• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Ekstraksi Minyak dan Karotenoid dari Limbah Serat Mesokarp Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Optimasi Ekstraksi Minyak dan Karotenoid dari Limbah Serat Mesokarp Kelapa Sawit"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Optimasi Ekstraksi Minyak dan Karotenoid dari Limbah Serat Mesokarp Kelapa Sawit

Hotman Manurung1*, Donald Siahaan2,Benika Naibaho3, Rosnawyta Simanjutak4, Tumiur Gultom5

1,3,4,Prodi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen, Medan Indonesia

2Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan Indonesia

5Prodi Biologi Fakultas Matematika Ilmu Alam Universitas Negeri Medan, Indonesia

*Koresponden email: hotman.manurung@uhn.ac.id

Diterima : 12 November 2020 Disetujui : 13 Desember 2020

Abstract

The purpose of this study was to determine the comparison of Palm oil Mesocarp Fiber (POMF) with hexane solvents and the optimal length of time when extracting oil by cold maceration method and to find out the optimization of carotenoid extraction from POMF oil. The study was conducted in 2 stages: The first stage of oil extraction from POMF with a hexane treatment ratio factor with the weight of POMF and extraction time. Using a non-factorial complete random design. Phase 2 Optimization of carotenoid extraction using the solvolytic method. Using a completely randomized design with 2 factors treatment, namely: 1 Type of minor solvent Methyl ester (Me) caprylic-capric fatty acid (C8 -C10) and Me lauric- myristic fatty acid (C12-C14) and minor solvent concentration of 0.1% and 0.25%. Parameters analyzed in the first stage: oil content and Deterioration bleaching of index (DOBI). In the second stage the parameters are: carotenoid concentration, and DOBI. Optimal ratio of hexane to POMF weight is 1:40 (vol / g) with an oil content of 2.938%. Optimization of extraction time for 100 minutes with oil content of 4.104%. Optimization of carotenoid extraction from POMF oil is by using Me C8-C10 minor solvent with 0.1% amount of solvent which produces a carotenoid concentration of 302.444 ppm and a DOBI of 5.74. The increase in carotenoid concentration resulting from saponification reached 114.2 times that of carotenoid concentration in POMF oil.

Keywords: POMF, extraction, optimization, solvo, carotenoids Abstrak

Tujuan penelitian untuk mengetahui optimasi ekstraksi minyak dari limbah SMKS dan untuk mengetahui optimasi ekstraksi karotenoid dari minyak SMKS. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, tahap pertama ekstraksi minyak dari SMKS dengan faktor perlakuan perbandingan heksan dengan berat SMKS dan lama ekstraksi. Tahap ke 2 Optimasi ekstraksi karotenoid dengan dengan metode solvolitik dengan perlakuan : Jenis pelarut minor Metil ester (Me) kaprilat-kaprat (C8 –C10) dan Me laurat-miristat (C12-C14) dan konsentrasi pelarut minor 0,1% dan 0,25%. Parameter yang dianalisis: kadar minyak, Deterioration of Bleaching Index (DOBI), dan konsentrasi karotenoid. Optimasi perbandingan heksan dengan berat SMKS adalah 1:40 (vol/g) dengan kadar minyak 2,938%. Optimasi lama ekstraksi selama 100 menit dengan kadar minyak 4,104%. Optimasi ekstraksi karotenoid adalah dengan menggunakan pelarut minor Me C8- C10 dengan jumlah pelarut 0,1% yang menghasilkan konsentrasi karotenoid 302,442 ppm dan DOBI-nya 5,74. Peningkatan konsentrasi karotenoid hasil saponifikasi mencapai 114,2 kali dari konsentrasi karotenoid pada minyak SMKS.

Kata kunci: serat mesokarp sawit, ekstraksi, optimasi, solvo, karotenoid 1. Pendahuluan

Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PKS) sebagai industri penghasil CPO (Crude Palm Oil) dari tandan buah sawit (TBS) sarat dengan residu atau limbah. Pengolahan TBS menghasilkan CPO hanya 20-30%, sedangkan residu dapat mencapai 60-70% [1]. Satu ton TBS menghasilkan residu berupa serat mesokarp kelapa sawit (SMKS) 12-15% [2]. SMKS masih mengandung minyak 3,9% dan karotenoid 2305 ppm

(2)

kadar minyak 4,35%, sokhletasi 3,78%, dan refluks 4,94%. Sedangkan .[6] mengatakan bahwa SMKS mengandung minyak 5-6% berat kering

Ekstraksi karotenoid dari CPO secara umum adalah dengan solvolitik miselisasi (SM) melalui tahap transesterifikasi, solvolitik miselisasi, dan saponifikasi [7]. Namun sampai saat ini solvolitik miselisasi ini belum pernah diterapkan untuk mengekstraksi karotenoid dari minyak SMKS yang karakteristiknya berbeda dengan karakteristik CPO. Sehingga dibutuhkan penelitian optimasi ekstraksi karotenoid dari minyak SMKS. Faktor utama untuk meningkatkan konsentrat karotenoid pada SM adalah jenis dan jumlah pelarut minor [7]. Jenis pelarut berperan penting pada berbagai metode untuk ekstraksi karotenoid dari minyak kelapa sawit [8].

2. Metode Penelitian 2.1. Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah erlenmeyer vol.250 ml, labu destilasi, corong, timbangan analitik, spatula, shaker, alat destilasi vakum, reaktor esterifikasi, gelas ukur, timbangan spektrofotometer UV- visible 1700 (Shimadzu). Bahan yang digunakan adalah SMKS dari 4 PKS berlokasi di Sumatera Utara, kertas saring whatman, methanol (Merck), etanol (Merck), metil ester C8-C10, metil ester C12-C14, heksan p.a, NaOH (Brataco), petroleum eter (Merck).

2.2. Optimasi ekstraksi minyak dari serat mesokarp

Optimasi esktraksi minyak dari serat dilakukan dengan 2 tahap yaitu: 1) Optimasi perbandingan SMKS dengan pelarut heksan, dan 2) Optimasi lama maserasi.

2.3. Optimasi perbandingan SMKS dengan pelarut heksan

SMKS sebanyak 4-5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer Vol.250 mL. Lalu dimaserasi dengan heksan dengan perbandingan SMKS dengan heksan terdiri dari 6 taraf yaitu: 1:10; 1:20; 1:30; 1:40; 1:50;

dan 1:60. Lama maserasi 2,5 jam pada suhu kamar. Jumlah ulangan 3 kali. Setelah dimaserasi, heksan dipisahkan dari SMKS dengan cara menyaring dengan kertas saring ke dalam labu destilasi yang telah diketahui berat kosongnya. Heksan hasil saringan didestilasi dengan menggunakan rotary evaporator vakum. Hasil destilasi dengan rotary evaporator vakum disebut minyak mesokarp. Minyak mesokarp yang diperoleh dipekatkan kembali di dalam oven pada suhu 70oC selama ±1 jam. Lalu ditimbang sampai berat konstan. Kemudian dihitung rendemen atau kadar minyaknya. Pengaruh perbandingan SMKS dengan heksan diuji dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 0.05. Perbandingan SMKS dengan heksan yang optimal digunakan untuk mengetahui optimasi lama ektraksi.

Optimasi lama maserasi: SMKS sebanyak 4-5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer Vol.250 mL, lalu dimaserasi dengan heksan dengan perbandingan SMKS dengan heksan 1:40 (b/v) sesuai dengan hasil optimasi. Perlakuan lama maserasi terdiri atas 6 taraf: 20 menit; 40 menit; 60 menit; 80 menit 100 menit, dan 120 menit pada suhu ruang dan dilakukan dengan 3 kali ulangan. Setelah lama maserasi (sesuai perlakuan) selesai, pelarut dipisahkan dari SMKS dengan cara menyaring dengan kertas saring whatman ke dalam labu destilasi yang telah diketahui berat kosongnya. Heksan yang mengandung minyak didestilasi dengan menggunakan rotary evaporator vakum. Hasil destilasi dengan rotary evaporator vakum adalah minyak serat. Minyak serat yang diperoleh dipekatkan kembali di dalam oven pada suhu 70oC selama ±1 jam. Lalu ditimbang sampai berat konstan, kemudian dihitung rendemen atau kadar minyaknya. Pengaruh lama maserasi terhadap kadar minyak diuji dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 0,05. Tarap perlakukan lama maserasi, kadar minyak tidak meningkat lagi, dipilih sebagai optimasi lama maserasi.

2.4. Optimasi ekstraksi karotenoid dari Minyak Mesokarp

Minyak SMKS diperoleh dari maserasi SMKS dengan heksan dengan perbandingan SMKS :heksan (b/v) 1:40 dengan lama maserasi 100 menit. Optimasi ekstraksi karotenoid dari minyak SMKS dilakukan secara bertahap yaitu transesterifikasi, solvolitik miselisasi (SM), dan saponifikasi [7] seperti terlihat pada Gambar 1.

(3)

Gambar 1. Tahapan pembuatan konsentrat karotenoid dari minyak SKMS melalui transesterifikasi, solvolitik miselisasi, dan saponifikasi

3. Hasil Dan Pembahasan

3.1. Perbandingan serat mesokarp dengan heksan

Perbandingan serat mesokarp dengan heksan memberi pengaruh nyata (p>0,05) terhadap jumlah minyak yang terekstrak seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh perbandingan heksan (mL) dengan serat (g) terhadap kadar minyak (%) Perbandingan heksan

dengan serat (mL/g)

Rataan Kadar minyak (%) ± st dev

1:10 1.859a±0.023

1:20 2.355b±0,120

1:30 2.681c±0,038

1:40 2.938d±0,015

1:50 2.944d±0,029

1:60 2.942d±0,036

Keterangan: notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda sangat pada taraf 5%

Dari Tabel 1 terlihat bahwa peningkatan perbandingan heksan terhadap serat mesokarp dari 1:10 sampai 1:40 dapat meningkatkan secara nyata jumlah minyak yang terekstrak dari 1.859% menjadi 2,938%. Namun peningkatan perbandingan heksan terhadap serat mesokarp dari 1:40 sampai 1:60 tidak memberi pengaruh lagi terhadap jumlah minyak yang terekstrak. Oleh sebab itu perbandingan heksan dengan jumlah serat mesokarp (mL/g) yang mengekstrak minyak secara maksimal adalah 1:40.

Ref. [9] menyatakan jumlah pelarut berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi, tetapi jumlah berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak. Demikian juga dikatakan [10] bahwa jumlah pelarut berpengaruh terhadap banyaknya bahan yang diekstrak sampai titik keseimbangan. Hubungan heksan dengan serat mesokarp terhadap jumlah minyak yang terekstrak dapat dilihat pada Gambar 2.

Minyak SMKS

Metil ester

Lapisan kaya karotenoid

Konsentrat karotenoid Transesterifikasi: +

methanol dan KOH

Solvolitik miselisasi (SM): +Me

C8-C10 dan Me 12-14 C12-C14

Saponifikasi: + etanol, KOH dan petroleum eter

C12-C14

(4)

Gambar 2. Hubungan perbandingan heksan (ml) dengan serat (g) terhadap kadar minyak (%) Keterangan: R10= Perbandingan berat serat (g) dengan heksan (mL) 1:10

R20= Perbandingan berat serat (g) dengan heksan (mL) 1:20 R30= Perbandingan berat serat (g) dengan heksan (mL) 1:30 R40= Perbandingan berat serat (g) dengan heksan (mL) 1:40 R50= Perbandingan berat serat (g) dengan heksan (mL) 1:50 R60= Perbandingan berat serat (g) dengan heksan (mL) 1:60 3.2. Optimasi lama ekstraksi (menit) minyak serat mesokarp

Lama ekstraksi memberi pengaruh sangat nyata (p>0,01) terhadap kadar minyak hasil ekstraksi seperti terlihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa kadar minyak yang meningkat secara nyata dari 2,159% menjadi 4,104 % akibat peningkatan lama ekstraksi dari 20 menit menjadi 100 menit.

Tabel 2. Pengaruh lama (menit) ekstraksi terhadap kadar minyak serat mesokarp (%) Lama ekstraksi (menit) Rataan Kadar minyak (%)±stdev

20 2,159a±0,046

40 2,513b±0,075

60 3,024c±0,019

80 3,857d±0,073

100 4,104e±0,070

120 4,182e±0,044

Keterangan: notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada taraf 5%.

Namun Peningkatan lama ekstraksi menjadi 120 menit memberi pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan kadar minyak hasil ekstraksi. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka disimpulkan lama ekstraksi yang optimal adalah 100 menit. Ref [11] mengatakan semakin lama waktu ekstraksi maka terjadinya kontak antara pelarut dengan bahan semakin lama, sehingga jumlah difusi bahan aktif ke pelarut semakin meningkat sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di dalam dan di luar bahan ekstraksi. Apabila telah terjadi keseimbangan larutan di dalam dan di luar bahan ekstraksi, maka jumlah difusi bahan aktif tidak meningkat lagi walaupun lama waktu ekstraksi diperpanjang. Hubungan lama ekstraksi dengan kadar minyak terekstrak dapat dilihat pada Gambar 3.

(5)

Gambar 3. Hubungan lama maserasi (menit) dengan kadar minyak (%) 3.3. Ekstraksi karotenoid dari minyak SMKS

Transesterfikasi

Hasil ekstraksi karoten minyak SMKS pada proses transesterifikasi menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karotenoid dan DOBI dari 2648 ppm dan 2,39 pada bahan baku minyak limbah SMKS menjadi 8303 ppm dan DOBI mencapai 4,37. Transesterifikasi adalah konversi dari trigliserida minyak limbah SMS menjadi metil ester yang kaya karotenoid pada lapisan atas (berat jenis 0,89 g/mL) dan gliserol pada lapisan bawah (berat jenis 1,24 g/mL). Karotenoid yang semula terdapat pada minyak berpindah masuk ke metil ester, karena karotenoid lebih larut pada metil ester dibandingkan pada gliserol [12]. Peningkatan kadar karotenoid dari 2648 ppm menjadi 8303 ppm disebabkan jumlah metil ester lebih sedikit dibandingkan jumlah minyak sebelum transesterifikasi. Sedangkan peningkatan DOBI mengindikasikan bahwa karotenoid yang teroksidasi ikut larut didalam gliserol. sehingga perbandingan karotenoid yang tidak teroksidasi dengan karotenoid teroksidasi meningkat. DOBI adalah nisbah antara serapan pada absorbans 456 nm dan 269 nm yang menunjukkan jumlah karoten per karoten teroksidasi [13].

Pengaruh jenis dan konsentrasi metil ester terhadap kadar karotenoid, recovery dan DOBI hasil solvolitik

Jenis dan konsentrasi metil ester memberi pengaruh nyata (P>0.05) terhadap kadar karotenoid, recovey karotenoid tetapi memberi pengaruh tidak nyata (p<0.05) terhadap DOBI. Untuk mengetahui perlakuan yang memberi pengaruh nyata terhadap kadar karotenoid dan recovery dilakukan uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa jenis metil ester C8-C10 dan metil ester C12-C14 dapat meningkatkan konsentrasi karotenoid secara nyata bila dibandingkan pada perlakuan kontrol (tanpa penambahan metil ester). Konsentrasi karotenoid tertinggi (10.707,5 ppm) dan persentase recovery (87,09%) diperoleh pada solvolitik dengan menggunakan pelarut minor Me C8-10 dengan konsentrasi 0,1%.

Tabel 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi metil ester terhadap konsentrasi karotenoid recovery dan DOBI hasil solvo

Jenis metil ester dan konsentrasi

Konsentrasi karotenoid (ppm) ± Std. deviasi

Recovery karotenoid (%)

Nilai DOBI

Kontrol 8.303a±0,25 83,66c±0,03 4,37±0,13

Me C8-10 0,1% 10.707,5c±260,38 87,09a±0,024 4,33±0,63

Me C8-10 0,25% 9.221,25b±493,05 64,67b±0,011 4,54±0,04

Me C12-14 0,1% 10.150,5c±435,68 73,54a±0,009 4,32±0,16

Me C12-14 0,25% 9.990bc±1035,91 62,74c±0,002 4,34±0,07

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada taraf 5% pada uji Duncan.

Peningkatan konsentrasi karotenoid akibat penambahan metil ester (C8-C10 dan C12-14) dapat

(6)

ester ini justru berikatan dengan karotenoid sehingga konsentrasi karotenoid menjadi turun. Parameter yang berpengaruh dalam proses sovolitik miselisasi salah satu diantaranya adalah jenis dan jumlah pelarut utama dan minor [12].

Pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai DOBI konsentrat karotenoid berkisar 4,32-4,54. Nilai DOBI ini lebih tinggi dari nilai DOBI minimum CPO 2,7 [14]. Hal ini menunjukkan karotenoid hasil solvo masih berkualitas tinggi, sehingga sangat potensial digunakan sebagai pewarna alami pangan dan sebagai antioksidasi

Pengaruh jenis dan konsentrasi metil ester terhadap kadar karotenoid dan DOBI hasil saponifikasi Jenis dan konsentrasi metil ester memberi pengaruh nyata (P>0.05) terhadap kadar karotenoid hasil saponifikasi. Untuk mengetahui perlakuan yang memberi pengaruh nyata terhadap kadar karotenoid dilakukan uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 4. Dari Tabel 4 terlihat bahwa konsentrasi karetonoid paling tinggi yaitu 302.442 ppm dihasilkan pada jenis pelarut MeC8-10 dengan jumlah 0,01% berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 4. Pengaruh jenis dan konsentrasi metil ester terhadap konsentrasi karotenoid hasil saponifikasi

Jenis metil ester dan konsentrasi

Rataan konsentrasi karotenoid (ppm)±standar deviasi

Nilai DOBI

Kontrol 224.438a±3,23 5,70c±0,06

Me C8-10 0.1% 302.442d±10,286 5,74c±0,04

Me C8-10 0.25% 236.708b±2,549 5,10a±0,06

Me C12-14 0.1% 271.640c±1,906 5,78c±0,16

Me C12-14 0.25% 145.091a±2,675 5,44b±0,05

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada taraf 5% pada uji Duncan.

Peningkatan konsentrasi karotenoid pada tahap penyabunan disebabkan. terjadinya proses penyabunan monogliserida dan ester yang masih tersisa pada konsentrat karotenoid hasil SM. [15]

melaporkan ekstrak hasil solvo masih mengandung ester 98,3% dan monogliserida 1,67%. Pada proses penyabunan lapisan kaya karoten berada di atas, sedangkan lapisan sabun terdapat pada lapisan bawah.

Penyisihan bahan yang disabunkan mengakibatkan kadar konsentrat karotenoid meningkat (semakin pekat). Pada proses penyabunan ester dan asam lemak bebas diubah menjadi sabun dan larut di dalam air pada lapisan bawah [16].

Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai DOBI konsentrat karotenoid hasil saponifikasi berkisar 5,10-5,78 lebih tinggi dari nilai DOBI hasil solvo seperti pada Tabel 3. Peningkatan nilai DOBI hasil sapon kemungkinan disebabkan karotenoid yang mengalami oksidasi berkurang karena kehilangan sifat kimianya sehingga dapat disabunkan. Nilai DOBI yang tinggi ini menunjukkan karotenoid yang mengalami oksidasi atau isomerisasi relatif sedikit. Menurut [17] nilai DOBI minyak sawit dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu: DOBI< 1,7 (jelek); 1,7<DOBI<2,3(Kurang baik); 2,4<DOBI 2,9 (cukup baik); dan DOBI>2,9 (baik).

4. Kesimpulan

Perbandingan jumlah serat mesokarp 1:40 (vol/berat) menghasilkan kadar minyak yang optimum yaitu 2.938% dan lama ekstraksi yang optimum adalah 100 menit dengan kadar minyak 4,104%. Pelarut minor Me C-8-10 0,1% menghasilkan kadar karotenoid tertinggi sebesar 302,442 ppm dengan nilai DOBI 5,74.

Pada saat mengekstraksi minyak dari SMKS agar dilakukan selama 100 menit dengan perbandingan serat dengan pelarut heksan 1:40 (vol/b). Sedangkan untuk mengekstrak karotenoid dari minyak SMKS secara solvolitik agar menggunakan Me C8-10 sebanyak 0,01%.

5. Referensi

[1] E. I. Ohimain, S. C. Izah, and F. A. U. Obieze, “Material-mass balance of smallholder oil palm processing in the Niger Delta, Nigeria,” Adv. J. Food Sci. Technol., vol. 5, no. 3, pp. 289–294, 2013, doi: 10.19026/ajfst.5.3259.

(7)

[2] M. A. Nasution, T. Herawan, and M. Rivani, “Analysis of Palm Biomass as Electricity from Palm Oil Mills in North Sumatera,” in Energy Procedia, 2014, vol. 47, pp. 166–172. doi:

10.1016/j.egypro.2014.01.210.

[3] H. Manurung, J. Silalahi, D. Siahaan, and E. Julianti, “The re-extraction of oil from oil palm empty fruit bunch residues and oil palm mesocarp fibers and measures in reducing greenhouse gas emission,” Asian J Agri Biol, vol. 5, no. 4, pp. 346–354, 2017.

[4] Y. Olisa and K. . Kotingo, “Utilization Of Palm Empty Fruit Bunch (Pefb) As Solid Fuel For Steam Boiler,” Eur. J. Eng. Technol., vol. 2, no. 2, 2014, [Online]. Available: www.idpublications.org [5] T. Neoh, B. K., D. Y. M., Zain, M.Z.M., and A. Junaidi, “Palm pressed fibre oil: A new opportunity

for premium hardstock?,” Int. Food Res. J., vol. 18, pp. 769–773, 2011.

[6] S. S. Teh, H. L. N. Lau, and S. H. Mah, “Palm-Pressed Mesocarp Fibre Oil as an Alternative Carrier oil in Emulsion,” J. Oleo Sci., vol. 68, no. 8, pp. 803–808, 2019, doi: 10.5650/jos.ess19098.

[7] Lamria, M., & Soerawidjaja, T. H. Solvoltylic micellization dalam penjumputan karoten dari biodiesel sawit. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 5(1), 332-340. 2018.

[8] A. Sudibyo and Sardjono, “Teknologi Esktrasi Dan Cara Pemisahannya Untuk Mendapatkan Kembali Karotenoid Dari Minyak Sawit: Suatu Tinjauan,” J. Ris. Teknol. Ind., vol. 9, no. 1, pp. 80–

95. 2015.

[9] Heldman, D. R., Lund, D. B., & Sabliov, C. (Eds.). Handbook of food engineering. CRC press.

2018

[10] Santosa, S. Penganter Praktikum Operasi Teknik Kimia 1. Malang: Polinema. 2018.

[11] A. D. Susanti, D. Ardiana, G. G. P., and Y. B. G., “Polaritas Pelarut Sebagai Pertimbangan Dalam Pemilihan Pelarut Untuk Ekstraksi Minyak Bekatul Dari Bekatulvarietas Ketan (Oriza Sativa Glatinosa),” Simp. Nas. RAPI XI FT UMS-2012, 2012.

[12] M. Lamria and T. H. Soerawidjaja, “Solvoltylic micellization dalam penjumputan karoten dari biodiesel sawit,” J. Tek. Kim. Indones., vol. 5, no. 1, pp. 332–340, Oct. 2018, doi:

10.5614/JTKI.2006.5.1.1.

[13] Loekito, H. Teknologi pengelolaan limbah industri kelapa sawit. Jurnal Teknologi Lingkungan, 3(3). 2011.

[14] Al Amin, M., Ali, M. A., Alam, M. S., Nahar, A., & Chew, S. C. Oxidative degradation of sunflower oil blended with roasted sesame oil during heating at frying temperature. Grain & Oil Science and Technology. 2022.

[15] F. Sinaga, Pemekatan karoten dengan cara solvolytic mizellization dari minyak hasil ekstraksi limbah serat pengepresan buah sawit. Medan: Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. 2015.

[16] Wardani, T. S. Identifikasi jenis jamur kelas basidiomycetes pada limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di PT. Agro Bukit Kalimantan Tengah (Doctoral dissertation, IAIN Palangka Raya).

2016.

[17] I. Pahan, Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar.

Jakarta, 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis resiko yang dijumpai di perusahaan Resiko Korporat Resiko Eksternalitas Resiko Strategis Resiko Operasional Resiko Keuangan Resiko pasar Resiko proses Resiko SDM