaman Prakata ... ... v

Halaman Abstrak ... ... viii

Daftar Isi... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Tazkiyatun Nafs ... 8

1. Pengertian Nafs ... 8

2. Klasifikasi Nafs ... 12

3. Fungsi Nafs ... 15

4. Manfaat Nafs dalam Kehidupan Sehari-hari... 17

5. Pengertian Tazkiyatun Nafs ... 21

6. Tingkatan Tazkiyatun Nafs ... 24

B. Pendidikan Islam ... 26

1. Pengertian pendidikan islam ... 26

2. Tujuan Pendidikan Islam ... 31

3. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ... 33

C. Ruang Lingkup Pendidikan Islam... 36

1. Pengajaran Al-Qur’an... 36

(13)

x

6. Materi Pendidikan Islam... 37

7. Metode Pendidikan Islam... 38

8. Evaluasi Pendidikan Islam... 38

9. Sarana dan Prasarana Pendidikan Islam... 38

10. Lingkungan Sekitar……….38

D. Prinsip – prinsip Pendidikan Islam... 38

1. Prinsip Integral dan Seimbang... 38

2. Prinsip Membentuk Manusia yang Seutuhnya... 39

3. Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama... 40

4. Prinsip Terbuka... 40

5. Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat.... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Variabel penelitian ... 43

C. Definisi Operasional Variabel ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Teknik Pengelolaan Data ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN…………...48

A. Konsep Tazkiyatun Nafs... 48

B. Metode Tazkiyatun Nafs...52

1. Muhasabatun Nafs... 52

2. Taubat... 53

3. Bergaul Dengan Orang-orang Shaleh... 53

4. Menghadiri Majlis Ta’lim... 54

(14)

xi

2. Kewajiban Hidup Manusia... 63

3. Tujuan Hidup Manusia... 65

a. Memperkuat Keimanan Manusia Sebagai Dasar Pijakan Dalam Beraktivitas Sehari-hari…………... 67

b. Membentuk Akhlakul Karimah……. …...69

c. Mengembangkan Potensi Manusia………..……... 72

d. Membentuk Kematangan Emosional Manusia Dengan Lebih Bijaksana Dalam Menyikapi Problematika Kehidupan………..… 75

e. Menjauhkan pemahaman Manusia dari kehidupan materialisme-hedonisme………. 76

BAB V PENUTUP... 81

A. Kesimpulan...81

B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan oleh Allah swt. Dalam dua dimensi jiwa, ia memiliki karakter, potensi, orientasi dan kecendrungan yang sama untuk melakukan hal-hal positif dan negatif. Inilah salah satu ciri spesifik manusia yang membedakan dengan makhluk lainnya, sehingga manusia dikatakan makhluk alternatif. Artinya manusia bisa jadi baik dan tinggi di hadapan Allah atau sebaliknya, ia pun bisa menjadi jahat dan jatuh terperosok pada posisi yang rendah dan buruk seperti hewan bahkan lebih rendah dan buruk dari pada hewan.

Manusia adalah makhluk dua dimensi dalam tabiatnya, potensinya, dan dalam kecenderungan arahnya. Ini karena ciri penciptaannya sebagai makhluk yang tercipta dari tanah dan hembusan ilahi, menjadikannya memiliki potensi yang sama dalam kebajikan dan keburukan, petunjuk dan kesesatan. Manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dia mampu mengarahkan dirinya menuju kebaikan atau keburukan dalam kadar yang sama.

Dimensi jiwa dalam kehidupan manusia sangat berpengaruh dalam membina perjalanan keimanan, keislaman dan keihsanan seorang muslim. Pentingnya wahana ruhani tersebut, dalam hal ini jiwa, karena

(16)

jiwa adalah eksistensi terdalam yang senantiasa membutuhkan konsumsi spritual agar berkembang tubuh sehat dan mandiri. Sebab pendidikan seorang muslim tidak akan berhasil secara maksimal apabila tidak bisa mengolah rasa jiwanya sampai pada tahap kesucian, kemuliaan dan keluhuran. Untuk mencapai tahapan keluhuran maka harus dimulai dari tahap pertama yaitu tahap penyucian jiwa, tahap inilah yang dalam istilah bahasa arab disebut tazkiyatun nafs. (  ةي كز ت )

Tazkiyatun dimaksudkan sebagai cara untuk memperbaiki seseorang dari tingkat yang rendah ketingkat yang lebih tinggi dalam hal sikap, sifat, kepribadian dan karakter. Semakain sering seseorang melakukan tazkiyah pada karakter karakter kepribadiannya, semakin Allah membawanya ketingkat keimanan yang lebih tinggi. Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S. Asy-syam : 9-10)





















Terjemahannya:

sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.(Departemen Agama. 2012 : 437).

Membaca ayat di atas, jelas bahwa mensucikan jiwa adalah sesuatu yang penting dalam kehiudupan manusia. Jiwa yang bersih akan

(17)

menghasilkan prilaku yang bersih pula, karena jiwalah yang menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk. Jadi dapat dikatakan bahwa puncak kebahagian manusia terletak pada tazkiyatun nafs, sementara puncak kesengsraan manusia terletak pada tindakan membiarkan jiwa mengalir sesuai dengan tabiat alamiah.

Al Qur’an menyeru manusia untuk mengamati dirinya dan juga untuk mensucikannya. Diri manusia rentan pada setiap perubahan yang terjadi umumnya perubahan yang negatif. Al-qur’an memerintahkan manusia untuk menjaga dirinya hingga ia terbingkai oleh fitrahnya.

Menjaga fitrah disini mencakup menjaga fisik dan juga jiwa dari semua penyakit yang kerap mengganggu.

Al Qur’an telah memberi ekspresi tertinggi pada diri manusia. Hal ini tampak jelas dari tujuan penting ajaran islam yakni menjaga diri (eksistensi) manusia.

Pendidikan merupakan suatu tujuan dan proses menjaga eksisistensi manusia. Secara lebih filosofis Muhammad Natsir dalam tulisan “ Ideologi Didikan Islam” menyatakan, “yang dinamakan pendidikan ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”

Pendidikan sering dikatakan sebagai seni pembentukan masa depan. Ini tidak hanya terkait dengan manusia seperti apa yang diharapkan dimasa depan, tetapi juga dengan proses seperti apa yang

(18)

akan datang. Baik dalam konteks peserta didik maupun proses, oleh karenanya pendidikan islam perlu memperhatikan realitas sekarang untuk menyusun format langkah-langkah yang akan dilakukan.

Pendidikan islam dewasa ini menghadapi banyak tantangan yang berusaha mengancam keberadaannya. Tantangan tersebut merupakan bagian dari sekian banyak tantangan global yang memerangi kebudayaan islam. Tantangan yang paling parah yang dihadapi pendidikan islam adalah krisis moral spritual masyarakat, sehingga muncul anggapan, bahwa pendidikan islam masih belum mampu merealisasikan tujuan pendidikan islam secara holistik

Pendidikan islam merupakan salah satu aspek dari ajaran islam secara keseluruhan. Karenanya, tujuan pendidikan islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam islam, yaitu untuk menciptakan pribadi- pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat.

Untuk merealisasikan semua tujuan pendidikan islam yang dicita- citakan dan dirumuskan oleh para pemikir pendidikan islam, sangatlah penting untuk melakukan reorientasi terhadap dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan islam yang pertama dan utama tentu saja Al-qur’an dan Sunnah. Dasar pendidikan islam yang selanjutnya adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran- ajaran Al-qur’an dan Sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan

(19)

menjauhkan kemudharatan bagi manusia. Kemudian, warisan pemikiran islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan islam. Dalam hal ini pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan muslim, khususnya dalam pendidikan menjadi rujukan penting pengembangan pendidikan islam. Al Qur’an misalnya memberikan konsep dan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan yaitu penyucian jiwa manusia, penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial.

Dari penulisan di atas jelaslah bahwa konsep-konsep tazkiyatun nafs yang ada dalam Al Qur’an surah As-syam memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap pengembangan pendidikan islam, serta berfungsi sebagai pembentukan manusia yang berakhlakul karimah, beriman dan bertakwa kepada Allah. Serta memiliki kekuatan spiritual yang tinggi dalam hidup. Keduanya merupakan kebutuhan pokok hidup manusia dalam mencapai kebahagiaan dunia akhirat.

Berangkat dari latar belakang diatas, penulis tertarik mengangkat judul ”Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al Qur’an dan implikasinya dalam pengembangan pendidikan islam”. Karena konsep Tazkiyatun Nafs berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan islam, maka penting untuk di perhatikan, di kembangkan dan di wujudkan di zaman modern yang di tandai dengan kemiskinan moral spritual, karena konsep dalam Al Qur’an. Berisikan tentang kebahagiaan dan kesempurnaan jiwa

(20)

serta ketinggian akhlak yang dapat membentuk orang keluar dari krisis moral spritual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat di rumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana Konsep Nafs dalam Al-Qur’an surah ke 91 ayat 9-10?

2. Bagaimana Konsep Tazkiyatun Nafs dalam Al-Qur’an ?

3. Bagaimana implikasi Konsep Tazkiyatun Nafs dalam pengembangan pendidikan islam ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui tentang konsep nafs dalam Al-Qur’an

2. Untuk mengetahui tentang konsep tazkiyatun nafs dalam Al Qur’an.

3. Untuk mengetahui tentang implikasi konsep tazkiyatun nafs dalam pengembangan pendidikan islam.

D. Kegunaan Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa kegunaan yaitu:

1. sebagai sumbangan pemikiran, yang mengharapkan mampu menjadi saranapengembangan wawasan keilmuan dan

(21)

penghayatan serta pengalaman keagamaan dikalangan akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Sebagai bahan untuk menambah khazanah bacaan islam pada perguruan-perguruan tinggi islam pada khususnya dan perguruan-perguruan tinggi yang intens dengan studi keislaman.

3. Untuk mengembangkan kreatifitas potensi diri penulis dalam mencurahkan pemikiran ilmiah lebih lanjut.

(22)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tazkiyatun Nafs 1. Pengertian Nafs

Dalam Ensiklopedi Islam (Al-Indunisi. H. 36. 2003) Nafs (nafsu) adalah dipahami sebagai organ ruhani manusia yang memiliki pengaruh yang paling banyak dan paling besar di antara anggota rohani lainnya yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan.

Dalam kamus ilmu tasawuf kata nafs memiliki beberapa arti, yaitu pertama, nafs adalah pribadi atau diri dalam susunan nafsio fisik.(Jumantoro, H. 65. 2012) (psiko fisik) bukan merupakan dua dimensi yang terpisah, kedua, arti nafs adalah kesadaran perikemanusiaan atau

“aku internal”. Maksudnya, segala macam kegelisahan, ketenangan, sakit, dan sebagainya hanya diri sendirilah yang merasakan dan belum tentu terekspresikan melalui fisik. Orang lain hanya dapat membayangkan apa yang dirasakan oleh “aku internal” ketiga, arti nafs yang ketiga, yaitu dapat diartikan spesies (sesama jenis). Keempat, diartikan sebagai kehendak, kemauan dan nafsu-nafsu. Dengan kata lain nafs merupakan kekuatan penggerak yang membangkitkan kegiatan dalam diri makhluk hidup dan

(23)

memotori tingkah laku serta mengarahkannya pada suatu tujuan atau berbagai tujuan.

Nafs (nafsu) secara etimologis berhubungan dengan asal usul

“peniupan” yang sering secara silih berganti dipakai dalam literatur bahasa Arab dengan arti “jiwa kehidupan” atau “gairah dan hasrat duniawi” suatu istilah yang banyak digunakan dalam khazanah kaum sufi. Al-Ghazali memperhatikan dua bentuk pengertian nafs (nafsu) tersebut. Satu diantaranya adalah pengertian yang menggabungkan kekuatan amarah dan nafs (nafsu) di dalam diri manusia. Sebenarnya kedua unsur tersebut mempunyai maksud yang baik, sebab mereka bertanggung jawab atas gejala-gejala jahat dalam pribadi seseorang dan sebaliknya bagi yang merusak dari amarah dan nafsu harus ditertibkan dan harus dibatasi tindakannya. Sedangkan pengertian kedua dari nafs (nafsu) ialah “ kelembutan ilahi” dengan demikian nafs (nafsu) dapat dipahami sebagai keadaan yang sesugguhnya dari wujud atau perkembangan pada suatu tindakan tertentu dalam pribadi yang secara keseluruhan. Ia mengandung arti penjelasan hubungan yang sesungguhnya antara hati dan gairah tubuh dan dalam keadaan tertentu dari kelembutan ilahi.

Nafs juga dipahami sebagai ruh akhir atau ruh yang diturunkan Allah swt. Atau yang mendhohir kedalam jasadiyah manusia dalam rangka menghidupkan jasadiyah itu, menghidupkan qalbu, akal fikir, inderawi dan menggerakkan seluruh unsur dan organ dari jasadiyah tersebut agar dapat berintraksi dengan lingkungannya di permukaan bumi dan dunia ini.

(24)

Nafs dalam Al-Qur‟an tercantum pada beberapa tempat, dengan makna yang berbeda-beda, sesuai dengan ayat yang ada. Namun secara umum makna-makna tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian :

a. Roh. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-an‟aam [6] : 93



























Terjemahannya :

Seandainya kau lihat orang-orang zalim saat menghadapi cengkraman maut dan makaikat mengulurkan tangan-tangannya keluarkanlah jiwa (roh) mu (Departemen Agama RI : 2007 : 139)

Hal itiu terjadi pada saat orang kafir menghadapi detik-detik kematiannya. Rohnya berpisah dari jasadnya. Kemudian malaikat mengeluarkan dan mencabutnya dengan keras, lalu malaikat mengatakan kepadanya, “keluarlah jiwamu” maksudnya adalah rohmu. Hal ini sebagai penghinaan yang sangat merendahkan.

b. Nafs yang bermakna potensi pikiran manusia. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S An-naml [27] : 14













(25)

Terjamahannya :

Mereka serius menentangnyadan jiwa (potensi pikiran) mereka meyakininya dengan zalim dan sombong (Departemen Agama RI : 2007 : 387)

c. Nafs bermakna hati (al-qalb). Sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S Yusuf [12] : 77















Terjemahannya :

Yusuf menyembunyikannya di dalam jiwa (hati)nya dan tidak di tampakkan kepada mereka (Departemen Agama RI : 2007 : 244) d. Nafs bermakna potensi kebaikan dan kebururkan.

Nafs memiliki berbagai sifat dan karakteristik. Ia mencintai dan membenci, ia menggoda dan merayu, ia yakin dan kokoh, ia juga membimbing pemiliknya kejalan yang benar dan mencelanya pada saat melakukan perbuatan buruk. Nafs memiliki pengaruh nyata pada prilaku manusia.

Sebagian besar ayat Al Qur‟an yang di dalamnya terdapat kata

“an-nafs” memiliki makna ini seperti yang terdapat dalam Q.S Qaaf [50] : 16.

















(26)

Terjemahannya :

Dan sesungguhnuya kami menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan (oleh setan) kedalam jiwa (potensi keburukan)nya. (Departemen Agama RI : 2007 : 519)

Di ayat yang lain dalam Q.S An- Nazi‟at : [79] 40-41 Allah berfirman:





























Terjemahannya :

Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan jiwa (potensi keburukan) dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya (tempat dia kembali).

(Departemen Agama RI : 2007 : 584)

Dari sini dapat dibatasi definisi nafs dari dua makna yang terakhir, yaitu” sesuatu yang terdapat didalam diri manusia, yang tidak dapat diketahui wujudnya, yang dapat menerima arahan kepada kebaikan dan keburukan dan memiliki berbagai sifat dan karakter kemanusiaan, juga memiliki pengaruh yang nyata pada prilaku manusia.” Nafs dengan makna ini mencakup roh dan hati, dan segala yang ada pada manusia yang terdiri dari potensi pengetahuan yang membuatnya mampu memisahkan yang baik dan yang buruk.

2. Klasifikasi Nafs

Dalam Al-Qur‟an ada tiga macam an-nafs :

a. Nafs Ammarah (jiwa yang mengajak manusia untuk berbuat jelek), sebagaimana terdapat dalam Al-Qur‟an surah Yusuf [12]:

53

(27)









Terjemahannya :

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, (Departemen Agama RI : 2007 : 357)

b. Nafs lawwamah (yaitu yang menyesali dirinya) sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qiyamah [75] : 2











Terjemahannya :

Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri (Departemen Agama RI : 2007 : 1000)

Maksudnya, jika ia berbuat kebaikan ia menyesal mengapa tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan. Jawaban (isi) terhadap sumpah tersebut adalah, “Kamu pasti akan dibangkitkan.”

Dinamakan jiwa tersebut dengan „lawwamah‟ karena keadaan jiwa tersebut yang selalu menyesali dirinya, tidak tetapnya berada di atas satu keadaan. Di samping itu, ketika mati jiwa itu menyesali perbuatannya.

Bahkan jiwa orang mukmin menyalahkan dirinya ketika di dunia karena apa yang dilakukannya berupa sikap meremehkan, kurang memenuhi hak, lalai.

c. Nafs Muthmainnah ( jiwa yang tenang ) sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Fajr [89] : 27-30

(28)



































Terjemahannya:

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku (Departemen Agama RI : 2007 : 1059)

Ayat diatas menjelaskan Mereka adalah orang-orang yang beruntung. Balasan yang yang mereka terima jauh lebih besar daripada yang mereka korbankan. Sewaktu di dunia, mereka memang harus bersusah-payah menjaga keimanan dan memperbanyak amal shalih. Mereka harus berjuang keras mengekang hawa nafsunya dan menahan diri tidak mengumbar kesenangannya. Mereka juga harus bersabar menjalani semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan- Nya. Demikian pula tatkala menghadapi berbagai godaan, cobaan dan ujian; mereka harus tetap kokoh dan teguh. Sikap itu harus terus dipelihara sekalipun harus menanggung penderitaan dan rasa sakit. Akan tetapi, semua beban berat itu lenyap seketika tatkala mereka mengecap kenikmatan surga. Demikian nikmatnya hingga seolah-olah tidak pernah merasakan penderitaan sedikit pun.

Selain menyebutkan klasifikasi nafs, sangat perlu untuk mengetahui sifat-sifat Nafs.

Menurut Ibn Ali Al- Kasyani menyebutkan sifat-sifat nafs sebagai berikut :

(29)

a. Perbudakan hawa nafsu (hawa) nafs selalu ingin menikmati kesenangan-kesenangan badani dan jasmani serta memenuhi hasrat-hasrat dan berbagai keinginan hawa nafsu itu.

b. Sifat lainnya dari Nafs adalah kemunafikan (nifaq), yakni dalam banyak hal nafs tidak cocok dengan batinnya, menyanjung- nyanjung dan mnemuji manusia setinggi langit di hadapannya, dan kemudian melecehkannya di belakang.

c. Sifat ketiga dari nafs adalah bermegah-megahan atau suka pamer (riya‟).

d. Sifat lainnya dari nafs adalah mengklaim ketuhanan (uluhiyah) dan keras kepala menentang Allah.

e. Sifat lainnya dari nafs adalah kikir dan tamak.

3. Fungsi nafs

Setelah dijelaskan pengertian dan klasifikasi Nafs selanjutnya dijelaskan beberapa fungsi nafs. Nafs dalam diri manusia ibarat listrik.

Jasad ibarat sebuah rumah yang belum memiliki listrik, maka ia akan gelap gulita mati dan tidak ada kehidupan yang dapat dilihat. Ketika Nafs mengalir kedalam jasad, maka hidup dan bergeraklah jasad dengan segala aktivitas kehidupannya. Begitulah dengan dengan sebuah Nafs yang telah dialiri tenaga listrik, maka ia akan terang benderang dan di dalamnya pun akan tampak tanda-tanda kehidupan. Begitu pula dengan jasad manusia, apabila Nafs yang ada dalam jasad itu hanya sedikit menampung daya ketuhanan, maka jasad itupun tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan benar. Ia tidak dapat lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram dan seterusnya.

Pada hakikatnya, Nafs memiliki fungsi menggerakkan dan mendorong diri manusia untuk melahirkan beberapa hal, yakni :

(30)

a. Mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berpikir dan merenungkan apa-apa yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan dan keburukan. Sehingga dapat menemukan hikmah-hikmah dari keduanya.

b. Mendorong dan menggerakkan, qalbu (hati yang lembut) yang ada dalam dada agar merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan dan perasaan kemakhlukan, agar menerima ilham dan penampakan isyarat-isyarat ketuhanan yang abstrak dan tersembunyi.

c. Mendorong dan menggerakkan panca indera kepada obyek-obyek ayat-ayat Allah yang membumi dan kongkrit, rasa halal dan haram, hak dan bathil. Agar kedua mata dapat malihat pemandangan yang indah dan jelek, agar kedua telinga dapat mendengar suara yang merdu dan tidak merdu (sumbang), suara yang halal dan haram, suara haq dan bathil, agar kulit meraba benda yang halus dan kasar, benda yang halal dan haram, benda yang haq dan bathil.

d. Mendorong dan menggerakkan organ-organ tubuh dalam kerja sunnatullah, seperti : gerak jantung, kerja paru-paru, limpa, hati, ginjal, dan yang lain-lainnya.

e. Mendorong dan menggerakkan diri agar melahirkan perbuatan- perbuatan, sikap-sikap, tindakan-tindakan, gerak gerik dan penampilan yang fitrah.

(31)

4. Metode Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur‟an memiliki beberapa metode dalam penyucian jiwa antara lain :

a. Zikir Kepada Allah Swt.

Mengingat Allah (Dzikrullah) merupakan salah satu anjuran yang sangat ditekankan dalam Islam dan merupakan bentuk nyata dari penghambaan kita kepada Allah Swt. Dzikrullah (mengingat Allah) merupakan amalan yang sangat agung. Ia merupakan sebab diturunkannya berbagai nikmat, Penolak segala bala‟ dan musibah. Dzikir juga merupakan sebab kuatnya hati dan penyejuk hati manusia.

Aktifitas ini mempunyai manfaat yang sangat besar. Baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang lalai dalam mengingat Allah tentu akan meraih kerugian yang tak terhingga. Allah Swt menggolongkan orang-orang yang lalai dalam mengingatnya sebagai kelompok yang rugi.sebagaimana dijelaskan dalam QS.Al-munafiqun[63] : 9





































Terjemahannya :

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.

(Departemen Agama RI : 2007 : 937)

(32)

Dzikir bukan hanya sebuah tutur kata dan lafadz yang keluar dari lisan, melainkan suatu hakikat yang mengakar dalam jiwa sehingga dapat menjadikan manusia terhubung dengan sang pencipta, yaitu Allah Swt.

Inti dari mengingat Allah adalah hati dan jiwa kita. Yaitu dengan mengingat Allah Swt, manusia merasakan kehadiran dan Kebesaran-Nya.

Ucapan zikir yang keluar dari lisan seseorang merupakan reaksi dari kontak yang terjadi antara jiwa manusia bersama Tuhan-Nya.

Mengingat Allah merupakan perantara penyucian jiwa. oleh karena itu, hati manusia yang selalu terkontaminasi oleh berbagai keburukan dapat dibersihkan melalui berdzikir. Berkaitan dengan hal ini, Imam Ali bin Abi Thalib as dalam nasehatnya kepada putranya Imam Hasan Mujtaba berkata, “ putraku,aku menasehatimu untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Swt dan membersihkan jiwamu melalui Dzikrullah”.

b. Shalat

Sholat merupakan salah satu bentuk pengabdian manusia kepada Allah Swt yang wajib dilakukan, seperti dijelaskan dalam QS An- Nisa‟ [04]

: 103











































Terjemahannya :

Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang

(33)

ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(Departemen Agama RI : 2007 : 138)

Setiap perintah pasti memiliki sebuah tujuan dan manfaat, pun juga dengan perintah sholat. Allah menurunkan perintah sholat pasti memiliki suatu tujuan dan manfaat bagi manusia. Untuk dapat memahaminya, maka harus dipahami secara utuh perintah tersebut, mulai arti sholat, latar belakang, tujuan sholat, unsur – unsur dalam sholat. Ketika manusia memahami perintah sholat secara utuh, maka manusia akan memahami sebuah manfaat atau hikmah dari perintah sholat tersebut. Hal ini sangat penting, karena dengan memahami hikmah atau manfaat sholat akan meningkatkan motivasi untuk melaksanakan perintah sholat dan beribadah dengan sepenuh hati kepada Allah Swt. Karena itu, disini akan dibahas mengenai hikmah dari sholat itu sendiri.

Sholat diperintahkan dengan tujuan agar manusia selalu ingat kepada Allah, mengingat akan Dzat Nya, sifat – sifat Nya, kenikmatan dan kebesaran Nya, ancaman dan siksa Nya, serta ingat akan hokum – hokum dan aturan yang telah ditetapkan Allah melalui sunnatullah – sunnatullah Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Thaahaa [20] : 14

























Terjemahannya :

Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.(Departemen Agama RI : 2007 : 477)

(34)

Dengan mengingat Allah, manusia akan selalu ingat akan kedudukannya sebagai hamba, budak Allah, yang harus selalu melaksanakan perintah dan hukum – hukum Nya, bagaimana kebesaran Allah dan pengasih dan pemurahnya Dia kepada manusia. Sehingga mereka akan selalu termotivasi untuk beribadah kepada Allah. Ketika menghadapi persoalan, manusia akan terbantu untuk menyelesikannya,

Sholat juga diperintahkan agar manusia dapat mencegah perbuatan keji dan munkar,seperti dijelaskan dalam QS. Al- „Ankabuut [29]

: 45













































Terjemahannya :

Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Departemen Agama RI : 2007 : 635)

Tujuan ini sangat berhubungan dengan tujuan mengingat tadi, karena ketika manusia selalu ingat kepada Allah, maka ia akan takut, malu untuk melakukan perbuatan keji dan munkar, suatu perbuatan yang tidak mencerminkan kehambaan diri kepada Allah.

5. Manfaat Nafs dalam Kehidupan Sehari-hari

Nafs adalah kecenderungan jiwa pada perkara-perkara yang selaras dengan kehendak manusia. Ia sejatinya diciptakan Allah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia. Bisa dibayangkan, jika tak ada

(35)

nafsu, tak mungkin manusia menginginkan kualitas hidup yang baik.

Karenanya, nafsu tidak untuk dihilangkan, tetapi untuk diatur dan dikendalikan sesuai dengan kehendak syariat. Meskipun pada prakteknya mengendalikan hawa nafsu bukanlah perkara yang mudah. Di setiap waktu, tempat, dan keadaan kita harus senantiasa sigap melawan bisikan nafsu negative. Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya.

Kita telah banyak mendengar dampak negative dan kerugian dari hawa nafsu yang tidak terkendali dalam kehidupan sehari-hari. Nafsu yang tidak terkendali menyebabkan terputusnya jalan nikmat dan mendapatkan aib yang sulit dihilangkan. Tidak ada jalan lain saat berhadapan dengan hawa nafsu kecuali melawannya. Karena kita tahu, hawa nafsu hanya akan membawa pada kesesatan. Semakin diikuti semakin jauh kita tersesat.

Banyak orang yang gagal dalam mengarungi hidupnya hanya karena tidak pandai mengendalikan hawa nafsunya. Mereka terkadang sadar bahwa perbuatan mereka adalah salah, , tetapi tetap dilakukan demi mengejar kenikmatan yang sesaat. Sebagai seorang beriman janganlah kita menuruti kemauan hawa nafsu, sebab nafsu senantiasa mencegah kita menikmati rasa ibadah, menjauhkan kita dari Tuhan, dan menghalangi kita melihat keagungan dan kebesaran-Nya.

(36)

Nafs tidak selalu bermakna negatif, asal kita tahu bagaimana menguasai dan mengelola hawa nafsu tersebut. Apabila kita mengelola nafsu yang ada menjadi kegiatan yang positif. Dalam kehidupan seseorang manusia nafsu memiliki peran yang sangat penting. Nafsu ibarat pedang bermata dua, di satu sisi apabila salah menggunakannya akan membawa kerugian, tetapi apabila dikelola dan digunakan sedemikian rupa akan berdampak baik. Hawa nafsu bila semakin kuat dan keras ditekan, hati kita akan semakin merasakan kenikmatan dan kebahagiaan.

Sikap kontrol diri atau mujahadah an-Nafs adalah satu sikap yang diajarkan Islam agar manusia mampu menjadi pribadi yang tidak selalu mengedepankan hawa nafsu dan emosinya dalam menjalani kehidupan.

Akan tetapi, mampu mengendalikan emosi dan hawa nafsunya dengan selalu mengedepankan kejernihan hati dan pikiran serta perilaku mulia yang dapat meninggikan derajatnya di hadapan Allah swt.

Maka dari penjelasan di atas terdapat beberapa manfaat nafs dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

a. Menambah ketentraman jiwa.

Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri, hatinya akan merasa tenteram dan nyaman, tidak pernah berburuk sangka terhadap siapa pun yang ditemuinya, tidak mengucapkan sesuatu yang dapat merugikan orang-orang yang ada di sekitarnya.

(37)

Rasulullah saw. Bersabda

Artinya :

"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik.

Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak.

Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama.

b. Berpikir positif.

Selalu berpikir positif dalam segala hal, tidak pernah mempunyai prasangka buruk terhadap apa pun dan siapa pun, tidak memiliki perasaan untuk merendahkan, atau bahkan menghina siapa pun yang ditemuinya. Ketika seseorang memiliki perilaku berpikir positif, dia akan selalu mempertimbangkan setiap ucapan dan perilakunya untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

c. Optimis dalam segala hal

Sikap optimis artinya keyakinan yang kuat bahwa kesungguhan dan kerja keras yang kita lakukan akan mendapatkan petunjuk dan pertolongan dari Allah swt. dengan berbagai macam kemu dahan. Seperti firman Allah dalam Q.S Al- ankabut [29] : 69





















(38)

Terjemahannya :

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. ( Departemen Agama RI 2007 :404 )

d. Bersabar ketika mendapat kegagalan

Seseorang yang memiliki sikap kontrol diri akan bersabar dan menganggap bahwa setiap kegagalan dalam usahanya adalah ujian baginya untuk meningkatkan usaha dan doanya lebih maksimal lagi di kemudian hari. Seperti firman Allah dalam Q.S Yusuf [12] : 87











































Terjemahannya :

Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir. (Departemen Agama RI 2007 : 247)

6. Pengertian Tazkiyatun Nafs

kata tazkiyah berasal dari bahasa arab, yakni masdar dari zakka yang berarti pembersihan dan penyucian serta pembinaan dan peningkatan jiwa menuju kepada kehidupan spritual yang tinggi. Menurut Said Hawwa, secara etimologi mempunyai dua makna yakni penyucian dan pertumbuhan. Tazkiyah adalah menjadikan sesuatu menjadi bersih

(39)

dan suci, baik pada dzatnya, keyakinan, maupun pada apa yang di informasikan. Sebagaimana ungkapan, “addaltuhu” maksudnya, saya menjadikannya adil, baik dalam dirinya sendiri atau pada keyakinan manusia. Hati yang bersih dapat tumbuh dengan baik dan sempurna Sebagimana Allah berfirman dalam Q.S An- Nur [24] : 21









































Terjemahannya :

Kalau bukan kerena karunia Allah dan rahmat_Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki dan Allah maha mendengar, maha mengetahui.

(Departemen Agama RI : 2007 : 352)

Diayat yang lain Allah berfirman dalam Q.S An- Nisaa‟ [04] : 49























Terjemahannya :

Tidaklah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang yahudi dan nasrani) sebenarnya Allah mensucikan siapa yang Dia kehendaki. (Departemen Agama RI : 2007 : 86)

Dengan demikian tazkiyatun nafs tidak saja terbatas pada pembersihan dan penyucian diri akan tetapi juga meliputi pembinaan dan pengembangan diri. Sedangkan menurut istilah membersihkan jiwa dari kemusyrikan dan cabang-cabangnya, merealiosasikan kesuciannya dengan tauhid dan cabang-cabangnya dan menjadikan nana-nama Allah

(40)

sebaik akhlaknya, disamping ubudiyah yang sempurna kepada Allah dengan membebaskan diri dari pengakuan rububiyah.

Padanan atau sinonim yang mirip dengan pengertian tazkiyah, adalah tathhir yang berasal dari kata thahara yang artinya membersihkan.

Kata tathhir atau thahara konotasinya adalah membersihkan sesuatu yang bersifat material atau jasmani yang bisa diketahui oleh idra-indra manusia.

Misalnya, membersihkan tangan dari kotoran, baik berupa najis maupun noda-noda yang menempel pada jasmani maniusia. Sedangkan kata tazkiyah konotasinya adalah membersihkan sesuatu yang bersifat immaterial. Misalnya. Membersihkan angan-angan kosong, nafsu jahat dan sebagainya.

Semua kamus menyatakan kata tazkiyah mempunyai dua arti, meski para ahli bahasa berbeda pendapat mana di antaranya yang lebih mendasar. Arti pertama adalah mensucikan dan membersihkan, sedangkan arti kedua adalah memperbesar jumlah atau menambah.

Dengan demikian, frase tazkiyatun nafs, seperti banyak di akui oleh para mufassir Al-Qur‟an dapat diartikan sebagai “penyucian” jiwa maupun “ penumbuihan” jiwa. Kebanyakan ahli ntafsir menekankan makna yang pertama, terutama karena alasan-alasan teologis. Singkatnya, kewajiban primer kaum muslim adal;ah tunduk kepada Alla, dan ini tidak akan tercapai kecuali ndengan cara membersihkan diri dari semua hal-hal yang dibenci Allah. Inilah yan g disebut “penyucian” Namun, jelas bahwa jiwa harus pula tumbuh atas bantuan Allah. Bertumbuh juga dapat disebut

(41)

tazkiyah. Dengan demikian, kedua arti itu, yakni penyucian dan pertumbuhan bisa saja berlaku bagi kata tazkiayah. Kita dapat pula menganggap penyucian sebagai usaha menumbuhkan jiwa sehingga kedua arti itu bisa diartikan saling berkait satu sama lain.

Dengan demikian, tazkiyatun nafs tidak saja mengandung arti mensucikan jiwa. Tetapi juga mendorongnya untuk tumbuh subur dan terbuka terhadap karunia Allah. Terjemahan dalam hal ini adalah merawat jiwa. Muhammad abduh mengartikan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dengan tarbiyatun nafs ( pendidikan jiwa ) yang kesempurnaannya dapat dicapai dengan tazkiyatul aqli ( penyucian dan pengembangan akal ) dari akidah yang sesat dan akhlak yang jahat. Sedangkan tazkiyatul aqli kesempurnaanya dapat pula dicapai dengan tauhid murni.

Dalam kitab keajaiban jiwa Al-Ghazali mengartikan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dengan istilah thaharatun nafs dan imaratun nafs.

Thaharatun nafs berarti pembersihan diri dari sifat-sifat tercela dan imaratun nafs dalam arti memakmurkan jiwa ( pengembangan jiwa ) dengan sifat-sifat terpuji. Kalau orang sudah sampai melakukan proses tersebut, dapatlah ia sampai pada tingkatan jiwa muthmainnah dan bebaslah ia dari pengaruh hawa nafsu.

Para sufi mengartikan tazkiyatun nafs dengan takhalliyun nafs dan tahliyatun nafs dalam arti melalui pelatihan jiwa yang berat mengkosongkan diri dari akhlak tercela, dan mengisinya dengan akhlak terpuji serta sampai pada usaha kerelaan memutuskan segala hubungan

(42)

yang dapat merugikan kesucan jiwa dan mempersiapkan diri untuk menuerima pancaran nur ilahi (tajalli). Dengan bebasnya jiwa dari akhlak tercela dan penuh dengan akhlak nterpuji, maka orang mudah mendekatkan diri kepada Allah dalam arti kualitas, serta memperoleh Nur- Nya, kemuliaan dan kesehatan mental dalam hidup.

7. Tingkatan Tazkiyatun Nafs

Secara harfiyah Maqamat (tingkatan) adalah bentuk jama‟ dari maqam, maqam secara literal berarti tempat berdiri, stasiun, tempat, lokasi, posisi atau tingkatan. Maqamat merupakan sisi-sisi daripada iman dimana hati menduduki pada tiap-tiap sisi tersebut.

Menurut Abu Nashr al-sarraj maqam adalah :

Kedudukan atau tingkatan seorang hamba di hadapan Allah yang diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati ( mujahadah ), latihan-latihan spiritual ( riyadlah ), dan mengarahkan segenap jiwa raga semata-mata kepada Allah serta memutuskan selain-Nya.

Allah berfirman dalam Q.S. Ibrahim [14] : 14















Terjemahannya :

Yang demikian itu (adalah untuk) yang takut maqam (menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut ancaman-Ku (Departemen Agama RI 2007 : 257)

(43)

Al-Qusyairi di dalam kitabnya berkata : maqamat adalah kondisi dicapai oleh seorang hamba, dimana hati seorang hamba itu berada didalamnya dan merasakan apa yang dialaminya dalam bentuk adab.

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan sebuah usaha dan melalui permohonan disertai usaha yang sulit. Maka dari itu, maqam bagi tiap-tiap orang adalah tempat da mana hati seseorang berada dan itu dicapai dengan riyadlah.

Maqamat, Ialah tingkatan seorang hamba dihadapan Allah dalam hal ibadah, mujahadah, dan riyadlah serta pemusatan diri kepada Allah swt. Yang ia tempatkan kepada-Nya. Jadi dapat disimpulkan, maqam dikalangan kaum sufi merupakan jalan yang dapat mengantarkan untuk memperoleh ma‟rifat (mengenal) Allah. Namun demikian para sufi berbeda pendapat mengenai maqamat, baik mengenai pengertiannya maupun mengenai jumlahnya dan perinciannya.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami bahwa nafs muthmainnah merupakan tingkatan tertinggi dari rentetan strata jiwa.

Pada tingkatan terakhir ini ia sudah bebas dari sifat-sifat kebinatangan dan bebas dari sifat insaniyah plus hayawaniyah. Ia benar-benar memiliki kualitas insaniyah yang sempurna, sehingga berkembang ke arah sifat insaniyah plus ilahiyah.

(44)

B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Sebelum membicarakan pengertian pendidikan islam maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian pendidikan secara umum, sebagai titik tolak memberikan pengertian pendidikan islam.

Pendidikan adalah usaha sadar dan teratur serta sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.

Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak, dalam petrttumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa.

Ada banyak definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli.

Sebagai tolak ukur dari definisi-definisi itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan penjelasan yang cukup memadai tentang makna pendidikan yaitu :

Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata dasar didik, dan diberi awalan men, menjadi mendidik yaitu kata kerja yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalamusaha dalam mendewasakanmanusia melalui upaya pengajaran dan latihan.

Secara terminologis, para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dari berbagai tinjauan. Ada yang melihat dari kepentingan atau fungsi yang diembannya, dari proses ataupun dilihat dari aspek yang terkandung didalam pendidikan.

(45)

Hasan langgulung melihat arti pendidikan dari sisi fungsi, yaitu :

Pertama, dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat berlangsungnya pendidikan sebagai satu upaya penting pewarisan kebudayaan yang dilakukanoleh generasi tua kepada generasi muda agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari sisi kepentingan individu, pendidikan diartikan sebagai upaya pengembanganpotensi-potensi tersembunyi yang dimiliki manusia.

Adapun definisi pendidikan yang menitik beratkan pada aspek serta ruang lingkupnya dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba ia mengatakan bahwa :

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam sistem pendidikan nasional, istilah pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, kalau ditelaah lebih jauh, meskipun batasan yang dikemukakan para ahli pendidikan selintas berbeda, terlihat rentang garis merah bahwa pendidikan merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya. Jadi, pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dan yang lainnya, sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi.

Penenaan makna pendidikan islam ialah menuju terhadap pembentukan kepribadian, perbaikan sikap mental yang memadukan iman dan amal saleh yang bertujuan pada individu dan masyarakat, penekanan pendidikan yang mampu menanamkan ajaran islam dengan menjadikan

(46)

manusia yang sesuai dengan cita-cita islam yang berorientasi pada dunia akhirat. Dan dasar yang menjadikan acuan pendidikan islam merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang mengantarkan kepada kreativitasyang dicita-citakan. Nilai-nilai yang terkandung harus mencerminkan yang universal dan yang dapat mengevaluasi kegiatan yang sedang berjalan.

Maka dalam hal ini konsep pendidikan menurut islam, tidak hanya melihat bahwa pendidikan itu sebagai upaya mencerdaskan semata (pendidikan intelek, kecerdasan) melainkan sejalan tentang konsep tentang manusia dan hakikat eksistensinya. Secara definitif para pakar pendidikan islam berbeda pendapat dalam menginterpretasi pendidikan islam, dengan mempertentangkan peristilahan tarbiyah, ta‟lim dan ta‟dib.

Menurut Endang Syaifuddin MA, pendidikan islam dalam arti khas ialah:

Pendidikan yang materi didiknya terbatas pada agama islam ( aqidah,ibadah, muamalah dan akhlak islam) seperti pendidikan islam di perguruan tinggi. Sedangkan dalam arti luas ialah suatu sitem pendidikan umum yang berasaskan islam.

Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad At-Toumy As-Syaebany, mendefinisikan pendidikan Islam dengan:

“Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesiprofesi asasi dalam masyarakat”. Atau pendidikan Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi oleh nilai-nilai Islami.”

Menurut Drs. D. Marimba, pendidikan Islam adalah

(47)

bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran- ukuran Islam.

Menurut Prof. Hasan Langgulung pendidikan Islam adalah pendidikan yang memiliki tiga macam fungsi, yaitu:

a. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat itu sendiri.

b. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan perananperanan tersebut dari generasi tua ke generasi muda.

kesatuan suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan menyebabkan kehancuran masyarakat itu sendiri.

c. Memindahkan nilai-nilai yang betujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain tanpa nilai-nilai keutuhan dan kesatuan suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan menyebabkan kehancuran masyarakat itu sendiri.

Dari formulasi hakekat pendidikan di atas dapat dipahami, bahwa proses kependidikan merupakan rangkaian usaha, membimbing dan mengarahkan potensi hidup manusia, yang berupa kemampuan dasar

(48)

(fitrah) dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup, proses tersebut senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai ideal Islam yang melahirkan norma-norma dan akhlakul karimah untuk mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat yang hasanah. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan adalah proses pendidikan, maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang diharapkan tercermin dan sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islam, sehingga akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara sempurna lahir dan batin, material, spiritual dan moral sebagai pencerminan dari nilai-nilai ajaran Islam.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa para ahli pendidikan Islam berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam.

Ada yang menitik beratkan pada segi pembentukan akhlak anak, ada pula yang menuntut pendidikan teori dan praktek, sebagian lagi menghendaki terwujudnya kepribadian Muslim dan lain-lain. Perbedaan tersebut diakibatkan sesuatu hal yang lebih penting dari masing-masing ahli.

Namun, dari perbedaan tersebut terdapat titik persamaan yang secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut: Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.

(49)

2. Tujuan Pendidikan Islam

Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.

Hal ini sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar, serta memiliki tujuan yang jelas, dengan harapan dalam penerapannya ia tidak kehilangan arah dan pijakan. Sehingga dalam perkembangannya teori- teori tentag tujuan pendidikan Islam menjadi perhatian yang cukup besar dari pakar pendidikan. Dan dalam menetapkan sebuah tujuan pendidikan Islam tetap berpijak pada prinsip-prinsip universal penetapan tujuan pendidikan Islam.

Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan mempunyai sifat statis serta tidak mengalami perkembangan, tetapi tujuan itu merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupanya. Dalam hal ini manusia

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Muhammad Abduh menawarkan sebuah pembaharuan dalam dunia pendidikan Islam bahwa dengan menggunakan akal, manusia akan lebih mudah

Implikasi akal dalam mencapai tujuan pendidikan islam dari uraian diatas dapat kita fahami bahwa akal sebagai alat utama bagi manusia untuk mendapatkan ilmu, dan

Dia memberikan pengetahuan kepada manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya.Kemudian kata insan (manusia) dalam ayat 5, dimaksudkan sebagai peserta didik,

Hakikatnya tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam

Dalam sumber lain menyebutkan pula bahwa pemahaman mengenai pengertian nafs dalam Al-Qur’an adalah : (1) nafs dalam pengertian yang lebih luas dalam konsep kajian tentang

2) Menggunakan Al-Qur’an, Hadits, dan akal pikir manusia, sebagai sumber akhlak yang baik. Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang di jadikan sebagai

Manusia pada dasarnya diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna yang diberikan berbagai kelebihan seperti dianugrahi aspek jasmani yang paling sempurna daripada

Segitiga Potensi Manusia yang dikembangkan dalam Proses Pendidikan Islam Keterangan: a Akal : Daya pikir, ouputnya adalah pengetahuan/kognitif b Hati : Daya rasa, perasaan/kemampuan