PENDAHULUAN
Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan salah satu tanaman bahan baku
“bahan bakar nabati”
sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak yang berasal dari fosil. Tanaman ini sudah lama dikenal oleh masyarakat kita sebagai tanaman obat dan penghasil minyak lampu, bahkan sewaktu zaman penjajahan Jepang minyaknya diolah untuk bahan bakar pesawat terbang.
Tanaman ini sebelumnya tidak mendapat perhatian khusus, padahal sangat potensial sebagai penghasil minyak nabati yang dapat diolah menjadi bahan bakar minyak. Selain itu manfaat lain dari minyak jarak adalah sebagai bahan untuk pembuatan sabun dan bahan industri kosmetika.
Di Nusa Tenggara Barat, tanaman ini sudah dikenal lama oleh masyarakat, namun belum dibudidayakan secara intensif, masih sebatas untuk pagar lahan. Akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dan menjadi salah satu komoditas agribisnis dan pengembangannya menjadi prioritas program pemerintah daerah.
Pencanangan gerakan penanaman jarak pagar oleh Gubernur NTB, tanggal 31 desember 2005.
Target pengembangan di NTB seluas 622.500 ha, terutama untuk pemanfaatan lahan-lahan tidur.
Kendala yang dihadapi adalah bagaimana menyediakan bibit untuk pengembangan tersebut.
Berdasarkan instruksi presiden No.
1/2006, Badan Litbang pertanian mendapat mandat dari Menteri Pertanian untuk melakukan
percepatan penyediaan bahan tanaman unggul mulai tahun 2006.
Untuk itu Puslitbang Perkebunan telah melakukan eksplorasi klon-klon lokal yang berada di beberapa kabupaten di Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Bahan tanaman tersebut telah ditanam pada tiga kebun induk yaitu kebun induk Pakuwon, kebun induk Muktiharjo, dan kebun induk Asembagus.
Untuk memilih bahan tanaman unggul, telah digunakan teknik perbaikan populasi (Improved population) dimana dilakukan seleksi massa negatif setelah tanaman berumur empat bulan. Intensitas seleksi bervariasi pada tiap populasi dengan rata-rata 15 %. Untuk itu telah disusun skenario percabangan dan produksi biji umur 1 sampai 5 tahun pada perlakuan teknik budidaya yang optimal; seleksi dilaksanakan berdasarkan efisiensi pembentukan kapsul pada malai bunga serta jumlah kapsul pertanaman.
Tanaman yang terpilih dijadikan sebagai sumber benih, sehingga diperoleh tiga populasi masing-masing IP-1A (dari Asembagus), IP-1M (dari Muktiharjo) dan IP- 1P (dari Pakuwon). Ketiga populasi terpilih ini telah diluncurkan kepada 14 propinsi yang memprogramkan pengembangan jarak pagar.
Benih yang dihasilkan memiliki kadar air (7 – 9%) dengan daya kecambah (> 80%).
Nopember 2006 AGDEX :
02/LIPTAN/P4MI/2006 Jl. Raya Peninjauan Narmada, Telp. 0370. 671312, Fax. 0370 671620
Deskripsi populasi jarak pagar terpilih untuk penyediaan benih
Deskripsi IP-1A IP-1M IP-1P
Asal : Hasil seleksi massa
populasi NTB
Hasil seleksi massa populasi NTB dan Jawa Timur
Hasil seleksi massa populasi Lampung
Mulai berbunga : + 4 bulan setelah tanam atau 6 bulan setelah semai
+ 4 bulan setelah tanam atau 6 bulan setelah semai
+ 4 bulan setelah tanam atau 6 bulan setelah semai Bentuk daun : Bulat dan tulang
daun menjari,
permukaan daun rata
Bulat dan tulang daun menjari,
permukaan daun rata
Bulat dan tulang daun menjari, permukaan daun bergelombang
Warna Daun : Hijau Hijau Hijau
Tangkai Buah : Umumnya panjang dan lemas
Umumnya panjang dan lemas
Umumnya pendek dan kaku
Jumlah buah/malai : 8 – 15 8 - 21 10 – 28
Jumlah
malai/tanaman
: > 8 pada panen pertama, tahun pertama
> 5 pada panen pertama, tahun pertama
> 6 pada panen pertama, tahun pertama
Jumlah
buah/tanaman
: > 54 pada panen pertama, tahun pertama
> 40 pada panen pertama, tahun pertama
> 60 pada panen pertama, tahun pertama
Berat 100 biji : 700 – 800 gram 700 – 800 gram 700 – 850 gram Potensi produksi/ha : 0,27 – 0,3 ton tahun
pertama, 4 – 5 ton pada tahun ke lima, dengan
pemeliharaan optimal
0,2 – 0,3 ton tahun pertama, 4 – 5 ton pada tahun ke lima, dengan
pemeliharaan optimal
0,3 – 0,4 ton tahun pertama, 5 - 6 ton pada tahun ke lima, dengan pemeliharaan optimal
Kadar minyak : + 34,02 % + 35,51 % -
Kesesuaian agroekosistem
: Direkomendasikan untuk daerah beriklim kering
Direkomendasikan untuk daerah beriklim sedang dan kering
Direkomendasikan untuk daerah beriklim basah
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan , Bogor
Oleh : Awaludin Hipi dan M. Luthfi