Outline Metpen NonPositivis 1. Judul
Fenomenologi Transendental dalam Transparansi dan Akuntabilitas Performance Based Budgeting
2. Latar Belakang
, Ketimpangan kontrol pemerintah pusat → krisis multidimensional
Otonomi daerah & reformasi sektor publik
Munculnya New Public Management (NPM) → fokus pada transparansi & akuntabilitas
UU No. 17/2003, Inpres No. 7/1999, dan berbagai regulasi → mendorong penggunaan performance based budgeting (PBB)
Transparansi dan akuntabilitas anggaran masih lemah (bukti: opini BPK, kasus korupsi, rendahnya akses publik)
\
Meskipun Kabupaten Sinjai berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK selama delapan tahun berturut-turut, BPK menemukan kekurangan volume pada tujuh paket pekerjaan proyek di empat SKPD pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam
pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Pemerintah Kabupaten Sinjai berencana mengalokasikan anggaran miliaran rupiah untuk merevisi Perda No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Rencana ini menuai sorotan publik karena dianggap tidak transparan dan berpotensi terjadi penyimpangan anggaran.
Fenomena-fenomena di atas menunjukkan bahwa meskipun Kabupaten Sinjai telah meraih opini WTP dari BPK, masih terdapat tantangan dalam implementasi transparansi dan akuntabilitas anggaran.
Sejumlah UMKM di Kabupaten Sinjai melaporkan bahwa pembayaran atas jasa yang telah mereka berikan kepada Pemkab, seperti penyediaan konsumsi untuk kegiatan pemerintah, mengalami keterlambatan yang signifikan. Beberapa pengusaha bahkan menyatakan bahwa penundaan ini telah berlangsung lebih dari satu tahun, dengan nilai utang yang bervariasi, mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah. Akibatnya, beberapa pelaku usaha mengalami kesulitan keuangan yang serius, bahkan ada yang terpaksa menutup usahanya.
Isu ini telah menjadi perhatian publik dan dibahas dalam forum resmi, termasuk rapat dengar pendapat (RDP) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sinjai. Dalam salah satu debat publik Pilkada Sinjai 2024, calon bupati mengakui adanya penundaan pembayaran tersebut dan menyebutkan bahwa hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan daerah.
🔹 Relevansi dengan Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran:
Fenomena ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran dengan praktik di lapangan. Meskipun Pemkab Sinjai telah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), adanya utang yang belum dibayarkan kepada UMKM menunjukkan potensi kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana informasi keuangan disampaikan kepada publik dan sejauh mana pemerintah daerah bertanggung jawab atas kewajiban finansialnya.
/
Konteks pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam reformasi sektor publik
Tantangan implementasi performance-based budgeting di daerah
Relevansi otonomi daerah dan good governance
Fenomena ketidakterbukaan, penyimpangan anggaran, dan lemahnya akuntabilitas
a. Pernyataan masalah (Fenomena) b. Motivasi penelitian
3. Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat
Bagaimana makna transparansi dan akuntabilitas performance-based budgeting dimaknai oleh aktor-aktor di pemerintahan daerah?
Bagaimana makna transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi performance based budgeting di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah?
Tujuan Penelitian
Memahami makna transendental dari transparansi dan akuntabilitas dalam praktik performance-based budgeting di pemerintah daerah
Manfaat Penelitian
Teoretis: Memperkaya kajian fenomenologi dalam konteks akuntansi sektor publik
Praktis: Memberikan insight kepada pemerintah daerah dalam merancang sistem anggaran yang lebih transparan dan akuntabel
4. Metodologi Penelitian ,Metode Penelitian
Pendekatan: Kualitatif
Paradigma: Interpretif
Metode: Fenomenologi Transendental (Husserl)
Teknik Analisis:
o Epoche (menangguhkan pengalaman peneliti)
o Reduksi data → tema makna
o Deskripsi tekstural & struktural pengalaman informan
Informan: Tim eksekutif anggaran Pemprov Kalimantan Tengah
Sumber data: Wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumen resmi Berdasarkan rumusan masalah yang ingin dija wab, maka penelitian ini dibawa pada pendekatan kualitatif. Alasan menggunakan pendekatan kualitatif didasarkan pada tujuan penelitian yang ingin mema hami makna transparansi dan akuntabilitas perfor mance based budgeting Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sehingga pemahaman secara mendalam akan dapat diperoleh dengan pendekatan kualitatif tersebut. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma interpretif untuk memahami dan menjelaskan fenomena fenomena yang terjadi dalam transparansi dan akun tabilitas performance based budgeting Pemerintah
Penjelasan PPT
Berikut penjelasan singkat berdasarkan artikel tersebut untuk setiap poin:
🔹 Otonomi daerah & reformasi sektor publik
Pemberian otonomi daerah merupakan respons terhadap krisis multidimensional dan
ancaman disintegrasi bangsa pasca-reformasi. Otonomi ini menuntut reformasi sektor publik, baik dalam hal kelembagaan maupun manajemen publik, untuk menciptakan pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, sebagai bagian dari upaya mewujudkan good governance.
🔹 Munculnya New Public Management (NPM) → fokus pada transparansi
& akuntabilitas
NPM menjadi paradigma baru dalam manajemen sektor publik yang mengadopsi prinsip- prinsip manajemen swasta ke dalam sektor publik. Fokus utama NPM adalah pada
peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas, yang diwujudkan melalui sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting).
🔹 UU No. 17/2003, Inpres No. 7/1999, dan berbagai regulasi → dorong penggunaan performance based budgeting (PBB)
Regulasi seperti:
UU No. 17/2003 (Keuangan Negara),
Inpres No. 7/1999 (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah),
PP No. 20 dan 21 Tahun 2004, serta
SK dan Permenpan terkait AKIP
mendorong pergeseran dari penganggaran tradisional ke performance based budgeting (PBB), yaitu penganggaran yang berorientasi pada hasil (output) dan pencapaian kinerja.
🔹 Transparansi dan akuntabilitas anggaran masih lemah (bukti: opini BPK, kasus korupsi, rendahnya akses publik)
Meskipun regulasi sudah mendorong transparansi, praktik di lapangan masih jauh dari harapan:
Banyak daerah, termasuk Kalimantan Tengah, mendapat opini “Tidak Wajar” (TW) dari BPK.
Kasus korupsi sering terjadi karena penyalahgunaan dana dan kurangnya pengawasan, baik oleh eksekutif maupun legislatif.
Akses masyarakat terhadap dokumen anggaran masih terbatas, bahkan sekadar melihat APBD pun sulit dilakukan di beberapa daerah.
Otonomi daerah dan reformasi sektor publik di Indonesia telah mendorong perubahan signifikan dalam tata kelola pemerintahan, terutama dengan hadirnya pendekatan New Public Management (NPM) yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor publik. Sejalan dengan itu, berbagai regulasi seperti Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 mendorong penerapan sistem anggaran berbasis kinerja atau performance based budgeting (PBB) guna menciptakan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran negara.
Namun demikian, di lapangan, transparansi dan akuntabilitas anggaran masih menjadi tantangan. Hal ini tercermin dari berbagai opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil, maraknya kasus korupsi, serta rendahnya akses publik terhadap informasi keuangan daerah. Salah satu contoh nyata adalah kasus yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Sinjai, di mana terjadi penundaan pembayaran utang kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) meskipun pemerintah daerah tersebut telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pencapaian administratif dengan realitas
pelaksanaan anggaran, serta menyoroti perlunya penguatan implementasi prinsip transparansi dan akuntabilitas di tingkat daerah.
🔹 Jenis Penelitian:
Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena tujuan utamanya adalah untuk memahami makna transparansi dan akuntabilitas dalam performance-based budgeting di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, bukan untuk menguji hipotesis secara kuantitatif.
🔹 Pendekatan:
Fenomenologi Transendental (Husserlian)
Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi transendental yang dipengaruhi oleh gagasan Edmund Husserl. Pendekatan ini bertujuan untuk:
o Mengungkap esensi pengalaman subjektif informan,
o Menyelami kesadaran mereka atas fenomena transparansi dan akuntabilitas anggaran,
o Menghindari bias pribadi peneliti melalui proses epoche (menggantungkan asumsi/aspek subjektif peneliti).
🔹 Paradigma:
Paradigma Interpretif
Digunakan untuk memahami dunia sosial dari sudut pandang orang-orang yang
mengalaminya secara langsung. Ini cocok untuk melihat bagaimana aktor-aktor pemerintah memaknai praktik anggaran berbasis kinerja secara langsung dari pengalaman mereka.
🔹 Subjek Penelitian (Informan):
Tim Eksekutif Anggaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang:
o Terlibat langsung dalam pengambilan keputusan,
o Memiliki pengalaman dalam pelaksanaan performance based budgeting.
🔹 Teknik Pengumpulan Data:
1. Wawancara mendalam dengan informan kunci,
2. Observasi partisipatif, peneliti terlibat langsung dalam konteks sosialnya,
3. Telaah dokumen: seperti laporan keuangan, LAKIP, dokumen perencanaan, dan publikasi resmi.
🔹 Analisis Data:
Mengikuti langkah-langkah fenomenologi transendental menurut Creswell (1998):
1. Epoche: Peneliti menyisihkan pengalamannya sendiri agar fokus pada pengalaman subjek.
2. Deskripsi Tekstural: Menjelaskan apa yang dialami oleh informan.
3. Deskripsi Struktural: Menjelaskan bagaimana pengalaman itu terjadi dalam konteks dan kondisi tertentu.
4. Sintesis Makna dan Esensi: Menggambarkan makna terdalam dari pengalaman tersebut.