• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PROFIT DAN ARUS KAS UNTUK MEMPREDKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN JASA SUB SEKTOR TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE TAHUN 2015-2019)

N/A
N/A
Zahrotin Nisa

Academic year: 2023

Membagikan "PENGGUNAAN PROFIT DAN ARUS KAS UNTUK MEMPREDKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN JASA SUB SEKTOR TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE TAHUN 2015-2019) "

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PROFIT DAN ARUS KAS UNTUK MEMPREDKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN JASA SUB

SEKTOR TELEKOMUNIKASI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE TAHUN 2015-2019)

Zahrotin Nisa (20181220139) Dedy Surahman

Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surabaya

ABSTRAK : Penelitian ini menggunakan model analisis deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dari dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain berupa laporan publikasi periode 2015 - 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 6 perusahaan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Data diolah menggunakan SPSS 16.

Berdasarkan kesimpulan hasil analis diketahui bahwa laba dan arus kas berpengaruh terhadap kondisi financial distress, dimana diperoleh angka signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti berpengaruh signifikan dalam memprediksi kondisi financial distress.

Keyword : Arus Kas,Profit, Struktul Modal, Variabel Intervening, Financial Distress

1. PENDAHULUAN

Globalisasi perekonomian dunia menyebabkan perkembangan yang sangat pesat pada dunia usaha di Indonesia. Globalisasi perekonomian era digital modern yang semuanya serba digital mengharuskan masyarakat semua kalangan untuk melakukan akses digital dan bagi perusahaan telekomunikasi berbondong-bondong untuk terus

(2)

meng-upgrade kinerja perusahaan. Perkembangan tersebut memicu terjadinya

persaingan yang ketat, khususnya perusahaan yang sejenis. Pada kondisi yang demikian menuntut perusahaan untuk selalu memperbaiki dan menyempurnakan bidang usahanya agar perusahaan dapat mencapai tujuan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) secara berkelanjutan.

Sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana atau alternatif pembiayaan pada umumnya perusahaan yang go publik memanfaatkan keberadaan pasar modal.

Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat untuk menunjang kinerja dan kondisi keuangan perusahaan. Karena kondisi keuangan perusahaan menjadi bahan acuan para investor atau kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan. Oleh karena itu, pentingnya suatu model prediksi kebangkrutan suatu perusahaan menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak seperti pemberi pinjaman, investor, pemerintah, akuntan dan manajemen.

Setiap perusahaan yang didirikan diharapkan mampu menghasilkan profit sehingga perusahaan mampu untuk bertahan dan berkembang dalam jangka panjang yang tak terbatas. Hal ini dapat diasumsikan bahwa perusahaan akan terus hidup dan diharapkan tidak akan mengalami likuiditasi. Dalam praktek, asumsi seperti diatas tidak selalu menjadi kenyataan. Seringkali perusahaan yang telah beroperasi dalam jangka waktu tertentu terpaksa harus menutup usahanya karena mengalami financial distress yang berujung pada kebangkrutan.

Struktur modal adalah perimbangan atau perpaduan antara modal asing dengan modal sendiri (Husnan, 2004), dengan kata lain struktur modal merupakan proporsi dalam pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal. Dengan demikian

(3)

struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur keuangan. Struktur keuangan mencerminkan perimbangan baik dalam artian absolut maupun relatif antara keseluruhan modal asing (baik jangka pendek maupun jangka panjang) dengan jumlah modal sendiri (Riyanto, 2008).

Menurut Atmini (2005) Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default. Menurutnya ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan adanya masalah likuiditas, sedangkan default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.

Parulian (2007) dalam Zulandari (2015) menjelaskan bahwa suatu perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Menurut mereka, sinyal pertama dari kesulitan ini adalah dilanggarnya persyaratanpersyaratan utang (debt covenants) yang disertai dengan penghapusan atau pengurangan pembayaran dividen.

Wahyuningtyas (2010) melakukan penelitian tentang Penggunaan Profit Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Studi Kasus Pada Perusahaan Bukan Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005- 2008) dengan menggunakan variable dependen dan independen dimana variable dependen yang digunakan yaitu Financial Distress dan variable independennya Profit dan arus kas . Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa Profit memiliki predictive value yang lebih besar dari pada arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.

(4)

Investor menginginkan kemakmurannya meningkat melalui nilai perusahaan yang baik. Struktur modal yang optimal membantu perusahaaan untuk beroperasi pada tingkat profitabilitas yang maksimal. Ukiran perusahaan yang besar diharapakn dapat mendukung aktifitas bisnis perusahaan sehingga terjadi peningkatan profitabilitas dan pada akhirnya terjadi peningkatan nilai perusahaan di mata investor.. Penyelesaian kewajiban dana pinjaman kepada pihak ketiga harus seiring dengan membaiknya keadaan keuangan perusahaan, jika tidak maka akan semakin memperbesar kewajiban perusahaan sehingga terindikasi financial distress (Gobenvy 2014:2). Berdasarkan teori dan pemaparan yang sudah dijelaskan peneliti ingin memberikan gambaran mengenai pengaruh antara arus kas, Profit dan leverage terhadap financial distress.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Penggunaan Profit dan Arus Kas Untuk Mempredksi Kondisi Financial Distress Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Pada

Perusahaan Jasa Sub Sektor Telekomunikasi Yang Terdaftar Di Bei Periode Tahun 2015-2019)

Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh Profit dan arus kas terhadap financial distress dengan Struktur modal sebagai variable intervening dengan sampel perusahaan jasa sub sector telekomunikasi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2015 – 2019”.

2. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Teori

2.1.1 Teori Agensi

(5)

Agency teory merupakan suatu bentuk hubungan kontraktual antara seorang atau beberapa orang yang bertindak sebagai principal dan seseorang atau beberapa orang lainnya yang bertindak sebagai agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambilan keputusan (jensen & smith, 1984) dalam Rahmi (2014:7).

Tujuan dari sistem pemisahan ini adalah untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas dengan memperkerjakan agen-agen profesional dalam mengelola perusahaan. Penguasaan kendali perusahaan dipegang oleh agent sehingga agent dituntut untuk selalu transparan dalam melaksanakan kendali perusahaan di bawah principal. Salah satu bentuk pertanggung jawabannya adalah dengan mengajukan laporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk melaporkan kondisi keuangan perusahaan pada periode waktu tertentu.

2.1.2 Financial Distress

Financial distress Menurut Atmini (2005) adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang dan default. Menurutnya ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan adanya masalah likuiditas, sedangkan default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.

Financial distress dibagi menjadi empat istilah yang ditulis oleh Altman (2006: 4), yaitu:

1) Economic Failure

(6)

Pendapatan perusahaan tidak dapat menutup seluruh total biaya yang digunakan. Perusahaan dalam kondisi ini dapat terus melakukan aktivitas operasi apabila kreditur tetap ingin menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima pengembalian di bawah tingkat bunga pasar.

2) Business Failure

Business Failure digunakan untuk menggambarkan berbagai macam kondisi bisnis yang tidak memuaskan.

3) Insolvent

Kondisi insolvent dialami pada perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena tidak mampu memperoleh Profit bersih.

Insolvent sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok, Technical Insolventcy dan Bankcruptcy Insolvency. Legal Bankcruptcy.

2.1.3 Profit

Profit menurut Swardjono (2008:343) didefinisikan sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Definisi Profit yang diungkapkan memiliki arti bahwa Profit merupakan kelebihan pendapatan atas biaya (biaya total yang melekat dalam kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa). Profit menurut APB Statement (Accounting Principles Board Statement) adalah kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi. Committe on Terminology mendefinisikan Profit sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain, dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi. (Harahap 2009:113).

Profit atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti Profit per lembar

(7)

saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk Profit adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran Profit yang berbeda antara lain: Profit kotor, Profit operasional, Profit sebelum pajak, dan Profit bersih. Komponen laporan Profit rugi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penjualan

Penjualan adalah pendapatan yang diperoleh dari penyerahan barang atau jasa kepada langganan dalam periode tertentu. Dalam laporan Profit rugi penjualan dilaporkan baik penjualan kotor maupun penjualan bersih.

b. Harga pokok penjualan

Harga pokok penjualan adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau mendapatkan barang yang dijual.

c. Biaya operasi

Biaya operasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk membiayai aktivitas perusahaan, baik administrasi maupun penjualan.

d. Pendapatan dan biaya diluar operasi

Pendapatan dan biaya diluar operasi adalah semua pendapatan yang diperoleh atau beban yang timbul dari aktivitas-aktivitas di luar usaha utama perusahaan.

e. Pos-pos luar biasa

(8)

Pos-pos luas biasa adalah Profit atau rugi yang timbul di luar usaha utama yang bersifat insidentil. Ciri-ciri Profit rugi luar biasa adalah bersifat tidak normal dan tidak sering terjadi, misalnya Profit dari pembatalan hutang kepada pemegang saham, kerugian kebakaran, dan sebagainya.

f. Pajak penghasilan

Pajak penghasilan ini dihitung dari Profit bersih sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam laporan Profit rugi, pajak penghasilan dikurangkan dari Profit bersih sebelum pajak.

2.1.4 Arus Kas

Kas menurut Jumingan (2014 : 97). merupakan aktiva yang paling likuid atau merupakan salah satu unsur modal yang paling tinggi likuiditasnya, berarti semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya

Arus kas menurut Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) no. 2 tahun 2014 adalah arus kas masuk dan arus kas keluar atau setara kas. Purba (1997:38) menyatakan arus kas (cash flow) merupakan jumlah pengeluaran tiap–tiap periode, antara lain pembelian bahan–bahan, peralatan dan lain-lain di samping penerimaan.

Dalam penyajian laporan arus kas ini memisahkan antara transaksi arus kas dalam tiga kategori yaitu (Nandrayani, dkk: 2015):

1. Kas yang berasal dari atau digunakan untuk kegiatan operasional.

2. Kas yang berasal dari atau digunakan untuk kegiatan investasi.

(9)

3. Kas yang berasal dari atau digunakan untuk kegiatan pendanaan.

2.1.5 Struktur Modal

Struktur modal didefinisikan sebagai kombinasi pendanaan antara modal eksternal dengan modal internal yaitu jumah modal perusahaan sendiri.

Struktur modal merupakan kombinasi antara hutang jangka panjang dan ekuitas ( berupa saham preferen, modal saham biasa dan Profit ditahan) dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Menurut Shubita dan Alsawalhah (2012) Struktur modal dikatakan optimal, apabila dapat memaksimalkan nilai pasar dari perusahaan dengan jumlah saham perusahaan yang beredar. Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Debt To Equity Ratio (DER) yang berasal dari perbandingan total debt terhadap total equity.

Terdapat beberapa teori yang mendasari Struktur modal dalam penelitian ini, diantaranya adalah MM Theory, Trade-Off, Pecking Order dan Agency CostHarahap (2016:303) menyatakan rasio leverage menggambarkan kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam mendapatkan Profit melalui sumber daya yang ada.

Pengukuran leverage dalam penelitian yang dilakukan menggunakan debt to asset ratio. Menurut Fahmi (2011:127) rumus debt to total assets atau debt ratio adalah :

Total Kewajiban Total Aktiva Keterangan:

1. Total Kewajiban merupakan pennjumlahan dari hutang lancar dan hutang jangka panjang.

2. Total Aktiva merupakan penjumlahan dari aktiva lancar dan aktiva tidak

(10)

lancar.

2.2 Hubungan Antar Variabel

2.2.1 Pengaruh Profit Terhadap Struktur Modal

Struktur modal selalu dikaitkan dengan nilai perusahaan. Pengaruh struktur modal terhadap perolehan atau tingkat Profit dalam perusahaan. Alasannya karena pemilikan struktur modal yang baik akan mempengaruhi tingkat Profit perusahaan.

Brigham and Houston (2010) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan utang relatif kecil.

Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Perusahaan yang mempunyai profit tinggi akan menggunakan utang dalam jumlah rendah, dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan Pecking Order Theory yang mengemukakan bahwa perusahaan cenderung menggunakan sumber pendanaan internal sebanyak mungkin sebelum memutuskan untuk berutang.

Berdasarkan pemaparan pengaruh Profit terhadap struktur modal , peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :

Ha1 :Profit berpengaruh terhadap struktur modal.

2.2.2 Pengaruh Arus Kas Terhadap Struktur Modal

Pengambilan keputusan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi pengguna laporan keuangan karena sedapat mungkin menghasilkan keuntungan bagi pihak yang berkepentingan. Pengambil keputusan tersebut adalah kreditor dan investor.

Sebelum mengambil keputusan investasi atau meminjamkan uang atau modal, maka mereka harus mengetahui kondisi keuangan perusahaan dimana mereka berinvestasi.

(11)

Salah satu cara mengetahuinya adalah dengan menganalisis laporan keuangan. Saat ini, para investor dan kreditor cenderung menganalisis laporan arus kas dibanding neraca atau laporan laba rugi perusahaan. Laporan arus kas merupakan cerminan kas yang diperoleh dan dikeluarkan oleh perusahaan dalam suatu periode akuntansi dan dapat menggambarkan kemampuan perusahaan untuk bertahan dan menyelesaikan

kewajibannya meskipun laporan laba rugi menunjukkan kerugian. Bagi sebagian pengguna laporan keuangan, analisis laporan arus kas dianggap lebih konkrit untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan. Beberapa teori menyatakan adanya hubungan antara kestabilan arus kas dengan struktur modal perusahaan. Arus kas yang stabil dan cenderung meningkat menandakan meningkatnya kemampuan perusahaan dalam membiayai operasinya dengan hutang dibanding dengan ekuitas sendiri.

2.2.3 Pengaruh Profit Terhadap Financial Distress

Profit menurut Subramanyam (2015:161). merupakan sumber kas yang menjadi tujuan utama dalam perusahaan karena dapat diandalkan untuk pembayaran jangka panjang atas bunga dan pokok utang. Arus Profit yang stabil merupakan ukuran penting atas kemampuan perusahaan dalam mencari dana pinjaman pada saat dalam kondisi financial distress. Arus Profit yang stabil juga merupakan ukuran bagi perusahaan untuk dapat bangkit dari kesulitan ekonomi Profit perusahaan yang ideal dapat bertumpu dengan:

a) Diperolehnya Profit operasi dan bukan Profit lain-lain

b) Profit operasi di atas rata-rata industri, yang menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan di atas rata-rata

c) Sudah terjadi perulangan, yang membuktikan bahwa kemampuan perusahaan menjual produk memang teruji di pasar.

(12)

Ketiga hal tersebut apabila sudah terdapat dan dijumpai dalam sebuah perusahaan dapat dikatakan bahwa fundamental dari Profit yang dimiliki sudah kuat.

Profit yang sudah kuat diartikan bahwa perusahaan sudah teruji di pasar dan memperoleh pendapatan yang memadai (Prihadi 2010:55).

Berdasarkan pemaparan mengenai pengaruh Profit terhadap financial distress, peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :

Ha3 : Profit berpengaruh terhadap financial distress.

2.2.4 Pengaruh Arus Kas Terhadap Financial Distress

Financial distress menurut Fahmi (2011:158). dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga kewajiban yang masuk dalam kategori (leverage) solvabilitas. Satu dari ketidakmampuan keuangan (financial distress) adalah flow-based insolvency yang

1. ditunjukkan dengan kondisi arus kas operasi yang tidak dapat memenuhi kewajiban lancar perusahaan

2. Mengenai pengaruh arus kas terhadap financial distres, Sumbramanyam (2015:19) menyatakan sebagai berikut:

Perusahaan yang sukses maupun yang gagal dapat mengalami masalah arus kas dari operasi, namun dengan alasan yang jauh berbeda. Perusahaan yang sukses yang menghadapi masalah investasi dalam piutang dan persediaan yang meningkat untuk memenuhi permintaan pelanggan yang meningkat, mendapati bahwa keuntungan yang meningkat berguna untuk mendapatkan pendanaan tambahan dengan utang maupun ekuitas. Keuntungan (Profit akrual positif) yang dimiliki pada akhirnya menghasilkan arus kas positif.

(13)

Perusahaan yang gagal akan mengalami kekurangan kas karena penurunan perputaran piutang dan persediaan, mengalami kerugian operasi, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut atau faktor lainnya. Perusahaan yang gagal dapat meningkatkan arus kas dengan menurunkan lebih lanjut. Faktor- faktor tersebut merupakan tanda krisis saat ini dan dimasa depan, serta kekurangan kas, termasuk penurunan kredit perdagangan. Penurunan arus kas bagi perusahaan gagal memiliki implikasi yang sama sekali berbeda dengan implikasinya bagi perusahaan yang sukses. Manajer meskipun gagal dapat meminjam uang, biaya dan pinjaman hanya akan memperbesar kerugian.”

Berdasarkan pemaparan mengenai pengaruh Profit terhadap financial distress, peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :

Ha4 :Arus kas berpengaruh terhadap financial distress.

2.2.5 Pengaruh Struktur Modal terhadap Financial Distress

Trade-off theory menjelaskan bahwa jika posisi struktur modal berada di bawah titik optimal maka setiap penambahan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan, sebaliknya, jika posisi struktur modal berada di atas titik optimal maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Artinya jika perusahaan memiliki dana internal mereka akan cenderung menggunakannya untuk menambah modal. Terdapat trade-off biaya dan manfaat biaya atas penggunaan hutang, semakin besar proporsi hutang akan semakin besar perlindungan pajak yang diperoleh tetapi akan semakin besar juga biaya kebangkrutan yang mungkin timbul, hal ini akan berpengaruh kepada nilai perusahaan.

Berdasarkan pemaparan mengenai pengaruh Struktur Modal terhadap financial distress, peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :

(14)

Ha5 : Struktur modal berpengaruh terhadap financial distress.

2.2.6 Pengaruh Profit Terhadap Financial Distress Melalui Mediasi Struktur Modal

Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi maka semakin menurun struktur modal dari tingkat hutangnya. Dengan demikian perusahaan dengan profitabilitas tinggi mempunyai sumber pendanaan internal yang besar (Dewi,

2016).Marusya & Magantar (2016) apabila DER meningkat maka profitabilitas perusahaan akan menurun, begitu juga sebaliknya apabila DER menurun maka

profitabilitas akan meningkat. Hal ini apabila rasio utang meningkat maka tingkat beban bunga akan meningkat sehingga akan mengurangi keuntungan yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan semakin tinggi pula kewajiban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Adanya kewajiban yang tinggi yang harus ditanggung oleh perusahaan dapat menimbulkan resiko besar ketika perusahaan tidak mampu membayar kewajiban pada saat jatuh tempo. Sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan serta perusahaan akan dihadapkan pada biaya bunga yang tinggi yang dapat menurunkan laba perusahaan Suatu perusahaan yang tidak mampu membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo maka perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Perusahaan dapat mengalami kebangkrutan apabila nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari aset perusahaan. Kondisi ini akan mengarah pada terjadinya likuidasi perusahaan (Brigham & L, 1993). Hal ini tidak sesuai dengan teori sinyal.

Dalam teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal merupakan suatu tindakan yang diambil manajemen yang berguna untuk memberikan petunjuk bagi

(15)

pengguna laporan keuangan tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang tinggi akan menghindari penjualan saham dan berusaha mencari modal baru dengan menggunakan utang (Brigham &

Houston, 2011).

Berdasarkan pemaparan pengaruh Profit terhadap financial distress melalui mediasi struktur modal , peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :

Ha6 :Profit berpengaruh terhadap financial distress melalui mediasi struktur modal.

2.2.7 Pengaruh Arus Kas Terhadap Financial Distress Melalui Mediasi Struktur Modal

Beberapa teori menyatakan adanya hubungan antara kestabilan arus kas dengan struktur modal perusahaan. Arus kas yang stabil dan cenderung meningkat menandakan meningkatnya kemampuan perusahaan dalam membiayai operasinya dengan hutang dibanding dengan ekuitas sendiri. Perusahaan dengan cash flow yang sangat fluktuatif akan menyadari bahwa penggunaan utang yang penuh risiko akan kurang menguntungkan dibanding dengan ekuitas, sehingga perusahaan dipaksa untuk menggunakan ekuitas untuk memenuhi pendanaan perusahaan guna menghindari financial distress (Setiawan, 2006:78).

Artinya pada saat risiko usaha turun, maka perusahaan dianjurkan dapat memanfaatkan utang sebagai sumber pembiayaan. Hal ini sesuai dengan teori trade off yang menyatakan bahwa perusahaan dengan risiko bisnis kecil dapat memanfaatkan penggunaan utang untuk memperbesar nilai perusahaan sampai dengan titik tertentu

(16)

dikarenakan adanya penghematan pajak. Dan sebaliknya, perusahaan dengan risiko bisnis yang besar akan menanggung financial distress cost yang besar sehingga

keuntungan dari penghematan pajak tidak dapat mengimbangi kerugian yang diakibatkan financial distress cost. Oleh karena itu, penggunaan utang pada perusahaan dengan risiko tinggi akan menurunkan nilai perusahaan. Sehingga pada perusahaan yang mempunyai risiko tinggi akan mempunyai struktur modal yang kecil.

Berdasarkan pemaparan pengaruh arus kas terhadap financial distress melalui mediasi struktur modal , peneliti mengembangkan hipotesis sebagai berikut :

Ha7 : Arus kas berpengaruh terhadap financial distress melalui mediasi struktur modal.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan teori yang sudah ada dapat dirumuskan hipotesis sementara untuk digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

Ha1 : Profit berpengaruh terhadap Struktur moda Ha2 : Arus kas berpengaruh terhadapa struktur modal Ha3 : Profit berpengaruh terhadap financial distress.

Ha4 : Arus kas berpengaruh terhadap financial distress.

Ha5 : Struktur modal berpengaruh terhadap financial distress.

Ha6 : Profit berpengaruh terhadap financial distress melalui mediasi struktur modal.

Ha7 : Arus kas berpengaruh terhadap financial distress melalui mediasi struktur modal.

(17)

Arus Kas (X2)

Struktur Modal (Z) Profit (X1)

2.4 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan, kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian

Analisis data pada penelitian ini menggunakan variabel arus kas, Profit, leverage dan financial distress.

3.2 Definisi Operasional Variabel

3.2.1 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel yang terikat oleh variabel lain. Variable dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Financial Distress.

1. Financial distress

Financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi. Dalam penelitian ini untuk Financial Distress diukur dengan metode Grover.

Metode Grover

Jefrey S.Grover menghasilkan fungsi sebagai berikut:

Financial Distress (Y)

G-score = 1,650X1 + 3,404X2 - 0,016ROA + 0,057

(18)

Dimana:

X1 = Working Capital/Total Asset

X2 = Earnings Before Interest and Taxes/Total Asset ROA = Net Income/Total Asset

Klarifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai G-score. Jika skor G ≤ -0,02, maka perusahaan yang diprediksi mengalami kebangkrutan. Jika G

≥ 0,01, maka perusahaa yang tidak akan mengalami kebangkrutan.

3.2.2 Variabel Intervening (Z)

Menurut Tuckman (dalam Sugiyono, 2007:30) Variabel Intervening didefinisi- kan sebagai variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel dependen dan variabel independen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variable Intervening yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur Modal

1. Struktur Modal

Struktur modal diukur dengan debt to equity value (DER) yang merupakan perbandingan total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitas perusahaan. Rasio DER diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Fahmi, 2011):

3.2.3 Variabel Independen (X1 & X2)

Variable independen adalah variabel yang tidak terikat oleh variable lain. Variable independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

DER = Total Liabilitas Total Ekuitas

(19)

berikut:

1. Profit (X1)

Profit dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa. Profit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Profit dengan

perhitungan ROA.

Dalam penelitian Profit di hitung menggunakan rumus sebagai berikut ini:

ROA= Net income x 100%

Totas assets 2. Arus Kas (X2)

Arus kas merupakan jumlah pengeluaran tiap–tiap periode, antara lain pembelian bahan–bahan, peralatan dan lain-lain di samping penerimaan.

Dalam penelitian arus kas dihitung menggunakan rumus current ratio yaitu perhitungan arus kas sederhana sebagai berikut :

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa sub sektor telekomunikasi yang terdaftar di BEI periode tahun 2015-2019.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penarikan sampel yang dilakukan adalah dengan menggunakan desain sampel

Arus Kas (CR) = Current assets Current Liabilitas

(20)

non probabilitas dengan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan perusahaan jasa sub sektor telekomunikasi yang terdaftar secara terus-menerus di Bursa Efek Indonesia selama periode Tahun 2015-2019.

2. Perusahaan perusahaan jasa sub sektor telekomunikasi yang memiliki laporan keuangan lengkap selama periode Tahun 2015-2019

Berdasarkan sampling dapat diketahui bahwa jumlah sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 6 perusahaan jasa sub ector telekomunikasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data penelitian diperoleh dari website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) serta sumber data pendukung lainnya

Berikut ini adalah daftar nama perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :

No Kode

Saham Nama Emiten Sub Sektor

1 BTEL Bakrie Telecom Tbk. Telekomunikasi

2 EXCL XL Axiata Tbk. Telekomunikasi

3 FREN Smartfren Telecom Tbk. Telekomunikasi

4 ISAT Indosat Tbk. Telekomunikasi

5 JAST Jasnita Telekomindo Tbk. Telekomunikasi 6 TLKM

Telekomunikasi Indonesia

Tbk. Telekomunikasi

Gambar 3.2 daftar perusahaan sampel

3.4Analisis Data

(21)

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kuantitatif. Metode analisis data kuantitatif adalah metode analisis yang menggunakan rumus-rumus tertentu yang didapat dari suatu proses pengujian.

3.4.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai sebaran data penelitian.

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Santoso (2002) Asumsi klasik dilakukan untuk memenuhi syarat analisis regresi linier dengan tujuan mengukur keterikatan antar variabel bebas.

Terdapat empat pengujian terkait uji asumsi klasik yaitu uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.

1. Uji Normalitas

Data Menurut Ghozali (2013) uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi antara variabel dependen dengan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Dalam uji normalitas ini ada 2 cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik atau uji statistik. Menurut Winarno (2009) model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

Untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode One Sample Kolmogrov- Smirnov (K-S). Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikan lebih besar dari nilai kritis atau nilai K-S memiliki nilai probabilitasnya di bawah Alfa (α) yakni 5% (0,05).

2. Uji Uji Multikolinearitas

(22)

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji model regresi yang ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2013). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasidiantara variabel independen. Sedangkan menurut Winarno (2009) untuk mendeteksi adanya multikolinearitas di dalam model regresi pada penelitian ini menggunakan hitungan koefisien korelasi antar variabel

independen, apabila koefisiennya rendah, maka tidak terdapat multikolinieritas.

Untuk mendeteksi uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi dan nilai variance inflation factor (VIF). Untuk pengambilan keputusan dalam menentukan ada atau tidaknya multikolinearitas yaitu dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika nilai VIF > 10 atau jika nilai tolerance < 0.10, maka ada multikolinearitas dalam model regresi.

2) Jika nilai VIF < 10 atau jika nilai tolerance > 0.10, maka tidak ada multikolinearitas dalam model regresi.

3. Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik jika tidak terjadi heterokedastisitas disebut dengan homoskedastisitas. Dalam penelitian ini untuk menguji terjadinya heterokedastisitas menggunakan uji glejser yang berfungsi untuk menguatkan data yang akan diolah terjadi gangguan

heteroskedastisitas atau tidak dan menggunakan angka yang lebih detail. Gangguan heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai signifikasi variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila hasil dari uji glejser kurang dari atau sama dengan 0,05

(23)

maka dapat disimpulkan data tersebut mengalami gangguan heterokedastisitas dan sebaliknya (Ghozali, 2006).

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya (Ghozali, 2013). Gejala ini menimbulkan konsekuensi yang merupakan interval keyakinan menjadi lebih lebar serta varians dan kesalahan standar akan ditafsir terlalu rendah. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilihat dari angka DW (Durbin-Watson). Menurut Winarno (2011) untuk

mendeteksi adanya autokorelasi secara umum bisa disimpulkan dengan beberapa kriteria sebagai berikut:

1) Angka Durbin Watson (DW) di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

2) Angka Durbin Watson (DW) di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

3) Angka Durbin Watson (DW) diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.

3.4.3 Analisis Jalur

Analisis jalur adalah suatu perluasan dari model regresi yang digunakan untuk menguji kecocokan dari matriks korelasi terhadap dua atau lebih model kausal yang sedang dibandingkan dan untuk memberikan penjelasan yang dapat diterima dari korelasi yang diamati dengan membuat model-model hubungan sebab akibat antara variable.

Persamaan Struktural dari Penelitian ini terbagi atas :

(24)

1) Sub-struktur 1

Struktur Modal (Z) = β zx1 X1 + β zx2 X2 ++ ε2

2) Sub-struktur 2

Financial Distress (Y) = βyx1 X1 + β yx2 X2 + β yz Z + ε1

Dalam hal ini : Y= Financial Distress Z= Struktur Modal X1= Profit

X2= Arus Kas

β= Koefisien korelasi e= Error

3.4.4 Pengujian Hipotesis

Pada penelitian ini uji hipotesis dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dan P- values. Apabilai nilai P-values lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis penelitian diterima (Yamin & Kurniawan, 2011:54). Atau apabila nilai t-statistik lebih besar dibanding t- tabel (alpha 5% = 1,96) maka hipotesis diterima dan sebaliknya apabilai nilai P-values lebih besar dari 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak, atau apabila nilai t-statistik lebih kecil dibanding t-tabel (alpha 5% = 1,96) maka hipotesis ditolak .

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif

(25)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Profit_ROA (X1) 30 -3.58 .16 -.2667 .77097

Arus kas_CR (X2) 30 .20 9.14 1.0962 1.78645

Financial distress_G-Score

(Y) 30 -13.95 2.07 -1.1998 3.98937

Strutur modal_DER (Z) 30 -1.19 4.47 1.6797 1.65788

Valid N (listwise) 30

Gambar 4.1 hasil uji descriptive statistics

4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 30

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.33968017

Most Extreme Differences Absolute .106

Positive .088

Negative -.106

Kolmogorov-Smirnov Z .583

Asymp. Sig. (2-tailed) .886

Gambar 4.1: Uji normalitas persamaan 1

Berdasarkan hasil output uji SPSS diketahui bahwa persamaan satu yaitu variable X1 -> Z dan variable X2 -> Z nilai signifikasi Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0.886 >

0.05. Maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas Kolmogorov-smirnov dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

(26)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 30

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 2.15779898

Most Extreme Differences Absolute .152

Positive .100

Negative -.152

Kolmogorov-Smirnov Z .834

Asymp. Sig. (2-tailed) .490

Gambar 4.2: Uji normalitas persamaan 2

Berdasarkan hasil output uji SPSS diketahui bahwa persamaan dua yaitu variable X1, X2 dan Z dengan variable Y memiliki nilai signifikasi Asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0.490 > 0.05. Maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas Kolmogorov-smirnov dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas Coefficients Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

Profit (X1) 0.450 2.224

Arus kas_CR (X2) 0.450 2.224 Dependent Variabel struktur modal_DER (Z)

Gambar 4.3: Uji multikolinearitas 1

Berdasarkan table output coeficients dapat diketahui nilai Tolerance untuk variable Profit (X1) dan Arus kas (X2) sebesar 0.450 > 0.10 dan nilai VIF sebesar 2.224 < 10.00.

(27)

Coefficients Mode

l

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

Profit (X1) 0.358 2.795

Arus kas_CR (X2) 0.449 2.225

Struktur Modal_DER (Z) 0.653

1.53 1 Dependent Variable: Financial Distress (Y)

Gambar 4.4: Uji multikolinearitas 2

Berdasarkan table output coeficients dapat diketahui:

- Nilai Tolerance untuk variable Profit (X1) sebesar 0.358 > 0.10 dan nilai VIF sebesar 4.795 < 10.00.

- Nilai Tolerance untuk variable Arus kas (X2) sebesar 0.449 > 0.10 dan nilai VIF sebesar 2.225 < 10.00.

- Nilai Tolerance untuk variable Struktur modal_DER (Z) sebesar 0.653 > 0.10 dan nilai VIF sebesar 1.531 < 10.00.

Maka berdasarkan dasar pengambilan keputusan dalam uji multikolinearitas bahwa tidak terjadi gejal multikolinearitas dalam model regresi ini.

3. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.024 .151 6.783 .000

Profit_ROA (X1) .237 .250 .264 .951 .350

Arus kas_CR (X2) .151 .108 .388 1.401 .173

a. Dependent Variable: Abs_RES1

Gambar 4.5: Uji glejser 1

(28)

Berdasarkan output persamaan satu diatas diperoleh nilai signifikan untuk:

- Variable Profit (X1) adalah 0.350 > 0.05.

- Variable Arus kas (X2) adalah 0.173 > 0.05.

Karena nilai sig kedua variable lebih dari 0.05, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan uji glejser, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi ini.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.464 .474 5.196 .000

Profit_ROA (X1) -.085 .542 -.046 -.156 .877

Arus kas_CR (X2) -.199 .209 -.250 -.952 .350

Strutur modal_DER (Z) -.398 .187 -.466 -2.135 .402

a. Dependent Variable: Abs_RES2

Gambar 4.6: Uji glejser 2

Berdasarkan output persamaan dua diatas diperoleh nilai signifikan untuk:

- Variable Profit (X1) adalah 0.877 > 0.05.

- Variable Arus kas (X2) adalah 0.350 > 0.05.

- Variable Struktur Modal (Z) 0.402 > 0.05.

Karena nilai sig ketiga variable lebih dari 0.05, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan uji glejser, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi ini.

4. Uji Autokorelasi

Model summary Mode

l R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin Watson

(29)

1 .589a 0.347 0.299 1.38841 1.514 Gambar 4.7 ; Uji Durbin Watson 1

Predictors: (Constant), Arus kas_CR (X2), Profit (X1) dengan Dependent Variable: Struktur Modal_DER (Z) memiliki nilai Durbin Watson 1.514 > -2 dan 1.251 < 2.

Karena diperoleh hasil Durbin Watson 1.251, terlihat bahwa tidak ada autokorelasi pada data dalam penelitian ini..

Model summary Mode

l R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin Watson

1 .841a 0.707 0.674 2.27889 1.353

Gambar 4.8: Uji Durbin Watson 2

Predictors: (Constant), Struktur Modal_DER (Z), Arus kas_CR (X2), Profit (X1) dengan Dependent Variable: Financial Distress (Y) memiliki nilai Durbin Watson 1.353 > -2 dan 1.353 < 2.

Karena diperoleh hasil Durbin Watson 1.353, terlihat bahwa tidak ada autokorelasi pada data dalam penelitian ini..

4.3 Hasil Analisis Jalur

Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh gambaran dari struktur analisis jalur secara keseluruhan dari pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung sebagai berikut :

Profit- ROA(X1)

Arus kas- CR (X2)

DER (Z) Financial

Distress- GSCORE

(Y)

e-1

e-2

0.610

0.029

0.737

0.499 0.808

0.541

(30)

Gambar 4.9. : Analisis Jalur 4.4 Hasil Uji Hipotesis

Nilai t Statistik P-Values (sig)

X1 -> Z 2.632 0.014

X2 -> Z 0.126 0.900

X1 -> Y 4.157 0,000

X2 -> Y 6.293 0,000

Z -> Y 3.805 0,001

X1 -> Z -> Y 0.966 0.333

X2 -> Z -> Y 0.134 0.893

Gambar 4.10. : Tabel Hasil Uji Path Hasil Pengujian Hipotesis 1

Nilai t statistik variable Profit (X1) adalah 2.632 > 1,96 dan P-Values 0.014 >

0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Profit (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap Struktur modal (Z). “Jadi hipotesis diterima”.

Hasil Pengujian Hipotesis 2

Nilai t statistik variable Arus kas (X2) adalah 0.029 < 1,96 dan P-Values 0.900

> 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Arus kas (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Struktur modal (Z). “Jadi hipotesis ditolak”.

Hasil Pengujian Hipotesis 3

Nilai t statistik variable Profit (X1) adalah 4.157 > 1.96 dan P-Values 0.000 <

0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Profit (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap variable Financial distress (Y). “Jadi hipotesis diterima”.

Arus kas- CR (X2)

Financial Distress- GSCORE

0.029 (Y)

0.996

(31)

Hasil Pengujian Hipotesis 4

Nilai t statistik variable Arus kas (X2) adalah 6.293 < 1,96 dan P-Values 0.000

> 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Arus kas (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Struktur modal (Z). “Jadi hipotesis diterima”.

Hasil Pengujian Hipotesis 5

Nilai t statistik variable Struktur modal (Z) adalah 3.805 > 1.96 dan P-Values 0.001 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Struktur modal (Z) berpengaruh secara signifikan terhadap variable Financial distress (Y). “Jadi hipotesis diterima”.

Hasil Pengujian Hipotesis 6

Nilai t statistik variable Profit (X1) adalah 0.134 < 1,96 dan P-Values 0.893 >

0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Profit (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Financial Distress (Y) melalui mediasi Struktur modal (Z). “Jadi hipotesis ditolak”.

Hasil Pengujian Hipotesis 7

Nilai t statistik variable Arus kas (X2) adalah 0.966 < 1,961 dan P-Values 0.333

> 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Arus kas (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Financial Distress (Y) melalui mediasi Struktur modal (Z).

“Jadi hipotesis ditolak”

5. KESIMPULAN

5.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, Beberapa keterbatasan yang ditemui dan mungkin memberi pengaruh pada hasil penelitian ini:

1. Keterbatasan dalam mengambil sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya

(32)

perusahaan sub sector telekomunikasi saja. Hasil penelitian ini kemungkinan dapat memberikan hasil yang berbeda pada sektor lainnya.

2. Penelitian ini hanya menggunakan Profit dan arus kas sebagai variabel independennya.

5.2 Saran Bagi Peneliti

Tidak dapat dipungkliri oleh peneliti sendiri bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk bisa mencermati, mengembangkan dan menyempurnakan keterbatasan dalam penelitian ini.

6. REFERENSI

Chandra Adi, Kamaliah, Dan Restu A. 2016. Pengaruh Struktur Modal Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Denganprofitabilitas Sebagai Variabel Intervening Yang Terdaftar Dibei Periode 2009-2013. Universitas Riau

Dewi, Made Pratiwi. 2011. Pengaruh Struktur Modal dan Struktur Kepemilikan terhadap Free Cash Flow dan Kebijakan Dividen pada Perusahaan- Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Universitas Udayana, Denpasar.

(33)

Wahyudi, Hartini Pawestri. 2005. Implikasi Struktur Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.

Wahyuningtiyas, F. 2010. Penggunaan Profit Dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress (Studi Kasus Pada Perusahaan Bukan Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005- 2008). Skripsi diterbitkan. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

www.idx.com, Diakses pada tanggal 14 Juni 2021 Pukul 18.00

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang ada dan adanya perbedaan hasil dari beberapa peneliti terhadulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut karena dari beberapa penelitian terdahulu terdapat hasil yang berbeda beda dan tidak bisa jadikan