• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Budaya dan Spiritual Warna Obangsaek dalam Makanan Bibimbap

N/A
N/A
raisa nurul

Academic year: 2023

Membagikan "Nilai Budaya dan Spiritual Warna Obangsaek dalam Makanan Bibimbap"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nilai Budaya dan Spiritual Warna Obangsaek dalam Makanan Bibimbap

Paper Pemahaman Lintas Budaya Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Tugas 1 Sebelum UTS

RAISA NURUL NOVIANA 222007446120

PROGRAM STUDI BAHASA KOREA FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

2023

(2)

1. Landasan Teori

Warna merupakan salah satu bentuk komunikasi non-verbal, yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan dan tujuan. Menurut Kusrianto (2007:46) warna merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan indera penglihatan sehingga mampu menstimulasi perasaan, perhatian, dan minat seseorang. Warna bukan hanya sekedar fenomena yang melibatkan persepsi visual semata, tetapi warna juga memiliki fungsi penting sebagai ragam simbol di dalam masyarakat. Berfungsi mengindikasikan pesan dan makna yang tersembunyi, warna dapat mencerminkan ekspresi dan emosi seseorang. Warna juga sering kali digunakan dalam makanan untuk menandakan varian atau memperkuat rasa secara visual (Tuorila-Ollikainen, 1984). Semiotika merupakan ilmu tentang tanda. Menurut Tinarbuko (2008) semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanda tersebut berfungsi dan menghasilkan suatu makna. Konsep- konsep dasar semiotika ini meliputi tanda atau simbol, kode, makna, mitos, dan metafora yang dicetuskan oleh Ferdinand de Saussure.

2. Pembahasan

Hidangan tradisional Korea (밥상) pada hakikatnya berisi empat komponen sajian, yaitu nasi (밥), sup (국), hidangan pendamping (반찬), dan saus (장) yang diletakkan di atas meja dan dimakan di waktu yang bersamaan. Bapsang atau 밥상 merupakan meja yang digunakan masyarakat Korea sejak seribu tahun lalu untuk menyajikan makanan, atau disebut juga meja penuh makanan. Formasi komponen bapsang ini sudah melekat dalam pola makan sehari-hari masyarakat Korea, yang mana sangat kontras bila dibandingkan dengan cara orang Barat yang cenderung menyajikan hidangan tunggal saja. Komponen-komponen yang terdapat dalam 밥상 memiliki manfaat tersendiri, seperti nasi yang mengandung kalori untuk sumber energi, sup yang membantu dalam mengunyah, menelan, dan mencerna saat nasi masuk ke sistem pencernaan, lauk pauk sebagai hidangan pendamping yang menjadikan makanan lebih lezat dan memberikan nutrisi kepada tubuh, dan saus yang digunakan untuk merangsang nafsu makan. Masyarakat Korea mengembangkan hidangan mereka dengan melandaskan formasi ini, dengan memilih satu atau lebih komponen dari bapsang. Seperti pada kimchijjigae, kimchi merupakan hidangan pendamping, sedangkan jjigae termasuk ke dalam sajian sup. Namun, ada hidangan tunggal yang dikonsumsi masyarakat Korea hanya pada saat-saat tertentu atau acara perayaan, yaitu Bibimbap.

(3)

Bibimbap merupakan hidangan khas tradisional Korea sejak seribu tahun lalu, yang memiliki arti nasi campur dan biasa disajikan dalam sebuah mangkuk atau wadah berbentuk batu panas. Hidangan ini berisi perpaduan antara nasi hangat dengan sejumlah lauk pauk, yakni irisan daging sapi, sayur-mayur, dan juga saus. Banyak beredar asumsi mengenai asal usul Bibimbap, termasuk seorang ahli mengasumsikan bahwa makanan Bibimbap terbentuk secara alami dengan mencampurkan seluruh komponen bapsang. Seperti layaknya makanan cepat saji, ketika musim panen para petani Korea zaman dulu sangat sibuk sampai tidak memiliki waktu yang cukup untuk memakan makanan layaknya bapsang (nasi dan lauk pauk) sehingga istri mereka mencampur semua isi bekal ke dalam satu wadah. Ada pula asumsi lain yang mengatakan bahwa Bibimbap berasal dari sisa makanan persembahan untuk roh nenek moyang, yaitu campuran sisa berbagai jenis makanan yang telah disiapkan khusus untuk perayaan upacara leluhur. Ada juga yang mengatakan bahwa Bibimbap termasuk hidangan istimewa istana kerajaan, yakni Bibimbap Jeonju, yang bermanfaat dalam mengobati pejabat pemerintahan dan merupakan sajian khusus ketika tamu penting datang mengunjungi raja, yang dinikmati dalam suasana santai saat makan siang. Di sisi lain, setiap akhir tahun juru masak istana dan para pelayan dapur memang selalu mengosongkan bahan sisa dapur seperti sayuran kering untuk membuat Bibimbap. Intinya, masyarakat Korea memang mencari cara di luar gaya tradisional untuk dapat menikmati hidangan penuh sayur-mayur lengkap dengan nasi beserta saus.

Masakan China, koldongban, diklaim sebagai asal mula istilah ‘bubuimbap’. Sebelum hangeul diciptakan Raja Sejong tahun 1443, para ahli mengasumsikan bahwa makanan Bibimbap telah ditulis dalam aksara China, sehingga ditemukan makanan yang mirip dengan Bibimbap di China. Karakter ‘dong’ pada koldongban dan koldongkeng memiliki arti bubwium atau “mencampur”. Rakyat Joseon pada kala itu diperkirakan telah meminjam arti atau bunyi dari karakter China untuk menulis tentang Bibimbap. Meskipun makna koldongban sendiri berbeda dari hidangan Bibimbap, tetapi kata tersebut cenderung paling mendekati maknanya.

Dalam catatan tambahan kamus Neo-Konfusianisme pada masa dinasti Ming (1415), disebut koldongkeng sebagai sup rebus yang dicampur dengan ikan dan sayuran. Lebih dari 150 tahun kemudian, Koldong-sipsamsol, buku berbahasa Mandarin yang ditulis pada tahun 1590, menjelaskan tentang koldongban, yaitu hidangan nasi yang mirip dengan koldongkeng. Banyak literatur lain yang membahas tentang referensi dari Bibimbap, antara lain buku-buku masakan China yang menyebut Bibimbap dengan kata ‘hodonban’, seperti pada kalimat “hodonban merupakan hidangan yang terbuat dari nasi, daging, dan sayur-sayuran, sangat enak jika diminum.” Buku harian dan esai pribadi dari dinasti Joseon sering menggambarkan dunia

(4)

seperti koldongban, yaitu tidak teratur dan kacau. Koldongban dijadikan sebagai metafora yang mengindikasikan bahwa Bibimbap sangat populer tidak hanya di kalangan masyarakat biasa tetapi juga di kalangan pejabat kerajaan.

Bibimbap sendiri memiliki beragam jenis yang dapat dikategorikan menjadi tiga berdasarkan isi, letak geografis dan saus. Berdasarkan isi atau topping, terdapat topping sayuran dan daging, contohnya antara lain Bibimbap Yakcho, Hoedeobap, Yukhoe, Kang Doenjang, Roe/Albap, Saessak, Sanchae, Ggomak, Notseo, dan Cupbab. Meskipun literatur menuliskan bahwa Jeonju, Jinji, Haeju, dan Pyeongyang terkenal dengan hidangan Bibimbap, tetapi saat ini wilayah yang paling terkenal akan Bibimbap adalah Jeonju. Bibimbap Jeonju dipilih menjadi makanan representatif Korea Selatan karena kekhasannya dan gaya penyajiannya yang telah diwariskan selama ribuan tahun. Cara pengolahan nasi Bibimbapnya yang ditanak di dalam kaldu tulang kaki sapi dengan campuran minyak wijen menjadi pelengkap rasa dan juga penambah nutrisi bagi tubuh. Bibimbap Jeonju berisi nasi yang dimasak bersama tauge segar dan di atasnya tersusun sepuluh jenis sayur-mayur dan telur kuning mentah. Bibimbap Jeonju disajikan dalam mangkuk kuningan yang dipanaskan di atas api kompor bersama sekitar 30 bahan lainnya. Di antara ketiga puluh bahan tersebut, ada bahan utama yang menentukan rasa Bibimbap yakni tauge, hwangpomook (jeli kacang hijau-kuning), sunchang gochujang, daging sapi tartare, dan jeopjang (kecap fermentasi). Sepuluh jenis sayurannya antara lain tauge, kacang ginkgo, kacang pinus, kastanye, bayam, daun pakis, jamur, lobak, wortel, dan rumput laut. Hidangan ini sangat kaya akan nutrisi terutama vitamin dan mineral. Selain menyehatkan tubuh, perpaduan bermacam warna yang berasal dari masing- masing bahan makanan, ditambah penyajiannya yang rapi, menambah nilai estetika tersendiri.

Di Korea, terdapat filosofi warna yang diperkirakan berasal dari budaya China, yang disebut dengan 오방색 (obangsaek) – 오 memiliki arti lima, 방 berarti arah, dan 색 adalah warna, atau lima arah warna. Obangsaek mengandung lima warna dasar Korea, yaitu putih, merah, hitam, biru, dan kuning, yang sering ditemukan pada hanbok, lukisan tradisional Korea, alat musik, bangunan istana kerajaan, bendera dan simbol-simbol tradisional, juga makanan.

Kelima warna ini merupakan konsep tradisional orang Timur (tidak hanya di Korea Selatan, tetapi juga di China, Jepang, dan negara Asia Tenggara lain) yang menggambarkan kehidupan manusia dan dunia dalam berbagai aspek yang membentuk alam semesta. Misalnya pada hanbok, kelima warna obangsaek ini mendeskripsikan sistem stratifikasi sosial di masyarakat.

Lima arah warna ini merupakan lima warna yang mewakili arah mata angin, yaitu timur, barat, utara, selatan dan tengah. Cheong (靑) warna biru melambangkan timur, Jeok (紅) warna

(5)

merah melambangkan selatan, Baek (白) warna putih melambangkan barat, Heuk (黑) warna hitam melambangkan utara, dan Hwang (黃) warna kuning melambangkan pusat. Obangsaek juga mengungkapkan nilai-nilai spiritual masyarakat tradisional Korea yang juga merupakan bagian dari budaya dan warisan Korea. Contohnya, rakyat Joseon percaya dengan menggantung paprika merah di pintu dapat mencegah hal-hal jahat ketika akan melahirkan karena warna merah di paprika mengandung banyak yang dan berkaitan dengan maskulinitas, sehingga hal ini diperuntukkan untuk orang-orang yang mengharapkan anak laki-laki – keinginan utama di tengah budaya patriarki masa kerajaan Joseon.

Teori lima elemen menggambarkan fenomena alam semesta, bahwa setiap penciptaan, perkembangan, dan perubahan diyakini adalah hasil interaksi roh yin dan yang (simbol dinamis dan keseimbangan) yang diterapkan dengan simbolik kosmos, yaitu kayu, api, tanah, logam, dan air. Konsep yin-yang sendiri menggambarkan sifat yang berlawanan, saling bergantung, bertambah dan berkurang, dan sifat transformasional. Konsep lima elemen dan yin-yang harus diimplementasikan secara bersamaan karena meyakini bahwa segala sesuatu dalam hidup harus seimbang dan sesuai filosofi tersebut. Elemen-elemen ini kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai aspek, antara lain musim, indera manusia, penyakit dan pengobatan, organ tubuh, emosi, rasa, dan warna. Berdasarkan warna dan rasa, elemen kayu dengan simbol warna biru berkaitan dengan rasa asam, elemen api dengan simbol warna merah berkaitan dengan rasa pahit, elemen tanah dengan simbol warna kuning berkaitan dengan rasa manis, elemen logam dengan simbol warna putih berkaitan dengan sensasi rasa pedas, dan elemen air dengan simbol warna hitam berkaitan dengan rasa asin. Lima rasa tersebut diyakini bersinergi dengan kesehatan yang dilatarbelakangi oleh konsep keseimbangan alam semesta. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara yin dan yang, dapat berakibat pada timbulnya penyakit. Makanan yin sering dikaitkan dengan efek menenangkan, sementara makanan yang dihubungkan dengan efek menghangatkan sehingga kedua makanan tersebut memang perlu dikonsumsi secara proporsional.

Bahan-bahan Bibimbap yang telah dipilih berdasarkan teori lima elemen yang didasari konsep China kuno yin-yang tersebut, menghasilkan harmoni lima warna dan lima rasa yang mengandung nilai estetika, yaitu menyenangkan dan gurih. Dilandasi filosofi obangsaek, hidangan Korea baik dulu maupun sekarang dianggap akan menjamin makanan yang sehat, secara fisik dan spiritual. Masyarakat percaya mengonsumsi makanan yang mengandung kelima warna obangsaek dianggap memiliki manfaat bagi lima sistem organ manusia, selain berguna dalam menjaga keseimbangan tubuh. Dengan demikian, berdasarkan kedua konsep

(6)

tersebut Bibimbap termasuk ke dalam hidangan yang baik untuk organ dalam. Ajaran konsep yin-yang dan teori lima elemen mengandung dua bagian, yaitu terang dan gelap, yang terdiri dari bulan (月) dan matahari (日), dan lima elemen antara lain api (火) simbol warna merah, kayu (木) simbol warna biru, air (水) simbol warna hitam, tanah (土) simbol warna kuning, dan logam (金) simbol warna putih yang diyakini berfungsi untuk mengatur alam semesta.

Kelima sistem organ manusia tersebut antara lain organ hati dikaitkan dengan elemen kayu atau makanan berwarna hijau, organ paru-paru dihubungkan dengan elemen logam atau makanan berwarna putih, organ jantung berkaitan dengan api atau makanan berwarna merah, organ ginjal dengan air atau makanan berwarna hitam, dan organ lambung dengan tanah atau makanan berwarna kuning. Mengonsumsi makanan dengan warna beda-beda sangat dianjurkan berdasarkan konsep ini. Bahan makanan berwarna biru terdapat pada bayam, peterseli air, dan labu hijau yang berfungsi meningkatkan fungsi hati, melancarkan sirkulasi darah, metabolisme, dan sebagai dieuretik. Bahan makanan berwarna putih terkandung pada akar bunga balon, putih telur, lobak, dan kacang kastanye yang baik untuk fungsi paru-paru, menurunkan kadar kolesterol, membantu enzim pencernaan, dan mempercepat pemulihan rasa lelah. Bahan berwarna merah seperti pada wortel, paprika, saus gochujang, dan daging sapi mentah yang dibumbui bermanfaat untuk kesehatan jantung terutama pencegahan penyakit jantung, menghapuskan racun, mencegah penuaan, dan menjaga kesehatan prostat. Bahan berwarna hitam yang terkandung pada wijen hitam, daun pakis, jamur, dan rumput laut kering yang baik untuk organ ginjal, mempercepat penurunan demam, mencegah penuaan dini, membantu pertumbuhan badan, dan mencegah kerontokan rambut. Sedangkan bahan berwarna kuning yang terkandung dalam tauge, kuning telur, dan labu kuning bagus untuk lambung, peningkatan kekebalan tubuh, elastis kulit, dan sebagai antioksidan (kanker esofagus). Ada lima kacang yang digunakan untuk Bibimbap antara lain kacang kenari, kastanye, kacang pinus, jujube dan gingko. Bibimbap merupakan hidangan seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak.

Dapat disimpulkan, penjelasan akan filosofi ini memberikan gambaran akan peran besar obangsaek yang mendasari visual budaya Korea. Simbolisme warna sangat erat kaitannya dengan ragam budaya Korea. Filosofi obangsaek menjelaskan hubungan dengan seluruh aspek yang ada di alam semesta yang dibutuhkan masyarakat Korea dalam memahami dunia di sekitar mereka, bahkan astrologi, pemerintahan, sampai perilaku manusia. Aspek seperti pakaian, perhiasan, bangunan hingga makanan menggunakan warna untuk mewakili karakteristiknya atau bahkan menimbulkan kesan dan makna tertentu.

(7)

Daftar Pustaka

Danesi, M. (2004). Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communication Theory (3rd ed). Toronto, Ontario: Canadian Scholars Press.

Tenggelamnya Kapan van der Wijck. Soraya Intercine Films, 2013.

Eun-mun, Gyung; Young-eun Lee; Youn-soo Cha. (2023). The Globalization of Bibimbap:

Focusing on the Diversity of Modernization of Bibimbap. Mun et al. Journal of Ethnic Foods.

Hee Sook, Lee. (2013). Korean Intangibel Cultural Heritage of “Bibimbap” as A Cultural Tourism Strategy in Jeonju City.

Kyung Ran, Chung dkk. (2015). Historical and Biological Aspects of Bibimbap, A Korean Ethnic Food. Journal of Ethnic Foods, 74-83.

Paszik, Jenny. (2022). The Five-Coloured Rainbow: Understanding the Cultural and Spiritual Significance of Obangsaek in the Artwork of the Joseon Dynasty. (Disertasi). University of London.

Youn Soo, Cha. (2017). Korean Functional Foods. CRC Press.

Young Eun, Lee. (2015). Characteristics of Soybean Sprout Locally Cultivated in the Jeonju Region, Used for Bibimbap and Kongnamul-gukbap. Journal of Ethnic Foods, 84-89.

Referensi

Dokumen terkait

Masuk dalam jenis alat musik Ritmis, Rebana dibuat dari perpaduan kayu dan kulit hewan yang dimainkan dengan cara di pukul menggunakan tangan... KENDANG Alat musik ritmis yang bernama