• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Tuan Guru Di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam penentuan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Pandangan Tuan Guru Di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam penentuan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN TUAN GURU DI LOMBOK TENGAH TERHADAP PERBEDAAN DALAM PENENTUAN HARI RAYA IDUL ADHA

TAHUN 2022 M/1443 H ANTARA ARAB SAUDI DENGAN INDONESIA

Oleh Nur Safitri NIM 180204039

PROGRAM STUDI ILMU FALAK FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2023

(2)

i

PANDANGAN TUAN GURU DI LOMBOK TENGAH TERHADAP PERBEDAAN DALAM PENENTUAN HARI RAYA IDUL ADHA

TAHUN 2022 M/1443 H ANTARA ARAB SAUDI DENGAN INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh Nur Safitri NIM 180204039

PROGRAM STUDI ILMU FALAK FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2023

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

(7)

vii MOTTO

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan kepadamu (kebahagian) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Q.S Al-Qashas: 77).

(8)

viii

PERSEMBAHAN

“ Kupersembahkan skripsi ini untuk Bapakku Munasip dan Ibukku Suhaini, serta saudara- saudariku Dhea Rozal dan Asih Zurpiani, keponakanku Bagas Arkana Saputra, Bibikku Dwi Ayuning Lestari, S. P dan patnerku Yuda Pratama, almamaterku, semua guru, dosen dan juga sahabat-sahabat seperjuangan di UIN Mataram”

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad, juga kepada keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya.

Aamiin.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut.

1. Dr. Arino Bemi Sado, S.Ag.,M.H. sebagai Pembimbing I dan Nur Nadiyah Syuhada, MT. sebagai Pembimbing II yang memberikan bimbingan, motivasi, dan koreksi mendetail, terus-menerus, dan tanpa bosan di tengah kesubukannya dalam suasana keakraban menjadikan skripsi ini lebih matang dan cepat selesai;

2. Dr. Arino Bemi Sado, S.Ag.,M.H sebagai ketua program studi Ilmu Falak, dan Bapak Muhammad Saleh Sofyan, M.H selaku sekretaris program studi Ilmu Falak yang telah memberikan banyak bantuan dan masukan kepada penulis;

3. Dr. Moh. Asyiq Amrulloh, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah;

4. Prof. Dr. H. Masnun, M.Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah memberi tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernah selesai.

5. Cinta pertama dan pantuanku, Ayahanda Munasip. Beliau memang tidak sempat merasakan pendidikan sampai bangku perkuliahan, namun beliau mampu mendidik penulis, memotivasi, memberikan dukungan hingga penulis mampu menyelesaikan studinya sampai sarjana.

6. Pintu surgaku, ibunda Suhaini. Beliau sangat berperan penting dalam menyelesaikan program studi penulis, beliau juga memang tidak

(10)

x

sempat merasakan pendidikan sampai di bangku perkuliahan, tapi semangat, motivasi serta do’ a yang selalu beliau berikan hingga penulis mampu menyelesaikan studinya sampai sarjana.

7. Kepada sahabat-sahabat seperjuagan Ifastro B 2018 dan keluarga besar Ilmu Falak yang telah memberikan peneliti pengalaman dan support selama perkuliahan. dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

8. My best partner Dhea Rozal, Asih Zurpiani, keponakan ku Bagas Arkana Saputra, Dwi Ayuning Lestari, S. P dan Yuda Pratama, terimakasi segala bantuan, waktu, support dan kebaikan yang diberikan kepada penulis disaat masa sulit mengerjakan skripsi ini.

9. Bapak Tuan guru di Kabupaten Lombok Tengah yang telah memberikan support dan meluangkan waktunya sehingga penulis dapat segera menemukan data-data yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini;

Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat-ganda dari Allah Swt. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi orang lain. Aamiin.

Mataram, 2023

Penulis,

Nur Safitri Nim: 180204039

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL. ... I

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN LOGO. ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... iii

NOTA DINAS PEMBIMBING. ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PEMBIMBING ... v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI. ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR. ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. ... 1

B. Rumusan Masalah. ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Ruang Lingkup Dan Setting Penelitian. ... 4

E. Telaah Pustaka ... 5

F. Kerangka Penelitian ... 8

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II PERBEDAAN DALAM PENENTUAN HARI RAYA IDUL ADHA PERSPEKTIF TUAN GURU DI LOMBOK TENGAH A. Gambaran Umum Profil Tuan Guru ... 17

B. Pemahaman Tuan Guru di Lombok Tengah terhadap Perhitungan awal bulan, dan metode penentuan hari raya Idul Adha oleh Tuan Guru di Lombok Tengah ... 19 C. Data Astronomi Terhadap Perbedaan Hari Raya Idul

Adha Tahun 2022 M/1443 H Antara Arab Saudi

(12)

xii

Dengan Indonesia ... 32

BAB III ANALISIS PERBEDAAN PENENTUAN HARI RAYA IDUL ADHA PERSPEKTIF TUAN GURU DI LOMBOK TENGAH A. Analisis pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hri Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia ... 35

B. Analisis tinjauan astronomi terhadap perbedaan dalam menentukan hari raya Idul Adha tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia ... 53

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 62 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Profil Tuan Guru di Lombok Tengah, 17.

Tabel 3.2 Pandangan Tuan Guru Tentang Perbedaan Hari Raya Idul Adha, 35 .

Tabel 3.3 Data Perhitungan Awal Bulan Dzulhijjah Tahun 1443 H, 53.

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto Saat Wawancara Lampiran 2 Kartu Konsul Skripsi 1 Lampiran 3 Kartu Konsul Skripsi 2

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Dari Pihak Kampus UIN Mataram Lampiran 5 Keterangan Turnitin

Lampiran 6 Sertifikat Bebas Pinjam Perpustakaan UIN Mataram

(15)

xv

PANDANGAN TUAN GURU DI LOMBOK TENGAH TERHADAP PERBEDAAN DALAM PENENTUKAN HARI RAYA IDUL ADHA

TAHUN 2022 M/ 1443 H ANTARA ARAB SAUDI DENGAN INDONESIA

Oleh:

Nur Safitri NIM 180204039

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan perbedaan penentuan Hari Raya Idul Adha di Lombok Tengah. Penentuan ini didasarkan kepada pemahaman tuan guru yang dikenal dengan metode rukyatul hilal.

Pemerintah mempunyai kebijakan terhadap penetapan Hari Raya Idul Adha sehingga masyarakat maupun tuan guru di Lombok Tengah tidak lagi mengalami berselisih paham mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha di Arab Saudi dengan Indonesia. Berkenan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan tuan guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia serta bagaimana perspektif Astronominya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan (field research). Dalam pengumpulan data, penelitian menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Tuan Guru di Lombok Tengah tidak mempersalahkan perbedaan Hari Raya Idul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia dikarenakan Tuan Guru di Lombok Tengah mengikuti perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah yang mana pemerintah menggunakan metode Imkanur Rukyat dan menggunakan Ormas yaitu Nahdatul Ulama (NU), NW, NWDI, dan Muhammadiyah melalui kebijakan dalam menetapkan Hari Raya Idul Adha pada saat sidang isbat sebagai upaya pemerintah untuk mempersatukan dan pada dasarnya perbedaan tetap selalu ada akan tetapi saling menghormati.

Kata Kunci: Tuan Guru, Idul Adha, Arab Saudi, Indonesia.

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zaman Nabi Muhammad SAW, digunakan rukyat untuk menentukan awal bulan kamariah baru, termasuk bulan-bulan ibadah yang meliputi Ramadan, Syawal, Dzulhijah dan Muharram. Di zaman Nabi Muhammad SAW, penggunaan rukyat itu tidak ada masalah karena umat Islam baru ada di kawasan Jazirah Arab saja, sehingga apabila hilal terlihat atau tidak terlihat di situ tidak timbul masalah bagi kawasan lain karena di kawasan lain itu belum ada umat Islam.

Setelah kaum Muslimin menyebar ke kawasan lebih luas, hingga di seluruh muka Bumi seperti pada saat sekarang, maka terlihat dan tidak terlihatnya hilal di Jazirah Arab atau pada suatu tempat membawa masalah bagi kawasan lain karena rukyat itu terbatas jangkauannya di atas muka Bumi.

Sejumlah ibadah di dalam Islam dikaitkan dengan waktu yang ditentukan. Itulah sebabnya kalender Islam menjadi sedemikian penting, karena langsung berkaitan dengan peribadatan. Beberapa ibadah dalam Islam yang menggunakan patokan waktu secara eksplisit adalah shalat, puasa, dan hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha.

Kecuali shalat Idul Fitri dan Idul Adha yang penetapannya terkait dengan penentuan bulan Syawal dan Dzulhijah.1

Penentuan awal bulan Kamariah secara Ilmu Falak atau Astronomi adalah dengan menghitung terjadinya ijtima’

(konjungsi), yaitu pada saat Bulan tepat berada di antara Bumi dan Matahari, dimana posisi Matahari dan Bulan memiliki nilai bujur astronomi yang sama, serta menghitung posisi Hilal saat Matahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi tersebut. Artinya, jika ijtima’

terjadi sebelum Matahari terbenam, maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal 1 bulan berikutnya. Akan tetapi ketika ijtima’ terjadi sesudah Matahari terbenam, maka malam itu dan

1 Agus Mustofa, Jangan Asal Ikut-ikutan Hisab & Rukyat, Surabaya: PADMA press, hlm.86-87.

(17)

2

keesokan harinya merupakan hari ke-30 bulan yang sedang berlangsung. Sebagaimana didalam al-Qur’ an dan Hadits mengenai pemahaman bulan Kamariah yang menunjukan bahwa peredaran Bulan menjadi pedoman penentuan bulan baru dalam kalender Hijriah, maka hal itu dapat diketahui dengan terlihatnya bulan sabit muda (hilal). Sebagian umat Islam ada yang memahami bahwa penetapan awal bulan Kamariah harus sesuai dengan penetapan Arab Saudi. Apabila disana dinyatakan bahwa hilal telah terlihat, maka negara-negara lain mengikuti pernyataan tersebut. Sementara itu ada pula pendapat yang menyatakan bahwa untuk penetapan bulan Dzulhijah saja yang wajib mengikuti Arab Saudi, dikarenakan penetapan bulan Dzulhijah berhubungan dengan pelaksanaan ibadah haji dan wukuf di Arafah.2

Tahun 2022 ini, terjadi perbedaan penetapan tanggal 1 Dzulhijjah, antara kerajaan Arab Saudi dengan Indonesia, termasuk yang ada di wilayah Lombok Tengah. Arab Saudi menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada hari kamis yang bertepatan dengan tanggal 30 Juni 2022, sedangkan di Indonesia, 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Jum’ at yang bertepatan dengan tanggal 1 Juli 2022, perbedaan ini berimplikasi pada perbedaan waktu penetapan tanggal Hari Raya Idul Adha. Arab Saudi menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Sabtu yang bertepatan dengan tanggal 9 Juli 2022, sedangkan di Indonesia menetapkan bahwa Hari Raya Idul Adha yaitu jatuh pada hari Ahad, tanggal 10 Juli 2022. Terjadinya perbedaan tersebut menjadi perbincangan hangat bagi kalangan tokoh agama atau Tuan Guru terutama yang berada di Lombok Tengah, yang melibatkan berbagai pihak, dari yang mengerti permasalahannya sampai pada lapisan masyarakat yang paling awam. Banyak di antaranya yang memanfaatkan momen ini untuk menyalahkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama sebagai pihak yang menetapkan hari Ahad sebagai waktu pelaksanaan hari raya Idul Adha.

Sebagian lainnya mempertanggung jawabkan perbedaan ini berkaitan

2 Syamsul Anwar, Hari Raya dan Problematika Hisab Rukyat, Yogyakarta:

Suara Muhammadiyah, Cet.I, 2008, hlm. 43.

(18)

3

dengan adanya larangan puasa pada hari raya Idul Adha dan waktu pelaksanaan penyembelihan qurban.

Dalam sebuah hadits disebutkan :

Artinya: “ Telah menceritakan kepada kami Yahya at-Tamimi dan Qutaibah bin Sa’ id semuanya dari Hammad berkata Yahya telah memberitahuku Hammad bin Zaid dari Ghailan dari Abdillah bin Ma’ bad az-Zimani dari Abi Qatadah, Rosulullah Shallallahu

‘ Alalaihi wa Sallam berkata : puasa hari Arafah aku berharap kepada Allah agar penebus (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya” (HR Muslim no. 1976)3. Oleh karena itu timbul perbedaan jatuhnya hari raya Idul Adha antara Indonesia dan Arab Saudi, sehingga menjadi masalah kapan orang Indonesia beridul Adha apakah harus mengikuti Makkah atau sesuai dengan penanggalan kamariah di Indonesia. Terlebih adanya keraguan di kalangan umat Islam ketika melihat realitas di Arab Saudi telah melaksanakan salat Idul Adha dan ibadah kurban, sedangkan di Indonesia masih melaksanakan puasa Arafah yang diakibatkan perbedaan memasuki awal bulan Dzulhijah, sehingga ada rasa khawatir akan keabsahan puasa Arafah yang dilaksanakannya.

Penelitian ini bermaksud menjelaskan kembali aspek latar belakang terjadinya perbedaan dan teori-teori yang digunakan oleh pendapat tuan guru yang pemahaman terhadap teks-teks keagamaan, baik al-Qur’ an maupun hadis Nabi saw. Bukan perbedaan karena salah satu pihak “ lebih tahu” atau “ lebih benar” dari pihak lainnya.

3Imam Muslim, Shaih Muslim, (Maktabah Syamilah, tt.) Jilid 6. Hlm. 1976.

(19)

4

Dari kejadian inilah yang membuat peneliti tertarik dan menjadikan suatu acuan penelitian yang mendalam mengenai pendapat Tuan Guru terhadap perbedaan dalam penentuan Hari Raya Idul Adha.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai “Pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah Terhadap Perbedaan Dalam Penentuan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan tuan guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia?

2. Bagaimana persepektif Astronomi terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

b. Untuk mengetahui persepektif Astronomi terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis

Secara teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dedikasi bagi perkembangan ilmu falak dalam menentukan penetapan hari raya Idul Adha.

b. Secara Praktis

Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan yang ada di masyarakat dalam menyikapi perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

(20)

5

Pembatasan masalah dalam penelitian ini dikemukakan agar tidak terjadi pembahasan yang keluar dari fokus masalah yang ingin diteliti, maka dalam hal ini peneliti akan memfokuskan untuk meneliti terkait dengan pandangan Tuan Guru yang ada di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

Setting penelitian ini adalah lingkungan, tempat atau wilayah yang direncanakan oleh peneliti untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Dengan demikian Settiing atau lokasi penelitian ini dilakukan di Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka ini dilakukan guna mendapatkan gambaran mengenai hubungan pembahasan dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan peneliti sebelumnya, proposal ini mengkaji tentang pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia, Adapun beberapa penelitian yang mirip atau berkaitan dengan judul proposal di atas. Di antaranya:

1. Penelitian ini di tulis oleh Imam Ghozeli dengan judul

“Pandangan Muhammadiyah Dalam Penetapan Hari Raya Idul Adha” Dalam penelitian ini membahas tentang analisis dasar hukum penetapan Dzulhijah Muhammadiyah dan analisis penetapan Idul Adha 1436 H Muhammadiyah. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah memiliki pemahaman mengenai puasa Arafah yang tidak harus bersamaan dengan jamaah haji yang melaksanakan wukuf di Arafah ketika terjadi perbedaan hari antara Muhammadiyah dengan pemerintahan Arab saudi dan dalam penetapan Dzulhijah 1436 H Muhammadiyah menggunakan marjak Yogyakarta yang sudah memenuhi kriteria wujudul hilal sehingga dapat ditetapkan tanggal 1 Dzulhijah 1436 H dimulai dengan pada saat matahari terbenam pada tanggal 13 September 2015 M yang konfirmasinya dalam kalender masehi ditetapkan pada keesokan harinya yaitu Senin legi 14 September 2015.

Persamaan skripsi penelitian Imam Ghozeli dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang penetapan Hari Raya Idul

(21)

6

Adha. Sedangkan perbedaan menurut Imam Ghozeli dengan peneliti yang akan peneliti lakukan yaitu peneliti sekarang ini membahas tentang pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah tentang perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/ 1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.4

2. Penelitian ini ditulis oleh Hamda Sulfinadia dengan judul

“Perbedaan Penetapan Idul Adha Dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Kurban”. Dalam penelitian ini membahas mengenai terjadinya perbedaan dalam menetapkan awal bulan ramadhan dan hari raya, implikasi perbedaan penetapan Idul Adha terhadap pelaksanaan kurban. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rukyatul al-hilal atau hisab Kamariyah imkanur rukyat merupakan awal tahun yang digunakan untuk menentukan bagaimana pergantian akhir bulan kepada awal bulan perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan dan hari raya yang sebenarnya terjadi antara organisasi dan pemerintah (dalam hal ini Dapartemen Agama).

Persamaan skripsi penelitian Hamda Sulfinadia dengan peneliti ini adalah sama-sama membahas tentang perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Adha. Adapun perbedaan menurut Hamda Sulfinadia dengan peneliti yang akan peneliti lakukan yaitu, menurut Hamda Sulfinadia dalam skripsi ini membahas tentang perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan dalam peneliti yang akan membahas tentang pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah tentang perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/ 1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.5 3. Peneliti ini ditulis oleh Rudi Hartono I Angkat dengan Judul

“Penentuan Awal Bulan Dzulhijjah dan Puasa Arafah di Mekkah Serta Perbedaanya dengan Indonesia dalam Kajian Ilmu Falak” . Dalam penelitian ini membahas tentang puasa Arafah dan penentuan awal bulan Dzulhijjah di Makkah serta perbedaan yang ada di Indonesia dalam kajian Ilmu Falak. Dalam penelitian ini

4Imam Ghozeli, “Pandangan Muhammadiyah Dalam Penetapan Hari Raya Idul Adha” , (Skripsi UIN Walisongo Semarang 2016)

5Hamda Sulfinadia, “Perbedaan Penetapan Idul Adha Dan Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Kurban” , (Jurnal IAIN Imam Bonjol Padang 2014)

(22)

7

dapat disimpulkan bahwa metode dalam penentuan puasa Arafah adalah harus mengetahui awal bulan Dzulhijjah terlebih dahulu kemudian dapat mengetahui hari dan tanggal pelaksanaan ibadah puasa Arafah dengan cara harus mengetahui ijtimak awal bulan Dzulhijjah tahun 1431 H dan yang digunakan untuk hisab awal bulan Kamariyah adalah data yang digunakan untuk hisab awal bulan Kamariyah adalah data posisi bulan dan matahari setiap jam dalam satu tahun yang bersangkutan.

Dalam jurnal ini menemukan persamaan menurut Rudi Hartono I dengan penelitian ini yaitu sama-sama membahas tentang puasa Arafah dan penentuan Hari Raya Idul Adha. Adapun perbedaan menurut Rudi Hartono I dengan peneliti yanag akan peneliti lakukan yaitu, penentuan awal bulan Dzulhijjah dan puasa Arafah di Makkah dengan Indonesia dalam ilmu falak, Sedangkan dalam peneliti yang akan membahas tentang pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah tentang perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/ 1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.6

4. Penelitian ini ditulis oleh Wahyu Widiana dengan judul

Penentuan Awal Bulan Qomariyah Dan Permasalahannya di Indonesia” , Dalam penelitian ini membahas tentang awal bulan Kamariyah dan permasalahan di Indonesia. Penelitian ini membahas penentuan awal bulan Kamariyah sering mengundang perdebatan, baik itu dari metode hisab maupun metode rukyat.

Dimana kedua-duanya mengklaim metodenya adalah yang paling akurat dan paling dekat dengan perintah Nabi. Di kalangan umat islam berkembang pemahaman bahwa untuk menetapkan bulan Kamariyah harus berkiblat ke Arab Saudi. Umat islam Indonesia melaksanakan ibadah puasa Arafah berdasarkan kepada pemahaman nash yang ada, baik dalam al- Qur’ an maupun dalam hadits Rasulullah Saw, yang merupakan sumber ajaran Islam yang disepakati oleh umat islam pada umumnya. Dalam skripsi penelitian menurut Wahyu Widiana dengan peneliti yang akan

6 Rudi Hartono I, “Penentuan Awal Bulan Dzulhijjah dan Puasa Arafah di Mekkah Serta Perbedaannya denagn Indonesia dalam Kajian Ilmu Falak” , (Jurnal STAI MA Bayang Pesisir Selatan Indonesia 2018)

(23)

8

peneliti lakukan yaitu dapat menemukan persamaan dan perbedaan dimana persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan perbedaan menurut Wahyu Widiana dengan peneliti yang akan peneliti lakukan yaitu, hisbat Sedangkan dalam peneliti yang akan membahasa tentang pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah tentang perbedaan dalam penetapan hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/ 1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia .7

F. Kerangka Teori 1. Etika Tuan Guru

Menurut Muharir , Etika Tuan Guru merupakan keberadaan Tuan Guru di Pulau Lombok merupakan instrumen vital dalam mendorong dan pembinaan sumber daya manusia di Pulau Lombok. Hiroko Hirokoshi dalam penelitianya, yang dikutip oleh Muharir, menunjukan bahwa Kiyai atau Tuan Guru adalah sosok yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat.

Menurut Jamaludin, dalam masyarakat sasak Tuan Guru adalah figur yang sangat penting dan juga sosok yang berkuasa. Terlebih lagi posisi sosial Tuan Guru juga menduduki posisi yang sanagat esensial di tengah aktivitas publik kelompok masyarakat sasak, khususnya dalam isu-isu tentang keagaman di Pulau Lombok.8

Kiai adalah sosok pemimpin karismatik. Pemimpin karismatik adalah orang yang mampu menaruh kepercayaan terhadap kebenaran dan keyakinan. Bagimasyarakat Lombok, sosok pemuka agama yang karismatik biasanya disebut dengan Tuan Guru. Secara umum, Tuan Guru memiliki kriteria: (1) pengetahuan keagamaan, kesalehan, keturunan, jumlah murid, ahli membaca kitab kuning. Menurut Fahrurrozi, kalangan masyarakat memandang Tuan Guru adalah gelar istimewa yang diberikan kepada seseorang yang disegani karena ilmunya, kiprahnya dalam masyarakat, dan memiliki karisma. Agus juga menjelaskan bahwa

7Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qomariyah Dan Permasalahannya Di Indonesia” ,(Jurnal Mahkamah RI 2010 )

8Muhyidin Azmi, “Ajaran Moral Tuan Guru Dan Pengaruhnya Terhadap Laku Keberagamaan Mayarakat Muslim Sasak Dalam Perspektif Islam Dan Sosiologi

Modern” , (Jurnal Harmoni hlm. 266)

(24)

9

Tuan Guru sebagai tokoh sentral dan public figure di masyarakat Sasak.

Menurut Mohammad Iwan Fitriani, pembenaran prinsip tentang Tuan Guru adalah pengakuan masyarakat yang bergantung pada keilmuan dan prilaku religious. Masyarakat Sasak menganggap Tuan Guru sebagai bentuk geneologi para penuntut ilmu yang berasal asli dari orang Lombok yang berkelana ke tanah suci Makkah sebagai santri dan melaksankan haji. Setelah mereka pulang ke lombok, kemudian mengajarkan masyarakat berbagai macam ilmu Agama dengan mendirikan majlis pengajian. Hal tersebut yang menjadi dasar diberikannya gelar Tuan Guru (TG).

Setiap Tuan Guru yang pernah melaksnakan Haji, maka sebutan yang pantas adalah Tuan Guru Haji (TGH) atau isitilah lainnya adalah Tuan guru Kiai Haji (TGKH). Pada awalnya kebutuhan akan gelar Tuan Guru sangat ketat, namun sekarang agak ringan karena banyaknya orang yang pernah melaksnakan ibadah Haji kemudan setelah pulang membangun pondok pesantren serta membuat majlis ta’ lim untuk masyarakat, mereka juga dikateogrikan Tuan Guru oleh beberapa sebagian masyarakat, walaupun pada dasarnya belum pernah menjadi santri di daerah Timut Tengah.

Menurut Fahrurrozi yang dikutip oleh Agus mengemukakan bahwa ada lima kriteria umum seseorang bisa disebut Tuan Guru;

(1) pengetahuan agama yang luas, (2) ketaatannya kepada Allah SWT, (3) faktor genetik,

(4) kuantitas muridnya,

(5) fasih dalam membaca kitab turats (kitab kuning) dan memahami maknanya.

Sedangkan menurut TGH. Selain itu menurut Salimul Jihad dalam bukunya Samsul Anwar yang dikutip oleh Agus mengemukakan bahwa sayarat menjadi Tuan Guru adalah :

(1) paham seluruh elemen ilmu keislaman baik secara lahiriah maupun bathiniah,

(2) merupakan alumni dari timur tengah,

(25)

10

(3) pernah melaksanakan ibadah Haji di tanah suci Makkah, (4) bersikap dan berprilaku baik pada masyarakat,

(5) bersosial dan menjalin intraksi dengan masyakarat, dan (6) memeiliki keistimewaan tertentu dalam pribadinya.

Kriteria untuk mendapatkan gelar ‘ Tuan Guru’ sama halnya dengan gelar ‘ Kiai’ bagi orang Jawa. Steenbrink mengungkapkan beberapa kriteria menjadi seorang ‘ Kiai’ , yaitu:

(1) masyarakat mengakui sebagai kiai,

(2) orang lain berdatangan untuk minta nasihat dan tausiyah, (3) orang-orang mempercayainya keilmuannya dan mengantarkan

anak-anak mereka untuk menjadi santrinya.

Selanjutnya menurut Steenbrink yang kutip dari Aboe Bakar Atjeh, mengungkapkan sebab seorang menjadi kiai besar, yaitu: ilmu agama yang luas dan mendalam, ketaatannya kepada Allah SWT, keturunan dari keluarganya , dan kuantitas murid yang banyak). Abdurrahmah Wahid yang dikutip oleh Dawam Rahardjo mengungakapkan bahwa sumber inspirasi dan penguatan karakter serta moral santri adalah Kiai, sebab Kiai memiliki otoritas absolut atas kekuasaanya. Kombinasi pendidikan ilmu keislaman dengan warisan karisma dari orang tua atau kiai lainnya merupakan sumber kekuasaan Kiai tersebut. (Rohmaniyah & Woodward) atau dalam istilah disebut sebagai kepemimpinan karismatik (Sukamto).

Bagi masyarakat Lombok, Tuan Guru juga kadang sebagai pendiridan pemilik pesantren yang karismatik, sebagaimana Kiai di Jawa. Perbedaannya, umumnya Kiai di Jawa adalah pemimpin pesantren yang berafiliasi dengan organisasi Nahdhatul Ulama (NU), sedangkan Tuan Guru di Lombok berafiliasi dengan organisasi Nahdhatul Wathan (NW). Fokus penelitian ini pada kajian sumber otoritas karismatik TGH syahri Ramadhan dan strateginya dalam pembudayaan perilaku religius santridi Pondok Pesantren (PP) Darul Musthofa Nahdlatul Wathan Lombok.9 Teori ini akan peneliti gunakan untuk menganalisis pandangan tuan guru

9 Safinah, Zainal Arafin, “ jurnal manajemen Pendidikan Islam” Otoritas Kepemimpinan Karismatik Tuan Guru Dalam Membentuk Budaya Religius” , Vol. 5 No.

2 September 2021

(26)

11

terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

2. Taat Kepada Otoritas Tunggal

Menurut Khaled Abou el-Fadl, seorang ilmuan kelahiran Kuwait yang kini menjadi Guru Hukum Islam di Fakultas Hukum UCLA Amerika Serikat. Khaled Abou el-Fadl membedakan dua jenis sifat otoritas, yaitu otoritas yang bersifat koersif dan otoritas yang bersifat persuasif. Otoritas Koesif merupakan untuk mengarahkan perilaku orang lain dengan cara membujuk, mengambil keuntungan, mengancam, atau menghukum. Otoritas jenis ini sifatnya memaksa orang lain agar tunduk pada pikiran dan kehendaknya. Otoritas koersif ini biasanya terkait dengan kekuasaan politik dengan segala aparaturnya memiliki kekuatan untuk memaksa dan menghukum.

Sedangkan otoritas persuasif merupakan kemampuan untuk mengarahkan keyakinan dan perilaku orang lain atas dasar kepercayaan. karena itu, otoritas persuasif melibatkan kekuasan yang bersifat normatif yang berasal dari dalam diri orang itu.

Otoritas jenis ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan seseorang, kharisma dan jenisnya.

Dua jenis sifat otoritas jenis ini terkait dengan pembedaan dua istilah berikutnya yang diambil Khaled Abou el-Fadl dari Richard Friedman dalam tulisan berjudul “ On Concept of Authority in Politgikal Philosophy,” yaitu: “ memangku otoritas”

(being in authority) dan “ memegang otoritas” (being an authority). Memangku otoritas artinya menduduki jabatan resmi atau struktural yang memberi kewenangan untuk mengeluarkan perintah dan arahan. Dengan demikian, keterkaitan seseorang pemangku otoritas lebih disebabkan adanya kekuatan yang memaksa dia harus tunduk.10 Teori ini akan peneliti gunakan untuk menganalisis perbedaan tentang penentuan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

10“ Hak Dan Otoritas Masyarakat Adat Serta Eksistensinya Dalam Realitas Pluralisme https://fh.unpatti.ac.id/hak-dan-otoritas-masyarakat-adat-serta-eksistensinya- dalam-realitas-pluralisme/ diakses tanggal 4 Agustus 2023, pukul 10.50

(27)

12 G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitiaan

Jenis yang digunakan dalam peneliti ini adalah penelitian lapangan (field research) dimana peneliti bermaksud untuk mengetahui pemahaman, dalam pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam penentuan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang mendasar pada sumber-sumber yang berupa keputusan, makalah, artikel, dan bahan pustaka lainnya, selain itu menggunakan hasil wawancara sebagi penguat data yaitu dengan mengumpulkan beberapa informasi yang diperoleh dalam hasil wawancara. Penelitian ini menggunakan wawancara untuk mengetahui gambaran yang jelas dan sistematis mengenai pandangan Tuan Guru terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti hal ini yang menandakan bahwa peneliti sangat penting dalam perannya dan penelitian ini sangatlah dibutuhkan, yakni diperlukan interaksi sosial. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan interaksi dengan obyek penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan menggunakan metode wawancara agar memperoleh data yang akurat.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lombok Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Tuan Guru terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia.

4. Sumber dan Jenis Data a. Jenis Data

Adapun jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Peneltiian deskriptif adalah suatu penelitian yang

(28)

13

bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Sedangkan penelitian kualitatif adalah bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata lisan dan perilaku mereka yang diamati.11

b. Sumber Data

Sumber data adalah subjek penelitian atau informasi dari mana data diperoleh, sehingga dapat diperoleh data-data yang akurat. Biasanya dalam melakukan penelitian ada dua sumber data yang digunakan, yaitu:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang hanya dapat diperoleh peneliti dari sumber asli atau orang pertama. Sumber asli atau orang pertama yaitu orang yang dijadikan objek penelitian. Data primer bisa dikatakan sebagai data utama yang diperoleh dari wawancara secara langsung dengan informan.

2) Data Sekunder

Data sekunder atau data pendukung merupakan data yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal mencari dan mengumpulkan. Dalam penelitian ini, penulis mengambil dari referensi atau bahan bacaan yang berupa buku, jurnal, artikel, dan lainnya berkaitan dengan tema penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi adalah sebuah kegiatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini akan melakukan observasi mengenai pandangan Tuan Guru terhadap Hari Raya Idul Adha.

b. Wawancara

11Eva Sari “ Tinjaun Hukum Islam Tentang Persaingan Usaha Beda Harga” , (Skripsi Fakultas Syariah Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung, 2017).

(29)

14

Dalam penenlitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Dimana pertanyaan yang akan penulis tanyakan telah dipersiapkan sebelumnya secara cermat sedangkan penyampaiannya dengan bebas, dalam arti tidak terkait menggunakan nomor urut pada pedoman wawancara dan mampu dikurangi atau ditambah.

Dalam Peneliti ini penulis akan melakukan wawancara dengan para Tuan Guru yang ada di Lombok Tengah dibagian Kecamatan Batukliang yaitu Tgh. Muzakki Rahmahtullah, Kecamatan Batukliang Utara yaitu Tgh. Muzammil Wardi S.Pdi, Kecamatan Janepria yaitu Tgh. H. Kamarudin M.Pd, Kecamatan Jonggat yaitu Tgh. Muhammad Edi Usman, Kecamatan Kopang yaitu Tgh. Lalu Mala Sar’ i, Kecamatan Praya yaitu Tgh. Lalu Sa’ an Misbah, Kecamtan Praya Barat yaitu Tgh. Lalu Maswe Ibrahim M.Pdi, Kecamatan Praya Barat Daya yaitu Tgh. Ma’ rif Makmun Diranse, Kecamatan Praya Tengah yaitu Tgh. Samsul Hakim S.Sos, I, M.Sy, Kecamatan Praya Timur yaitu Tgh. Abdurrahman Alvin Hartana, Kecamatan Pringerate yaitu Tgh. Drs. Ismail Munir, Kecamatan Pujut yaitu Tgh. Lalu Mua’ z QH. S.Ag. M.Sos, dengan ini peneliti bisa menggali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian dengan sumber yang relevan, baik berupa pendapat, kesan, saran, pengalaman pikiran dan sebagainya yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian tersebut.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yang peneliti gunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan merekam audio, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang sesuai dengan tema penelitian.

6. Teknik Analisis Data a. Reduksi Data

(30)

15

Reduksi data yang peneliti lakukan dalam menganalisis data ini yaitu dengan cara menyederhanakan dan membuang data yang tidak diperlukan, supaya data yang didapatkan oleh peneliti relevan, sehingga data tersebut dapat menghasilkan informasi yang bermakna dan mempermudah dalam menarik kesimpulan.

b. Display Data/Penyajian Data

Display data yang peneliti lakukan yaitu dengan cara menyusun data yang didapatkan secara sistematis sesuai dengan fokusnya masing-masing, sehingga data-data tersebut mudah dipahami.

c. Verifikasi data/ Kesimpulan

Verifikasi data yang peneliti lakukan yaitu dengan cara melihat hasil reduksi data yang mengacu pada tujuan analisis yang hendak dicapai, dengan dukungan bukti-bukti valid, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang kredibel dan obyektif sebagai jawaban dari permasalahan yang ada.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, untuk lebih validnya data dan informasi yang diperoleh demi keabsahan hasil penelitian, maka peneliti menggunakan metode tringulasi artinya pengecekan data dari berbagai cara dan berbagai waktu. Peneliti mendapatkan informasi yang sejenis dari sumber yang berbeda, sehingga peneliti dapat membandingkan dan mengecek balik suatu informasi yang diperoleh dalam penelitian ini.

H. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar sistematika pembahasan dalam peneliti akan menyusun empat bab yang terdiri dari sub pembahasan sebagai berikut:

Pada Bab I: Pendahuluan. Pada bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, dan seting penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Pada Bab II: Perbedaan Dalam Penentuan Hari Raya Idul Adha Perspektif Tuan Guru di Lombok Tengah. Bab ini meliputi Profil Tuan Guru di Lombok Tengah, Pemahaman Tuan Guru di Lombok

(31)

16

Tengah terhadap perhitungan awal bulan, dan metode penentuan Hari Raya Idul Adha oleh Tuan Guru di Lombok Tengah.

Pada Bab III: Analisis Perbedaan Penentuan Hari Raya Idul Adha Perspektif Tuan Guru di Lombok Tengah. Bab ini meliputi analisis pandangan Tuan Guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia dan tinjauan Astronomi terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia .

Pada Bab IV: Penutup. Bab ini meliputi kesimpulan dan saran.

(32)

17 BAB II

PERBEDAAN DALAM PENENTUAN HARI RAYA IDUL ADHA PERSEPTIF TUAN GURU DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH

A. Gambaran Umum Profil Tuan Guru

Berikut ini adalah gambaran umum profil Tuan Guru yang menjadi responden dalam penelitian ini.

Tabel 2.1

Profil tuan guru di Lombok Tengah NO NAMA TEMPAT

TANGGAL LAHIR

JABATAN/

PEKERJAAN

ORGAN ISASI KEISL AMAN

PEN DIDI KAN

SPESIA LISASI KEILM UAN 1 Tgh.

Muzakki Rahmatullah

Sengkol 17 Desember 1978

Guru, Ketua Yayasan, Ketua MUI Kec.

Batukliang

NW, NU S2 Agama

2 Tgh. Ahmad Muzammil Wadri S.Pdi

-

Pembina Pondok Pesantren Tahfizzul Qur’ an Sunnatul Huda

-

S1 Hafal Qur’ an

3 Tgh. H.

Kamarudin M.Pd

Kemiri, 31 Desember 1959

Dinas

Parawisata Kab.

Loteng

NW S2 Kurikulum

dan

Tekhnologi Pendidikan

4 Tgh.

Muhammad Edi Usman

Puyung, 12 Februari 1981

Pembina

Yayasan Ponpes NW Puyung

NW S2 Syari’ ah

5 Tgh. Lalu Mala Sar’ i

Lopan, 27 Desember 1972

Raissyuryah MWC NU Kec.

Kopang

- - -

(33)

18 6 Tgh. Lalu

Sam’ an Misbah

1946 Guru Pondok Pesantren Muhajirin

NW Mekka

h Qiamul

Ali

Mualimin, Mahad

7 Tgh. Lalu Nurul Maswa Ibrahim, M.Pdi

Kateng, 16 Juli 1971

Pengasuh/

Pimpinan Ponpes Riyadlul Anwar Kateng

Nahdatul Ulama

S2 Bidang Fiqih

8 Tgh.

Maa’ rif Makmun Dirance

Darek, 31 Desember 1956

Raissyuryah Fiqiyah

Lombok Tengah (Ketua bidang patwah Kab.

Lombok tengah)

NU S1 Syari’ ah , Dakwah

9 Tgh. Samsul Hakim, S.

Sos, I, M.Sy

Braim, 31 Desember 1979

Penyuluh Agama Madia

NU S2 IPARI

(Ikatan Penyuluh Republik Indonesia)

10 Tgh.

Abdurrahma n Alvin Hartana

Mujur, 03 April 1978

Pengasuh Pondok Pesantren

NU S1 - 11 Tgh. Drs.

Ismail Munir

Medas, 31 Desember 1967

Penyuluh Agama Islam

NU S1

- 12 Tgh. H. Lalu

Mua’ z,.

QH.S.Ag.M.

Sos

Mentuluk 31 Desember 1974

Ketua,pembina yayasan

NW S2 Majlis zikir Thoroqah Qadiriyah Wannaqsaba nadiah dan Wirid Khusu Nahdatul Wathon

(34)

19

B. Pemahaman Tuan Guru di Lombok Tengah Terhadap Perhitungan Awal Bulan, dan Metode Penentuan Hari Raya Idul Adha Oleh Tuan Guru di Kabupaten Lombok Tengah

Berkaitan dengan menyikapi pandangan tuan guru di Lombok Tengah terhadap perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia wawancara peneliti dengan para Tuan Guru:

1. Pendapat Tgh. Muzakki Rahmatullah mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu;

“Perbedaan itu tidak menjadi masalah itu hal yang wajar dan kita tidak perlu mempermasalahkan sebenarnya dan selama ini kami di Lombok Tengah ini terutama itu kami tidak pernah mempermasalahkan perbedaan-perbedaan seperti itu karena itu hal wajar pertama itu berbeda tempat. Jadi kondisi meski akan berbeda dari tadi yang sudah kita ketahui bahwa matahari, bulan itu berjalan pada porosnya masing-masing dan itu sudah ketentuan dari Allah “ Zaliqataqdirul’ ali yil’ azim” itu tidak bisa dibantah kata al- aziz ( itu tidak bisa dibantai, tidak bisa ditolak). Jadi kita tidak bisa paksakan tetap sama jadi untuk indahnya kehidupan ini jangan pernah memaksakan sesuatu yang tidak perlu dipaksakan lebih baik kita berjalan pada perbedaannya itu perlu. Kalau kita menolak yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Manusia yang lahir dari rahim yang sama itu tidak akan mungkin sama rupanya, bentuk tubuhnya itu akan beda sama rupanya, bentuk tubuhnya itu kan berbeda, jadi kita tidak bisa memaksakan terus karena itu sudah berjalan pada porosnya masing-masing.” 12

2. Pendapat Tgh. Ahmad Muzammil Wardi S.Pdi mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu:

“Pendapat saya pribadi itu tidak masalah karena masing-masing daerah itu berbeda. Dalam al qur’ an Allah Swt. berfirman Allah menjadikan peredaran bulan dan bintang itu dan

12 Tgh. Muzakki Rahmatullah, Wawancara, Batukliang, 13 Januari 2023

(35)

20

menetapkan dari pada langkah-langkahnya, manazilnya, kuadrat-kuadratnya, pergerakannya untuk apa?, untuk kita tahu bilangan, tahun bisa menghitung yang disebut dalam al’ qur-an tentang hisab siapa yang menyaksikan diantara kamu bulan maka berpuasalah, jadi pakai rukyah itu melihat maupun hisab itu dua-duanya keilmuan dalam islam. Jadi perbedaan itu adalah lumrah biasa dan bukan menjadi sebab kita bermusuhan tapi justru menjadi kekayaan islam sendiri. Perspektif Astronomi, Astrologis itu sendiri sudah menggariskan bahwa tinggi bulan itu menjadikan perbedaan, kalau kita di Indonesia itu tinggi bulan itu sekian derajat sedangkan Arab Saudi beda ketinggiannya kalau dalam bahasa kita itu Imkanur Rukyah dengan wujudul hilal adanya hilal sudah bisa menjadikan awal bulan tapi kalau kita di Indonesia ulama kita, pemerintah kita di Indonesia menggunakan Imkanur Rukyah walaupun bulan sudah ada tapi kalau tidak bisa dilihat tidak bisa berpuasa, jadi Astronominya itu sama saja cuman kita itu yang mengambil dari ukuran Astronomi tinggi bulan itulah yang berbeda. Menurut saya tentang perbedaan sholat Idul Adha dua-duanya benar, dua-duanya sah, dua-duanya boleh dilakukan yang mempunyai dalil yang sama kuatnya tidak bisa kita mengatakan lebih baik di sini itu lebih benar tidak jadi pandangan saya bahwa dua- duanya benar dua-duanya baik dan dua-duanya sah karena keduanya memiliki dalil yang kuat.” 13

3. Pendapat Tgh. Kamarudin M.Pd mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu;

“Terkait dengan perbedaan waktu Sholat Idhul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia, Kalau sewaktu-waktu terjadi perbedaan adalah hal yang lumrah terjadi, karena disamping perbedaan jarak waktu, Geografis juga disebabkan oleh metode penentuan dalam perhitungan hilal ada yang memakai metode hisab dan ada yang menggunakan team rukyat. Tanggapan

13 Tgh. Ahmad Muzamil Wardi S.Pdi, Wawancara, Batukliang Utara 14 Januari 2023

(36)

21

saya terkait dengan kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Agama tentang mengharuskan untuk mengikuti perbedaan waktu adalah hal yang wajar, karena adanya perbedaan waktu, jarak geografis, serta adanya perbedaan metode dalam penentuan hilal, dan kita otoritas Indonesia punya kewenangan yang didasari degan metode penentuan hilal. Tuan guru berwenang mengkritik kebijakan yang dilakukan oleh pihak Kementrian Agama. Indonesia sebagai Negara yang berbentuk demokrasi terkait masukan kepada Kementerian Agama adalah hal wajar, terkait hasil keputusan tidak bisa diganggu gugat, karena sebelum pembuatan keputusan pada Sidang Rukyat para tokoh agama, Organisasi keagamaan diajak, ikut sertakan dalam penentuan hari raya Idul Adha tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Pemahaman saya sendiri tentang perhitungan awal bulan dan metode penentuan hari raya Idul Adha adalah degan memakai hisab dan dipadukan degan hasil Tim Rukyat dari Kementerian Agama.” 14

4. Pendapat Tgh. Muhammad Edi Usman mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu:

“Yang dijadikan pegangan di Indonesia itu secara umum dengan rukyatul hilal penentuan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijahitu lebih khusus berdasarkan penentuan tanggal satunya kapan dan menggunakan alat teropong yang sudah dimiliki insyaallah hasilnya akurat, maka mathla’ tempat terbit matahari, bulan itu berbeda-beda antara Arab Saudi dengan Indonesia. Secara bahasanya, secara logika mestinya Indonesia lebih awal puasa Ramadhan, lebih awal lebaran, lebih awal melihat 1 Dzulhijah sebagai hitungan waktunya di padang Arafah itu 3 hal ini yang sangat ditelitiyaitu tanggal 1 Ramadhan, tanggal 1 Syawal, dan tanggal 1 Dzulhijah yang berkaitan sangkut pautnya dengan ritual yang sangat luar biasa.

Jadi mengapa Hari Raya Idul Adha itu berbeda antara Arab Saudi dengan Indonesia. Menurut saya itu hal yang wajar-

14 Tgh. Kamarudin M.Pd, Wawancara, Janepria 16 Januari 2023

(37)

22

wajar saja dan alat yang digunakan berbeda-beda dan rumus- rumus yang digunakan masing-masing negara berbeda-beda, tentang dikaitkan hilal itu ada di Indonesia pada tahun 2022 bahwa kita ternyata lebaran lebih awal dalam arti menyempurnakan Ramadhan 30 hari. Sedangkan di Arab Saudi lebih awal sehingga puasa di Arab Saudi 29 hari. Ijtihad mereka itu harus dihargai dan begitupula ijtihad di Indonesia juga harus dihargai. Antara Arab Saudi jaraknya sangat jauh, kebijakannya juga berbeda antara Arab Saudi dengan Indonesia. Kami anggap itu hal yang wajar-wajar saja karena bukan kejadian khilaf, perbedaan ini bukan perbedaan yang sekarang dan akhir-akhir dulu juag sering terjadi.” 15

5. Pendapat Tgh. Lalu Mala Sar’ i mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu;

“Karena Indonesia itu sangat jauh antara Arab Saudi dengan Indonesia jadi mathla’ nya waktu terbitnya hilal itu juga berbeda sehingga, derajatnya itu perbedaan antara derajat standar. Derajat itu berbeda kalau dulu ditetapkan 4 derajat atau minimal 3 derajat dari batas ufuk itu sudah dinyatakan sebagai terbitnya hilal akan tetapi itu didiskusikan sehingga dibulatkan menjadi 4 derajat dari garis ufuk, dibawahnya itu maka belum dinamakan hilal itu terlihat. Perbedaan durasi waktu antara Arab Saudi dengan Indonesia itu kan jamnya saja berbeda 5 jam, sehingga itu berimplikasi terhadap perbedaan kapan mulai terhitung tanggal bulan yang bersangkutan kalau Idul Fitri berarti akhir Ramadhan sedangkan kalau Idul Adha berarti bulan Dzulhijah. Sehingga itu terlebih disebabkan karena berbedanya matlak itu garis munculnya hilal. Upaya yang dilakukan ketika masyarakat berselisih tentang perbedaan Hari Raya Idul Adha yaitu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perselisihan dan perbedaan itu adalah sesuatu yang fitrah yang lumrah dan harus dijaga bulan berarti perselisihan itu harus diperuncing sehingga tidak menimbulkan

15 Tgh. Muhammad Edi Usman, Wawancara, Puyung, 17 januari 2023

(38)

23

gesekan di masyarakat. Baik yang pro maupun yang kontra artinya yang mau Idul Adha ataupun yang tidak mau Idul Adha baik yang mau ikut Arab Saudi ataupun yang ikut Indonesia, sehingga peran kita disitu adalah memberikan penjelasan sebab-sebab terjadinya perbedaan Hari Raya Idul Adha ataupun Idul Fitri. Kita harus mensikapi dengan arif dan bijaksana bahwa kita diperintahkan untuk berpuasa dan kita diperintahkan untuk Hari Raya itu adalah “ Lirukyatii” bisa melihat wujudnya hilal penampakan hilal. Penampakan bulan itu sudah disepakati antara 3 sampe 4 derajat dari garis ufuk baru bisa kelihatan. Sehingga secara kasat mata tidak mungkinlah kita bisa melihat keberadan hilal terkecuali dengan alat peralatan yang canggih seperti sekarang seperti teleskop.

Pemerintah ini yang sudah memiliki alat yang canggih sehingga kita wajib mentaati dan mengikuti apa yang dilakukan oleh pemerintah sehingga kita Kementerian Agama itu memimpin rapat sidang istbat yakni rapat untuk menentukan kapan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri maupun Hari Raya Idul Adha.

Maka kita adalah wajib mentaati. Setau saya sejak tahun 1992 itu ada perbedaan antara Idul Fitri yang ditetapkan oleh pemerintah dengan Idul Fitri yang ditetapkan PBNU itu yang lebih-lebih kemarin itu adalah Idul Adha kita disini lupuh sedangkan yang disana masih belum, kita disini Idul Fitri disana masih belum itu bagian dan itu yang kita atau diskusikan.” 16

6. Pendapat Tgh. H. Lalu Sam’ an Misbah mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu;

“ Arab Saudi dengan Indonesia itu tidak menjadi masalah karena berbeda matlaknya, perbedaan waktu, terbit dan terbenamnya matahari siang dan malam. Upaya yang dilakukan ketika masyarakat berselisih tentang terkait perbedaan waktu sholat, dan perbedaan Hari Raya Idul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia mereka mengikuti

16 Tgh. Lalu Mala Sar’ i, Wawancara, Kopang, 21 Januari 2023

(39)

24

pemerintah yang ada disini dan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama dan kami tidak berwenang mengkritik tentang kebijakan yang dilakukan oleh pihak Kementerian Agama.” 17

7. Pendapat Tgh. Lalu Maswe Ibrahim, M. Pdl. mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu;

“Perbedaan itu adalah suatu hal yang lumrah terjadi, lebih-lebih dalam hal ةيعورف dan ةيداهتجا yang masing-masing orang memiliki pedoman tersendiri dalam menentukannya, perbedaan itu sah-sah saja dan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi karena ini masalah ةيفلاخ semata. Terkait dengan kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Agama tentang mengharuskan untuk mengikuti perbedaan waktu, boleh-boleh saja pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama melakukan ru'yatul hilal dengan caranya tersendiri, dan insyaallah yang di Kementerian Agama itu banyak orang- orang yang ahli dalam ilmu falak dan astronomi. Masyarakat menjadi nyaman dan aman dalam menjalankan ibadah.

Untuk apa dikritisi, toh juga kita punya pegangan

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama

17 Tgh. Lalu Sam’ an Misbah, Wawancara, Praya , 23 Januari 2023

(40)

25

(bagimu) dan lebih baik akibatnya."( Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 59)18

Dan hadis nabi;

Artinya: “ Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ia benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah maka ia memperoleh satu paha” .19

Pemahaman tuan guru di Lombok Tengah tentang perhitungan awal bulan, dan Metode penentuan Hari Raya Idul Adha ia menerima aja keputusan pemerintah atau Kementerian Agama karena pemerintah memiliki alat yang canggih dalam penentuan awal bulan.” 20

8. Pendapat Tgh. Maa’ rif Makmun Dirance mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu:

“Perbedaan Hari Raya Idul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia tidak hanya Idul Adha tapi semuanya Idul Fitri, Idul Adha. Kalau Idul Adha landasan hukum juga sama cuma berbeda pandangan ynag melengkapi hadits Nabi

Summulirukyatii’ aqulu lirukyatii’ fainqum faqmilu iddah”

penafsiran hadits ini ahli sunnah wal jam’ ah yannah fathul ulama yang sepaham dengan Nahdatul Ulama mulailah puasamu kalau ada orang yang menyelesaikan bulan dengan mata kepala, selesaikanlah puasamu kalau ada orang yang melihat bulan dengan mata kepala . “ fainkumma” kalau terjadi mendung atau tidak nampak kalau itu ada maupun tidak adanya tapi tidak nampak maka sempurnakanlah bulan Syaban

18Q.S An- Nisa (4): 59

19 Al Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: al Muktabah, At- Taufiqiyah, tt.0 Jilid 1, hlm 6805

20 Tgh. Lalu Maswe Ibrahim M.Pdi, Wawancara, Praya Barat 26 Januari 2023

(41)

26

30 hari, bulan Ramadhan 30 hari itu Idul Fitri termasuk juga Idul Adha. Terutama Idul Adha kita bersyukur kepada Allah Swt Negara kita memiliki toleransi yang tinggi yang menjadi contoh dunia yang berbeda macam agama dan paham agama, sehingga pemerintah menganut bebas melaksanakan agama, paham masing-masing dengan tidak saling mengganggu toleransi tinggi inilah sehingga kita disini masalah Idul Fitri, Idul Adha itu terbiasa berbeda lain halnya dengan Negara- negara lain seperti Mesir, Pakistan dan lain-lain. Itu otoritas penentu bulan Ramadhan, penentu Idul Adha. Sepenuhnya pemerintah yang punya wewenang maka disana mereka berdasarkan “ atti’ ullah wa atti ur’ rasul waulul amriminkum” . Pemerintah yang punya ototritas di Negara lain tetapi Negara kita memiliki pandangan yang bertoleransi tinggi tidak menjadi permasalahan perbedaan itu dari Idul Fitri maupun Idul Adha. Misalnya kalau Muhammadiyah dia melihat hadits ini sama bunyi haditsnya sama rukyah yang didalam pandangan Muhammadiyah ilmu ilmu sehingga dipakailah metode oleh Muhammadiyah itu metode hisab tapi NU pemerintah tidak memakai metode hisab tetapi memakai metode rukyah artinya melihat (bulan) baik itu bulan Syawal maupun Idul Adha. Dari segi perspektif Astronomi perbedaan Hari Raya Idul Adha antara Arab Saudi dengan Indonesia oleh Muhammadiyah dia itu adanya bulan cukup diketahui melalui ilmu teknologi yang sekarang. Tetapi, selain Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama mereka harus ada yang melihat hilal karena Nabi menyebut “ fainkumma” kalau terjadi mendung maka sempurnakanlah bulan 30 hari tidak suruh oleh Nabi mencari ilmu hisab. Itu sudah ada sejak zaman Nabi tapi Nabi tidak menyuruh takut terjadinya mendung itu tertutup, ada maupun tidak ada bulan kalau itu terjadi tertutup maka disuruh menyempurnakan. NU Pemerintah tidak memandang ada maupun tidak ada bulan yang penting tertutup oleh awan kita tidak melihat tapi Muhammadiyah bilang apalagi tertutup menurut ilmu Astronomi itu sudah ada bulan maka menentukan Ramadhan, Hari Raya Idul Adha sudah sebelumnya

(42)

27

berdasarkan itulah sebab terjadinya perbedaan tetapi oleh Negara peran Negara membebaskan internal umat beragama untuk melaksanakan pamahamannya, keyakinannya sesuai dengan keyakinan masing-masing masyarakat yang aplikasinya ke Muhammadiyah. Kita tidak pernah mencela Muhammadiyah itu yang aplikasinya yang ke NU Pemerintah , NW dan sebagainya tidak pernah kita cela. Masing-masing kita jalan sendiri dengan toleransi. Satu-satunya di Negara kita tidak ada di Negara lain.” 21

9. Pendapat Tgh. Samsul Hakim S.Sos, I, M. Sy. mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu:

“Disebabkan karena memang kita mempunyai wilayah hukum berbeda, Indonesia mempunyai daerah hukum yang berbeda dengan Arab Saudi walaupun dia menggunakan metode yang sama yaitu rukyatul hilal, kalau di Indonesia menetapkan awal bulan baik awal bulan Ramadhan maupun penetapan tanggal 1 Dzulhijah sehingga akan berpotensi terjadi perbedaan kepada lebarannya, karena tanggal 1 Dzulhijah sempat berbeda karena memang posisi bulan, posisi hilal pada saat itu dibawah 2 derajat karena yang disepakati oleh Indonesia yang disepakati oleh MABIMS, Kementerian Agama yaitu menyepakati bahwa kriteria hilal yang bisa ditetapkan mnejadi tanggal 1 itu adalah 3 derajat sementara posisi saat itu 2022 itu posisinya adalah dibawah 2 derajat bahkan dibawah nol koma berapa derajat kalau di Arab Saudi sistemnya berbeda sistemnya juga rukyatul hilal dan ada mahkamah yang menetapkan bulan dan memang matlak kita berbeda nggak mesti harus sama tergantung Negara, walaupun metodenya sama dan disana Arab Saudi barangkali sudah dilhat hilalnya tanggal 1 Dzulhijah jadi wajar terjadi perbedaan bahkan sering kali terjadi perbedaan antara Arab Saudi dengan Indonesia. Itu disebabkan karena metode yang ditetapkan itu adalah 3 derajat dan elongasinya 6,4 derajat

21 Tgh. Maa’ rif Makmun Dirance,Wawancara, Praya Barat Daya, 30 Januari 2023

(43)

28

yang disepakai oleh negara MABIMS. Yang baru 2 derajat dengan sudut elongasi 3 derajat 8 jam. Kalau opini saya tentang Astronomi seharusnya ke Astronomi, yang menurut Astronomi tidak mungkin kelihatan karena yang awal bulan itu sabda Nabi

summulirukyti’ i” karena melihat hilal bukan karena hisab perintahnya adalah melihat hilal dan menurut ahli rukyat tidak mungkin kelihatan kalau dibawah 3 derajat bahkan mereka katakan 3 derajat itu sangat sangat sulit kelihatan apalagi dibawah itu. Karena terpantul oleh cahaya matahari yang masih bersinar terang sehingga hilal itu tidak nampak lain halnya dengan Muhammadiyah yang menetapkan tanggal 1 yang metodenya pakai metode hisab bukan metode rukyah kalau hisab itu berapapun derajat mau kelihatan maupun tidak yang penting ada hilalnya diatas ufuk tanggal 1 tapi kalau kita Menteri Agama itu yang dilaksanakan mayoritas kita Imam Syafi’ i itu dengan rukyatul hilal bukan hisab karena perintahnya Nabi itu sudah jelas menentukan awal bulan itu dengan rukaytul hilal melihat hial.” 22

10. Pendapat Tgh. Muhammad Alvin Hartana mengenai perbedaan Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 M/1443 H antara Arab Saudi dengan Indonesia yaitu;

“Perbedaan itu sesuatu yang wajar karena perbedaan metode penetapan tanggal 1 Dzulhijjah ada yang memakai metode hisab dan ada yang memakai metode rukyah. Tanggapan saya tentang mengikuti perbedaan waktu adalah hak keyakinan dari masyarakat karena undang-undang menjamin tentang kebebasan beribadah menurut keyakinan masing-masing dan masyarakat selalu mengikuti arahan dari pemerintah. Tuan Guru berhak mengkritik kebijakan yang dilakukan oleh pihak Kementerian Agama, jika keluar dari metode penetapan, akan tetapi ketika tidak keluar dari metode penetapan antara metode rukyah dan hisab masyarakat harus mengikuti.” 23

22 Tgh. Samsul Hakim S. Sos, I,M. Wawancara, Praya Tengah, 1 Februari 2023

23 Tgh. Muhammad Alvin Hartana, Wawancara, Praya Timur, 6 Februari 2023

Gambar

Tabel 2.1 Profil Tuan Guru di Lombok Tengah, 17.

Referensi

Dokumen terkait