NAMA : SUHANDA JURUSAN : ILMU HADITS EMAIL : [email protected]
ABSTRAK
Asbabunnuzul, merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi berdasarkan dari para sahabat dan tabi’in dalam mengimpun berbagai dalil yang kerap terdapat pertentangan di
dalamnya, maka dari itu Asbabunnuzul merupakan, salah satu ilmu yang harus dipelajari bagi seseorang yang ingin menafsirkan Al-Quran
Asbabunnuzul merupakan sebab turun ayat Al-Qur’an yang mempunya peran penting dalam memahami Al-Qur’an hal ini dikemukakan oleh Al-Wahidi, bahwa seseorang tidak akan mungkin menafsirkan ayat Al-Qur’an jika tidak mengetahui Asbabunnuzulnya. begitu pula dengan Ibnu Taimiyah menganggap Asbabunnuzul sangat penting dalam menafsirkan Al-Qur’an, karna pengetahuan tentang sebab akan mewariskan pengetahuan tentang akibat dan turunnya ayat
PEPENDAHULN
Al-Qur’an merupakan kitab suci kaum muslimin yang menjadi sumber ajaran islam yang pertama, yang di Imani dalam kehidupan kaum muslimin, Al-Qur’an juga merupakan salah satu topic yang menarik perhatian media barat dan masyarakat umum, upaya ini telah mereka lakukan sejak Nabi Muhammad Saw masih berada di mekkah dan belum berhijrah ke madinah, sehingga banyak orang yang berbicara tentang makna Al-Qur’an tanpa mempelajarinya terlebih dahulu.
Kemudian Imam Al-Wahidi menyatakan, bahwasanya tidak mungkin seseorang mengerti tafsir suatu ayat, jikalau tidak mengetahui awal cerita yang berhubungan dengan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, maka dari itu untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat tersebut maka kita harus mempelajari terlebih dahulu mengenai sebab-sebab dan awal ayat tersebut di turunkan, Maka dari itu betapa penting nya mempelajari Asbabunnuzul agar kita semua dapat mengetahui sebab-sebab dan awal mengenai Al-Qur’an. Maka dalam pembahasan kali ini mengenai Asbabunnuzul yang mana merupakan salah satu ilmu yang harus dipelajari bagi seseorang yang ingin menafsirkan Al-Quran, agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan ayat-ayat Allah Swt.
PEMBAHASAN
Secara etimologi kata Asbabunnuzul berasal dari gabungan kata Asbab dan Al-Nuzul, kata ‘’asbab’’ adalah bentuk jamak dari kata ‘’sabab’’ adapun ahli bahasa berbeda pendapat
dalam megartikan kata ‘’sabab’’ ada yang mengartikan jalan, penghubung tali, dan ada juga yang mengartikan dengan makna majaziah, dari ke tiga pendapat tersebut kebanyakan ulama tafsir cenderung memaknai kata ‘’asbab’’ dengan ‘’habi’’ pemaknaan seperti ini mengindikasikan tujuan ulama tafsir untuk menghindari kuasalitas pada kata ‘’sabab’’ dalam buku ilmu Al-Qur’an karangan ulama Indonesia yang mana sering menyebut kata ‘’asbab’’
dengan sebab, sedangkan Al-nuzul merupakan bentuk mashdar dari kata ‘’nazala yanzilu’’
yang berarti turun1. sedangkan secara terminology pengertian Asbabunnuzul memiliki beberapa pengertian diantaranya ialah, Al-Zarqani medefinisikan Asbabunnuzul dengan sesuatu yang terjadi pada hari di turunkan satu atau beberapa ayat Al-Qur’an untuk menjelaskan status hukumnya, adapun Al-Suyuti berpendapat yang senada dengan pengertian yang di kemukakan oleh Zarqani bahwasanya Asbabunnuzul merupakan sesuatu yang terjadinya pada hari ayat Al-Qur’an itu di turunkan, kemudian disamping itu As-suyuti menolak definisi yang di kemukakan oleh wahidi, yang menggolongkan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sebagai Asbabunnuzul. oleh karna itu ada beberapa unsur yang perlu di cermati dalam menganalisis Asbabunnuzul yakni adanya suatu peristiwa, pelaku, tempat dan waktu berlangsungnya peristiwa itu, secara integral semua unsur dan komponen dalam peristiwa tersebut menggambarkan dengan cukup jelas bahwa pada dasarnya ayat-ayat Al-Qur’an itu mempunyai hubungan dialektis dengan fenomena sosio kultural masyarakat. Asbabunnuzul merupakan sebab turunnya ayat Al-Qur’an yang tentunya mempunyai peran penting dalam memahami Al-Qur’an, hal ini di kemukakan oleh Al-Wahidi ia mengatakan, tidak mungkin seseorang menafsirkan ayat Al-Qur’an jika tidak mengetahui Asbabunnuzul nya2.
Adapun sekelompok ulama yang menyusun kitab secara khusus tentang masalah Sababun Nuzul ialah, Ali Ibnul Madini, beliau merupakan guru Imam Bukhari sekaligus ulama yang pertama kali menyusun kitab khusus tentang masalah sababun nuzul. begitupula Syekhul Islam Abul Fadhi Ibnu Hajar juga pernah menyusun kitab mengenai Sababun Nuzul tetapi masih berbentuk tulisan tangan karna beliau telah meninggal terlebih dahalu, kitab tersebut di beri nama Lubabun Nuqul fii Asbaabin Nuzul. adapun penjelasan mengenai bentuk Sababun nuzul jelas bahwasanya bersifat ‘’Qath’iyyatud dukhul fii al-am yakni sesuatu yang masuk dalam konteks umum’’, kemudian ulama lain pun berkata mengenai Sababunnuzul yang merupakan sesuatu yang di capai oleh para sahabat dengan menggunakan berbagai qarinah yakni(bukti-bukti seputar masalah-masalah yang terjadi.
1 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1988), h. 802 2 Abi Al-Hasan Al-Wahidi, Asbab Al-Nuzul, h.4
Kemudian Imam suyuti pun berpendapat yang terpilih mengenai sababunnuzul ialah
’’suatu peristiwa yang menyebabkan ayat itu turun pada saat-saat terjadinya. definisi ini meniadakan apa yang disebutkan oleh Al-Wahidi yang berkenaan dengan surat Al-Fiil yakni mengatakan bahwa sebab turunnya berkenaan dengan kisah datangnya (Abrahah) dari Habasyah/Ethiopia dengan membawa gajah. sesungguhnya hal seperti ini bukanlah termasuk Asbabunnuzul tetapi termasuk memberitakan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu, seperti juga kisah kaum Nuh, Aad, Tsamud, kisah membangun Ka’bah, dan kisah-kisah yang lainnya. demikian juga penyebutan Al-Wahidi berkenaan dengan firman Allah Swt ‘’ ا ذخّتو لْيلخ مْيهربإ ’’ (QS. an-nisa: 125) ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim di angkat oleh Allah sebagai kekasih Allah Swt, ini juga bukan termasuk Asbabunnuzul.
Adapun penjelasan mengenai alasan Al-Qur’an di turunkan itu karna Allah Swt bertujuan untuk meneguhkan hati Rasulullah Saw. Al-Qur’an memuat lebih dari enam ribu ayat yang di turunkan secara bertahap, selama lebih dari dua puluh tiga tahun, ayat-ayat tersebut kemudian di himpun menjadi surah yang berarti wilayah tertutup, Al-Qur’an memang tidak tersusun secara kronologis karna tiap ayat yang di wahyukan itu tidak di ketahui secara pasti kapan tepatnya. meski Al-Qur’an tidak di susun secara kronologis bukan berarti kaum muslimin tidak tertarik pada sejarah Al-Qur’an justru mereka memiliki rasa keingin tahuan untuk terus menggali dan mempelajari tentang Nabi penerima wahyu. konteks pewahyuan ayat-ayat Al- Qur’an dikenal dengan ‘’Asbab Al-Nuzul’’ riwayat ini menghubungkan satu atau beberapa ayat, dengan sebuah kejadian histori. yang mana para ulama terdahulu menata riwayat semacam ini dalam beragam cara, mereka membuat daftar ayat-ayat yang diturunkan pada siang hari, dan malam hari, pada musim panas, dan musim dingin, yang di turunkan ketika nabi dalam perjalanan dan ketika di rumah, dan juga ayat-ayat yang di turunkan di bumi dan di langit (ketika Nabi Mikraj)3. Kemudian adapun pembagian dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah pembagian ayat kedalam kategori ayat Makiyah dan Madaniyah, ayat-ayat makiyah adalah ayat-ayat yang di turunkan selama 13 tahun pertama pewahyuan ketika nabi berdakwah di mekkah, dan priode madinah ini berlangsung selam 10 tahun hinggga wafatnya nabi 632.
Asbabunnuzul merupakan sebab turun ayat Al-Qur’an yang mempunya peran penting dalam memahami Al-Qur’an hal ini dikemukakan oleh Al-Wahidi, bahwa seseorang tidak akan mungkin menafsirkan ayat Al-Qur’an jika tidak mengetahui Asbabunnuzulnya. begitu pula dengan Ibnu Taimiyah menganggap Asbabunnuzul sangat penting dalam menafsirkan
3 Al-Suyuti, 1:54-55
Al-Qur’an, karna pengetahuan tentang sebab akan mewariskan pengetahuan tentang akibat dan turunnya ayat4. kemudian Az-Zarqani merincikan dalam kitab Manahil Al-Irfan mengenai penting nya Asbabunnuzal dalam Al-Qur’an diantaranya adalah:
1. Memberikan petunjuk tentang hikmah yang di kehendaki Allah atas apa yang telah di tetapkan hukumnya. seperti firman Allah Swt dalam surat (An-Nur ayat 6-9) yang mana ayat ini turun karna berkaitan dengan peristiwa Hilal Bin Umayyah r.a yang pernah menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Sahma di hadapan Nabi, kemudian Nabi menyuruh untuk membuktikan tuduhan tersebut, maka di ketahui lah hikmah penerapan hukum li’an.
2. Memudah kan dalam memahami ayat yang menghilangkan kesukarannya.
3. Menghindari keraguan tentang ketentuan
4. Membantu menentukan spesifikasi berlakunya suatu hukum (bagi pihak yang berpegang dengan kaidah)
5. Memberikan informasi yang akurat kepada siapa suatu ayat di turunkan, sehingga tidak terjadi salah paham
6. Memudahkan pemahaman dan menguatkan ingatan terhadap kandungan wahyu, jika wahyu itu diketahui sebab-sebab kejadiaannya5.
Kemudian Khalid Ibn Sulaiman pun menambahkan manfaat memahami Asbabunnuzul untuk mengetahui psikologis, sosiologis, dimana Al-Qur’an diturunkan. memahami Psikologis makasudnya memahami kondisi orang atau pelaku yang terlibat dalam peristiwa turunnya ayat, sedangkan Sosiologis yakni memahami kondisi masyarakat arab dimana Al-Qur’an diturunkan. selain itu dikalangan intelektual islam modern juga mengakui bahwa Asbabunnuzul mempunyai peran penting dalam menafsirkan Al-Qur’an begitu pula Fazlur Rahman juga mengatakan Asbabunnuzul memberikan pemahaman tujuan dasar atau ideal moral dari tujuan turunnya ayat, maka dari itu untuk bisa memahami hal tersebut maka di perlukan pemahaman akan situasi atau historisitas dimana pernyataan tersebut merupakan jawabannya6. Meskipun terlihat beberapa ulama Ulumul Qur’an yang berbeda-beda dalam mengungkapkan pentingnya Asbabunnuzul, namun pada hakikatnya mereka sepakat bahwa Asbabunnuzul mempunyai peran penting dalam menafsirkan Al-Qur’an, sehingga tingkat signifikan Asbabunnuzul mampu memberikan kemudahan dalam memahami serta
4 Ibn Taimiyah, Muqaddimah fi Ushul Al-Tafsir, (Kawait: Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1971) h.47 5 Muhammad Abdul Adhim Al-Zurqani, Manahil al-irfan, h. 65
6 Pemahaman Situasi dan Historitas oleh Fazlur Rahman, di sebut dengan Mikro dan Makro, lihat Siwabaihi, Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), h 57
mentafsirkan Al-Qur’an. namun ada beberapa tokoh yang lebih tegas menolak Asbabunnuzul dan menganggap tidak penting pengetahuan Asbabunnuzul itu mereka ialah: Muhammad Husein al-Thabathaba’I, menurut Thabathaba’I hadist-hadist yang berkaitan dengan Asbabunnuzul tidak shahih, karna tidak ada yang mempunyai sanad, kemudian periwayatnya tidak di lakukan secara berhadapan muka antara pemberi dan penerima riwayat, dan tidak juga dengan cara tahamul dan hapalan, para perawi hanya mengaitkan suatu ayat dengan kisah-kisah tertentu. pada hakikatnya ’’Asbabunnuzul’’ hanya sebuah hasil ijtihad semata.
Adapun perbedaan riwayat Asbabunnuzul dan cara menyelesaikan nya diantaranya sebagai berikut.
Perbedaan Riwayat Asbabunnuzul Dan Cara Menyelesaikan Nya
Sebagaimana di ketahui bahwa penelaahan Asbabunnuzul melalui Hadist-hadist, maka permasalahan yang pertama kali di hadapi adalah masalah menentukan keshahihan hadist, untuk memastiakan ke shahihan hadist perlu di lakukan penyeleksian super ketat terhadap riwayat-riwayat, yakni dengan memperhatikan sanad dan matan hadis. berkenaan dengan masalah ke shahihan hadist tentang Asbabunnuzul, Ibnu Shaleh, Al-Hakim dan lainnya menetapkan bahwa seseorang sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu, apabila menggambarkan tentang sebab turunnya sesuatu ayat, maka khabarnya itu haruslah kita pandang hadist yang musnad dan hukum hadist marfu. sedangkan perkataan tabiin tidak di pandang sebagai riwayat yang shahih dalam bidang ini, terkecuali di kuatkan oleh sesuatu hadist mursal yang di riwayatkan oleh seorang imam tafsir yang di akui menerima tafsir dari sahabat seperti: Ikrimah, Mujahid, Said Bin Jabir, Atha, Said Bin Musayyab Dan Adh- Dhahak7. Jadi Hadist yang berkenaan dengan Asbabunnuzul yakni apabila berasal dari sahabat yang melihat peristiwa turunnya ayat Al-Qur’an serta menolak periwayatan yang berasal dari Tabi’in, terkecuali di kuatkan oleh bukti-bukti sebagaimana yang telah disebutkan. selain masalah keotentikan hadist-hadist tentang Asbabunnuzul problematika lain yang muncul adalah ragamnya periwayat dalam satu ayat atau sebaliknya, sehingga secara redaksi terlihat hadist-hadist Asbabunnuzul bertentangan antar satu dengan yang lainnya.
berkenan dengan masalah tersebut para ulama salaf sudah menetapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Kontradiksi antara hadist shahih dengan hadist dhaif,
7 St. Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Adhi Grafika, 1993) h. 86
Apabila riwayat yang satu berkualitas shahih sedang yang lain dhaif, maka riwayat yang berkualitas shahih harus di ambil sebagai Asbabunnuzul, misalnya Asbabunnuzul surat Al- Dhuha (93), di riwayatkan oleh Syaikhani (Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Jundub berkata:
لوسر ىكتْشا لاق هنع ا يضر نايْفس نْب بدْنج تْعمس لاق ٍسْيق نْب دوسلأ انث ّدح ٌرْيهز انث ّدح سن ْوي ُنْب دمحأ انث ّدح
ُهرأ ْمل ككرت ْدق كن اطْيش نوكي ْنأ وج ْرل ىنإ دّمحم اي ْتلاقف ةأرْما ْتءاجف ًاثلث وأ ِنْيتلْيل ْمقي ْملف مّلسو هيلع ا ىّلص ا ىلق امو كّبر كعّدو ام ىجس اذإ لْيللاو . ىحّضلاو :لجو ّزع ا لزْنأف ٍةث لث وأ نْيتلْيل ذْنم كبرق .8 Jundub berkata: bahwa nabi pernah mengeluh sehingga meninggalkan shalat malam satu kali atau dua malam, lalu datanglah seorang perempuan dan berkata, ya Muhammad saya melihat malaikat jibril telah meninggalkan kamu, maka Allah menurun kan surat Ad-Dhuha tersebut.
Dalam menentukan Asbabunnuzul Surat Ad-Dhuha, Ulama Ulumul Al-Qur’an mengambil riwayat yang pertama karna keshahihannya, dan meninggalkan riwayat kedua karna ke dhaif-annya. ke dhai’fan riwayat kedua dikarnakan peristiwa kedua yang di klaim sebagai Asbabunnuzul tidak sesuai, sehingga Ibnu Hajar sebagaimana di kutip oleh As-Suyuti dalam karya nya Al-Itqan menyatakan bahwa hadist tersebut Gharib.
Kontradiksi dua Hadist shahih kedua-duanya dan di lakukan tarjih
bila kedua-duanya shahih dan dapat diadakan tarjih, maka yang di pakai adalah riwayat yang lebih shahih, kemudian untuk menentukan yang lebih kuat maka di tempuh dengan beberapa cara sebagai berikut:
o Semua sanad dan periwayatan
o Bentuk redaksi yang di pakai oleh riwayat-riwayat yang ada
Seperti Asbabunnuzul (surat Al-Isra: 17: 85) hadist yang di riwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud, begitu pula Hadist yang diriwayatkan oleh At-Turmizi dari Ibnu Abbas, yang mana kedua hadist tersebut mengemukakan tentang turunnya Surat Al-Isra Ayat: 85, dan keduanya berstatus Shahih, maka para ulam mengambil hadist yang di riwatkan oleh Al- Bukhari dari Ibnu Mas’ud untuk di jadikan pedoman bagi Asbabunnuzul, alasan Hadist pertama yang di ambil karna hadist pertama merupakan pertanyaan orang-orang yahudi kepada nabi, sedangkan hadist kedua merupakan pertanyaan orang-orang kafir quraisy, karna ayat tersebut turun di madinah maka hadist pertama lah yang lebih kuat. adapun alasan lain yakni Al-Bukhari lebih kuat di banding dengan At-Tirmizi sebab Ibnu Mas’ud merupakan
8 Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail, al-bukhari, al- jami, al-shahih, (Kairo: Maktabah al-Salafiyyah,tt) h326
orang yang melihat peristiwa turunnya ayat tersebut, sedangkan Ibnu Abbas hanya meriwayatkan tetapi tidak menyaksikannya9.
Kontradiksi dua hadist shahih kedua-duanya dan tidak dilakukan di tarjih
Bila kedua-duanya Shahih dan tidak dapat di tarjih, tetapi masih bisa di kompromikan, maka riwayat-riwayat itu sama-sama di pakai dan saling menjelaskan. misalnya Asbabunnuzul Surat An-Nur {24} 6) yang diriwayatkan oleh Bukhari dari jalan Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas dalam hadist lain yang di riwayatkan oleh Syaikhani yang bersumber dari Sahl bin Saad, berkenaan dengan Asbabunnuzul terdapat perbedaan sebab turunnya ayat tersebut, dalam hadist pertama di turunkan di sebabkan oleh masalah Hilal yang menuduh istrinya, sedangkan hadist kedua berkenaan dengan persoalan Uwaimir, kedua hadist tersebu tidak bisa di tarjihkan karna kedua-duanya shahih, maka sebagai solusinya kedua hadist tersebut di kompromikan (at-taufiq)karna orang yang pertama yang punya peristiwa itu adalah Hilal dan kebetulan juga Uwaimir datang menghadap Rasulullah saw, maka turun lah ayat tersebut.
Kaidah Memahami Asbabunnuzul
Mayoritas ulama sepakat bahwa Asbabunnuzul mempunyai peran penting dalam menafsirkan Al-Qur’an, tetapi mereka tidak sepakat ketika menggunakan Asbabunnuzul dalam penafsiran.
jika suatu ayat menggunakan ungkapan khusus dan lafadz khusus, ulama sepakat untuk menggunakan dari aspek ke khususannya, dan sebaliknya, namun persoalan ketika mereka berhadapan dengan ayat ber lafadz umum dan sebabnya khusus, lalu apa yang di gunakannya keumuman lafadz nya atau ke- khususan sebabnya? lafadz umum merupakan bentuk lafadz yang berlaku umum tidak terbatas terhadap kelompok tertentu dan berlaku kemaslahatannya untuk semuanya, sedangkan sebab khusus merupakan sebab yang terkait dengan satu peristiwa tertentu10. terkait dengan persoalan umum lafadz dan khusu sebab ulama menentukan dua kaidah yaitu:
ببسلا صوصخب ل ظفللا مومعب ةربعلا (Penempatan dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan khusus terhadap kasus yang menjadi sebab turunnya)
ظفللا مومعب ل ببسلا صوصخي ةربعلا
9 Abu Isa Muhammad ibn Isa Al-jami’ al-Shahih; Sunan at Turmuzi, jilid 5. (Beirut: Dar AL-Fikr) hlm 284 10 Khalid Ibn Sulaiman, Al-Muharar fi Asbab Nuzul Al-Qur’an: Dirasah Asbab Dirayah Wa Riwayah, (Kairo: Dar Ibn Al-Jauzi, 1427 H)
(Penempatan dalam memahami ayat adalah kasus yang menjadi sebab turunnya, bukan redaksi yang bersifat umum)
Dari kedua kaidah ini Jumhur cenderung menggunakan kaidah pertama yakni menggunakan keumuman lafadz bukan ke khususan sebab, sehingga hukum yang di ambil berdasarkan lafadz umum yang melampaui sebab khusus, dari kedua kaidah tersebut mayoritas para ulama menggunakan kaedah pertama di banding kedua.
Contoh ayat yang tidak bisa dipahami secara tepat kecuali dengan menyertakan Asbabunnuzul, seperti memahami surat Al-Baqarah ayat 158:
َ للٱ لنِإَف اًرْي َخ َعلوَطَت نَمَو ۚ اَمِهِب َفلولطَي نَأ ِهْيَلَع َحاَنُج َلَف َرَمَتْعٱ ِوَأ َتْيَبْلٱ لج َح ْنَمَف ۖ ِ للٱ ِرِٓئاَعَش نِم َةَو ْرَمْلٱَو اَفلصلٱ لنِإ
ٌميِلَع ٌرِكاَش Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al- Baqarah:158)
Adapun informasi yang mengabarkan bahwa Urwah Bin Zubayr merasa kesulitan untuk memahami ayat tersebut karna dalam ayat tersebut terdapat kata ‘’La junaha’’(tidak berdasa) yang memberikan pengertian menafikan kewajiban Sa’I. Zubair kemudian bertanya kepada Aisyah r.a tentang hal tesebut yang kemudian menerangkan bahwa kata ‘’La junaha’’
tersebut tidak berarti menafikkan kewajiban melainkan menghilangkan perasaan berdosa dan beban dari hati kaum muslimin ketika melaksanakan Sa’I antara Safa dan Marwah, dalam riwayat disebutkan bahwa di daerah safa terdapat patung yang bernama Isaf dan di atas Marwah ada patung juga yang benama Nailah. Dulu pada masa sebelum islam ketika orang- orang musyrik melakukan sa’I, mereka melakukannya sambil mengusap kedua patung tersebut, kemudian setelah islam datang patung itu di hancurkan dan kaum muslimin tidak lagi melakukan sa’I karna itu merupakan tradisi jahiliyyah, sehingga turunlah ayat yang disebutkan di atas tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 115 yakni:
ٌميِلَع ٌعِس َٰو َ للٱ لنِإ ۚ ِ للٱ ُه ْجَو لمَثَف ۟اوّلَوُت اَمَنْيَأَف ۚ ُبِرْغَمْلٱَو ُقِرْشَمْلٱ ِ ل ِلَو Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap disitu lah wajah Allah.
Ayat tersebut di tafsirkan secara tekstual, ayat tersebut menjelaskan tidak ada kewajiban menghadap kiblat dalam shalat, berdasarkan Asbabunnuzulnya, ayat ini turun karna ketika itu para sahabat bersama dengan Nabi Saw, melakukan perjalanan di malam hari yang gelap gulita, kemudian mereka tidak mengetahui arah kiblatnya, lalu mereka mengerjakan shalat menghadap kiblat menurut ijtihad mereka, dan ke-esokan harinya di kemukakan lah kepada Rasulullah Saw, maka turunlah ayat tersebut, yang mana ayat tersebut bukan bermakna tidak mewajibkan menghadap kiblat ketika melaksanakan shalat, akan tetapi di boleh kan untuk berijtihad mengenai arah kiblat di saat tidak mengetahui arah nya dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan arah kiblat tersebut.
PENUTUP KESIMPULAN
Asbabunnuzul merupakan sebab turunnya ayat Al-Qur’an yang tentunya mempunyai peran penting dalam memahami Al-Qur’an, Asbabunnuzul juga memiliki beberapa pengertian definisi diantaranya, Al-Zarqani medefinisikan Asbabunnuzul dengan sesuatu yang terjadi pada hari di turunkan satu atau beberapa ayat Al-Qur’an untuk menjelaskan status hukumnya, kemudian ulama lain pun berkata mengenai Asbabunnuzul yang merupakan sesuatu yang di capai oleh para sahabat dengan menggunakan berbagai qarinah
(bukti-bukti seputar masalah-masalah yang terjadi meskipun terdapat banyak definisi tetapi pada hakikatnya mereka sepakat bahwa Asbabunnuzul mempunyai peran penting dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Sehingga alasan Al-Qur’an di turunkan itu karna Allah Swt bertujuan untuk meneguhkan hati Rasulullah Saw. karna Asbabunnuzul ini mempunyai peran penting dalam menafsirkan Al-Qur’an maka kita harus mempelajari serta memahami kandungan Al-Qur’an beserta Asbabunnuzul nya, dengan kita mempelajari Al-Qu’an dan memahami kaidah-kaidah nya sehingga kita bisa membantu menentukan spesifikasi berlakunya suatu hukum, kemudian dapat memudahkan pemahaman dan menguatkan ingatan terhadap kandungan wahyu, dan dapat memberikan petunjuk tentang hikmah yang di kehendaki Allah atas apa yang telah di tetapkan hukumnya. oleh karna itu penting mempelajari Asbabunnuzul dalam menafsirkan Al-Qur’an karna, tidaklah mungkin seseorang dapat menafsirkan ayat Al-Qur’an jika tidak mengetahui sebab-sebab atau awal cerita yang berhubungan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang di turunkan (Asbabunnuzulnya) Imam Al-Wahidi.
DAFTAR PUSTAKA
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1988) Abi Al-Hasan Al-Wahidi, Asbab Al-Nuzul
Ibn Taimiyah, Muqaddimah fi Ushul Al-Tafsir, (Kawait: Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1971) Muhammad Abdul Adhim Al-Zurqani, Manahil al-irfan
Pemahaman Situasi dan Historitas oleh Fazlur Rahman, di sebut dengan Mikro dan Makro, lihat Siwabaihi, Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007) St. Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Adhi Grafika, 1993
Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail, al-bukhari, al- jami, al-shahih, (Kairo: Maktabah al- Salafiyyah,tt)
Mawardi, M.Si. Drs. Junaidi, M.A., M.Ed. Pengantar Ulumul Qur’an, Banda axeh, Cet 1 Muharam 1435/ Desember 2013
Abu Isa Muhammad ibn Isa Al-jami’ al-Shahih; Sunan at Turmuzi, jilid 5. (Beirut: Dar AL- Fikr)
Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Study Al-Qur’an Komprehensif (Al-Itqan fi Ulumil Qur’an), Solo, Cet ke-1 Muharram 1430 H / Januari 2008
Khalid Ibn Sulaiman, Al-Muharar fi Asbab Nuzul Al-Qur’an: Dirasah Asbab Dirayah Wa Riwayah, (Kairo: Dar Ibn Al-Jauzi, 1427 H)