• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP PERCAYA DIRI MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING TEMA 8 LINGKUNGAN SAHABAT KITA DI KELAS V SD NEGERI KARANGSALAM - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP PERCAYA DIRI MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING TEMA 8 LINGKUNGAN SAHABAT KITA DI KELAS V SD NEGERI KARANGSALAM - repository perpustakaan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir

Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah ketrampilan berpikir.

Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh ketrampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.

Menurut Kuswana (2013:8) bahwa berpikir merupakan suatu istilah yang digunakan dalam menggambarkan suatu aktivitas mental, baik yang berupa tindakan yang disadari maupun tidak sepenuhnya dalam kejadian sehari-hari sebagai tindakan rutin, tetapi memerlukan perhatian langsung untuk bertindak ke arah lebih sadar secara sengaja dan refleksi atau membawa ke aspek-aspek tertentu atas dasar pengalaman.

Pengalaman yang ada pada manusia berkaiatan dengan aktivitas mental yang menghasilkan penetahuan. Nadia (2018) menyatakan berpikir dapat diartikan sebagai suatu proses yang dikerjakan oleh otak untuk mencari jawaban, ide ataupun suatu persoalan Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat

(2)

disimpulkan bahwa pengertian berpikir adalah gambaran aktivitas mental berupa tindakan secara sadar yang dilakukan sehari-hari oleh manusia atas dasar pengalaman sehingga menghasilkan pengetahuan.

Pengetahuan tersebut merupakan hasil dari kemampuan manusia dalam berpikir yang diungkapakan melalui ide atau gagasan.

Berpikir dalam penelitian ini yaitu lebih menekankan kepada kemapuan berpikir kritis peserta didik. Pada jenjang sekolah dasar membangun cara berfikir kritis pada peserta didik sangat penting sekali, karena keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh cara berfikir mereka.

b. Pengertian Berpikir Kritis

Aktivitas manusia tidak terlepas dari proses berpikir. Dengan berpikir kritis dapat menciptakan pengetahuan yang tinggi. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk memecahkan masalah kehidupan dengan berpikir serius, aktif, teliti dalam menganalisis semua informasi yang diterima dengan menyertakan alasan yang rasional (Liberna, 2015). Menurut Asriningtyas, Firosalia, & Indri (2018) kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang agar dapat berpikir tingkat tinggi terutama dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang logis dan tepat untuk menyelesaikan masalah.

Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwasanya berpikir kritis adalah suatu proses untuk membuat keputusan untuk

(3)

dapat berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan suatu masalah dengan cara berpikir serius, aktif, teliti dalam menganalisis semua informasi yang diterima dengan menyertakan alasan yang rasional.

Untuk melakukanya di dalam kelas, diperlukan kerjasama yaitu berupa kemauan kedua belah pihak baik guru maupun peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan kunci utama dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Berpikir kritis yang ditingkatkan pada penelitian ini yaitu peserta didik memiliki kemampuan menganalisis pertanyaan yaitu dilakukan dengan guru melakukan tanya jawab dengan peserta didik yang berbentuk soal cerita pada awal pembelajaran. Peserta didik akan beruaha memahami soal yang diberikan sehingga akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis. Pada tahap ini termasuk dalam langkah model Discovery Learning pemberian rangsangan atau stimulus. Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, hal tersebut dapat dilakukan dengan melalui tanya jawab antara guru dan peserta didik. Tanya jawab yang dilakukan dapat berupa soal cerita, sehingga kemampuan menganalisis pertanyaan peserta didik dapat meningkat.

Peserta didik dapat membuat kesimpulan menggunakan bahasanya sendiri, yaitu dilakukan dengan cara peserta didik diberikan teks bacaan kemudian ditugaskan untuk menyimpulkan isi dalam

(4)

bacaan tersebut. Pada tahap ini terdapat di dalam model Dicovery Learning tahap menarik kesimpulan, dimana ketika peserta didik telah selesai mengolah data maka peserta didik akan mengetahui benar atau tidaknya jawaban yang diperoleh. Dengan peserta didik mengetahui benar atau salahnya jawaban yang diperoleh maka peserta didik dapat membuat kesimpulan dengan menggunakan bahasanya sendiri.

Peserta didik dapat menemukan solusi serta dapat memecahkan sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru, yaitu dilakukan dengan cara peserta didik diberikan suatu permasalahan atau soal oleh guru dan peserta didik diberikan kesempatan untuk menjawab, peserta didik akan mengolah data yang diperoleh guna mendapatkan jawaban dimana hal tersebut terdapat di dalam model Dicovery Learning tahap pengolahan data. Dengan cara tersebut peserta didik dapat menemukan solusi dan memecahkan sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru

c. Indikator Berpikir Kritis

Indikator penyusunan instrumen tes berpikir kritis, peneliti berpedoman pada indikator materi yang digunakan dalam pembelajanan di sekolah dan indikator berpikir kritis menurut Susanto (2016:125-126). Berikut Indikator berpikir kritis menurut Susanto (2016:125-126) dapat dilihat pada tabel 2.1

(5)

Tabel 2.1 Indikator Berpikir Kritis

Indikator Kata-kata Operasional Memberikan penjelasan

sederhana

Menganalisis pernyataan, mengajukan dan menjawab pertanyaan klarifikasi

Membangun ketrampilan dasar Menilai kreadibilitas suatu sumber, meneliti, menilai hasil penelitian Menyimpulkan Mereduksi dan menilai deduksi,

menginduksi dan menilai induksi, membuat dan menilai penlaian yang berharga.

Memberikan penjelasan lebih lanjut

Mendefinisikan istilah dan pertimbangan definisi, mengidentifikasi asumsi

Mengatur strategi dan taktik Menentukan tindakan, berinteraksi dengan orang lain

Susanto (2016:125-126) Indikator berpikir kritis yang dipaparkan tersebut digunakan dalam penelitian ini. Indikator tersebut diimplementasikan dalam tema 8 subtema 1 dan 2 khususnya pembeljaran 1 dan 2 yang memuat mata pelajaran Bahasa Indonesia, SBdP dan IPA. Indikator perpikir kritis antara lain: memberikan penjelasan sederhana dapat dicontohkan dengan peserta didik dapat bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi serta pertanyaan menantang dengan penjalasan dalam kasus tersebut, membangun ketrampilan dasar peserta didik dapat mengmati dan menjelaskan hasil dari pengamatan yang diperoleh, kemudian membuat kesimpulan dicontohkan peserta didik dapat membuat kesimpulan dengan bahasanya sendiri, memberikan penjelasan lebih lanjut siswa dapat memberikan penjelasan yang lebih spesifik, mengatur strategi dan taktik yaitu siswa dapat menetukan tindakan dan dapat berinteraksi dengan orang lain.

(6)

Indikator berpikir kritis yang dicapai pada penelitian ini yaitu peserta didik dapat memberikan penjelasan sederhana berupa peserta didik memiliki kemampuan menganalisis pertanyaan, peserta didik dapat menyimpulkan yaitu ketika peserta didik diberikan teks bacaan peserta didik dapat menyimpulkan bacaan dengan benar, dapat mengatur strategi dan taktik yang berupa peserta didik dapat menemukan solusi serta dapat memecahkan sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru. Hal tersebut merupakan indikator yang akan dicapai dalam penelitian untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas V SD Karangsalam.

Kemampuan berpikir kritis pada peserta didik kelas V SD Karangsalam dalam penelitian akan di ketahui melalui teknik tes, setiap siklus peserta didik mengerjakan soal evaluasi kemampuan berpikir kritis sebanyak lima nomor yang berupa soal uraian. Soal evaluasi kemampuan berpikir kritis tersebut dibuat dengan berpedoman pada ranah kognitif Taksonomi Bloom.

2. Taksonomi Bloom Ranah Kognitif

Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang harus peserta didik kuasai sehingga dapat menunjukkan kemampuan mengolah

(7)

pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan.

Gunawan, I., & Palupi, A. R. (2016) menyatakan Taksonomi Bloom mengklasifikasikan perilaku menjadi enam kategori, dari yang sederhana (mengetahui) sampai dengan yang lebih kompleks (mengevaluasi). Ranah kognitif terdiri atas (berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks), ialah:

a. Pengetahuan (Knowledge ) / C – 1

Pengetahuan dalam pengertian ini melibatkan proses mengingat kembali hal-hal yang spesifik dan universal, mengingat kembali metode dan proses, atau mengingat kembali pola, struktur atau setting.

Pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) pengetahuan tentang hal-hal pokok; (2) pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok; dan (3) pengetahuan tentang hal yang umum dan abstraksi. Pengetahuan tentang hal-hal pokok yaitu mengingat kembali hal-hal yang spesifik, penekanannya pada simbol-simbol dari acuan yang konkret.

b. Pemahaman (Comprehension) / C – 2

Pemahaman bersangkutan dengan inti dari sesuatu, ialah suatu bentuk pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan bahan lain.

c. Penerapan (Application) / C – 3

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, prinsip di dalam berbagai situasi.

d. Analisis (Analysis) / C – 4

Analisis diartikan sebagai pemecahan atau pemisahan suatu komunikasi (peristiwa, pengertian) menjadi unsur-unsur penyusunnya, sehingga ide (pengertian, konsep) itu relatif menjadi lebih jelas dan/atau hubungan antar ide-ide lebih eksplisit. Analisis merupakan memecahkan suatu isi komunikasi menjadi elemen-elemen sehingga hierarki ide-idenya menjadi jelas.

e. Sintesis (Synthesis) / C – 5

Sintesis adalah memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan. Sintesis bersangkutan dengan penyusunan bagian-bagian atau unsur-unsur sehingga membentuk suatu keseluruhan atau kesatuan yang sebelumnya tidak tampak jelas.

(8)

f. Evaluasi (Evaluation) / C – 6

Evaluasi adalah menentukan nilai materi dan metode untuk tujuan tertentu. Evaluasi bersangkutan dengan penentuan secara kuantitatif atau kualitatif tentang nilai materi atau metode untuk sesuatu maksud dengan memenuhi tolok ukur tertentu.

Taksonomi Bloom pada ranah kognitif terdiri dari pengetahuan (C1), pemahaman (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Nikmah, N., Anggraito, Y. U., &

Widiatningrum, T. (2017) menyatakan bahwa jenjang C1-C3 tergolong kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking atau LOT), sedangkan C4 sampai dengan C6 tergolong kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking atau HOT).

Berdasarkan analisis soal ulangan harian pada materi kelas V tema 6 mengenai panas dan perpindahanya, soal yang digunakan berupa uraian. Tingkatan berpikir siswa yang diuji masih di jenjang C1-C3, sedangkan soal jenjang C4-C6 masih jarang, sehingga HOT siswa belum terukur dan terbentuk dengan baik.

3. Percaya Diri

a. Pengertian Sikap Percaya Diri

Menanamkan sikap percaya diri pada siswa merupakan salah satu tugas guru. Siswa diharapkan mampu mencontohkan dan menunjukkan percaya diri dalam kehidupan sehari-hari. Karlinawati, L.(2017) menyatakan bahwa Percaya diri atau keyakinan diri diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki setiap individu dalam kehidupannya, serta bagaimana individu

(9)

tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri. Muhamad (2016) menjelaskan bahwa rendahnya percaya diri pada siswa merupakan masalah besar yang sering diabaikan oleh gurunya, sehingga ketika masalah tersebut sering diabaikan akan berdampak negatif bagi siswa yaitu terhadap hasil belajar yang kurang optimal. Rasa percaya diri harus ditanamkan melalui proses belajar dan pembelajaran sehari-hari agar menumbuhkan pembiasaan sikap berani dalam bersosialisasi baik didalam kelas maupun diluar kelas atau di lingkungan sekolah. Tanpa adanya percaya diri maka akan menimbulkan banyak masalah pada diri sendiri, dengan adanya percaya diri seseorang mampu mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya.

Percaya diri yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu peserta didik didik berani manyamapaikan pendapat di dalam diskusi,baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Brani bertanya,seperti menanyakan hal atau materi yang belum dimengerti kepada guru. Mengutamakan usaha sendiri daripada mengutamakan bantuan teman saat mengerjakan latian soal.

b. Indikator Sikap Percaya Diri

Keberhasilan hasil dari seseorang diipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah sikap percaya diri. Seseorang yang memiliki sikap percaya diri yang baik maka dengan mudah untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesanya. Penilaian ikap percaya diri

(10)

dapat dilakukan oleh guru pada peserta didik melalui pembelajaraan yang telah di lakukan. Sikap percaya diri diri tidak semata-mata dapat terbentuk dengan waktu yang cepat namun memerlukan proses yang cukup panjang. Guru dapat mengetahui sikap percaya diri peserta didik sudah baik atau belum, guru bisa melihat indicator sikap percaya diri yang dikemukakan oleh Mulyasa (2013:147) yaitu:

1) Pantang menyerah dalam mengerjakan tugas yang dierikan oleh guru

2) Berani menyatakan pendapat 3) Berani Bertanya

4) Mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan teman 5) Berpenampilan Tenang

Beberapa indikator yang telah dipaparkan di atas adalah pedoman bagi peneliti untuk mengetahui sikap percaya diri peserta didik kelas V SD Karang Salam apakah mengalami peningkatan atau tidak setelah diberi tindakan. Tindakan yang dilakukan adalah dengan menerapkan model Discovery Learning. Indikator- indikator di atas akan dibuat menjadi kisi-kisi seagai acuan bagi peniliti dalam meneliti sikap percaya diri peserta didik.

4. Model Discovery Learning

a. Pengertian Model Discovery Learning

Model pembelajaran dapat digunakan sebagai penunjang peningkatan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu model Discovery Learning.Menurut Fauzi (2017) model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan siswa aktif

(11)

menemukan informasi sendiri. Model Discovery Learning merupakan model pembelajaran berbasis penemuan terbimbing. Pembelajaran model ini lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

Tugas guru hanya bersifat sebagai fasilitator yang bertugas mengarahkan dan membimbing siswa dalam menemukan masalah.

Model pembelajaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan proses pembelajaran memerlukan perencanaan yang matang sebelum dimulainya kegiatan belajar mengajar agar dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan. Menurut Kristin dan Rahayu (2016) pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, me-nyelidiki sendiri maka hasil yang diperoleh tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh siswa.

Pendapat ahli mengenai model discovery learning di atas, dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep atau prinsip secara mandiri melalui proses mental.

Discovery learning tidak menghendaki adanya bantuan banyak yang diberikan guru karena akan mengganggu proses alami yang digunakan siswa untuk memanfaatkan pengalaman dalam membangun pengetahuan barunya maka peran guru dalam hal ini sebagai fasilitator.

(12)

Penerapan model pembelajaran discovery learning dalam penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpiki kritis dan sika percaya diri peserta didik, dalam kegiatan pembelajaran discovery learning peserta didik berperan aktif mencari jawaban inti dari pembelajaran yang telah dipelajarinya

b. Kelebihan Model Discovery Learning

Model pembelajaran discovery learning mempunyai beberapa kelebihan, menurut Astuti, M. S. (2015) kelebihan dari model discovery learning sebagai berikut:

1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.

2) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

3) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

4) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

5) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

6) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

Pemaparan mengenai kelebihan model discovery learning menurut di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari discovery learning diantaranya peserta didik dapat berpikir dan belajar keras atas inisiatif sendiri, lebih termotivasi dalam belajar, serta membantu kepercayan diri pada peserta didik karena dalam kegiatan pembelajaran peserta didik berperan aktif mencari jawaban inti dari pembelajaran yang telah dipelajarinya, sehingga model discovery

(13)

learning dalam penelitian ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan berikir kritis dan sikap percaya diri peserta didik.

c. Langkah – Langkah Model Discovery Learning

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran tentu terdapt beberapa aktivitas guru dan peserta didik di dalamnya. Berikut ini merupakan tabel 2.1 merupakan langkah-langkah dari discovery learning :

Tabel 2.2 Langkah-langkah Aktivitas Guru dan Peserta Didik dalam Discovery Learning

No Langkah Kerja

Aktivitas Guru Aktivitas Peserta Didik 1 Stimulation

(Pemberian Rangsangan)

Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan memberikan pertanyaan dan aktivitas belajar peserta didik lainya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Peserta didik diharapkan pada sesuatu yang menimbulkan

kebingungan, lalu peserta didik dibuat

timbul rasa

keingintahuan untuk menyelidiki sendiri.

2 Problem Statement (identifikasi Masalah)

Guru memberikan

kesempatan pada peserta

didik untuk

mengidentifikasi masalah yang sesuai dengan bahan pelajaran kemudian dipilih salah satunya untuk dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari pertanyaan masalah).

Permasalahan kemudian dirumuskan menjadi pernyataan jawaban sementara dari pertanyaan yang diajukan.

3 Data Collection (Pengumpula n Data)

Guru memberikan

kesemapatan kepada pesert didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya untuk

membuktikan bener tidaknya hipotesis.

Peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan

informasi yang relevan.

4 Data Processing (Pengolahan Data)

Guru melakukan bimbingan saat peserta didik melakukan pengolahan data.

Peserta didik melakukan pengolahan data dan informasi baik melalui wawancara, observasi dan sebagainya.

5 Verification Guru memberikan Peserta didik melakukan

(14)

No Langkah Kerja

Aktivitas Guru Aktivitas Peserta Didik (Pembuktian) kesempatan pada peserta

didik untuk menemukan suatu konsep atau pemahaman melalui contoh yang ia jumpai dalam kehidupanya.

pembuktian benar tidaknya hipotesi yang ditentukan berdasarkan temuan alternative, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

6 Generalizati on (menarik Kesimpulan)

Menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum berlaku untuk emua kejadian atau masalah yang

sama dengan

memperhatikan hasil verifikasi.

Berdasarkan verifikasi dirumuskan prinsip- prinip yang mendasari generlisasi.

Kemendikbud(2018:30-31) Dengan menggunakan model Discovery Learning, peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan segala persoalan yang terdapat di dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan model Discovery Learning menyajikan konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada aktifitas berpikir siswac.

Model Discovery Learning dalam penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan percaya diri peserta didik. Melalui model Discovery Learning peserta didik diajak untuk menemukan sendiri apa yang dipelajari kemudian merangkai pengetahuan itu dengan memahami maknanya. Dalam model ini guru hanya sebagai fasilitator.

5. Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Kurikulum di Indonesia senantiasa mengalami perubahan.

Perubahan-perubahan tersebut bertujuan untuk menyesuikan dengan perkembangan jaman dan untuk memperoleh tujuan dari adanya

(15)

pendidikan. Perubahan kurikulum ini terdapat penggabungan beberapa mata pelajaran dalam satu tema yang diebut dalam pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik menggabungkan berbagi kompeteni dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.

Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang menyatukan berbagai kecakapan dan berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Penyatuan tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu penyatuan sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan penyatuan berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema memiliki makna dari berbagai konsep dasar sehingga konsep dasar yang dipelajari siswa tidak hanya sebagian.

Dengan demikian, pembelajarannya memberikan arti yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia (Wakhyudin & Kurniawati, 2014). Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.

Tematik diberikan dengan maksud menyatukan konten kurikulum dalam unit-unit atau satuan-satuan yang utuh sehingga pembelajaran srat akann nilai, bermakna, mudah dipahami oleh peserta didik.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahawa pembelajaran tematik adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan tema. Terjadinya hubungan antar konsep secara tematik akan memfasilitasi peserta didik terlibat aktif dalam proes

(16)

pembelajaran dan mendorong siswa memahami konsep melalui pembelajaran langsung yang dihubungkan dengan pengalaman nyata dan hasil yang diperoleh lebih bermakana. Pembelajaran tematik yang menawarkan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan karakter serta cara belajar peserta didik, diharapkan dapat melatih kemampuan peserta didik dalam berfikir kritis yaitu dapat berpikir secara rasional dan dapat memecahkan sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru.

Pembelajaran tematik dalam penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap percaya diri peserta didik, yang di dalam pembelajaranya menggunakan model Discovery Learning. Pembelajaran tematik memfasilitasi terciptanya kesempatan bagi peserta didik untuk melihat dan membangun kaitan konseptual informasi antar bidang studi yang sangat membantu peningkatan keterampilan berpikir dan kebermaknaan belajar.

Melalui pembelajaran tematik pengetahuan dapat diterima dan tersimpan dengan lebih baik karena pengetahuan yang masuk ke dalam pemikiran siswa melalui proses yang masuk akal dari tema- tema yang diusungnya.

B. Penelitian Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, W., (2018), yang berjudul “Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD”.

(17)

Subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Discovery Learning (DL) mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar matematika. Hasil analisis data berpikir kritis menunjukan nilai rata-rata pada pra siklus sebesar 54, pada siklus I meningkat menjadi 68, dan pada siklus II meningkat menjadi 78.. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari pra siklus yang memiliki kemampuan berpikir kritis 26,92%, kemudian pada siklus 1 yang sudah memiliki kemampuan berpikir kritis meningkat menjadi 73,07%, pada siklus 2 yang sudah memiliki kemampuan berpikir kritis juga meningkat menjadi 84,62%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning (DL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, R. D. Y., Mawardi, M.,

& Astuti, S, (2019), yang berjudul “ Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SD melalui Model Discovery Learning”. Jenis penelitian yang digunakan adalah PTK yang dilakukan dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 SD N Karangduren 02. Hasil penelitian menujukan bahwa model Discovery Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik. Hasil analisis data berpikir kritis siklus I 22% berada pada kategori sangat tinggi, 63% pada kategori tinggi, 15% pada kategori rendah dan pada siklus II menjadi 63%

berada pada kategori sangat tinggi dan 37% berada pada kategori tinggi.

(18)

Hasil penelitian yang dilakukan Prasasti, D. E., Koeswanti, H. D., &

Giarti, S., (2019) yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Matematika melalui Model Discovery Learning di Kelas IV SD”.

Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas, dengan subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Tegalrejo 02 Salatiga sebanyak 26 siswa. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dari pra siklus 38% meningkat pada siklus I menjadi 73% kemudian meningkat menjadi 81% pada siklus II.

Peningkatan keterampilan berpikir kritis berdampakpada hasil belajarsiswa yaitu padapra siklus 35% meningkat padasiklus I menjadi77% kemudian meningkat menjadi 85% pada siklus II;(2) penerapan langkah-langkah model Discovery Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triono,A., Santoso, S.A, (2018), yang berjudul “The Effect Of Discovery Learning Model On Critical Thinking Ability In Thematic Learning”. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen yang dilakukan di kelas lV di indonesi Kecamatan Undan Kudus dengan total 85 peserta didik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan efek dari model discovery learning pada keterampilan berpikir kritis siswa kelas empat sekolah dasar. Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan, kelompok kontrol nilai rata-rata adalah 71,11 dan eksperimental grup adalah 77,55. Karena eksperimental nilai rata-rata kelompok lebih besar dari control nilai rata-rata kelompok, dapat dinyatakan bahwa model belajar

(19)

discovery learning efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herman, T, (2016), yang berjudul

“Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self Confidence Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen. Populasi penelitian adalah siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Tanggeung kabupaten Cianjur.

Sampel terdiri dari kelas 48 orang yang dibagi menjadi 24 siswa di kelas Va sebagai kelompok eksperimen dan 24 siswa di kelas Vb sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model discovery learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis. Self-confidence matematika siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model discovery learning lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran langsung

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah mengkaji tentang kemampuan berpikir kritis dan percaya diri peserta didik. Model pembelajaran yang diunakan dalam penelitian sama-sama menggunakan model discovery learning. Perbedaannya dalam penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada lokasi dan subjek penelitianya. Lokasi dalam penelitian ini adalah di SD Karang Salam, kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas. Subjek penelitian siswa

(20)

kelas 5 SD Karang Salam. Perbedaan yang lain adalah pada penelitian tersebut lebih memfokuskan pada satu mata peajaran yaitu Matematika,tetapi penelitian yang akan dilakukan berfokus pada Tema yang terdiri dari beberapa mata pelajaran.

Hasil penelitian yang relevan tersebut dapat dijadikan acuan bagi peneliti untuk mengadakan penelitian terkait penggunaan model pembelajaran Discovery Learning. Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery Learning tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir krtis dan percaya diri peserta didik.

C. Kerangka Pikir

Guru berperan sebagai komunikator atau fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga materi yang berupa ilmu pengetahuan dapat di komunikasikan pada peserta didik sehingga keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat tercapai. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran disertai dengan prestasi yang diperoleh peserta didik. Permasalahan yang terjadi dikelas V SD Karangsaam adalah kurangngnya kemampuan berpikir kritis dan percaya diri peserta didik.

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan percaya diri peserta didik, guru perlu menggunakan model pembelajaran yang inofatif.

Model Discovery Learning cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap percaya diri peserta didik melalui kegiatan-kegiatan yang mengharuskan peserta didik mencari sendiri dan menemukan sendiri sehingga akan lebih memahami materi yang disampaikan.

(21)

Berikut penelitian yang akan dilaksanakan di SD Karangsalam dapat digambarkan seperti pada bagan kerangka pikir 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Hasil observasi kondisi awal peserta didik seperti dijelaskan dalam latar belakang diketahui dalam proses pembelajaran terlihat bahwa terjadi adanya beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran yaitu kurangnya kemampuan berpikir kritis dan sikap percaya diri peserta didik. Perrmasalahan berpikir kritis peserta didik ditunjukan dengan kurangnya kemampuan peserta

Kondisi awal Rendahnya kemampuan berpikir

kritis dan sikap percaya diri peserta

didik kelas V

Tindakan

Siklus 1

1. Perencanaan 2. Tindakan

Guru menerapkan model Discovery Learning. 3. Observasi

Siklus ll 1. Perencanaan 2. Tindakan

Guru menerapkan model Discovery Learning. 3. Observasi

Refleksi 1

Refleksi 2

Kondisi akhir

Melalui penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap percaya diri peserta didik kelas V SD

Karangsalam

(22)

didik untuk menganalisis pertanyaan, kesulitan untuk membuat kesimpulan, kurangnya penalaran peserta didik dalam pembelajaran, peserta didik mengalami kesulitan dalam menganlisis dan menjawab pertanyaan, hal ini ditunjukan dengan masih banyak ke ikutsertaan guru dalam proses mencari jawaban sehingga peserta didik masih banyak bergantung pada guru.

Selain permasalahan berpikir kritis terdapat permasalahan lain yang terdapat di kelas V SD Negeri Karangsalam yaitu kurangnya sikap percaya diri peserta didik yang ditunjukan dengan peserta didik yang tidak berani menyampaikan pendapat di dalam diskusi,baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Tidak berani bertanya,seperti menanyakan hal atau matei yang belum dimengerti kepada guru. Mengutamakan bantuan teman daripada mengutamakan usaha sendiri.

Kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Discovery Learning merupakan salah satu upaya wujud nyata menciptakan suasana belajar yang lebih nyata bagi siswa sekolah dasar, dimana mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap percaya diri peserta didik didalam pembelajaran melalui permasalahan-permasalahan yang harus mereka pecahkan melalui penemuan dan pengelolaan informasi pembelajaran bukan hanya sekedar menghafalkan.

Pada siklus I guru menggunakan model Discovery Learning dalam proses pembelajaran dikelas. Guru melakukan proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkaah model Discovery Learning berdasarkan Kemendikbud (2018:30-31) yang terdiri dari Stimulation (Pemberian

(23)

Rangsangan), Problem Statement (identifikasi Masalah), Data Collection (Pengumpulan Data), Data Processing (Pengolahan Data), Verification (Pembuktian), dan Generalization (menarik Kesimpulan). Setelah menggunakan model pembelajaran tersebut diadakanya refleksi. Hasil dari refleksi digunakan untuk memperbaiki kinerja mengenai berhasil atau tidaknya pelaksanaan tindakan.

Siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus 1. Adanya tindak lanjut penelitian siklus II jika indikator keberhasilan dalam penelitian belum tercapai pada siklus sebelumnya atau pada siklus I. Hasil refleksi pada siklus I dijadikan bahan evaluasi, agar pada siklus II proses pembelajaran dapat berjalan lebih baik sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal. Pada siklus II juga diadakan refleksi disetiap akhir pembelajaran. Kondisi akhir dari kerangka pikir terebut yaitu Discovery Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan percaya diri peserta didik kelas V SD Karangsalam.

Referensi

Dokumen terkait

Keywords Lekra, priyayi, persecution, postcolonial, third space, subalternization INTERROGATING INDONESIAN NEW ORDER’S NARRATIVE OF GESTAPU The Leftist Nobles and the Indonesian