• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wet Op Het Nederlandsche Onderdaanschap Van Nederlandsch-Indië dan Dampaknya Bagi Etnis Tionghoa di Batavia 1910-1942

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Wet Op Het Nederlandsche Onderdaanschap Van Nederlandsch-Indië dan Dampaknya Bagi Etnis Tionghoa di Batavia 1910-1942"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan pertolongan-Nya serta limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Wet op het Nederlandsche Onderdaanschap van Nederlandsch” -Indië and pengaruhnya terhadap etnis Tionghoa di Batavia, yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar pada Program Diploma Sejarah Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang. Topik skripsi ini ditulis untuk mengkaji dinamika etnis Tionghoa di Hindia Belanda pada umumnya dan Batavia pada khususnya, serta kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Kami berharap karya ini dapat berkontribusi terhadap penyelesaian masalah etnis Tiongkok di masa depan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Tesis yang berjudul “Act on het Nederlandsche Onderdaanschap van Nederlandsch-Indie dan Dampaknya Terhadap Etnis Tionghoa di Batavia ini memuat kajian mengenai permasalahan kehidupan etnis Tionghoa di Hindia Belanda pada umumnya dan Batavia pada khususnya. Fokus kajian skripsi ini adalah mengenai kewarganegaraan masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda yang berdasarkan Wet op het Nederlandsche Onderdaanschap (WNO). Sejak pertengahan abad ke-19, terdapat beberapa undang-undang kewarganegaraan yang mengubah status kewarganegaraan orang Tionghoa di Hindia Belanda.

Disertasi bertajuk “UU Nederlandsch Onderdaanschap dan Dampaknya Terhadap Etnis Tionghoa di Batavia” membahas permasalahan etnis Tionghoa di Hindia Belanda pada umumnya dan di Batavia pada khususnya.

Latar Belakang dan Permasalahan

Karena itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda merasa prihatin dengan status kewarganegaraan orang Tionghoa. Pada tahun 1910, diterbitkan Undang-Undang Kawulaan Negara Belanda (Wet op het Nederlandsche Onderdaanschap, selanjutnya disebut WNO), yang mengatur bahwa semua orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda adalah subyek Hindia Belanda. 3 Oleh karena itu, baik pemerintah Tiongkok maupun pemerintah kolonial India. Belanda juga mempunyai hak yurisdiksi atas orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda. Inti dari perjanjian tersebut adalah Pemerintah Kekaisaran Tiongkok mengakui bahwa orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda selama berada di Belanda dan wilayahnya tunduk pada hukum Belanda, namun bebas memilih kewarganegaraannya ketika meninggalkan wilayah Belanda. .

Pemerintah Tiongkok tidak sepenuhnya meninggalkan persyaratannya bagi orang keturunan Tionghoa, namun hanya menyetujui permohonan WNO bagi peternak Tionghoa selama berada di Hindia Belanda. Dalam hal ini, orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda mempunyai kewarganegaraan ganda.5 Menurut WNO, setiap orang yang lahir adalah satu orang. Suasana kehidupan kolonial pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda menerima begitu saja bahwa orang Tionghoa memandang dirinya sebagai orang asing.

Hindia Belanda, yang akan menentukan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Hindia Belanda.7. Kewarganegaraan Belanda mengacu pada orang Belanda yang berstatus Hindia Belanda, namun orang Asia bukanlah warga negara Hindia Belanda menurut konsep kewarganegaraan. Apabila seseorang ditetapkan sebagai warga negara Hindia Belanda, maka dengan sendirinya ia juga menjadi subjek Hindia Belanda (Onderdanen van Nederlandsch-Indië), namun tidak sebaliknya.

Pergerakan Tionghoa yang muncul saat itu terjadi di berbagai kota di Hindia Belanda yang banyak dihuni oleh etnis Tionghoa. Dari latar belakang di atas dapat ditarik hipotesis awal bahwa berlakunya kebijakan WNO di Hindia Belanda pada tanggal 10 Februari 1910 menimbulkan beberapa permasalahan di kalangan etnis Tionghoa di Hindia Belanda pada umumnya dan di Batavia pada khususnya. Bagaimana status kewarganegaraan orang Tionghoa di Batavia sebelum dan sesudah diterapkannya WNO di Hindia Belanda.

Ruang Lingkup

Sedangkan ruang lingkup keilmuan skripsi ini adalah sejarah politik ketatanegaraan yang berkenaan dengan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan, dan difokuskan pada gejala etnis Tionghoa berdasarkan pengaruh, kekuasaan dan keputusan pemerintah kolonial terhadap etnis Tionghoa. di Hindia Belanda.

Tujuan Penelitian

Tinjauan Pustaka

Pemerintah kolonial Hindia Belanda mengatur setiap kelompok ras untuk menjaga cara berpakaian dan adat istiadatnya. Akhirnya keluh kesah masyarakat Tionghoa mencapai puncaknya menjelang akhir abad ke-19, ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda memberlakukan kebijakan etis yang salah satu akibatnya adalah menyerang kekuatan ekonomi masyarakat Tionghoa. Sentimen yang berkembang di masyarakat Tionghoa ini kemudian menimbulkan gerakan-gerakan masyarakat Tionghoa yang bertujuan untuk memprotes kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda pada periode 1917-1942 khususnya di Pulau Jawa.

Buku ini relevan dengan penelitian ini karena memiliki sub-bab yang khusus membahas tentang WNO dan juga aktivitas politik reaksioner etnis Tionghoa terhadap berdirinya WNO di Hindia Belanda. Gerakan ini juga mempersatukan orang Tionghoa di Hindia Belanda dan berorientasi budaya dan politik ke Tiongkok. Berbeda dengan kelompok Sin Po, kelompok Chung Hwa Hui menganjurkan pelestarian identitas etnis Tionghoa di Hindia Belanda, namun mereka menerima WNO dan bekerja sama dengan pemerintah kolonial demi kesejahteraan Hindia Belanda.

Buku ini menghimpun puluhan tulisan (artikel, ceramah, pidato, surat dan kutipan) para tokoh Tionghoa yang tergabung dalam berbagai organisasi terkemuka dan individu Tionghoa yang berperan penting dalam perkembangan pemikiran minoritas Tionghoa di Timur Belanda. India. Buku ini disajikan dalam bentuk kumpulan catatan kelompok terpelajar Tionghoa di Hindia Belanda yang dimuat di berbagai kolom media massa saat itu. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menerapkan kebijakan separatis antar kelompok penduduk atau berusaha mengisolasi satu kelompok dari kelompok lainnya.

Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Hindia Belanda juga mengeluarkan peraturan lain yang intinya membatasi pergerakan etnis Tionghoa di Hindia Belanda. Perlakuan hukum dan peradilan yang diskriminatif oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda telah meningkatkan kesadaran nasional di kalangan etnis Tionghoa di Hindia Belanda. Secara garis besar, buku ini membahas tentang penderitaan dan kesengsaraan penduduk etnis Tionghoa di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda serta reaksi etnis Tionghoa terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Kerangka Pemikiran

Strategi politik selanjutnya membuat opini publik memandang orang Tionghoa sebagai orang Tionghoa. Lazimnya hubungan antara negara dan warga negara harus senantiasa berpegang pada hak dan kewajiban yang melekat pada keduanya, agar proses dialog berkembang secara demokratis, adil, dan harmonis. Hubungan antara negara dan warga negara merupakan hubungan timbal balik yang memuat unsur hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya adalah hak dan kewajiban warga negara terhadap negara. Secara umum hak dan kewajiban negara terhadap warga negara yang ditetapkan dengan undang-undang mencakup bidang yang berbeda-beda. Bidang-bidang tersebut meliputi politik dan pemerintahan, sosial, agama, pendidikan, ekonomi dan pertahanan.

17Hamidi dan Lutfi, Pendidikan Kewarganegaraan: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukum (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. Setelah perubahan bentuk pemerintahan menjadi lebih modern, pemerintah kolonial Hindia Belanda membutuhkan warga negara untuk membangun negaranya. Tesis ini menggunakan pendekatan historis dan sosiologi politik, yaitu pendekatan yang memusatkan perhatian pada aspek-aspek pada tingkat kelas atau sosial, gerakan sosial, partai politik, aksi politik dan politik global, struktur sosial dan hubungan antara perilaku sosial dan perilaku politik.22 .

Sosialisasi politik mencakup pemeriksaan terhadap lingkungan budaya, politik dan sosial dalam masyarakat individu. Oleh karena itu, partisipasi politik berbeda-beda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, dapat juga berbeda-beda dalam masyarakat tertentu, sehingga penting bagi kita untuk mempelajari konsep apa itu politik dan alienasi serta perannya dalam eksklusi dan keterlibatan mereka. Karena pemikiran dan sikap politik sudah terbentuk terhadap suatu fenomena politik, maka dengan sendirinya akan timbul upaya untuk mempengaruhi massa dengan mengambil posisi dalam organisasi politik, dan juga pertukaran informasi antar anggota organisasi politik, dimana dua hal. dikaji melalui aspek rekrutmen politik dan komunikasi politik.

Metode Penelitian

Peristiwa tersebut merupakan proses yang berkelanjutan, pertukaran informasi antar individu dan kelompoknya di seluruh lapisan masyarakat. Kemudian dari sudut pandang mereka akan terbentuk pola pikir dan sikap yang mereka ambil terhadap suatu fenomena politik, yang dalam hal ini akan dikaji pada aspek partisipasi politik. Heuristik berasal dari kata Yunani heuriskein yang berarti memperoleh, yaitu suatu teknik untuk memperoleh jejak-jejak masa lalu.26 Fase heuristik ini merupakan kegiatan peneliti sejarah dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah.

Dalam mencari sumber primer, penelitian ini mengumpulkan catatan-catatan elite politik Tiongkok yang dimuat di media cetak kontemporer. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta menjadi pilihan untuk mengumpulkan koleksi yang berkaitan dengan penelitian ini. Sejumlah tulisan perwakilan elit politik Tiongkok, serta redaksi media massa mengenai kebijakan WNO, baik berupa surat kabar harian Sin Po, Perniagaan dan Jawa Tengah, artikel dan buku, tersusun rapi di Perpustakaan Nasional. Republik Indonesia. .

Selain di Perpustakaan Nasional RI, pencarian sumber sejarah juga dilakukan di Arsip Nasional RI di Jakarta yang banyak memuat pemberitaan mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial pada saat itu. , serta beberapa risalah rapat Volksraad saat pembahasan WNO yang khusus digunakan dalam penelitian. Dalam hal ini informasi tersebut dibandingkan satu sama lain untuk memperoleh fakta sejarah yang dapat dipercaya. Apabila melalui kritik sumber menurut kronologi dan rantai sebab akibat, maka diperoleh fakta sejarah yang dapat dipercaya.

Berbagai fakta sejarah tersebut tidak ada artinya kecuali telah dilakukan interpretasi yang melibatkan analisis dan sintesis.27 Tahap ini merupakan tahap menghubungkan satu fakta dengan fakta lainnya. Pada fase ini pemahaman terhadap fakta diwujudkan agar menjadi penting dalam penyusunan topik penulisan sejarah, dan juga dilakukan serialisasi fakta yang diperoleh. Tahap akhir penelitian sejarah adalah historiografi atau penulisan sejarah, yaitu rekonstruksi masa lalu secara imajinatif berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh melalui proses analisis kritis dan pengujian bahasa yang baik dan benar agar dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.

Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

On the basis of these arguments, Plamenatz classifies two forms of nationalism in terms of how they relate to outside cultural influences; Western nationalism and Eastern

Abstrak - Penelitian ini bertujuan menganalisis bibliometrik dari database Google Scholar yang dilakukan untuk mengidentifikasi perkembangan penelitian terkait