• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUHARAM YULIANSYAH-FDK

N/A
N/A
24071121046 AJIB RAMADHAN YUSUF

Academic year: 2025

Membagikan "MUHARAM YULIANSYAH-FDK"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

(ANALISIS WACANA KRITIS ALBUM MUSIK 32 KARYA PANDJI PRAGIWAKSONO)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh:

MUHARAM YULIANSYAH NIM: 1110051000010

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H/2015 M

(2)
(3)
(4)

i 1110051000010

Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono)

Musik selain sebagai sarana hiburan juga sebagai media dalam menyampaikan pesan-pesan berupa kritik sosial dan perlawanan yang menggambarkan realitas sosial di masyarakat. Hal itu pula yang melatarbelakangi Pandji Pragiwaksono untuk menggunakan musik hiphop/rap sebagai media untuk menumpahkan keresahannya mengenai kritik dan perlawanan terhadap kondisi sosial politik di Indonesia menyambut pemilu 2014. Album 32 adalah album keempat Pandji yang sarat bertemakan kritik sosial dan politik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan mayornya adalah Bagaimana bentuk perlawanan dan kritik sosial yang diwacanakan dalam album 32? Kemudian pertanyaan minornya adalah model analisis dan teori apa yang digunakan dalam penelitian ini? Apa saja factor-faktor yang melatarbelakangi Pandji Pragiwaksono dalam membuat album 32?

Dalam album 32 sangat kuat sekali bentuk perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014. Perlawanan itu ditujukan kepada partai-partai politik dan politisi-politisi di tanah air yang menggunakan kebangkitan dan semangat Orde Baru untuk meraih simpati dan dukungan dari masyarakat. Selain itu kritik sosial juga ditujukan kepada rakyat Indonesia yang masih terbelenggu dan terjebak dalam romantisme dan hegemoni Orde Baru. Bentuk perlawanan dan kritik sosial itu dituangkan dalam lagu-lagu dalam album 32, seperti lagu Menolak Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Pemuda Bodoh dan Berani Mengubah

Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis model Teun A.Van Dijk.

Modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantik) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan pembuatnya. Selain itu teori hegemoni Antonio Gramsci juga digunakan untuk meneliti perlawanan atas hegemoni Orde Baru.

Kognisi sosial dan pengalaman pribadi Pandji Pragiwaksono menentukan pesan yang ingin disampaikan dalam album ini yaitu perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru. Selain itu juga konteks sosial yang terjadi pada saat lagu-lagu dalam album 32 diciptakan juga menentukan tema sentral dalam album ini.

Kesimpulannya, album 32 sangat kental sekali wacana perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014. Hal itu tergambar dalam teks (lirik-lirik lagu), hasil kognisi sosial dari pencipta lagu (pembuat teks) dan konteks sosial yang terjadi pada saat album ini dibuat.

Keywords: Album 32, perlawanan, kritik sosial, wacana, dan hegemoni.

(5)

ii

Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik. Meskipun banyak kendala-kendala yang penulis hadapi di tengah perjalanan dan terkadang menjadi beban dan penghambat proses bagi penulis. Tetapi semua ini penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Dengan usaha dan kerja keras, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul “Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono)”.

Menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan skripsi ini. Terutama kepada kedua orang tua yang tak pernah bosan mendoakan anaknya dalam sujud mereka, memperjuangkan anaknya dengan keringat, doa dan air mata, selalu memberikan nasihat dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini :

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Wadek I bidang akademik.

Dr. Hj. Roudhonah, MA, selaku Wadek II bidang administrasi umum. Drs.

Suhaimi, M.Si, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.

(6)

iii

jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini terselesaikan. Terima kasih atas kesabaran, kemurahan hati, dan kesediaannya memberikan waktu serta pengarahan pada penulisan skripsi ini.

4. Kepada segenap Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi beserta seluruh staf karyawan yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan baik serta telah membantu peneliti selama perkuliahan.

5. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Pandji Pragiwaksono selaku musisi dan pencipta lagu dalam album 32 yang sudah meluangkan waktunya dan memberikan kesempatan untuk wawancara terkait penelitian Album 32.

7. Ayahanda Kasan Jaya dan Ibunda Yati Nurhayati, yang tak pernah lelah memberikan semangat dan nasihatnya kepada penulis.

8. Best Partner, Nurpadilah Pitriyanti terima kasih atas dukungan, semangat, nasihat, kesabarannya dan semuanya.

9. Untuk sahabat-sahabat perjuangan penulis semua kawan-kawanku di KPI A 2010, dan teman-teman dari KKN AKASIA yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya kurang lebih 4 tahun untuk membuat cerita yang indah.

(7)

iv terima kasih penulis.

Penulis sadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan.

Oleh karena itu, penulis menyadari pentinganya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat menjadi masukan di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis, dan pihak lain pada umumnya.

Jakarta, Mei 2015

Muharam Yuliansyah

(8)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Metodologi Penelitian ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI A. Analisis Wacana ... 18

1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) ... 19

2. Model Analisis Wacana Kritis Teun Van Dijk ... 24

B. Musik ... 31

1. Pengertian Musik ... 33

2. Lagu Sebagai Wacana ... 36

C. Ideologi dan Hegemoni ... 38

1. Pengertian Ideologi ... 38

2. Pengertian Hegemoni ... 43

D. Cultural Studies dan Budaya Populer ... 46

1. Pengertian Cultural Studies ... 46

2. Pengertian Budaya Populer ... 48

3. Budaya Populer Sebagai Medium Melawan Hegemoni ... 50

BAB III DESKRIPSI UMUM SUBJEK PENELITIAN A. Karir Bermusik Pandji Pragiwaksono ... 54

B. Deskripsi Umum Album 32 ... 57

C. Album Musik dan Penghargaan ... 59

1. Album Musik ... 59

2. Prestasi dan Penghargaan ... 61

(9)

vi

A. Analisis Teks Album 32 ... 62

1. Struktur Makro ... 62

2. Superstruktur ... 68

3. Struktur Mikro ... 80

B. Analisis Kognisi Sosial Album 32 ... 90

C. Analisis Konteks Sosial Album 32... 97

1. Kekuasaan ... 98

2. Akses ... 100

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

vii

Halaman 1. Tabel 1. Skema Penelitian dan Metode Van Dijk... 26 2. Tabel 2. Metode Analisis Wacana Van Dijk ... 26 3. Tabel 3. Struktur/Elemen Analisis Teks ... 28

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Ketika berbicara seni, maka yang terbayang adalah sebuah keindahan. Seni sendiri dalam bahasa Inggrisnya disebut art yang berarti indah. Quraish Shihab mengatakan bahwa seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia, atau fitrah yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hambanya.1

Namun memaknai seni (art) sebagai sebuah keindahan belaka, apalagi keindahan yang sifatnya artificial saja itu sama dengan mereduksi makna dari arti seni itu sendiri. Seni pada unsurnya yang paling fundamental adalah justru untuk mengungkapkan, mengekspresikan realitas yang sebenarnya. Namun, ketika dia direduksi menjadi sebatas keindahan saja, seringkali justru menjadi alat untuk menyembunyikan dan menghilangkan realitas yang sesungguhnya.

Smiers dalam bukunya Art Underpressure memaparkan bahwa seni merupakan arena perjuangan dan perlawanan :

“Seni adalah juga bagian dari perjuangan sosial melalui ekspresi- ekspresi, kesenangan, kemarahan hasrat, kehalusan budi, kekuasaan, sinisme, atau ketakutan yang dapat dibagikan melalui sebuah media berupa karya kepada khalayak.”2

1 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 385

2 Joost Smieers, Art Under Pressure, (Yogyakarta: Insist Press, 2009) h. 5

(12)

Pada makna dan fungsinya yang prinsipil, seni lebih dari sekedar keindahan. Di balik makna dasarnya itu, seni juga merupakan medium perlawanan. Bahkan makna perlawanan inilah yang paling melekat dalam seni.

Sebab, karakter seni berbeda dengan karakter politik. Kalau politik lebih menekankan pada establishment, kemapanan dan ketetapan. Maka sebaliknya seni justru berusaha untuk menggugat kemapanan dan status quo. Resistensi seni ini nampak paling nyata ketika ia berhadapan dengan kekuasaan. Ketika menghadapi sistem kekuasaan yang diktator, otoriter, tirani dan anti perubahan, seni merupakan media paling depan dalam menyuarakan pentingnya pembebasan dan perubahan.3

Salah satu media seni dan sastra yang cukup sering dijadikan media dalam mengungkapkan realitas sosial, ketidakadilan dan perlawanan adalah seni musik.

Musik merupakan perilaku sosial yang kompleks dan universal yang didalamnya memuat sebuah ungkapan pikiran manusia, gagasan, dan ide-ide dari otak yang mengandung sebuah sinyal pesan yang signifikan. Pesan atau ide yang disampaikan melalui musik atau lagu biasanya memiliki keterkaitan dengan konteks historis. Muatan lagu tidak hanya sebuah gagasan untuk menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan moral atau idealisme dan sekaligus memiliki kekuatan ekonomis. Musik adalah salah satu media paling ampuh untuk menyampaikan kritik sosial.

Dalam khasanah kesenian Islam, musik muncul sebagai wakil dalam kesenian masyarakat. Kesenian Islam yang lebih menitikberatkan pada moral dan religius menjadi sebuah media yang cukup efektif dalam pembelajaran rakyat

3 http://moxeb.blogspot.com/2011/11/seni-sebgai-medium-perlawanan.html diakses pada tanggal

12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB

(13)

yang kritis, sebagai sebuah ekspresi dalam menyuarakan kebenaran dalam proses transformasi sosial.4

Untuk mengekspresikan emosi manusia dalam musik, yang paling mengena memang lewat vocal atau lirik lagu, daripada alat musiknya, seperti yang dinyatakan Alan P. Merriam:

“One of the obvious sources for understanding of human buheaviour in connection with musik is the song text. Texts, of course, are language behavior rather than musik sound, but they are an inthegral part of mush and there is clear-out evidence that the language used in connection with musc differs from that of ordinary discourse.”5

Mencermati pernyataan Meriam tersebut, ia menyatakan bahwa untuk mengetahui perilaku manusia, salah satunya dalam pengungkapan ekspresi melalui musik dapat diketahui dari lirik atau teks lagunya. Lebih lanjut Meriam menyatakan bahwa teks lagu dapat digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah yang mengganggu suatu masyarakat. Ketika teks lagu dapat mengambil bentuk ejekan atau rasa malu, ini juga dapat sebagai pembebasan psikologis bagi mereka yang terlibat di dalamnya.6

Musik diketahui memiliki fungsi komunikasi. Melalui lagu, musisi menjadikan musik sebagai media komunikasi untuk menyampaikan apa yang ada dalam benaknya. Ada banyak nama-nama besar yang menumpahkan ekspresi pemberontakannya melalui musik dan itu ditandai dengan munculnya perubahan akibat aksi artistiknya tersebut. Sebut saja nama-nama seperti John Lennon, Billie Holiday, Bob Dylan, Bob Marley, The Doors, The Clash, The Exploited, The Who dan yang lainnya yang turut mewarnai lahirnya musik-musik bernuansa

4 Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam pandangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h.

63-64

5 Alan P. Merriam, The Antrofology of music, (North Western University Press, 1964), h. 187.

6 Alan P. Merriam, The Antrofology of music, h. 201

(14)

rebel. Di Indonesia sendiri banyak musisi yang menelurkan lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial terlebih ketika berada di suatu zaman yang susah untuk berekspresi dan penuh dan kekangan (baca: Orde Baru).

Sebut saja Iwan Fals yang sering membawakan lagu kritik sosial, baik bersama Swami, Kantata Takwa, maupun secara solo. Beberapa karyanya antara lain Siang Seberang Istana, Surat Untuk Wakil Rakyat, ataupun Bongkar. Selain Iwan Fals, pada dekade 1990-an juga ada Slank yang kerap membawakan lagu bertema kritik sosial. Bahkan pada tahun 2008, Slank pernah bikin gerah anggota DPR lewat lagu Gossip Jalanan.

Begitupun dengan saat ini, adalah Pandji Pragiwaksono seorang musisi (rapper), komedian (komika) dan juga penulis yang disetiap karya-karyanya banyak memuat pesan-pesan perubahan sosial, perlawanan terhadap ketidakadilan dan juga kritik sosial.

Pandji Pragiwaksono sudah mengeluarkan 4 album rap dan kebanyakan tema dalam lagu-lagu yang dia ciptakan adalah bertemakan nasionalisme, kritik sosial, dan perubahan sosial. Album hip hop pertamanya yang berjudul Provocative Proactive dirilis pada Maret 2008, disusul dengan album berjudul You'll Never Know When Someone Comes In And Press Play On Your Paused Life yang dirilis pada 2009, Merdesa pada 2010, dan 32 pada 2012 (Pragiwaksono, 2009).

Dalam salah satu wawancara berjudul “Hip hop: Media Protes yang Membantu Saya” yang dilakukannya dengan hiphopindo.net, Pandji menegaskan bahwa hip hop adalah media protes yang ampuh untuk menyuarakan ragam

(15)

kegelisahannya terhadap berbagai permasalahan krusial di Indonesia, seperti demokrasi, nasionalisme, sosial, politik, budaya, dan pendidikan.7

Album 32 merupakan album yang sarat dengan tema sosial dan politik.

Album yang baru dirilis Pada tanggal 21 Mei 2012, bertepatan dengan 14 tahun turunnya Soeharto. Pandji mengungkapkan “Konsep besar dari album 32 adalah 32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32 tahun kehidupan saya.”8 Konsep besar itu dia tuangkan dalam lagu-lagu yang bernada perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru yang masih ada hingga saat ini, walaupun Orde Baru sudah ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan politik pada tahun 1998.

Album 32 sangat relevan dengan kondisi sosial politik saat ini, dimana Negara Indonesia yang kurang lebih sudah 16 tahun menjalani masa reformasi sejak turunnya Soeharto (Orde Baru) yang pernah berkuasa selama 32 tahun, tetapi justru sebagian rakyat Indonesia malah merindukan atau ingin kembali ke masa Orde Baru, karena jengah dengan kondisi sosial saat ini yang ternyata tidak lebih baik dibandingkan dengan masa Orde Baru. Selain itu juga album ini sangat terkait dengan ramainya tahun-tahun politik (2012-2014) dimana rakyat Indonesia akan melakukan pemilihan legislative dan presiden Indonesia di tahun 2014.

Menyambut pemilu 2014 ini, partai politik mulai menggunakan mesin-mesin politiknya untuk meraih simpati masyarakat. Salah satu strategi untuk meraih simpati masyarakat adalah dengan menggunakan nama besar Soeharto atau program-program Orde Baru yang dianggap berhasil dan menyejahterakan rakyatnya sebagai jargon-jargon kampanye mereka. Narasi dan wacana tersebut

7 http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protes-yang-membantu-saya/ diakses pada tanggal

12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB

8 http://hiphopheroes.net/album-ke-4-pandji-pragiwaksono-32%E2%80%B3 diakses pada tanggal

12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB

(16)

coba dilawan Pandji lewat album 32 yang sarat dengan tema perlawanan dan kritik sosial atas kebangkitan dan romantisme masyarakat terhadap Orde Baru.

Berdasarkan data-data tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap lagu-lagu Pandji Pragiwaksono di album 32 yang secara khusus memiliki signifikansi dengan tema sosial. Penelitian ini sekaligus juga dilakukan untuk menganalisis situasi sosial di tengah masyarakat yang memengaruhinya.

Maka dari itu, penulis akan menggunakan metode analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) sebagai cara untuk memahami wacana dan makna dibalik album 32. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan judul penelitian ini dengan “Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono).”

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis membatasi masalah hanya pada lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial pada album 32 karya Pandji Pragiwaksono, yaitu Menolak Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Berani Mengubah, dan Pemuda Bodoh.

Adapun rumusan masalah yang ingin dikemukakan adalah:

Bagaimana bentuk perlawanan dan kritik sosial yang diwacanakan dalam lagu-lagu Pandji Pragiwaksono di album 32 dilihat dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial?

(17)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui wacana dalam bentuk perlawanan dan kritik sosial dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi akademis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, Khususnya menjadi tambahan referensi, dan peningkatan wawasan akademis terutama bagi pengembangan penelitian kualitatif dan analisis wacana kritis di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran bagi khalayak terkait perihal musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial yang dibangun Pandji Pragiwaksono lewat lirik-lirik lagunya, juga dapat menjadi masukan dan pertimbangan, khususnya bagi Pandji Pragiwaksono dan musisi Indonesia lainnya. Selain itu dapat menambah wawasan masyarakat luas yang tertarik pada topik tentang Pandji Pragiwaksono, musik, perubahan sosial, dan penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana kritis.

(18)

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kritis (critical paradigm). Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Paradigma kritis adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil.

Meskipun terdapat beberapa variasi teori sosial kritis seperti; feminisme, cultural studies, posmodernisme -aliran ini tidak mau dikategorikan pada golongan kritis- tetapi kesemuanya aliran tersebut memiliki tiga asumsi dasar yang sama.9

Pertama, semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Ilmuan kritis harus memahami pengalaman manusia dalam konteksnya. Secara khusus paradigma kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas. Kedua, paradigma ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usaha untuk mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Kebanyakan teoriteori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk mengubah kekuatan penindas. Ketiga, paradigma kritis secara sadar berupaya untuk menggabungakn teori dan tindakan (praksis). “Praksis”

9 Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication. Edisi ke-5, (Belmont-California:

Wadsworth, 1996), h.86

(19)

adalah konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis ini. Menurut Habermas (dalam Hardiman, 1993) praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Asumsi dasar yang ketiga ini bertolak dari persoalan bagaimana pengetahuan tentang masyarakat dan sejarah bukan hanya sekedar teori, melainkan mendorong praksis menuju pada perubahan sosial yang humanis dan mencerdaskan. Asumsi yang ketiga ini diperkuat oleh Jurgen Habermas (1983) dengan memunculkan teori tindakan komunikatif (The Theory of Communication Action)

Secara ontologi, paradigma ini bersifat Historical Realism yaitu menilai Realitas yang teramati merupakan realitas “semu” (virtual reality) karena telah terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini, secara metodologis paham ini mengajukan dialog dengan transformasi untuk menemukan kebenaran realitas yang hakiki.10 Sedangkan secara epistemologi, paradigma ini lebih menekankan subjektifitas dalam menentukan suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut campur dalam menentukan kebenaran tentang suatu hal.11

Lawrence Newman dalam Eriyanto (2011) mengatakan bahwa tujuan dari penelitian dengan paradigma kritis ini adalah untuk menghilangkan keyakinan dan gagasan palsu tentang masyarakat dan mengkritik system kekuasaan yang tidak seimbang dan struktur yang mendominasi dan menindas orang.12

2. Metode Penelitian

10Norman K. Denzin dan Egon Guba, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penyunting Agus Salim (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001) h. 41

11 Ibid, h. 41-42

12 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h.51

(20)

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Metodologi kualitatif sendiri bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Sedangkan pendekatan analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan analisis wacana yaitu seperangkat prinsip metodologis yang luas, diterapkan pada bentuk-bentuk ujaran/percakapan dan teks, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang telah direncanakan sebelumnya. Melalui analisis wacana, realitas sosial dianggap memiliki wajah ganda dalam artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat tunggal.

Model analisis wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk, modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Menurutnya penelitian atas wacana tidak cukup hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus diamati.13

Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantic) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan pembuatnya. Dengan menggunakan pendekatan analisis inilah Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit terkandung dalam kesatuan wacana tersebut.

Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis wacana Van Dijk menggunakan pendekatan kritis dimana pandangan ini memiliki dasar teoritis dalam memandang hubungan

13 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.221

(21)

timbal balik antara peristiwa mikro (peristiwa verbal) dan struktur-struktur makro yang mengondisikan perisatiwa makro. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:

Struktur Metode

Teks

 Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu

 Tematik

 Skematik

 Semantic

 Sintaksis

 Stilistik

 Retoris

Kognisi Sosial

 Menganalisa bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan dan ditafsirkan dengan memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu.

Wawancara mendalam

Konteks Sosial

 Menganalisa bagaimana wacana digamabrkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.

Studi pustaka, penelusuran Sejarah, dan Wawancara

(22)

3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah musisi sekaligus pencipta lagu dalam album 32 yaitu Pandji Pragiwaksono.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah lirik lagu dan pesan-pesan teks isi lagu pada album musik 32 karya Pandji Pragiwaksono.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber terkait yang berkenaan dengan permasalahan penelitian. Data primer bersumber dari lirik-lirik yang terdapat dalam album 32, sedangkan data sekunder bersumber dari observasi (literasi buku, internet, dan majalah) dan wawancara dengan Pandji Pragiwaksono sebagai pencipta lagu dalam album 32.

5. Analisis Data

Sutrisno mengungkapkan bahwa “analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.”14

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis wacana. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari

14 Sutrisno, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 192

(23)

metode interpretative yang mengandalkan interprestasi dan penafsiran penulis.

Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai secara berbeda, dan dapat ditafisrkan secara beragam.15 Dalam tahap ini, penulis akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono, kemudian ditafsirkan penulis dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

6. Teknik Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini merujuk kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang diterbitkan CeQDA (Center for Quaity Development and Assurance).

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menemukan ada karya ilmiah yang hampir sama, namun memiliki perbedaan pada fokus permasalahan penelitian dan ada juga yang berbeda metode analisisnya. Karya ilmiah tersebut yaitu:

1. Skripsi yang ditulis oleh Ferdi Yulian, mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2012), dengan judul skripsi yaitu: Analisis Wacana Terhadap Album Musik Anti Korupsi Group Band Slank”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana wacana anti korupsi dalam album Anti Korupsi karya grup band Slank.

15 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Bandung. 2012) h. 70

(24)

2. Skripsi yang ditulis oleh Taufik Hidayat, mahasiswa jurusan ilmu jurnalistik Universitas Islam Bandung tahun 2010, dengan judul skripsi yaitu : Kritik sosial dalam lirik lagu : “ada mereka dikepala” karya grup band goodbye lenin (studi kualitatif melalui pendekatan analisis wacana kritis Teun A Van Dijk). Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui wacana kapitalisme dan imperialism yang berdampak pada masyarakat Indonesia ditinjau dari analisis wacana kritis Teun Van Dijk.

3. Skripsi yang ditulis oleh Nurahim, mahasiswa jurusan Sosiologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik dan Realitas Sosial dalam Musik: Suatu studi atas lirik lagu Slank. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keseluruhan lagu-lagu slank yang bertemakan kritik dan realitas sosial dilihat dari makna denotatif, konotatif dan juga dari tinjauan ilmu sosiologi dalam lirik-lirik lagunya.

4. Skripsi yang ditulis oleh Darmawan Trisaksono, mahasiswa jurusan jurnalistik, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang (2008), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik Sosial Lirik lagu dalam album terapi visi karya Roy Jeconiah Isoka Wurangian. Fokus dalam penelitian ini lebih banyak dalam pengungkapan lirik-lirik dalam album terapi visi dilihat dari factor puisi lirik-lirik tersebut. Sehingga dalam penelitian ini lebih banyak dalam analisis linguistic atau bahasa dalam lirik-lirik tersebut.

5. Skripsi yang ditulis oleh Nadya Nurfadhillah Delima, mahasiswi jurusan Sastra Inggris, Universitas Indonesia (2011), dengan judul skripsi yaitu:

(25)

Analisis Wacana Kritis Lirik Lagu Eminem. Fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis makna dibalik lagu Eminen yang berjudul Brain Damage yang menggunakan analisis wacana kritis milik Norman Fairclough dan Teori Transkultural.

6. Skripsi yang ditulis oleh Fahmi Mubarak, mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Jakarta (2013), dengan judul skripsi yaitu: “Analisis Wacana Kritik sosial dalam album Efek Rumah Kaca karya grup band Efek Rumah Kaca”. Fokus dalam Penelitian ini adalah mengungkap wacana dibalik lagu-lagu yang bertemakan kritik sosial dalam album Efek Rumah kaca dilihat dari analisis wacana milik Teun Van A Dijk.

7. Skripsi yang ditulis oleh Anwar Saputra, mahasiswa jurusan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2013), dengan judul skripsi yaitu: Kritik Sosial Politik Dalam Musik: Analisis Isi Lirik Lagu “Gosip Jalanan, Birokrasi Kompleks dan Kritis BBM”

Grup Musik Slank”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana kritik sosial dan politik dari lirik lagu yang berjudul Gosip Jalanan, Birokrasi Kompleks dan Kritis BBM dari grup musik Slank, dan melalui analisis isi.

8. Skripsi yang ditulis oleh Mohammad Syaeful Bahri, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (2013), dengan judul skripsi yaitu: “Pesan Bahaya Korupsi Dalam Lirik Lagu Tikus Tikus kantor Karya Iwan Fals (Analisis Wacana Kritis Norman

(26)

Fairclough Tentang Pesan Bahaya Korupsi Dalam Lirik Lagu Tikus Tikus Kantor Karya Iwan Fals)”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui wacana Anti Korupsi dari lirik lagu yang berjudul

”Tikus-tikus Kantor” Karya Iwan Fals, menggunakan analisis wacana kritis Teun Van Dijk.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima bab, yakni:

BAB I :

Bab pertama adalah Pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II :

Bab kedua berisi landasan teori dan pembahasan yang menunjang isi penelitian ini, seperti konsep Analisis Wacana Kritis, konsep musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial dan juga Budaya Populer sebagai medium melawan hegemoni.

BAB III :

Bab ketiga adalah deskripsi umum subjek penelitian yang berisi riwayat Hidup Pandji Pragiwaksono, beserta Album music dan penghargaan yang telah diraih Pandji Pragiwaksono

BAB IV :

(27)

Bab keempat adalah hasil penelitian dan pembahasan. Berisi temuan wacana yang terkandung dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono. Juga menguraikan tentang bagaimana wacana perlawanan dan kritik sosial dalam album 32.

BAB V :

Bab kelima adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan penelitan dan saran untuk subjek penelitian, juga untuk penyempurnaan penelitian ini sendiri.

(28)

18 A. Analisis Wacana

Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih komnpleks dan inheren yang disebut wacana.1 Analisis wacana digunakan dalam berbagai disiplin ilmu sosial, seperti psikologi, sosiologi, politik, dan studi linguistik. Dari semua disiplin ilmu sosial tersebut ada titik singgung yang menjadikan ciri khasnya, yaitu bahasa/pemakaian bahasa. Mohammad A.S Hikam dalam buku Eriyanto (2011) menuturkan ada tiga pandangan mengenai mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama dituturkan kaum positivisme-empiris, menurutnya analisis wacana menggambarkan tuturan kalimat, bahasa, dan pengertian bahasa.

Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme, yang menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Oleh karena itu, analisis wacana dipandang sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga, disebut dengan paradigma kritis yang menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna, dimana bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi didalamnya. Dengan pandangan

1 Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication. Edisi ke-5, (Belmont-California:

Wadsworth, 1996), h.84

(29)

semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.2

Pendekatan kritis menempatkan wacana sebagai power (kuasa)3, atau memandang wacana sebagai sebuah cerminan dari relasi kekuasaan dalam masyarakat.4 Pendekatan kritis yang lazim disebut Critical Discourse Analysis (CDA) memahami wacana (penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis) sebagai bentuk sosial practice (praktik sosial). Dalam praktik sosial, seseorang selalu memiliki tujuan berwacana, termasuk tujuan untuk menjalankan kekuasaan.

Jika hal itu terjadi, praktik wacana akan menampilkan efek ideologi, yakni memroduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial

1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)

Van Dijk mengemukakan bahwa analisis wacana kritis atau yang lazim Critical Discourse Analysis (CDA) adalah sebuah penelitian analisis yang mengungkap bagaimana penyalahgunaan kekuasaan, dominasi dan ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis.5 Analisis ini mengambil posisi non-konformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan ketidakadilan sosial. Analisis Wacana Kritis adalah pendekatan konstruktivis sosial yang meyakini bahwa representasi dunia bersifat linguistis diskursif, makna

2 Eriyanto, Analisis wacana: pengantar analisis media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h. 4-6

3Asher, R.E. dan J.M.Y. Simpson (ed.).. The Encyclopedia of Language and Linguistics, Volume 2. (Oxford: Pergamon Press, 1994) h. 940

4Renkema, J, Discourse Studies: An Introductory Textbook. (Amsterdam: John Benjamin and Co.

Publishing, 1993) h. 282

5D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, (Oxford: Blackwell, 2001), h. 352

(30)

bersifat historis dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial. Prinsip- prinsip Analisis wacana kritis sudah ditemukan dalam teori kritis dari Frankfurt School sebelum Perang Dunia II.6 Aliran ini fokus pada bahasa dan wacana yang diinisiasikan dengan ‗critical linguistics’ yang muncul (terutama di Inggris dan Australia) pada akhir tahun 1970-an. perspektif dan tujuan CDA yang sama yaitu tentang struktur wacana yang berkaitan dengan reproduksi dominasi sosial, apakah itu berbentuk konversasi atau berita atau genre dan konteks lainnya. Dan untuk kata-kata yang sering menjadi pembahasan CDA yaitu power (kekuasaan), dominasi, hegemoni, ideologi, kelas, gender, ras, diskriminasi, kepentingan, reproduksi, institusi, struktur sosial atau tatanan sosial.

Boleh jadi jika riset CDA sering merujuk pada ilmuan dan filosof sosial kritis ternama –seperti Frankfurt School, Habermas, Foucault dsb. atau aliran neo- marxist– ketika ingin menteorikan dan memahaminya. Lalu untuk menemukan kerangka teoritis sebaiknya fokus pada konsep dasar yang berkaitan dengan discourse, cognition, dan society.7

Van Dijk mengemukakan bahwa CDA digunakan untuk menganalisis wacana-wacana kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain. Selanjutnya Fairclough dan Wodak (1997: 271-280) meringkas tentang prinsip-prinsip ajaran CDA sebagai berikut:8

a) Membahas masalah-masalah sosial

b) Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif c) Mengungkap budaya dan masyarakat

d) Bersifat ideologi

6 Ibid

7 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h. 353

8 Ibid

(31)

e) Bersifat historis

f) Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat g) Bersifat interpretatif dan eksplanatori

h) Wacana adalah sebuah bentuk sosial action

Sebagaimana dikutip Eriyanto dalam bukunya, analisis wacana kritis menurut Fairclough dan Wodak menggambarkkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana dapat memroduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing- masing. Dan juga, analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai factor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi.9

Berikut ini karakteristik analisis wacana kritis:10 a. Tindakan

Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya.

b. Konteks

9 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.7-8

10 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 8-14

(32)

Analisis wacana juga memeriksa konteks dan komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan siatuasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.

c. Historis

Konteks historis digunakan untuk memahami wacana dalam sebuah teks.

Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa menentang soeharto. Pemahaman mengenai wacana ini akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan.

d. Kekuasaan

Wacana muncul dalam sebuah teks bukan sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi sebagai sebuah bentuk pertarungan kekuasaan.

Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Seperti kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam dalam wacana rasisme, dan sebagainya. Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut kontrol.

e. Ideologi

Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Menurut Van Dijk, ideologi yang mendominasi suatu komunitas akan dianggap sebagai kebenaran dan

(33)

kewajaran. Fenomena itu disebut sebagai ―kesadaran palsu‖, bagaimana kelompok dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui kampanye disinformasi, melalui control media, dan sebagainya.

Analisis wacana kritis memiliki beberapa model analisis, yaitu model Roger Fowler dkk, model Theo Van Leeuwen, model Sara Mills, Model Teun A.

Van Dijk, dan model Norman Fairclough. Secara singkat, perbedaan kelima model tersebut dapat dilihat pada tingkatan analisis wacana: 1) analisis mikro, yang mempelajari unsur bahasa pada teks, 2) analisis makro, yakni analisis struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, dan 3) analisis meso, yaitu analisis pada diri individu sebagai pemroduksi teks dan juga sisi khalayak sebagai konsumen teks. Pada model analisis Roger Fowler dkk, Theo van Leeuwen, dan Sara Mills, analisisnya hanya dipusatkan pada analisis mikro dan analisis makro tanpa mengikutsertakan analisis meso. Ketiga model analisis tersebut mempertanyakan bagaimana teks mencerminkan kekuatan sosial dan politik yang ada di masyarakat.

Sedangkan model analisis Teun A. Van Dijk dan Norman Fairclough, selain memasukkan analisis mikro dan makro, terdapat juga analisis meso yang melihat bagaimana suatu konteks diproduksi dan dikonsumsi. Baik Van Dijk maupun Fairclough menyadari adanya kesenjangan yang besar di antara teks yang sangat mikro dan sempit dengan masyarakat yang luas dan besar (makro).11 Untuk menghubungkan factor mikro dan makro tersebut perlu adanya analisis meso yang menekankan pada sisi individu sebagai produsen teks dan khalayak sebagai

11 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 345

(34)

konsumen teks. Perbedaan dari model analisis Van Dijk dengan Fairclough ada pada di analisis meso. Pada analisis meso milik Van Dijk dikenal sebagai kognisi sosial, dimana lebih banyak memperhatikan sruktur internal, struktur mental dan produsen teks dan konsumen teks sebagai faktor yang menentukan produksi dan konsumsi teks. Sedangkan analisis meso milik Fairclough dikenal sebagai Discource Practice, yaitu melihat struktur dan praktik kerja dari media, yang didalamnya menyertakan kepentingan ekonomi dan politik pengelolanya yang akhirnya akan mempengaruhi produksi dan konsumsi teks.

2. Model Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk.

Wacana menurut Teun A. Van Dijk berfungsi sebagai suatu pernyataan, (assertion), pertanyaan (question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat).

Wacana juga dapat digunakan untuk mendiskriminasi atau mempersuasi orang lain untuk melakukan diskriminasi.12 Van Dijk mengemukakan bahwa Penggunaan bahasa, wacana, interaksi verbal, dan komunikasi termasuk pada analisa pada level mikro dari tatanan sosial (sosial order). Kekuasaan (Power), dominasi dan ketidaksetaraan antara kelompok sosial termasuk pada analisa pada level makro. CDA (sebagai meso-level) secara teoritis bertugas menutup

‗gap‘ antara pendekatan makro dan mikro tersebut atau untuk mencapai kesatuan analisa (unified whole).13

Van Dijk mengungkapkan untuk mencapai satu kesatuan analisa wacana kritis, ada beberapa hal yang sangat penting untuk dianalisa,yaitu:14

a. Members-Groups; pengguna bahasa (language user) yang menggunakan wacana dianggap sebagai anggota kelompok sosial, organisasi, atau

12 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2012), h. 71

13 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h. 354

14 Ibid

(35)

institusi; dan sebaliknya kelompok tersebut bertindak berdasarkan anggotanya.

b. Action-Process; tindakan sosial seorang individu menjadi bagian konstituen tindakan kelompok dan proses sosial, seperti legislasi, pemberitaan atau reproduksi rasisme.

c. Context-Sosial Structure; situasi interaksi diskursif sama halnya dengan struktur sosial, seperti press conference, ini termasuk konteks ‗lokal‘

dan untuk konteks ‗global‘ seperti pembatasan wacana.

d. Personal and Sosial Cognition; pengguna bahasa memiliki personal and sosial cognition: memori individu, pengetahuan, dan opini. Kognisi ini mempengaruhi interaksi dan wacana seseorang.

Dari penjelasan tersebut Van Dijk menggambarkan analisis wacana kritis kedalam tiga dimensi yang terdiri dari teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang digabungkan ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks yang melibatkan kognisi individu sebagai produsen teks. Aspek ketiga yaitu konteks sosial atau analisis sosial, mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.15

Skema penelitian dan metode analisis wacana Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut:

15 Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Media, h. 224

(36)

Tabel 1.

Tabel 2.

Struktur Metode

Teks

 Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu.

Critical Linguistik yang meliputi:

 Tematik

 Skematik

 Semantic

 Sintaksis

 Stilistik

 Retoris Kognisi Sosial

 Menganalisis bagaimana kognisi penulis atau pembuat teks dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis

Wawancara mendalam

Konteks Sosial Studi pustaka, penelusuran Sejarah, dan Konteks

Kognisi Sosial Teks

(37)

 Menganalisa bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan.

Wawancara

a. Teks

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan:16

 Struktur Makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.

 Superstruktur adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.

 Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase yang dipakai dan sebagainya.

Struktur/elemen yang dikemukakan Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut:17

16 Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 225-226

17 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.228-229

(38)

Tabel 3.

Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen

Struktur Makro TEMATIK

tema yang dikedepankan dalam suatu berita

TOPIK

(tema dalam album 32)

Superstuktur SKEMATIK

Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai?

Skema

Struktur Mikro SEMANTIK

bagaimana pendapat disampaikan?

Latar, Detil, Maksud, Praanggapan,

nominalisasi SINTAKSIS

bagaimana pendapat disampaikan?

Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata ganti

STILISTIK Pilihan kata apa yang

dipakai?

Leksikon

RETORIS

bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan?

Grafis, Metafora, Ekspresi

b. Kognisi Sosial

Dalam kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk, perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosial, yaitu kesadaran mental individu sebagai

(39)

produsen teks yang akan membentuk teks tersebut. Dalam hal ini maka bisa dikatakan kesadaran mental pengarang/pencipta lagu-lagu dalam album 32.

Unsur-unsur kognisi sosial menurut Van Dijk seperti, latar belakang kepercayaan, pengetahuan, perilaku, norma nilai dan ideologi yang dianut individu sebagai bagian dari suatu grup.

Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi, untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.

Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu dberikan oleh pemakai bahasa.18

Van Dijk mengungkapkan bahwa individu dalam memahami suatu peristiwa harus didasarkan pada skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Martha Augiustinos dan Iain Walker dalam Eriyanto (2011) menyebutkan bahwa skema menggambarkan bagaimana seseorang menggunakan informasi yang tersimpan dalam memorinya dan bagaimana itu diintegrasikan dengan informasi baru yang menggambarkan peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukkan sebagai bagian dari pengetahuan kita tentang suatu realitas.19 Selain itu model yang tertanam dalam ingatan tidak hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga pendapat atau penilaian tentang suatu peristiwa. Berikut ini adalah skema/model yang memetakan kesadaran mental pembuat lirik lagu, yang digunakan dalam menyeleksi dan memproses informasi:20

18 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.260

19 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.261

20 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.262

(40)

 Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang mendeskripsikan dan memandang orang lain.

 Skema Diri (Self Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan oleh seseorang.

 Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peran dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat.

 Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini adalah tentang bagaimana kita menafsirkan dan memaknai suatu peristiwa tertentu.

Van Dijk juga mengungkapkan bahwa pandangan seorang individu dalam melihat sebuah realitas di masyarakat tergantung pada pengalaman, memori dan interpretasi individu tersebut.21 Ini berhubungan dengan proses psikologis individu.

Salah satu elemen yang sangat penting dalam proses kognisi sosial selain model adalah memori. Lewat memori kita bisa berpikir tentang sesuatu dan mempunyai pengetahuan tentang sesuatu pula. Secara umum, memori terdiri dari dua bagian. Pertama, memori jangka pendek (short-term memory), yakni memori yang dipakai untuk mengingat peristiwa, kejadian, atau hal yang ingin kita acu yang terjadi beberapa waktu lalu dalam durasi yang masih pendek. Kedua, memori jangka panjang (long-term memory), yakni memori yang dipakai untuk mengingat atau mengacu peristiwa, objek yang terjadi dalam kurun waktu yang

21 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.263

(41)

lama. Dan yang paling relevan dalam kognisi sosial adalah memori jangka panjang (long-term memory).22

c. Analisis Sosial (Societal Analysis)

Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi.23 Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua poin yang penting kekuasaan (power), dan akses.24

 Praktik kekuasaan

Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan (Power), atau lebih khusus lagi kekuasaan sosial, adalah kajian sentral dari analisis wacana.

Kekuasaan sosial dapat didefiniskan dengan istilah kontrol. Kekuasaan digunakan untuk mengkontrol tindakan (act) dan pikiran (mind) anggota kelompok tersebut, sehingga ini juga membutuhkan power base dalam bentuk seperti uang, force, status, popularitas (fame), pengetahuan, informasi, budaya, atau yang terpenting

‗wacana publik‘ dan komunikasi.25

Van Dijk mengemukakan bahwa Kekuasan (Power) dibedakan berdasarkan pada sumber daya yang menggunakannya seperti orang kaya selalu

22 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 264-265

23 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 271-272

24 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272

25 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h.354-355

(42)

memiliki kekuasaannya karena uangnya yang banyak, profesor memiliki power karena pengetahuannya, dsb. Kekuasaan pada dasarnya tidak bersifat mutlak (seldom absolute). Dan untuk power yang dimiliki oleh dominant group (kelompok dominan) biasanya terintegrasi dalam bentuk hukum, peraturan, norma, kebiasaan, dan juga konsensus atau disebut oleh Gramsci yaitu

‗hegemoni‘. Dominasi kelas, sexisme, dan rasisme adalah contoh hegemoni. Di sisi lain juga, sebenarnya bahwa kekuasaan tidak selalu digunakan untuk kegiatan abusif (penyalahgunaan), karena dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan taken-for-granted action (tindakan yang dianggap benar). Demikian pula, tidak semua anggota powerful group (kelompok yang berkuasa) lebih powerful daripada anggota dominated group (kelompok terdominasi); kekuasaan disini dimiliki oleh semua kelompok.26

Untuk analisa hubungan antara wacana dan kekuasaan, Van Dijk Mengemukakan bahwa pertama, harus dilihat pada power resource (sumber kekuasaan) seperti politik, media, atau ilmu. Kedua, proses mempengaruhi pikiran seseorang dan secara tidak langsung mengkontrol tindakannya. Dan ketiga, ketika pikiran seseorang terpengaruh oleh teks dan pembicaraan, ini sebenarnya didapati bahwa wacana setidak-tidaknya secara tidak langsung mengkontrol tindakan orang tesebut –melalui persuasi dan manipulasi.27

 Akses mempengaruhi wacana

Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topic apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.

26 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h.355

27 Ibid

(43)

B. Musik

1. Pengertian Musik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ―musik merupakan nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).‖28 Selain itu, musik dapat pula didefinisikan sebagai sebuah cetusan ekspresi pikiran atau perasaan yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi.

Pada perkembangan selanjutnya, musik dapat dijadikan salah satu indikator bagi kualitas kebudayaan suatu bangsa.29 Dikatakan demikian karena musik memiliki arti sebagai perilaku sosial yang kompleks dan universal. Musik dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah

―musikal‖.30

Musik merupakan sebuah ekspresi metafora yang bersinergi dan berhubungan langsung dengan realitas sosial yang ada.31 Definisi tersebut mengutip penelitian J.Blacking pada suku Venda di Afrika Selatan yang diyakini upacara ritualnya serupa dengan asal mula jenis-jenis ketukan perkusi dan nada- nada yang dimainkan dalam musik blues. Nada dalam blues notabene menjadi

28 http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php diakses pada tanggal 27 Februari 2015, pukul 14.00 WIB

29 Dr. Abdul Muhaya, M.A, Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad al- Ghazali, h. 27

30 Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta: Buku Baik, 2003) h.7-8

31 James Lull, Popular Music and Communication. (Newburry Park: : Sage publications, 1989) h.28

(44)

nada dasar bagi beberapa genre yang kemudian bermunculan. Selain itu, menurut Plato musik adalah imitasi dari persepsi dan realitas sosial.32

Walser mengatakan musik dapat berfungsi seperti wacana verbal.33 Segala hal yang berhubungan dengan musik yaitu lirik, nada dan visualisasi dapat menjadi sarana menyampaikan sebuah wacana.34 Berdasarkan nilai fungsionalnya, musik diartikan sebagai ekspresi atas realitas sosial yang terjadi.

Ekspresi ini dikemas dalam perangkat wacana musik, yaitu:35

a) Lirik. Musisi dapat memberikan pesan atau cerita kepada pendengarnya, namun yang tidak kalah penting lirik dapat menjadi sarana untuk menanamkan wacana tentang identitas tertentu.

b) Nada, komposisi, tempo, suara dan semacamnya. Nada tertentu dapat merangkai ritme yang menjadi alat untuk membuat lirik lebih mudah dicerna dan diingat. Nada, melodi, harmoni dari suara instrumen juga dapat membawa pesan atau menggambarkan suasana seperti romantis, kesedihan, marah dan lain-lain.

c) Ikonisitas musisi. Bagaimana cara musisi memberitahukan siapa mereka dan bagaimana cara memahami musik mereka tidak hanya dari musik yang dibawakan tapi juga dari sikap dan penampilan mereka.

Berikut ini wacana music dilihat dari nilai fungsionalnya:

a) Kenikmatan emosi dan hiburan

32Richard Weiss, Piero & Taruskin. Music in the Western World : A History in Documents. (New York : Schirmer Books, 1984), h. 8

33David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text. (London: Sage, 2012), h.5

34 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text.h. 7

35 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text. H.77

(45)

Jika musik adalah bahasa, maka ia adalah bahasa simbolis, perlambang nilai jiwa dan ucapan. Perjiwaan dan pencapaian kenikmatan emosi terkadang terlupakan oleh para pemusik.36

b) Gambaran realitas sosial politik Negara

Musik bisa menggambarkan kondisi realitas sosial politik dari suatu Negara. Sebagai contoh, Orde Lama melarang musisi membawakan lagu dari luar negeri, Koes Plus pernah dipanjara karena hal ini.

Sedangkan Orde Baru menghapus aturan tersebut namun mencekal musisi yang mengkritik pemerintah, yang memunculkan Iwan Fals, Harry Roesli dan lain-lain untuk membuat lirik kritis namun memiliki dualisme makna.

c) Simbol pergerakan dan kritik

Music blues, jazz, punk dan rap memiliki persamaan sejarah yaitu muncul karena tidak setuju dengan ketimpangan sosial yang ada. Blues dan jazz sama-sama menjadi simbol pergerakan melawan perbudakan.

Punk sendiri adalah simbol gerakan untuk mandiri (dari major label), anti kemapanan, anti otoriter dan Do It Yourself atau disingkat DIY.37 Lalu music rap yang merupakan bagian dari gaya hidup hip-hop. Hip- hop adalah sub-kultur yang mulai muncul di lingkungan anak-anak kulit hitam dan hispanic yang tinggal di daerah Bronx di kota New York, Amerika Serikat. Dari awal musik HipHop lebih banyak menceritakan tentang kehidupan disekitar masyarakat kulit hitam dan teriakan-teriakan serta protes suara hati mereka kepada pemerintahan

36 Amir Pasaribu, Analisis Musik Indonesia. (Jakarta : PT Pantja Simpati, 1986), h.11

37 Roger Sabin, Punk Rock : So What? (London : Routledge, 1999), h.53

(46)

yang berlaku tidak adil. Lirik-lirik musik Hip Hop cenderung keras dan tegas. Itulah Hip Hop. Saat ini music Hip Hop sudah menjadi sebagai alat perjuangan apapun bentuknya, seperti perjuangan komunitas, politik, budaya, dan lain-lain.

d) Musik dan Kesehatan

Penderita dementia (penurunan fungsi otak) yangs sering kehilangan memori, dapat dibantu dengan terapi music, yaitu bernyanyi dan memainkan instrument music untuk membantu proses mengingat dan menghindari penderita terjebak dalam dunianya sendiri.38

2. Lagu Sebagai Wacana

Analisis wacana kritis memandang bahwa wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa tetapi juga dipahami sebagai kritik atas konteks sosial yang terjadi. Konteks disini dapat dilihat sebagai latar, situasi, peristiwa dan kondisi dimana wacana itu muncul. Kemudian dilihat pula konteks komunikasinya, seperti siapa mengkomunikasikan apa, dengan siapa dan mengapa, dalam jenis khalayak dan situasi apa, melalui media apa, bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi, dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak.

Dalam studi etnomusikologi, musik dianggap sebagai cerminan dari keadaan sosial yang ada. Musik dalam struktur sosial terdiri atas dua elemen utama pembentuknya yakni teks dan konteks. ―Teks merupakan kejadian akustik

38Robin Rio, Connecting Through Music With People With Dementia, (London : Jessica Kingsley, 2009) h.11

Gambar

Foto Bersama Pandji Pragiwaksono

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian dan pembahasan di atas ter- dapat beberapa kesimpulan yang bisa diambil penulis dalam mengkaji kitab Tafsir al-Asas karya Darwis Abu Ubaidah bahwa metode yang

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebe- lumnya dapat ditarik kesimpulan yaitu (1) terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan sebe- lumnya dapat ditarik kesimpulan yaitu (1) terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan

59 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian dari bab sebelumnya tentang Peran Mendengarkan Musik Religi Karya Opik Studi Kasus Mahasiswa Prodi

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya terkait dengan penanaman karakter disiplin dan cinta tanah air di SMA Islam Al Azhar 7

KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan di atas mengenai persepsi guru matematika terhadap implementasi Kurikulum 2013 di SMPN 1 Cikulur terkait bahan ajar, pelaksanaan pembelajaran

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan judul analisis karya montase pada pembelajaran SBdP di kelas IV SD Negeri 04 Kota Bengkulu, secara teoritis dan praktis