Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/
atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
Nasihat-nasihat
Kata Pengantar
Kita berhadapan dengan tahun-tahun penuh ujian.
Dua kali Ramadhan kita lalui dalam masa pandemi.
Masya Allah, dalam rentang waktu itu Allah tetap jaga untuk selalu berada dalam ketaatan kepada-Nya. Pada tahun pertama, sebagian besar kaum Muslimin memusatkan aktivitas Ramadhan di rumah. Ada banyak yang dapat segera beradaptasi dengan situasi baru. Tapi tak sedikit pula yang tergagap-gagap berhadapan dengan keadaan baru.
Pada tahun kedua masa pandemi, Ramadhan dijalani dalam suasana berbeda. Jika pada tahun pertama masjid banyak ditutup. Pada tahun kedua, masjid telah difungsikan kembali, tentu dengan pembatasan dan pengetatan protokol kesehatan.
Pandemi Covid-19 masih dinilai sebagai ancaman yang tak boleh disepelekan.
Menghadapi situasi demikian, Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Daerah Istimewa Yogyakarta berinisiatif menyajikan kumpulan kultum Ramadhan. Para dai dan penceramah, dalam masa pandemi, tidak leluasa mendatangi masjid demi masjid sebagaimana pada masa normal. Keterbatasan itu memaksa setiap pengampu masjid dan musholla harus siap tampil
yang lebih dipersingkat.
Bisa jadi juga ada di antara keluarga Muslim masih memilih memusatkan aktivitas di rumah mereka.
Kegiatan kultum selalu menyertai aktivitas Ramadhan.
Inilah dorongan yang muncul untuk menyuguhkan kultum-kultum pendek selama Ramadhan. Buku ini dihimpun secara sederhana dan praktis. Meskipun demikian, masih banyak bagian yang harus disempurnakan. Oleh karena itu, masukan dari para pembaca sangat diharapkan.
Kami sampaikan jazakumullahu khairan katsiira untuk para kontributor naskah, yaitu Ustadz Ahmad Dahlan, L.c., M.A., Ustadz Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I., dan Ustadz Deden A. Herdiansyah, M.Hum.
Semoga setiap naskah menghadirkan kebarakahan dari Allah ta’ala. Jazakumullah kami sampaikan pada seluruh tim yang telah menghimpun dan menata buku ini. Semoga amal kecil ini mendatangkan keridlaan Allah.
Sekali lagi, semoga persembahan buku ini memberi manfaat yang luas.
Salam,
Ketua Bidang Dakwah IKADI DIY
Dwi Budiyanto
Daftar Isi
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vii
Wajibnya Puasa Ramadhan ... 1
Rahmat Allah dalam Perintah Puasa Ramadhan ... 8
Bersyukur atas Nikmat Ramadhan ... 17
Ramadhan BulanTurunnya Al-Qur’an ... 25
Ramadhan: Waktu Spesial Bersama Al-Qur`An ... 32
Ramadhan dan Doa yang Terkabul ... 42
Menumbuhkan dan Merawat Ketakwaan dengan Puasa 51 Menggugurkan Dosa-Dosa di Bulan Ramadhan ... 59
Amalan Dosa yang Tidak Dihitung ... 67
Bagaimana Cara Memupuk Keikhlasan dalam Beramal .. 74
Hadis Palsu tentang Ramadhan... 82
Perselisihan Pendapat yang Membawa Perpecahan ... 91
Wajibnya Puasa Ramadhan
Oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I
َ أ ىِذَ لا ِلله ُدْمَحْلَا َو ىَدُهْلاِب ُه َلْوُسَر َلَسْر
ُهَرِه ْظُيِل ِ قَح َلا ِنْيِد
ِنْيِ دلا ى َلَع ِهِ لُك
اًدْيِهَش ِللهاِب َىف َك َو
ُ ىِبَن ُهُلْوُسَر َو ُهُدْبَع اًدَ مَحُم َ نَأ ُدَهْشَأ َو للها َ الِإ َهَلِإ اَل ْنَأ ُدَهْشَأ ىَف َط ْصُمْلا َو ِهِل َ أ ىَلَع َو ٍدَ مَحُم اَنِ يِبَن ىَلَع ْكِراَب ِو ْمِ لَس َو ىِ لَص َ مُهلَ لَأ َهِبَت ْنَم َو ِهِباَح ْص َ ِمْوَي ىَلِإ ٍنا َسْحِإِب ْمُع أ
ِةَ مٓاَ طل ٱ ىَربُكل ٱ
للها لاق و اَمَك ُماَي ِصلا ُمُكْيَلَع َبِتُك اوُنَمَآ َنيِذ َلا اَه ُيَأ اَي :
َنوُق َتَت ْمُك َلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َنيِذ َلا ىَلَع َبِتُك
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Selama tigabelas tahun kenabian Muhammad ﷺ di Makkah al-Mukaramah, tidak ada satupun ayat yang memerintahkan Kaum Muslimin untuk menjalankan
ibadah puasa. Setelah Rasulullah saw dan Kaum Muslimin hijrah ke Madinah, maka pada tahun kedua hijrah, barulah Allah SWT menurunkan perintah untuk berpuasa Ramadhan dengan firman-Nya:
ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَي ِصلا ُمُكْيَلَع َبِتُك اوُنَمَآ َنيِذ َلا اَه ُيَأ اَي َنوُق َتَت ْمُك َلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َنيِذ َلا
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Imam Thabari menjelaskan bahwa perintah puasa Ramadhan diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah ﷺ dan Kaum Muslimin tepatnya pada bulan Sya’ban pada tahun kedua Hijriyah. Dengan diturunkannya ayat 183 surat Al-Baqarah tersebut, maka puasa Ramadhan hukumnya fardhu ‘ain yaitu wajib bagi setiap Kaum Muslimin.
Kewajiban menunaikan puasa Ramadhan diperkuat dengan pertanyaan seorang Arab Badui kepada Rasulullah ﷺ:
؟ ِماَي ِ صلا َنِم َ ي َلَع ُ َ للّا َضَرَف اَم ِنِْرِبْخَأ
“Beritahu kepada saya, puasa apa yang diwajibkan atas saya?”
Maka Rasulullah ﷺ menjawab:
اًئْيَش َعَ و َ طَت ْن َ
أ اَ لِإ َنا َضَمَر َرْهَش
“Puasa Ramadhan, kecuali jika kamu menambah dengan puasa sunnah” (HR. Bukhari).
Maka para ulama merumuskan bahwa orang yang wajib berpuasa (puasa Ramadhan) adalah:
Pertama, mereka yang beragama Islam (Muslim).
Ini menunjukkan bahwa mereka yang non Muslim tentu saja tidak mempunyai kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Kedua, baligh, ditunjukkan dengan haidh bagi seorang perempuan dan ihtilam (mimpi indah) bagi seorang lelaki. Sehingga anak-anak yang belum baligh tidak memiliki kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Tetapi sebaiknya mereka senantiasa berlatih untuk menjalankan ibadah puasa, sehingga saat mereka baligh, mereka sudah biasa menjalankan ibadah puasa.
Seorang Shahabiyah, Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz menceritakan:
َنِم َةَبْعُ للا ُمُهَل ُلَعْجَنَو ، اَنَناَيْب ِص ُمِ و َصُنَو ، ُدْعَب ُهُمو ُصَن اَ نُكَف َح ، َكاَذ ُهاَنْي َطْع َ
أ ِماَع َ طلا ىَلَع ْمُهُدَح َ
أ ىَكَب اَذِإَف ، ِنْهِع ْ لا ىَ ت
ِرا َطْفِإلا َدْنِع َنوُكَي
“Kami berpuasa setelah itu. Lalu anak-anak kami pun turut berpuasa. Kami sengaja membuatkan mereka mainan dari bulu. Jika salah seorang dari mereka menangis, merengek- rengek minta makan, kami memberi mainan padanya.
Akhirnya pun mereka bisa turut berpuasa hingga waktu berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, berakal sehat, artinya bukan orang yang hilang ingatan, baik karena gila, hilang ingatan atau sakit. Rasulullah ﷺ bersabda:
ِنَع ٍة َثَالَث ْنَع ُمَلَقْلا َعِفُر ِىِب َصلا ِنَعَو َظِقْيَتْسَي ى َتَح ِمِئا َنلا
َلِقْعَي ى َتَح ِنوُنْجَم ْلا ِنَعَو َمِلَتْحَي ى َتَح
“Pena diangkat dari tiga orang: (1) orang yang tidur sampai ia terbangun, (2) anak kecil sampai ia ihtilam (keluar mani), (3) orang gila sampai ia berakal (sadar dari gilanya).” (HR.
Abu Daud)
Keempat, mengetahui awal Ramadhan. Puasa Ramadhan tentu saja dimulai sejak tanggal 1 Ramadhan, baik diketahui melalui metode hisab atau metode ru’yah.
Jika seseorang mengetahui saat masuknya tanggal 1 Ramadhan, maka dia wajib menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Sedangkan seseorang yang tidak tahu masuknya tanggal 1 Ramadhan, maka tentu saja kewajiban yang harus dia kerjakan adalah berusaha sekuat tenaga untuk mengetahui masuknya tanggal 1
Ramadhan. Jika dia tidak mengetahui, maka tidak wajib dia berpuasa Ramadhan, sampai dia mengetahuinya.
Allah SWT berfirman:
ُهْم ُصَيْلَف َرْه َشلا ُمُكْنِم َدِهَش ْنَمَف
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185).
Kelima, mampu menjalankan puasa. Seseorang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa, tentu saja tidak wajib berpuasa. Ketidak-mampuan berpuasa bisa disebabkan karena beberapa hal, seperti sakit, usia lanjut, pekerjaan yang berat, perjalanan jauh dan lain- lain. Allah SWT berfirman:
َرَخ ُ أ ٍماَ ي َ
أ ْنِم ٌةَ دِعَف ٍر َفَس ىَلَع ْوَأ ا ًضيِرَم َناَك ْنَمَو ُديِرُي ۗ
َر ْسُع ْ
لا ُمُكِب ُديِرُي ا َلَو َرْسُيْلا ُمُكِب ُ َ للّا
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Al-Baqarah: 185)
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Dalam fiqh Islam, yang disebut wajib adalah mendatangkan pahala jika dijalankan dan mendatangkan dosa jika ditinggalkan. Karena puasa Ramadhan itu wajib, maka barangsiapa yang menjalankannya, dia akan mendapatkan pahala, sebaliknya jika meninggalkannya akan mendapatkan dosa. Pahala bagi orang yang berpuasa Ramadhan telah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ:
ِهِبْنَذ ْنِم َمَ دَقَت اَم ُهَل َرِفُغ اًباَسِتْحاَو اًناَميِإ َنا َضَمَر َما َص ْنَم
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka diampuni dosa- dosanya di masa lalu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
ِراَ نلا ُباَوْب َ
أ ْتَقِ لُغَو ِةَ نَجْلا ُباَوْبَأ ْتَحِ تُف ُنا َضَمَر َءاَج اَذِإ ُنيِطاَي َ شلا ِتَدِ ف ُصَو
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Muslim)
Sedangkan dosa jika meninggalkan puasa Ramadhan disebutkan Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:
ِه ِضْقَي ْم َل ٍضَرَم اَلَو ٍرْذُع ِرْيَغ ْنِم َناَضَمَر ْنِم اًمْوَي َرَطْفَأ ْنَم ُماَي ِص ُهَما َص ْنِإَو ِرْهَ دلا
“Barangsiapa berbuka dalam bulan Ramadhan dengan tanpa udzur dan sakit, puasa itu tidak akan bisa diganti dengan puasa sepanjang masa meskipun ia melakukannya.” (HR.
Bukhâri).
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
ْنِم اًمْوَي َر َطْف َ أ ْنَم ُماَي ِص ُهُزُجَي ْم َل اًدِ مَعَتُم َنا َضَمَر
ُهَبَذَع َءاَش ْنِإِو ُهَل َرَفَغ َءاَش ْنِإ َللها ىَقْلَي ىَ تَح،ِرْهَ دلا
"Siapa yang berbuka (tidak berpuasa) satu hari dari bulan Ramadlan dengan sengaja, maka puasa setahun tidak bisa mencukupinya (menggantikannya), sehingga dia akan bertemu dengan Allah; kalau Dia berkehendak akan mengampuninya dan jika berkehendak akan mengadzabnya.“
(HR. Imam al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra).
Marilah kita sambut bulan Ramadhan dengan menjalankan ibadah puasa yang sempurna syarat, rukun dan adabnya. Semoga puasa Ramadhan kita dapat menghantarkan kita menjadi hamba Allah yang bertaqwa.
Rahmat Allah dalam Perintah Puasa Ramadhan
Oleh: Ust. Deden A. Herdiansyah, M.Hum
ُهُدَمْحَن ِ َ ِللّ َدْمَح ْ لا َ نِإ ْنِم ِللهاِب ُذْوُعَنَو ،ُهُرِفْغَتْسَنَو ُهُنْيِعَتْسَنَو
،ُهَل َ ل ِضُم ا َلَف ُللها ِهِدْهَي ْنَم ،اَنِلاَمْعَأ ِتاَئِ يَسَو ،اَنِسُفْنَأ ِرْوُرُش .ُهَل َيِداَه اَلَف ْلِل ْضُي ْنَمَو
َ أَو ،ُهَل َكْيِرَش ا َل ُهَدْحَو َللها اَ لِإ َهَلِإ اَل ْنَأ ُدَهْشَأَو اًدَ مَحُم َ ن َ
أ ُدَهْش
.ُهُلْوُسَرَو ُهُدْبَع ْمُهَعِبَت ْنَمَو ِهِباَح ْص َ
أَو ِهِلاَء ىَلَعَو ٍد َمَحُم اَن ِيِبَن ى َلَع ِ لَص َ مُهَ للَا . ِنْي ِدلا ِمْوَي ى َلِا ٍناَسْحِإِب للها لاق و اَمَك ُماَي ِصلا ُمُكْيَلَع َبِتُك اوُنَمَآ َنيِذ َلا اَه ُيَأ اَي :
َنوُق َتَت ْمُك َلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َنيِذ َلا ىَلَع َبِتُك
Tiga belas tahun Rasulullah dan kaum Muslimin ditarbiyah oleh Allah melalui berbagai pengalaman dan tantangan yang mereka hadapi. Tarbiyah itu membuat
keimanan mereka semakin teguh dan tidak tergoyahkan. Hingga kemudian Allah memberi pertolongan kepada mereka berupa perintah hijrah ke Madinah; menyelamatkan mereka dari kedengkian dan sikap buruk orang-orang kafir Quraisy. Di Madinah mereka lebih leluasa untuk mengekspresikan keimanan mereka kepada Allah; termasuk dalam ibadah shalat, mereka bisa melaksanakannya secara berjamaah dengan tenang dan tanpa kekhawatiran.
Dua tahun setelah hijrah Rasulullah ke Madinah, Allah menetapkan sebuah kewajiban baru, yaitu puasa di bulan Ramadhan. Tentang waktu penetapan puasa ini Ibnul Qayyim menuliskan di dalam kitabnya, Zad Al- Ma’ad, “Memisahkan jiwa dari sesuatu yang telah menjadi kegemarannya dan telah menyatu dengannya adalah pekerjaan yang paling berat dan sulit. Karenanya kewajiban puasa diakhirkan ke periode pertengahan, hingga setelah hijrah. Ketika telah tertanam mentalitas tauhid, shalat, dan perintah-perintah Al-Qur`an dalam jiwa maka dia diarahkan untuk berpuasa secara bertahap.”
Kewajiban puasa yang ditetapkan secara bertahap ini merupakan bukti kasih sayang Allah kepada hamba- hamba-Nya. Pada awalnya, Allah memberikan pilihan untuk berpuasa atau tidak berpuasa, dengan syarat harus memberi makan orang miskin bagi yang berat
melaksanakan puasa. Ketentuan ini terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 183:
اَهُ ي َ أٓ َي ُمُكْيَلَع َبِت ُك اوُنَماَء َنيِذَ ل ٱ ىَلَع َبِتُك اَمَك ُماَي ِ صل ٱ
َنوُقَ تَت ْمُكَ لَعَل ْمُكِلْبَق نِم َنيِذ َ ل ٱ ٍت َدوُدْعَ م اًماَ يَأ
نَمَف ۗ
َلَع ْو َ
أ ا ًضيِرَ م مُكنِم َنا َك َرَخ ُ
أ ٍماَ ي َ
أ ْنِ م ٌةَ دِعَف ٍر َفَس ى ىَلَعَو ۗ
ُهَنوُقيِطُي َنيِذ َ ل ٱ ٍنيِكْسِم ُماَع َط ٌةَيْدِف ۥ
َوُهَف اًرْيَخ َعَ و َطَت نَمَف ۗ
ُهَ ل ٌرْيَخ ۥ ْمُكَ ل ٌرْيَخ اوُمو ُصَت ن َ ۗ
أَو نوُمَلْعَت ْمُتنُك نِإ ۗ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.s. Al-Baqarah: 183-184).
Kemudian pada tahap berikutnya Allah baru mewajibkan puasa tanpa disertai toleransi yang ada pada tahap sebelumnya. Tahap ini ditetapkan setelah kaum Muslimin mampu beradaptasi dengan ketentuan- ketentuan ibadah puasa. Kewajiban ini diberlakukan setelah turunnya firman Allah:
ٍتاَنِ يَبَو ِساَ نلِل ىًدُه ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلزن ُ
أ يِذ َ لا َنا َضَمَر ُرْهَش ْرُف ْ لاَو ىَدُهْلا َنِم ْنَمَو ُهْم ُصَيْلَف َرْه َ شلا ُمُكْنِم َدِهَش ْنَمَف ِناَق
ُمُكِب ُ َ للّا ُديِرُي َرَخ ُ أ ٍماَ ي َ
أ ْنِم ٌةَ دِعَف ٍر َفَس ىَلَع ْوَأ ا ًضيِرَم َناَك َ َ للّا اوُرِ ب َكُتِلَو َةَ دِعْلا اوُلِمْكُتِلَو َرْسُعْلا ُمُكِب ُديِرُي الَو َرْسُيْلا ْمُكاَدَه اَم ىَلَع َنوُرُك ْشَت ْمُكَ لَعَلَو
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al- Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu; dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.
Hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.” (Q.S. Al- Baqarah: 185).
Kesan kasih sayang Allah dalam ibadah puasa tidak sekadar tampak dalam hal penetapannya yang bertahap, tetapi juga dalam penggunaan kata untuk mewajibkannya. Allah menggunakan kata “kutiba”
untuk menetapkan kewajiban puasa bagi orang-orang yang beriman. Kata kutiba di dalam Al Qur`an terdapat pada empat ayat dengan tema yang berbeda, yaitu tentang puasa, hukum qishash, wasiat dan perang.
Jika diperhatikan secara seksama, keempat persoalan tersebut merupakan hal yang sering kali dianggap sangat berat oleh jiwa manusia. Oleh sebab itulah, menurut para mufassir, Allah menggunakan kata kutiba yang bermakna “diwajibkan”. Dalam kata tersebut subyek yang mewajibkan tidak disebutkan, meskipun kita semua tahu bahwa yang mewajibkan perkara-perkara itu adalah Allah. Kebijaksanaan Allah itu seakan-akan menyatakan bahwa Allah tidak hendak menampilkan dirinya sebagai subyek yang memberatkan hamba-hamba-Nya. Ini adalah isyarat kasih sayang-Nya terhadap hamba-hamba-Nya.
Kasih sayang Allah dalam penetapan kewajiban puasa juga terdapat pada tujuan diwajibkannya puasa,
yaitu takwa. Dalam surah Ali ’Imran Allah menjelaskan bahwa di antara ciri-ciri orang yang bertakwa adalah berinfak di waktu lapang maupun sempit, mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Mereka adalah orang-orang yang suka berbuat kebaikan (muhsinin).
ُتاَواَم َ سلا اَه ُضْرَع ٍةَ نَجَو ْمُكِ بَر ْنِم ٍةَرِفْغَم ىَلِإ اوُعِراَسَو اَنيِقَ تُمْلِل ْتَ دِعُأ ُضْرَأْلاَو ِءاَ ر َ ضلاَو ِءاَ ر َ سلا يِف َنوُقِفْنُي َنيِذ َ لا .
َنيِم ِظا َكْلاَو ُ ب ِحُي ُ َ للّاَو ِساَ نلا ِنَع َنيِفاَع ْ لاَو َظْيَغ ْ لا
َنيِن ِسْحُم ْلا
Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa”. (yaitu) orang- orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Q.s. Ali ’Imran: 133-134).
Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan bahwa orang-orang bertakwa adalah orang-orang yang suka berbuat kebaikan (muhsinin). Sedangkan, Allah di dalam firman-Nya yang lain menyebutkan bahwa rahmat
Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.
َةَمْحَر َ نِإ َنِ م ٌبيِر َق ِ َ للّ ٱ
ْل ٱ َنيِن ِسْحُم
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-A’raf: 56).
Ayat-ayat di atas menunjukan bahwa pada mulanya puasa diwajibkan oleh Allah agar kita mampu mencapai derajat takwa. Sehingga dengan ketakwaan itu kita menjadi senang melakukan berbagai kebaikan.
Kemudian, setelah itu Allah akan memberikan rahmat- Nya bagi siapa pun yang senang berbuat baik.
Demikianlah, memang pada ujungnya puasa Ramadhan adalah sebentuk kasih sayang Allah kepada kita. Setiap tahun Allah menghadirkannya sebagai kendaraan yang menjemput kita menuju rahmat-Nya.
Dengan semua bukti-bukti itu apakah kita masih menganggap puasa Ramadhan sebagai beban? Padahal Allah menghadirkannya sebagai bukti kasih sayang- Nya. Sepatutnya kita menyambutnya dengan kegembiraan dan kesungguhan untuk beramal saleh di dalamnya.
Limpahan kasih sayang Allah di bulan Ramadhan semakin lengkap dengan ditebarkannya banyak fadhilah (keutamaan) di bulan ini yang tidak didapati pada
bulan-bulan selainnya. Kewajiban puasa yang sering kali dianggap berat karena berlawanan dengan keinginan-keinginan hawa nafsu, semestinya menjadi tidak lagi terasa berat jika dibandingkan dengan semua sarana kebaikan yang terdapat di bulan Ramadhan.
Apalagi Allah melipatgandakan pahala dari setiap sarana kebaikan itu, khusus di bulan Ramadhan. Oleh sebab itulah, para shahabat dan para salaf ash-shalih dahulu selalu merindukan kehadiran bulan Ramadhan.
Lalu ketika berpisah dengan bulan itu mereka dilanda kesedihan yang mendalam. Rahmat Allah berupa bulan Ramadhan itu mereka sambut dengan saling berpacu dalam kebaikan. Siangnya mereka habiskan dalam kesungguhan berpuasa. Sedangkan malamnya mereka hidupkan dengan qiyam dan tilawatul Qur`an.
Semoga kita dimampukan oleh Allah untuk mengikuti kebaikan-kebaikan mereka, sehingga Allah meridhai kita dan kita pun ridha kepada-Nya.
Kemudian kelak di akhirat kita diganjar oleh Allah dengan surga-Nya yang indah dan kekal selama- lamanya. Kegembiraan kita menyambut bulan Ramadhan dan kesungguhan kita untuk mengisinya dengan amal saleh mudah-mudahan menjadi bukti upaya kita di hadapan Allah dalam mengikuti kebaikan- kebaikan para salaf ash-shalih.
َو َنوُقِب َ سل ٱ َنِم َنوُلَ و َ ٱ
أ ْ ل َو َنيِرِج َهُمْل ٱ
َو ِرا َصن َ ٱ أ ْ ل َنيِذ َ ل ٱ
َ ت ٱ ُعَب مُهو
َى ِضَ ر ٍن َسْحِإِب او ُضَرَو ْمُهْنَع ُ َ للّ ٱ
ٍت َ نَج ْمُه َل َ دَعَأَو ُهْنَع ۗ
اَهَتْحَت ىِرْجَت اًدَب َ ٱ
أ ٓاَهيِف َنيِدِل َخ ُر َهْنَأْل َكِل َذ ۗ
ُزْوَف ْ ل ٱ يِظَع ْ ل ٱ ُم
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai- sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Q.s. At-Taubah:
100).
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Bersyukur atas Nikmat Ramadhan
Oleh: Achmad Dahlan, Lc. MA.
َلَزْج َ
أَو ،ماَع ْ لا ِهْجَو ِةَ رُغ َنا َضَمَر َرْهَش َلَعَج ْيِذَ لا ِ َ ِللّ ُدْمَحْلَا ،ماَعْنِإ ْ
لاَو َلِئا َضَف ْ لا ِهْيِف .ماَ ي َ
أ ْ
لا ِرِئاَس ى َلَع ُهَماَ يَأ َل َ ضَفَو َك ْ
لاِب ُدِ ر َفَتُمْلَا ،هَل َكْيِرَش اَل ُهَدْحَو ُللها َ الإ َهَلِا َال ْن َ أ ُدَهْش َ ِلاَم أ
ىَ ل َص ْنَم َل َضْف َ
أ ،ُهُلوُسَرَو ُهُدْبَع اًدَ مَحُم َ ن َ أ ُدَهْش َ
أَو ،ماَمَ تلاَو ِهِلآ ىَلَعَو ِهْيَلَع ُللها ىَ ل َص ،ماَقَو َدَ جَهَت ْنَم ىَقْتَأَو ،ما َصَو .ًارْيِث َك ًامْيِلْسَت َمَ لَسَو ٍناَسْحِإِب ْمُهَعِبَت ْنَمَو ،ِهِباَحْصَأَو اَ م َ
أ
؛دْعَب
Jamaah shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Nikmat Allah kepada hamba-Nya sangatlah banyak. Tak satupun dari kita mampu untuk menghitungnya. Sejak kita dilahirkan, hingga usia kita
saat ini, kita bergelimang kenikmatan Allah. Allah berikan kita kesempatan untuk hidup di dunia dalam rangka beribadah dan mengabdi kepadanya. Allah siapkan semua perangkat agar memudahkan kehidupan kita. Tanah, air, udara, matahari, bulan, malam, siang, tanaman, buah-buahan, anggota tubuh dan bermilyar kenikmatan lain yang seringkali bahkan tidak kita sadari. Bahkan dalam kondisi mendapatkan musibahpun kita sering kali mendapatkan kenikmatan dari sisi lain, namun kita melupakannya. Oleh karena itulah Allah berfirman:
اَل ِ َ للّا َتَمْعِن اوُ دُعَت ْنِإَو ُهوُمُت ْ ل َ
أَس اَم ِ لُك ْنِم ْمُكاَتآَو ٌراَ فَك ٌموُل َظَل َنا َسْنِإ ْ
لا َ نِإ اَهو ُصْحُت
“Dan Allah memberikan segala yang kalian minta, dan jika kaliah menghitung nikmat Allah maka kalian tidak akan mampu menghitungnya, sesungguhnya manusia benar-benar zalim lagi ingkar terhadap nikmat.” (Qs. Ibrahim: 34)
Diantara nikmat Allah paling agung adalah bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang menopang bangunan keimanan seorang muslim. Allah mensyariatkan puasa di bulan tersebut agar menjadi peluruh dosa manusia sarana menggapai rahmah dan maghrifah Allah ta’ala. Oleh karena itu, dalam rangkaian
ayat-ayat tentang perintah untuk melakukan puasa Ramadhan di Surah al-Baqarah 183, Allah menutupnya di ayat 185 dengan mengatakan:
َنوُرُك ْشَت ْمُكَ لَعَلَو
“Dan agar kalian bersyukur” (Qs. Al-Baqarah: 185) Bulan Ramadhan adalah anugerah Allah bagi hamba-Nya yang beriman untuk meningkatkan keimanan mereka. Allah menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan ampunan, agar orang-orang yang banyak melakukan dosa mempunyai kesempatan untuk membersihkan diri dari dosa-dosa tersebut. Oleh karena itu, Allah jadikan bulan Ramadhan sebagai bulan istimewa dengan berbagai keutamaan, diantaranya:
Bulan Ramadhan mempunyai hubungan khusus dengan Alquran, karena pada bulan ini Allah menurunkan Alquran yang menjadi panduan hidup manusia di dunia. Alquran adalah kalam Allah dan mukjizat terbesar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahkan mukjizat terbesar selurun Nabi dan Rasul Allah.
Ini menunjukkan kemuliaan bulan Ramadhan. Allah berfirman:
ُ أ يِذ َ لا َنا َضَمَر ُرْهَش ٍتاَنِ يَبَو ِساَ نلِل ىًدُه ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلِز ْن
... ِناَقْرُف ْ لاَو ىَدُهْلا َنِم
“…bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Allah telah memilih Ramadhan sebagai bulan diturunkannya Alquran sebagai petunjuk kepada umat manusia.
Bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ath-Thabrani, Rasulullah menjelaskan bahwa semua kitab samawi diturunkan pada bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda:
َِ للّا َلوُسَر َ نَأ ،ِعَقْسَأْلا ِنْب َةَلِثاَو ْنَع َمَ لَسَو ِهْيَلَع ُ َ للّا ىَ ل َص
ْنِم ٍةَلْي َل ِلَ وَأ يِف ماَلَ سلا ِهْيَلَع َميِهاَرْبِإ ُفُح ُص ْتَلِزْنُأ" :َلاَق ُليِجْنِإ ْ لاَو ،نا َضَمَر ْنِم َنْي َضَم ٍ ت ِسِل ُةاَرْوَ تلا ْت َلِزْنُأَو ،ناَضَمَر
ْ لا َلِز ْنُأَو ،نا َضَمَر ْنِم ْتَلَخ َةَرْشَع َثاَلَثِل ٍعَبْر َ
أِل ُناَقْرُف
".نا َضَمَر ْنِم ْتَلَخ َنيِر ْشِعَو
“Dari Watsilah bin al-Asqa’, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Shuhuf Ibrahim diturunkan di awal bulan Ramadhan, Taurat diturunkan di hari keenam bulan Ramadhan, Injil diturunkan di hari ketiga
belas bulan Ramadhan dan Alquran diturunkan di hari kedua puluh empat bulan Ramadhan.” (HR. Ahmad)
Bulan Ramadhan juga Allah istimewakan dengan adanya Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam ini, Allah melipatkan pahala dan mengampuni dosa-dosa, hingga bersih semua dosa yang pernah dilakukan oleh seorang muslim. Bahkan, Allah jadikan satu malam ini lebih dari seribu bulan, yang berarti lebih baik dari 30.000 malam. Allah berfirman:
ِرْدَق ْ لا ُةَلْيَل اَم َكاَرْد َ أ اَمَو ٍرْهَش ِف ْ ل َ
أ ْنِم ٌرْيَخ ِرْدَق ْ لا ُةَلْيَل
“Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar (malam kemuliaan) itu? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 2-3)
Rasulullah bersabda:
ِهِبْنَذ نِم َم َدَقَت ام هل َرِفُغ ،اًباَسِتْحاو اًناَميإ ِرْدَقلا َةَلْيَل َماَق نَم
“Barang siapa yang melakukan ibadah pada malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Dan yang paling kita harapkan dari bulan Ramadhan ini adalah mendapatkan ampunan Allah dan prediket terbebas dari api neraka. Dan Allah telah menjanjikan bahwa setiap malam bulan Ramadhan, ada
orang-orang yang Allah jamin akan terbebas dari api neraka. Ini adalah anugerah yang sangat agung. Betapa kita sangat berharap mendapatkannya, karena kita pasti tidak akan sanggup untuk menanggung siksaan api neraka. Rasulullah bersabda:
ٍةَلْي َل ُ لُك َكلَذَو ِراَ نلا ْنِم ُءاَقَتُع ِ َ ِللَّو ...
“Dan Allah memberikan jaminan pembebasan dari api neraka, dan itu terjadi setiap malam (bulan Ramadhan)…”
(HR. At-Tirmidzi) Jamaah shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Dengan anugerah sebesar ini yang mungkin kita dapatkan pada bulan Ramadhan, maka selayaknya kita bergembira dan mensyukuri nikmat diberikan kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan pada tahun ini. Jika kita selalu bergembira dengan segala hal yang bersifat keduniawian, maka seharusnya kita juga bergembira dengan anugerah Allah yang bersifat ukhrawi. Ini adalah kesempatan kita untuk meraih kesuksesan di akhirat. Allah berfirman:
َو ِ َ للّا ِل ْض َفِب ْلُق اَ مِم ٌرْيَخ َوُه اوُحَرْفَي ْلَف َكِلَذِبَف ِهِتَمْحَرِب
َنوُعَمْجَي
“Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
(Qs. Yunus: 58)
Jika kita bergembira atas nikmat Ramadhan, maka Allah-pun akan lebih bergembira, karena setiap kali hamba-Nya bertaubat, hal itu menggembirakan Allah ta’ala:
اَذِإ ِهِتَ لا َضِب ْمُكِدَحَأ ْنِم ،ْمُكِدَحَأ ِةَبْوَتِب اًحَرَف ُ دَشَأ ُ َ َللّ
اَهَدَجَو
“Allah benar-benar lebih bergembira karena taubat hamba- Nya daripada kegembiraan salah seorang diantara kalian yang kehilangan unta tunggangannya kemudian menemukannya.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kegembiraan itu hendaknya dimanifestasikan dalam bentuk kesyukuran yang tulus kepada Allah atas datangnya bulan Ramadhan. Bersyukur dengan hati, lisan dan perbuatan kita. Dengan hati, kita memantapkan azam untuk menjadikan Ramadhan tahun ini sebagai bulan terbaik dalam hidup kita dalam konteks beribadah kepada Allah. Dengan lisan kita senantiasa mengucapkan hamdalah dan berdzikir setiap saat selama bulan Ramadhan. Dan dengan perbuatan, kita paksakan anggota tubuh kita untuk melaksanakan
ibadah yang wajib dan sunnah selama Ramadhan tanpa rasa malas dan mengeluh. Semoga Allah berikan kita taufik dan keistiqamahan untuk beribadah di bulan Ramadhan tahun ini, Amin Ya Rabbal Alamin.
Ramadhan
BulanTurunnya Al-Qur’an
Oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I
َنِم ٍتاَنِ يَبَو ِساَ نلِل ىًدُه نآرقلا لزن ىذلا لله دمحلا ىَدُهْلا
ِناَقْرُف ْ لاَو اًدَ مَحُم َ ن َ
أ ُدَهْش َ
أ َو للها َ الِإ َهَلِإ اَل ْنَأ ُدَهْشَأ ُهُلْوُسَر َو ُهُدْبَع
نيلسرملا و ءايبنألا متاخ َو ِهِل َ
أ ىَلَع َو ٍدَ مَحُم اَنِ يِبَن ى َلَع ْكِراَب ِو ْمِ لَس َو ىِ لَص َ مُهلَ لَأ ْنَم َو ِهِباَح ْص َ نيدلا ِمْوَي ىَلِإ ٍنا َسْحِإِب ْمُعَهِبَت أ
ىلاعت للها لاق :
ىًدُه ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلِز ْنُأ يِذَ لا َنا َضَمَر ُرْهَش ِناَقْرُف ْ
لاَو ىَدُهْلا َنِم ٍتاَنِ يَبَو ِساَ نلِل
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Ada seorang shahabat Nabi bernama Athiyah bin al-Aswad berkata kepada Abdullah bin Abbas,
”Sungguh ragu dalam hatiku mengenai firman Allah:
Pertama,
ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلِز ْنُأ يِذَ لا َنا َضَمَر ُرْهَش
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an” (al-Baqarah: 185) Kedua,
اَ نِإ ٍة َكَراَبُم ٍةَلْيَل يِف ُهاَنْلَزْنَأ ۗ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (ad-Dukhan: 2).
Ketiga,
ِرْدَقل ْ ا ِةَلْيَل ْيِف ُهنْلَزْنَا آَ نِا
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur‘an) pada malam kemuliaan” (al-Qadar ayat 1).
Athiyah bin al-Aswad melanjutkan, “Padahal adakalanya al-Qur’an diturunkan pada bulan Syawwal, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan Rabi’ ?”
Maka Ibnu Abbas menjawab,”Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan, pada malam yang diberkahi, sekaligus semuanya. Kemudian diturunkan berangsur-angsur menurut kepentingannya pada tiap bulan atau hari”.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Dari penjelasan Ibnu Abbas ini, maka turunnya Al- Qur’an melalui beberapa tahap. Tahap pertama (At- Tanazzulul Awwalu ), yaitu tahapan di mana Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan semuanya (30 juz) di Lauhul-Mahfudz, yakni suatu tempat di mana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Allah SWT berfirman:
ْوَل يِف , ٌديِجَم ٌنآْرُق َوُه ْلَب ظوُفْحَم ٍح
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh”
(al-Buruj: 21 – 22)
Allah SWT juga menjelaskan dalam ayat yang lain:
ٍنوُن ْكَم ٍباَتِك يِف , ٌميِرَك ٌنآْرُقَل ُهَ نِإ
“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh)”
(al-Waqi’ah: 77 – 78)
Tahap kedua (At-Tanazzulu Ats-Tsani), yaitu tahapan di mana Al-Qur’an turun dari Lauhul-Mahfudz sekaligus (30 Juz) ke sebuah tempat yang bernama Baitul `Izzah yang terletak di Sama’ al-Dunya (Langit Dunia). Peristiwa itu terjadi pada saat berlangsungnya Lailatul Qadar di bulan Ramadhan. Allah SWT telah berfirman:
ٍة َكَراَبُم ٍةَلْيَل يِف ُهاَنْلَزْنَأ اَ نِإ , ِنيِبُمْلا ِباَتِكْلاَو اَ نُك اَ نِإ ۗ
ِذْنُم َنيِر
“Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (ad- Dukhan: 2 – 3)
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
ِةَلْيَل ْيِف ُهنْلَزْنَا آَ نِا ِرْدَقل ْ ا
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur‘an) pada malam kemuliaan”. (Q.S. Al-Qadar ayat 1).
Hadis Riwayat Ibnu ‘Abbas ra:
ِعِقاَوَمِب َن َكََو اَيْنُ دلا ِءآَمَس َىلِا ًةَدِحاَو ًةَلْمُج َنأْرُقلْا َلَزْنُا ُللها َن َكََو ِمْوُجُ نلا ٍضْعَب ْيِف ُه َضْعَب ِهِلْوُسَر َىلَع ُه ُلْيِزْنَي
“Al-Qur‘an diturunkan secara sekaligus ke Sama’u ad-Dunia (langit dunia), dan hal itu adalah seperti perpindahan bintang- bintang. Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW sedikit demi sedikit “. (HR. Al-Hakim).
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Kemudian Tahap ketiga (At-Tanazzulu Ats-tsaalitsu) turunnya Al-Qur’an, yaitu tahapan di mana Al-Qur’an
turun dari Langit Dunia menuju ke dunia. Al-Qur’an disampaikan melalui perantaraan Malaikat Jibril pertama kali kepada Nabi Muhammad saw di Gua Hira’.
Peristiwa ini juga terjadi di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah SWT:
ِ ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلِز ْنُأ يِذَ لا َنا َضَمَر ُرْهَش
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an…” (al-Baqarah: 185)
Ayat yang pertama kali turun adalah lima ayat pertama dari Surat Al-‘Alaq. Setelah itu Al-Qur’an turun tidak hanya di bulan Ramadhan. Kadang di bulan Syawwal, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan bulan-bulan lainnya. Hadis Riwayat Ibnu ‘Abbas:
ٍضْعَب ْيِف ُه َضْعَب ِهِلْوُسَر َىلَع ُه ُلْيِزْنَي ُللها َنَكََو
“Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW sedikit demi sedikit “. (HR. Al-Hakim).
Begitulan perjalanan turunnya Al-Qur’an dari Lauhul-Mahufudz hingga sampai ke dunia. Tahap kedua dan ketiga turunnya Al-Qur’an terjadi di bulan Ramadhan. Tahapan berikutnya terjadi di bulan-bulan lainnya sesuai kehendak Allah SWT dalam peristiwa- peristiwa yang terjadi pada Rasulullah saw. Setelah Rasulullahn saw wafat, maka Kaum Muslimin tetap
mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an secara bertahap atau berangsur-angsur.
Orang-orang kafir saat itu bertanya mengapa Al- Qur’an tidak diturunkan ke dunia sekaligus 30 juz saja ? Mengapa Al-Qur’an diturunkan secara bertahap ? Maka Allah SWT menjawab:
ًةَدِحاَو ًةَلْمُج ُنآْرُق ْ
لا ِهْيَلَع َلِ زُن ا َلْوَل اوُرَفَك َنيِذَ لا َلاَقَو ۗ
َكَداَؤُف ِهِب َتِ ب َثُنِل َكِل َذَك اًليِتْرَت ُهاَن ْلَ تَرَو ۗ
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)” (al-Furqan:
32)
Selain itu, Allah SWT juga menjelaskan mengapa Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dengan firman-Nya:
اًليِزْنَت ُهاَن ْ لَ زَنَو ٍثْكُم ىَلَع ِساَ نلا ىَلَع ُهَأَرْقَتِل ُهاَنْقَرَف اًنآْرُقَو
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur- angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”.
(Al-Isra’: 106)
Demikianlah hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, semoga semakin menambah keimanan kita akan Al-Qur’an sebagai Kalamullah dan memperkuat tekad kita untuk selalu menginteraksikan hidup kita bersama Al-Qur’an.
Ramadhan: Waktu Spesial Bersama Al-Qur`An
Oleh: Ust. Dedem A. Herdiansyah, M.Hum.
ِ قَح ْ
لاِب ْي ِض ْقَي ،مْيِحَ رلا ِفْوُؤَ رلا ،مْيِظَعْلا ِ يِوَقْلا ِ َ ِللّ ُدْمَحْلَا .نْيِمِكاَح ْ لا ُمَكْح َ
أ َوُهَو ِلْدَع ْ
لاِب ُمُكْحَيَو ْحَو ،للها َ الِإ َهَلِإ َال ْنَأ ُدَهْشَأَو اَهِب ْوُجْر َ
أ ًةَداَه َش ،هَل َكْيِرَش َال ُهَد َ ن َ
أ ُدَهْش َ
أَو ،مْيِقُمـ ْ
لا ِمْيِعَ نلاِب َزْوَف ْ لاَو ،مْيِل َ
أل ْ ا ِباَذَع ْ
لا َنِم َةاَجَ نلا .نْيِمـَلاَعْلِل ًةَمْحَر ُثْوُعْبَمـْلا ُهُلْوُسَرَو ُهُدْبَع اًدَ مَحُم َحَم ىَلَع ْمِ لَسَو ِ لَص َ مُهَ للَا ،نْيِعَمْج َ
أ ِهِباَح ْص َ
أَو ِهِلآ ىَلَعَو ،ٍدَ م :ُدْعَب اَ م َ
أ ،مْيِقَتْسُمـ ْ لا ِطاَر ِ صلا ى َلَع ْمُهَعِبَت ْنَمَو ىلاعت للها لاق :
ىًدُه ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلِز ْنُأ يِذَ لا َنا َضَمَر ُرْهَش ِناَقْرُف ْ
لاَو ىَدُهْلا َنِم ٍتاَنِ يَبَو ِساَ نلِل
Tidak ada yang lebih berharga dalam kehidupan ini selain Al-Qur`an. Sebab, dia merupakan petunjuk (huda) yang memberi arah menuju kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Allah menghadirkannya supaya manusia bisa melalui kehidupannya sesuai dengan kehendak Allah, sehingga menjadi selamat jalannya sampai berlabuh di surga yang penuh dengan kenikmatan. Demikianlah fungsi Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia.
Namun, sayangnya masih banyak manusia yang mengabaikan Al-Qur`an. Di antara mereka ada yang mengabaikannya karena tidak mau mengimaninya; ini adalah sikap orang-orang kafir. Ada pula yang mengimaninya, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan memahaminya. Bahkan, ada pula yang mengabaikannya hanya karena malas dan merasa berat untuk melakukan aktivitas bersama Al-Qur`an.
Kita memohon kepada Allah agar tidak dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok tersebut. Sebaliknya, kita memohon agar diberikan kekuatan untuk istiqamah bersama Al-Qur`an hingga akhir hayat kita.
Memang, istiqamah bersama Al-Qur`an bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Sebagai manusia, kita sering khilaf dan lupa. Iman juga sering menyusut karena kemaksiatan. Ditambah lagi dengan adanya upaya setan yang tidak kenal henti untuk menggoda dan menyesatkan kita. Semua itulah yang menyebabkan kita terjauh dari Al-Qur`an. Namun, Allah yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana, kemudian menolong kita dengan menghadirkan bulan Ramadhan sebagai
mekanisme dan kesempatan bagi kita untuk menyegarkan kembali hubungan dengan Al-Qur`an.
Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki kembali hubungan kita dengan Al-Qur`an, setelah barangkali sempat terjauh karena berbagai kelalaian di hari-hari sebelumnya. Bulan ini sangat lekat dengan suasana Al-Qur`an, karena Allah telah memberitakan bahwa Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur`an. Bahkan karena Al-Qur`an pula Ramadhan menjadi bulan mulia. Begitu pun dengan malam diturunkannya, yaitu malam Lailatul Qadr yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Betapa mulianya Al-Qur`an sehingga bulan dan malam diturunkannya menjadi waktu-waktu yang mulia, melebihi waktu-waktu yang lainnya.
ٍتاَنِ يَبَو ِساَ نلِل ىًدُه ُنآْرُق ْ
لا ِهيِف َلزن ُ
أ يِذ َ لا َنا َضَمَر ُرْهَش ِناَقْرُف ْ لاَو ىَدُهْلا َنِم
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al- Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Q.s. Al-Baqarah: 185).
ٍة َكَر َبُ م ٍةَلْيَل ىِف ُه َنْلَزنَأ ٓاَ نِإ َنيِرِذنُم اَ ن ُك اَ نِإ ۗ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (Q.s. Ad-Dukhan: 3).
( ِرْدَق ْ لا ِةَلْي َل يِف ُهاَنْلَزْنَأ ا َنِإ ( ِرْدَق ْ لا ُةَلْيَل اَم َكاَرْد َ ١
أ اَمَو ) ٢
)
( رْهَش ِف ْ ل َ
أ ْنِم ٌرْيَخ ِرْدَق ْ لا ُةَلْيَل ٣
ُحو ُرلاَو ُةَكِئاَلَم ْلا ُل َزَنَت )
( رْم َ
أ ِل ُك ْنِم ْمِه ِبَر ِنْذِإِب اَهيِف ِرْج َفْلا ِعَلْطَم ى َتَح َيِه ٌماَلَس ) ٤
٥ ) (
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur`an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam Qadr itu? (yaitu) malam Qadr itu lebih baik dari malam seribu bulan. Pada malam itu, turun para malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Sejahteralah malam itu hingga terbit fajar. (Q.s. Al-Qadr: 1-5).
Oleh sebab itulah kaum Muslimin patut bersuka cita, menyemarakkan Ramadhan dengan Al-Qur`an sebagai sikap untuk memuliakannya, sebagaimana Allah telah memuliakannya pula. Di Bulan Ramadhan lantunan Al-Qur`an terdengar di mana-mana. Kajian- kajian dan pengajaran Al-Qur`an semarak dihadiri banyak orang. Kaum Muslimin pun memacu diri untuk
setidaknya bisa mengkhatamkan Al-Qur`an dalam bulan ini. Semua suasana ini tidak kita rasakan kecuali di bulan Ramadhan, sebab dia adalah Syahrul Qur`an, bulan diturunkannya Al-Qur`an.
Di bulan ini pula, di bulan Ramadhan, Jibril datang setiap malam kepada Rasulullah untuk mengajarinya Al-Qur`an. Ibnu Abbas meriwayatkan:
َن َكََو ، ِساَ نلا َدَوْج َ
أ ملسو هيلع للها ىلص ِللها ُلْوُسَر َنا َك ُهاَقْلَي َن َكََو ، ُلْيِرْبِج ُهاَق ْلَي َنْيِح َنا َضَمَر يِف ُنْوُكَي اَم ُدَوْجَأ ِللها ُلْوُسَر َلَف ، َنآْرُقْلا ُهُسِراَدُيَف َناَضَمَر ْنِم ٍةَلْيَل ِ لُك يِف
ِةَلَسْرُم ْلا ِحْيِ رلا َنِم ِرْيَخْلاِب ُدَوْجَأ ملسو هيلع للها ىلص
Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan dan beliau semakin bertambah dermawan pada bulan Ramadhan, ketika didatangi oleh Jibril. Jibril mendatanginya setiap malam untuk mengajarinya Al-Qur`an. Sungguh, Rasulullah lebih dermawan (pemurah) dalam kebaikan, melebihi angin yang berhembus. (H.r. Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani kata “yudarisuhu”
(Jibril mengajari Rasulullah) dalam hadis di atas berkaitan dengan menghafalkan Al-Qur`an. Di hadapan Jibril, Rasulullah membaca Al-Qur`an berdasarkan hafalannya, untuk memastikan agar tidak ada sedikit
pun kesalahan. Ini adalah aktivitas bersama Al-Qur`an yang intensif, sehingga Rasulullah telah menjadi teladan dalam kesungguhannya bersama Al-Qur`an di bulan Ramadhan.
Para shahabat dan salaf ash-shalih melanjutkan sunnah yang telah dicontohkan Rasulullah itu. Mereka betul-betul memacu diri dan berlomba-lomba untuk memperbanyak interaksi dengan Al-Qur`an di bulan Ramadhan. Misalnya, Mujahid biasa mengkhatamkan Al-Qur`an pada waktu antara Maghrib dan Isya. Begitu pula dengan Ali Al-Azdi. Para salaf ash-shalih memang terbiasa mengakhirkan shalat Isya hingga lewat seperempat di bulan Ramadhan.
Para imam madzhab juga menjadikan bulan Ramadhan sebagai waktu yang spesial bersama Al- Qur`an; seperti Imam Syafi’i yang terbiasa mengkhatamkan Al-Qur`an enam puluh kali selama bulan Ramadhan. Begitu pula dengan Imam Abu Hanifah. Sedangkan Imam Malik meninggalkan membaca hadis dan majelis-majelis ilmu untuk mengkhususkan diri membaca Al-Qur`an dengan melihat mushaf. Dia berkata, “Ini bulan Al-Qur`an, tidak pantas ada perkataan yang menyibukkan dari Al- Qur`an. Imam Ahmad melakukan hal yang sama dengan Imam Malik; dia menutup majelis fatwanya dan duduk di masjid untuk berzikir dan membaca Al-
Qur`an. Sungguh mereka adalah para ’alim yang sangat mengetahui prioritas amal.
Di bulan Ramadhan, puasa dan Al-Qur`an berpadu menjadi satu paket syafa’at kelak di Hari Akhir.
Sungguh beruntung bagi orang-orang yang menghabiskan siang Ramadhan dengan puasa yang baik dan menghabiskan malamnya dengan memperbanyak membaca Al-Qur`an. Mereka akan mendapatkan dua syafa’at sekaligus, yaitu dari puasanya dan bacaan Al- Qur`annya, insya Allah.
:ُماَيصلا ُلوُقَي ،ِةَماَيِق ْ لا َمْوَي ِدْبَعْلِل ِناَعَفْشَي ُنآْرُقْلاَو ُماَي ِ صلا ،ِهيِف يِنْعِ ف َشَف ،ِراَهنلاِب ِتاَوَهشلاَو َماَعطلا ُهُتْعَنَم بَر ْي َ
أ َمْوَ نلا ُهُتْعَنَم :ُنآْرُق ْ لا ُلوُقَيَو : َلاَق ،ِهيِف يِنْعِ ف َشَف ِلْيللاِب
ِناَعَ ف َشُيَف
Puasa dan Al-Qur`an akan menjadi syafa’at bagi seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, “Wahai Allah, aku telah mencegahnya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku untuk menjadi syafa’at baginya”.
Kemudian Al-Qur`an berkata, “Aku telah mencegahnya tidur di malam hari, maka izinkanlah aku untuk menjadi syafa’at baginya”. Kemudian Allah berkata, “Ya, kalian akan menjadi syafaat baginya.” (H.r. Ahmad dan Hakim).
Hubungan erat dengan Al-Qur`an selama bulan Ramadhan diharapkan dapat menumbuhkan perasaan cinta kepada Al-Qur`an. Sebab, untuk menumbuhkan kecintaan harus didahului dengan adanya hubungan yang intensif dengan Al-Qur`an. Ketika kita berupaya untuk dekat dengan Al-Qur`an, maka Al-Qur`an akan mendekat kepada kita. Sebaliknya, apabila kita menjauhi Al-Qur`an, maka Al-Qur`an pun akan menjauhi kita.
Pelajaran lainnya dari kebersamaan kita dengan Al- Qur`an di bulan Ramadhan adalah membentuk prinsip kita untuk selalu memprioritaskan Al-Qur`an. Selama ini, bisa jadi, kita merasa sulit membangun hubungan yang intensif dengan Al-Qur`an dikarenakan kita belum memprioritaskan Al-Qur`an. Pekerjaan dan tugas-tugas duniawi kita sering kali lebih diutamakan daripada Al- Qur`an. Kemudian Al-Qur`an ditinggalkan dengan berlindung di balik alasan kesibukan. Na’udzu billahi min dzalik. Tetapi—sekali lagi—di bulan Ramadhan kita dilatih untuk memprioritaskan Al-Qur`an. Sebagaimana para ulama yang menghentikan majelis ilmunya selama bulan Ramadhan karena memprioritaskan Al-Qur`an.
Jika di bulan Ramadhan saja kita tidak mampu mendahulukan Al-Qur`an dari kesibukan-kesibukan lainnya, lalu bagaimana sikap kita di bulan-bulan lainnya?
Dengan mencintai dan memprioritaskan Al-Qur`an, semoga kita akan terbiasa untuk selalu dekat dan akrab dengan Al-Qur`an di bulan-bulan lainnya. Bagaimana pun, hakikatnya Al-Qur`an adalah ruh. Jiwa kita tidak akan bisa hidup tanpanya. Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
اَنِرْم َ
أ ْنِ م اًحوُر َكْي َلِإ ٓاَنْيَحْوَأ َكِل َذَكَو اَم ىِرْدَت َتن ُك اَم ۗ
اَلَو ُب َتِك ْ ل ٱ ِهِب ىِدْهَ ن اًروُن ُه َنْلَعَج نِك َلَو ُن َميِإْل ٱ
ُءٓا َشَ ن نَم ۦ
اَنِداَبِع ْنِم ٍميِقَتْسُ م ٍط َر ِص ى َلِإ ٓىِدْهَتَل َكَ نِإَو ۗ
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al- Qur`an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur`an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al- Qur`an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Q.s. Asy-Syura: 52).
Semoga Allah memberi kemampuan kepada kita untuk tetap istiqamah bersama Al-Qur`an di sepanjang hayat kita. Memahami semua petunjuk yang ada di dalamnya, sehingga kita terus menapaki jalan yang benar. Dan semoga di akhirat kelak Al-Qur`an akan
datang kepada kita sebagai syafa’at, saat kita berada di hadapan hisab Allah.
Ramadhan dan Doa yang Terkabul
Oleh: Ust. Dedem A. Herdiansyah, M.Hum.
ْنِم ِللهاِب ُذْوُعَنَو ،ُهُرِفْغَتْسَنَو ُهُنْيِعَتْسَنَو ُهُدَمْحَن ِ َ ِللّ َدْمَحْلا َ نِإ ،ُهَل َ ل ِضُم ا َلَف ُللها ِهِدْهَي ْنَم ،اَنِلاَمْعَأ ِتاَئِ يَسَو ،اَنِسُفْنَأ ِرْوُرُش .ُهَل َيِداَه اَلَف ْلِل ْضُي ْنَمَو َهْش َ
أَو اًدَ مَحُم َ ن َ
أ ُدَهْش َ
أَو ،ُهَل َكْيِرَش ا َل ُهَدْحَو َللها اَ لِإ َهَلِإ اَل ْنَأ ُد .ُهُلْوُسَرَو ُهُدْبَع ْمُهَعِبَت ْنَمَو ِهِباَح ْص َ
أَو ِهِلاَء ىَلَعَو ٍد َمَحُم اَن ِيِبَن ى َلَع ِ لَص َ مُهَ للَا . ِنْي ِدلا ِمْوَي ى َلِا ٍناَسْحِإِب َعَت ُللها َلاَق : ِمْيِر َكْلا ِنآْرُقْلا ىِف ىَلا
ْيِ نَع ْيِداَبِع َك َلَاَس اَذِاَو
ٌبْيِر َق ْيِ نِاَف ِناَعَد اَذِا ِعاَ دلا َةَوْعَد ُبْيِج ُا ۗ
اْوُبْيِجَتْسَي ْلَف ۗ
َنْوُد ُشْرَي ْمُهَ لَعَل ْيِب اْوُنِمْؤُي ْ
لَو ْيِل
Berdoa sering kali dipahami semata-mata sebagai sarana untuk mengungkapkan harapan dan keinginan kita kepada Allah. Ketika berdoa, sesungguhnya kita tidak sedang memberitahu keinginan-keinginan kita kepada Allah, karena Allah Maha Mengetahui segalanya. Allah mengetahui semua keinginan manusia, bahkan sebelum keinginan-keinginan itu terucap dalam doa. Lalu untuk apa kita berdoa jika semua keinginan kita sudah diketahui oleh-Nya? Kita berdoa sebagai pembuktian kelemahan diri di hadapan Allah dan ketergantungan kita kepada-Nya. Sehingga dengan sikap ini kita berharap Allah berkenan untuk mencurahkan kasih sayang dan cinta-Nya kepada kita.
Jika Allah sudah mencurahkan cinta-Nya, maka tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, karena Allah akan memenuhi semua kebutuhan kita sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Allah telah menjanjikan hal tersebut dalam sebuah hadis qudsi:
Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia jadikan untuk mendengar, pandangannya yang dia jadikan untuk memandang, tangannya yang dia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku, pasti Aku perkenankan, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Aku lindungi. (H.r. Bukhari).
Di dalam firman-Nya Allah juga menjanjikan akan mengabulkan permintaan hamba-Nya. Sebagaimana yang terdapat dalam surah Ghafir ayat 60:
ْمُكَل ْب ِجَتْس َا ْٓ ِنِْوُعْدا ُمُكُ بَر َلاَقَو َنْوُرِب ْكَتْسَي َنْيِذَ لا َ نِا ۗ
َنْيِرِخاَد َمَ نَهَج َنْو ُلُخْدَيَس ْيِتَداَبِع ْنَع
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Q.s. Ghafir: 60).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk berdoa dan beribadah kepada Allah, sekaligus menyatakan bahwa orang-orang yang tidak mau berdoa dan beribadah kepada Allah adalah orang-orang sombong yang sangat dibenci oleh-Nya. Mereka akan dimasukan neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap hamba mengharapkan jawaban dari Allah atau pengabulan atas doa-doa yang dipanjatkan. Oleh sebab itu, Allah menghadirkan waktu-waktu spesial untuk hamba- hamba-Nya dalam memanjatkan doa. Salah satunya adalah bulan Ramadhan yang Allah hadirkan sebagai waktu mustajabah. Ramadhan adalah waktu mustajabah terpanjang dari waktu-waktu lainnya.
Sungguh ini adalah rahmat Allah yang nyata dan kenikmatan yang tiada taranya. Allah berfirman:
َق ىِ نِإَف ىِ نَع ىِداَبِع َك َلَأَس اَذِإَو ٌبيِر
َةَوْعَد ُبيِج ُ ۗ أ ِعاَ دل ٱ
ِناَعَد اَذِإ اوُبي ِجَتْسَي ْلَف ۗ
اوُنِمْؤُي ْ ۗ لَو ىِل َنوُد ُشْرَي ْمُهَ لَعَل ىِب ۗ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada- Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.s. Al- Baqarah: 186).
Jika diperhatikan dengan seksama, ayat ini berada di tengah-tengah pembahasan tentang puasa Ramadhan. Ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat 183 sampai ayat 185 berbicara tentang puasa dan Ramadhan.
Begitu pun ayat setelahnya, yaitu ayat 187, masih berbicara tentang ibadah puasa. Sehingga, seakan-akan Allah ingin mengabarkan, bahwa doa yang dipanjatkan pada bulan Ramadhan—saat ibadah puasa dilaksanakan—akan mendapatkan pengabulan yang cepat dari-Nya.
Ramadhan memang memiliki banyak keistimewaan. Di antaranya adalah janji Allah untuk mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Pada bulan ini
semua pintu kebaikan dibuka. Semangat umat Islam pun semakin menyala-nyala dalam beribadah kepada Allah. Maka, berpadulah antara ibadah dan doa. Tentu kedua hal itu merupakan amal yang sangat dicintai oleh Allah. Ibadah dan doa mengundang kasih sayang Allah yang kemudian dapat menjadi sebab dikabulkankannya permintaan seorang hamba.
Di dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda:
َ نِإَو, َنا َضَمَر ِرْهَش ىِف ِراَ نلا َنِم َءاَقْتِع ٍمْوَي ِ لُك ىِف ِ ِللّ َ نِإ ًةَوْعَد ٍمِلْسُم ِ لُكِل ُهَل ُبْيِجَتْسَيَف اَهِب ْوُعْدَي
Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api Neraka pada bulan Ramadhan. Dan sesungguhnya setiap muslim yang berdoa di bulan Ramadhan akan dikabulkan.
(H.r. Bazzar).
Terlebih-lebih di bulan Ramadhan setiap Muslim diwajibkan berpuasa, sehingga menambah bobot doa yang dipanjatkan kepada Allah. Di dalam banyak hadis Rasulullah telah menjelaskan tentang keistimewaan doa orang yang sedang berpuasa. Doa mereka, kata Rasulullah, akan selalu dikabulkan dan tidak tertolak. Di antara sabdanya:
ُةَوْعَدَو ُلِداَع ْ
لا ُماَمِإلاَو َرِط ْفُي ىَ تَح ُمِئا َ صلا ُمُهُتَوْعَد ُ دَرُت َال ٌةَثَالَث ِموُل ْظَم ْلا
Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi” (H.r. Tirmidzi).
Hadis-hadis tersebut menjelaskan secara umum keistimewaan bulan Ramadhan dalam hal pengabulan doa oleh Allah. Namun, selain itu Rasulullah juga menjelaskan waktu-waktu yang lebih spesifik di bulan Ramadhan sebagai waktu spesial untuk memanjatkan doa, yaitu saat sahur, berbuka puasa dan malam Lailatul Qadr. Tentang mustajab-nya doa pada waktu sahur dapat diketahui dari sebuah hadis berikut:
ىَلاَعَتَو َكَراَبَت اَنُ بَر ُلِزْن َي َنيِح اَيْنُ دلا ِءاَم َ سلا ى َلِإ ٍةَلْيَل َ لُك
ْنَم ُهَل َبيِجَتْس َ
أَف ِنِوُعْدَي ْنَم ُلوُقَي ُرِخآلا ِلْيَ للا ُثُلُث ىَقْبَي ُهَل َرِفْغ َ
أَف ِنُِرِف ْغَتْسَي ْنَم ُهَيِطْعُأَف ىِنُلَأْسَي
Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Dia berfirman, “Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang
meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.”
(H.r. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar menjelaskan hadis tersebut di dalam kitabnya, Fathul Bari, dengan komentar, “Doa dan istighfar di waktu sahur adalah diijabahi (dikabulkan)”.
Sedangkan hadis tentang mustajab-nya waktu berbuka adalah
اَم ًةَوْعَدَل ِهِرِطِف َدْنِع ِمِئا َ صلِل َ نِإ ُ دَرُت
Sesungguhnya doa orang yang berpuasa ketika berbuka tidak tertolak. (H.R. Ibnu Majah).
Kemudian waktu lainnya di bulan Ramadhan yang mustajab adalah waktu malam Lailatul Qadar. Para sahabat tentu mengetahui malam Lailatul Qadar adalah waktu dikabulkannya doa-doa, sehingga mereka berupaya untuk menghaturkan doa terbaik kepada Allah. Sehingga Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah doa apa yang patut untuk dipanjatkan saat bertemu dengan Lailatul Qadar. Kemudian Rasulullah menjawabnya sebagaimana hadis berikut:
ُى َ
أ ُتْمِلَع ْنِإ َتْي َ أَر َ
أ ِ َللّا َلوُسَر اَي ُتْلُق ْتَلاَق َةَشِئاَع ْنَع َلاَق اَهيِف ُلوُق َ
أ اَم ِرْدَق ْ لا ُةَلْيَل ٍةَلْيَل ٌوُفَع َك َنِإ َمُه َللا ِلِوُق «
ى ِنَع ُفْعاَف َوْفَع ْ
لا ُب ِحُت
Dari Aisyah, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, yaitu jika ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadar, lalu apa doa yang harus aku ucapkan?” Kemudian Rasulullah menjawab, “Berdoalah: Allahumma innaka ’afuwwun tuhibbul ’afwa fa’fu ’anni.”(Ya Allah, Engka