Tesis ini berjudul “Praktek Bagi Hasil Antara Pemilik Komoditas dan Perspektif Fikih Muamalah (Studi di Desa Telagaharu Kecamatan Labuapi Kab. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini tidak dapat disebutkan secara khusus oleh penulis.
TARTILA FATRICIA 1502111319
Fokus Penelitian
Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian a. Tujuan penelitian
Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
8. dengan bagi hasil, dan jurusan lebih menekankan pada mata kuliah yang berkaitan dengan kontrak bagi hasil untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang praktik yang ada di masyarakat. Telagaharu, Pengpmas tidak perlu menyediakan kendaraan karena pemilik barang sudah menyiapkan mobil, berbeda dengan tempat sampah lain yang hanya menyiapkan barang.
Telaah Pustaka
Rabiatul Adawiyah, tesis tahun 2009.9 berjudul “Tinjauan Hukum Islam Bagi Hasil Panen Padi antara Petani dan Pemilik Sawah di Desa Janapria Lombok Tengah”. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rabiatul Adawiyah, fokus kajiannya adalah kerjasama bagi hasil antara petani penggarap dan pemilik sawah di Desa Janapria Lombok Tengah.
Kerangka Teoritik
Shadana Arif Nusa selaku pemilik modal hanya berperan sebagai fasilitator untuk memenuhi kebutuhan para petani tembakau. Oleh karena itu, kesepakatan yang muncul antara petani tembakau dan pemilik modal adalah kesepakatan untuk menjadi mitra dengan tujuan mencapai keuntungan bersama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Husrina berfokus pada penerapan bagi hasil antara pemilik modal dan petani tembakau.
Kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam koperasi mudharabah yang bukan disebabkan oleh kelalaian mudharib ditanggung oleh pemilik modal. Dapat diambil dari kata muqaradhah yang berarti (almusawatu) (kesetaraan), karena pemilik modal dan pengusaha memiliki hak yang sama atas keuntungan. Pemilik modal berhak mendapatkan keuntungan karena modal adalah miliknya, sedangkan pekerja mendapatkan keuntungan dari hasil pekerjaannya.
Dilihat dari aspek transaksi yang dilakukan oleh pemilik modal dan pekerja, para ahli hukum membagi akad mudharabah menjadi dua bentuk, yaitu mudharabah muthlaqah (penyerahan modal secara mutlak, tanpa syarat dan batasan) dan mudharabah muqayyadah (penyerahan modal dengan syarat tertentu). ). dan kondisi). Dua orang atau lebih secara sukarela membuat kontrak, salah satu pihak akan menyediakan modal yang dibutuhkan oleh pihak lain, yang akan menggunakan modal dalam bisnis untuk mendapatkan keuntungan.
Metode Penelitian
Berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan peneliti selama penelitian ini adalah observasi langsung dan wawancara dengan berbagai surveyor dan pemilik barang di Desa Telagaharu. Dalam hal ini, kehadiran peneliti di lapangan bukan untuk mempengaruhi subyek penelitian, melainkan untuk secara langsung mencoba mengetahui sistem bagi hasil antara pemilik barang dengan para Pengampas di Desa Telagaharu. Data primer dalam penelitian ini menggunakan data yang diperoleh peneliti melalui pengamatan langsung terhadap pemilik barang dan pempas melalui wawancara untuk memperoleh informasi langsung dari pihak-pihak yang terkait yaitu pemilik barang dan berbagai pempas yang ada di Desa Paokkambut.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur yang dilakukan dengan individu yaitu proses tanya jawab tatap muka langsung antara peneliti dengan 10 sanders dan pemilik barang untuk mendapatkan hasil yang intensif 33 Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen wawancara yang disebut pedoman wawancara (interview).guides). Alasan peneliti menggunakan teknik ini adalah untuk memudahkan mencari informasi yang sebenarnya dari pemilik barang dan amplas. Artinya, jika pengamat (orang yang melakukan pengamatan) tidak ikut atau dalam keadaan objek yang diamati (disebut pengamat) Sanders yang bertindak sebagai penjual barang.
Alasan peneliti menggunakan teknik ini karena pada saat menganalisis hasil praktek akan membutuhkan teori dari kitab-kitab fikih muamalah, dan pada saat Pempas mengambil barang maka akan dicatat oleh pemilik barang dalam catatan atau catatan harian. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif karena memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukan.
Sistematika
- Asal Mula Desa Telagawaru 40
- Potensi Sumber Daya Alam (SDA), Potensi Umum
- Potensi Kelembagaan
- Geografis 46
- Struktur Organisasi
Desa Telagawaru merupakan salah satu dari 10 (Sepuluh) Dusun yang ada di Kecamatan Labuapi, dengan luas : 249,53 ha dan terdiri dari 3 (tiga) Dusun yaitu Dusun Labuapi, Telagawaru dan Paokkambut. Desa Telagaruru terdiri dari 3 (tiga) desa yaitu: a) Dusun Telagaharu b) Dusun Paokkambut c) Dusun Labuapi. Dan pada tahun 1998 desa Telagawaru dimekarkan menjadi dua desa yaitu desa Telagawaru dan desa Labuapi sehingga desa Telagawaru menjadi dua desa masing-masing.
Dusun Paokkambut merupakan desa kedua di bagian Desa Telagawaru, dimana kepala desa pertama adalah H. Selanjutnya lahan basah juga terbagi menjadi 2 bagian yaitu lahan rawa/sungai seluas 5 ha dan lahan surut, namun di Desa Telagawaru tidak ada luas tanah yang surut. Di Desa Telagaharu terdapat 5.572 jiwa yang terdiri dari 2.796 laki-laki dan 2.776 perempuan.
Lembaga pemerintahan desa memiliki 8 perangkat desa, jumlah RW/RT di Desa Telagawaru sebanyak 21 RT dan terakhir jumlah dusun sebanyak 4 dusun. Desa Telagaharu merupakan salah satu dari 12 desa di wilayah kecamatan Labuapi yang terletak 1 km sebelah barat kota kabupaten.
Praktik Bagi Hasil Antara Pemilik Barang Dengan Pengampas di Desa Tlagawaru Tlagawaru
Praktek antara pemilik barang dan Pengmpas menggunakan sistem bagi hasil, bukan sistem gaji seperti perusahaan besar seperti P.T di Mataram karena menurut Ibu Zulaikah istri pemilik barang dan kepala gudang alasan tidak menggunakan sistem upah adalah karena. Sanders tidak berjalan setiap hari dan hasil yang didapat tidak permanen, jadi kami menggunakan sistem bagi hasil. Selain itu, jelas ada untung dan rugi dalam bisnis, jadi menurut saya pribadi lebih baik menggunakan sistem bagi hasil. Bagi pemilik barang ingin tetap melakukan pekerjaan ini karena sulitnya mencari pekerjaan, apalagi yang sekolahnya hanya sampai sekolah dasar. 55.
Contoh Penjualan Barang dan Keuntungan Penjualan Barang 56 No Nama Barang Harga Jumlah. Uang di kantong atau uang untuk persiapan jualan besok 50 cara membagi keuntungan = laba bersih - uang di kantong. Kerugian yang dialami oleh Pengmpas dalam praktek ini dipaparkan oleh Bapak. mereka membawa mereka, akan ada banyak pembeli yang meminta uang mereka kembali.
Dalam hal bonus, tidak semua pekerjaan selalu mendapatkan bonus, seperti yang terjadi pada praktik bagi hasil antara pemilik barang dan Pengampas, mereka tidak mendapatkan bonus jika mendapatkan penjualan lebih banyak, mereka hanya mendapatkan bonus selama bulan Ramadhan, yaitu berupa THR (Tunjangan Hari Raya). Analisis Praktek Bagi Hasil Antara Pemilik Harta dan Pemilik Amplas di Desa Telagaharu Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Pemmpas di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok.
Analisis Terhadap Praktik Bagi Hasil Antara Pemilik Barang Dengan Pengampas di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Pengampas di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
Di era sekarang ini banyak persaingan dalam bisnis, sehingga seorang Sander pun harus memiliki taktik untuk mengantarkan barangnya, terutama yang menerima barang dengan mobil, karena sudah pasti banyak barang yang diangkut dan barang tersebut harus diangkut. menjual terlalu banyak karena ketika barang terjual sedikit, maka akan mempengaruhi bagi hasil bagi pemilik barang dengan Sanders. Praktek bagi hasil yang dilakukan antara pemilik barang dan Pengmpa di desa Telagaharu sudah berlangsung lama dan terus berkembang hingga sekarang. Bekerja di toko, kantor dan lain-lain, seperti yang dijelaskan oleh Bpk. Alin di bawah. Setelah peneliti melakukan analisis tentang pembagian keuntungan yang dilakukan antara pemilik barang dengan Pengampas, dibatasi hanya pembagian keuntungan setelah Pempass menjual barang milik pemilik.
Dalam praktek bagi hasil ini kita dapat melihat bahwa pemilik barang dan Pengampa sama-sama saling membutuhkan walaupun yang membutuhkan usaha ini lebih membutuhkan karena jika mereka tidak mau menjalankan usaha ini istri atau anak atau keluarganya tidak akan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, Pengmpas hanya bisa mengatakan “ya” ketika ada permintaan dari pemilik barang, seperti membeli sendiri jenis barang yang dibutuhkannya atau kehabisan stok di gudang. Menurut pendapat peneliti, pembagian hasil oleh pemilik barang dengan amplas tidak bisa disebut bagi hasil, tetapi bagi hasil karena yang dibagi oleh amplas hanya keuntungan satu arah, oleh karena itu pembagian ini lebih tepat disebut bagi hasil, meskipun hasilnya sama dengan bagi hasil tetapi dalam akad bagi hasil itu ada aturannya sendiri.
Sepintas lalu, pembagian keuntungan yang diperoleh pemilik komoditi Amplas tidaklah adil karena pemilik komoditi menerima dua bagian dari hasil, sebagaimana diuraikan dalam Bab II. Praktek bagi hasil antara pemilik komoditi dan sander di Desa Telagawaru Perspektif Fikh Muamalah Perspektif Fikh Muamalah Telagawaru.
Praktik Bagi Hasil Antara Pemilik Barang Dengan Pengampas di Desa Telagawaru Perspektif Fikih Muamalah Telagawaru Perspektif Fikih Muamalah
Dalam praktiknya yang terjadi adalah pemilik barang tidak menyerahkan modalnya, tetapi Sanders mengambil barang yang diperlukan dari pemilik barang untuk dijual. Bisnis antara pemilik barang dan Pengmpas sudah berjalan sehingga tidak ada perjanjian bisnis yang ditetapkan pada saat akad. Dalam praktek ini salah jika dikatakan bahwa pemilik barang adalah sahibul al-mal/pemilik modal karena modal dipinjam dari bank dan Pemmpas tidak dapat dikatakan sebagai pengelola karena Pemmpas hanya bertanggung jawab atas penjualan. . barang dari pemilik, dan mereka yang.
Analisis rukun amalan antara pemilik barang dan para Pengampas ini tidak termasuk dalam akad mudharabah. Berdasarkan pengertian mudharabah di atas, melihat sistem bagi hasil antara pemilik barang dan Pemmpas, sama sekali tidak ada hubungannya dengan akad mudharabah. Dalam praktik bagi hasil antara pemilik barang dan Pengampas tidak berdasarkan akad bagi hasil secara mudharabah dan antara pemilik barang dan Pengampas tidak ada akad tertulis, mereka hanya menggunakan perjanjian lisan.
Persentase bagi hasil adalah 50% untuk pemilik barang dan 50% untuk Sanders dan divisi Sanders dibagi lagi menjadi 2 bagian. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah, praktik bagi hasil antara pemilik komoditas dan Pengamps di desa Telagaharu tidak dapat dikatakan sistem bagi hasil karena pemilik komoditas mendapat modal.
SARAN
Praktek yang dilakukan oleh karena itu terbatas pada pemilik barang memberikan barang untuk dijual, modal untuk membeli barang yang berasal dari pinjaman yang difasilitasi oleh mobil, dan kemudian mereka berbagi keuntungan yang dibuat sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan tanpa meninjau kembali aturan bagi hasil dalam Islam. Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Ekonomi Islam (Muamalah), (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014). Husrina, “Implementasi Bagi Hasil antara Petani Tembakau dan Pemilik Modal Perspektif Ekonomi Islam di Desa Kuripan Utara Lombok Barat”.