• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Pappaseng Tomatoa Masyarakat Bugis Sinjai (Tinjauan Semantik Sastra Tutur) .” Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Makna Pappaseng Tomatoa Masyarakat Bugis Sinjai (Tinjauan Semantik Sastra Tutur) .” Skripsi"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan kedua dilakukan oleh Irwan Abbas (2013) dengan judul “Pappaseng: Kearifan Lokal Manusia Bugis yang Terlupakan”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pappaseng. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan peneliti terhadap perilaku generasi baru suku Bugis yang semakin menjauhi dan melucuti nilai-nilai budayanya seperti yang terdapat dalam lontaraq pappaseng. Penelitian relevan ketiga dilakukan oleh Johar Amir Ambo Dalle (2010) dengan judul “Pappaseng Alempureng Sebagai Alat Pengendalian Diri Masyarakat Bugis”. Menurut penelitian ini, nilai-nilai Pappaseng Alempureng dapat menjadi media penyampaian nasehat yang sangat bermakna agar Anda dapat mengendalikan diri untuk tidak berbuat curang.

Konsep Sastra

Menurut Sugihastuti (2007), karya sastra merupakan media yang digunakan sastrawan untuk menyampaikan gagasan dan pengalamannya. Menurut Robert Scholes, sastra modern adalah karya sastra yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat modern.

Sastra Lisan

Sastra lisan adalah karya sastra yang beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk lisan. Pendapat lain mengenai fungsi sastra lisan menurut Hutomo adalah sebagai berikut: (1) sebagai sistem proyeksi, (2) untuk validasi kebudayaan, (3) sebagai alat penegakan norma-norma sosial, dan sebagai alat kontrol sosial, ( 4) sebagai.

Masyarakat Bugis

Karena semangat nomaden masyarakat Bugis, banyak orang Bugis yang merantau ke luar negeri. Saat ini masyarakat Bugis tersebar di beberapa kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru.

Pappaseng Tomatoa

Dengan demikian, nilai-nilai budaya daerah khususnya budaya masyarakat Bugis dapat tetap terjaga, terutama nilai-nilai budaya yang dinilai masih relevan dengan keadaan saat ini dan pertumbuhan masyarakat serta generasi mendatang. Pappaseng merupakan suatu bentuk pernyataan yang menggunakan bahasa yang mengandung nilai etika dan moral, baik sebagai sistem sosial maupun sebagai sistem budaya suatu kelompok masyarakat Bugis (Matulada, 1985). Dalam papaseng kita temukan antara lain petunjuk pengelolaan yang baik, pendidikan karakter, dan nilai moral agama.

Papaseng harus dipelajari dan nilai-nilai luhur yang dikandungnya diangkat ke permukaan agar nilai-nilai tersebut tidak hanya menjadi milik nenek moyang tetapi juga dapat diwariskan kepada generasi sekarang dan mendatang. Dari berabad-abad hingga saat ini, warisan nenek moyang masyarakat Bugis masih tetap dilestarikan, dihargai dan dihormati karena mengandung banyak filosofi hidup. Dengan kata lain, nilai-nilai pappaseng menghormati manusia sedemikian rupa sehingga manusia mendapat tempat penting dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Pappaseng sebagai falsafah hidup masyarakat Bugis Sulawesi Selatan merupakan wujud ekspresi yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang bermanfaat bagi kehidupan. Nilai-nilai luhur dalam pappaseng dikemas dengan baik dalam suatu konsep yang mempunyai makna yang abstrak sehingga pemahaman maknanya memerlukan pendekatan-pendekatan tertentu karena tidak menutup kemungkinan makna di balik pappaseng bersifat situasional (Mattaliti, 1986).

Konsep Makna

Menurut Wallacce & Chafe (2012:8), makna denotatif bersifat mendasar, umum, apa adanya, netral, tidak mengganggu nilai cita rasa dan tidak bersifat kiasan. Makna denotatif adalah makna dalam alam yang nyata dan wajar, artinya makna kata sesuai dengan apa adanya, sesuai dengan pengamatan, hasil pengukuran, dan batasan. Makna denotatif didasarkan pada sebutan yang lugas terhadap sesuatu di luar bahasa atau didasarkan pada konvensi tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, makna umum apa adanya, tidak mengganggu nilai-nilai rasa dan tidak bersifat kiasan. Menurut Pilliang, suatu kata mengandung makna konotatif jika kata tersebut mengandung nilai emosional tertentu. Boleh jadi kata-kata yang digunakan sama, namun karena kandungan emosi yang dikandungnya, maka kata-kata yang diucapkan tersebut mempunyai makna konotatif di samping makna denotatif.

Menurut Chaer (2013), makna leksikal adalah makna kata-kata yang terdapat dalam kamus, istilah leksikal berasal dari leksikon yang berarti kamus. Menurut Chaer (2013), makna gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil peristiwa gramatikal, istilah gramatikal dari kata grammar yang berarti tata bahasa.

Pendekatan Semantik

Objek semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna yang meliputi lambang-lambang atau tanda-tanda yang mengungkapkan makna, hubungan antara makna yang satu dengan makna yang lain serta pengaruh makna terhadap orang dan masyarakat pengguna bahasa. Mempelajari seluk beluk makna juga berarti mempelajari bagaimana setiap pengguna bahasa memahami satu sama lain. Dari berbagai definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa semantik adalah suatu disiplin ilmu yang memfokuskan kajiannya pada aspek makna, yaitu kajian tentang makna yang terkandung dalam suatu pernyataan kata atau korelasi yang mencakup makna itu sendiri. Pengetahuan semantik akan memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata-kata yang memiliki makna yang tepat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.

Makna konotatif adalah makna non-aktual yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotatif yang ditambahkan. Makna afektif adalah makna yang berkaitan dengan perasaan penutur terhadap lawan bicaranya atau terhadap topik yang dibicarakan. Makna reflektif adalah makna yang muncul dari diri penutur ketika ia memberikan tanggapan terhadap apa yang dilihatnya.

Makna kolokatif adalah makna yang menyangkut ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki suatu kata dari sejumlah kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Makna tematik adalah makna yang dikomunikasikan menurut cara pembicara atau penulis mengorganisasikan pesan, ditinjau dari urutan, fokus, dan penekanannya.

Kerangka Pikir

METODE PENELITIAN

Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada nilai-nilai budaya yang terdapat dalam sastra lisan masyarakat Bugis Sinjai yang diwariskan secara turun-temurun, dipadukan dalam perilaku masyarakatnya, yang merupakan salah satu adat istiadat hidup dan falsafah hidup masyarakat Bugis Sinjai. kehidupan. Masyarakat.

Defenisi Istilah

Data dan Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data

Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi verbal melalui tanya jawab dan berhubungan langsung dengan orang yang dapat memberikan informasi. Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara menganalisis dokumen-dokumen yang memuat data-data yang mendukung analisis dalam penelitian.

Instrumen Penelitian

Teknik Analisis Data

Kalimat di atas mengandung makna afektif yaitu dari segi sikap dan unsur kesantunan hal ini dapat kita lihat dari perkataannya. Kalimat di atas mengandung makna konotatif, hal ini dapat kita lihat dari kata “Tana Sijakkae” yang merupakan kata kiasan yang diartikan benda atau benda. Kalimat di atas mempunyai makna asosiatif yang terlihat dari kata “Mulikkai tanae” yang berarti “menyapa”.

Kalimat di atas mengandung makna konotatif yang menitikberatkan pada kata kiasan, misalnya kata “Wae Sitottie”. Kalimat di atas mengandung makna afektif. Hal ini terlihat dari kata “taue ri dewatae” (takut akan Tuhan) “siri. Paseng diatas mengandung makna asosiatif, hal ini terlihat dari kata “lempa asepa mappannessa” konsep lain yang bermakna biarkan masyarakat yang menentukan.

Paseng di atas mengandung makna afektif, terlihat dari kata “Bicaramu namalempu gaummu” (Ucapanmu lurus seperti tingkah lakumu) merupakan suatu bentuk sikap yang tidak terpuji. Kalimat di atas mengandung makna konotatif, hal ini terlihat dari kata “Narekko natuoiki perring tanae siturungngi” yaitu kata kiasan yang menggunakan unsur (bambu) untuk menggambarkan sesuatu yang berarti kesusahan. Paseng di atas mengandung makna tematik, hal ini terlihat dari kalimat “Saat menjelang magrib kita wajib masuk ke dalam rumah untuk menghindari hal yang tidak baik” suatu bentuk tindakan kita untuk masuk ke dalam rumah agar keselamatan selalu terjaga.

Kalimat di atas mengandung makna afektif, terlihat dari kata “Aja muelo narafiseng ompo esso di lehurengmu” yang artinya Jangan bangun kesiangan karena kurang rezeki.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, digabung dengan penelitian terkait, dapat diketahui bahwa pentingnya tomat papaseng sangat penting untuk diketahui sebagai falsafah hidup masyarakat Bugis Sinjai yang seiring dengan perkembangan zaman yang semakin global. globalisasi nampaknya mulai tenggelam dan sebagian besar masyarakat Bugis Sinjai mulai melupakan hal tersebut, pada umumnya generasi muda cenderung ke arah tersebut. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik dengan permasalahan tersebut sebagai upaya untuk mengenalkannya kembali kepada generasi muda. Pappaseng merupakan salah satu sastra lisan masyarakat Bugis yang masih dinikmati oleh masyarakat berlatar belakang bahasa dan budaya Bugis. Sebagai salah satu produk budaya yang sangat disegani oleh masyarakat Bugis di Sinjai, pappaseng mampu mengetuk pintu hati dan pikiran serta mengajak masyarakat untuk bertindak jujur ​​dan berpikir dengan akal sehat.

Begitu pula dalam kehidupan masyarakat Bugis di Sinjai, pappaseng menjadi darah daging di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Pappaseng sebagai falsafah hidup masyarakat Bugis Sinjai merupakan wujud ekspresi yang mencerminkan nilai-nilai budaya yang berguna bagi kehidupan, dalam pappaseng terkandung gagasan-gagasan besar, pemikiran-pemikiran luhur, pengalaman batin yang berharga, dan pertimbangan mulia tentang kualitas baik dan buruk. Pappaseng merupakan salah satu sastra lisan masyarakat Bugis. Masyarakat dengan latar belakang bahasa dan budaya Bugis masih hidup hingga saat ini.

Bagi masyarakat Bugis di Sinjai, sastra lisan pappaseng tomata harus terus dilestarikan sebagai wujud budaya yang diwariskan secara turun temurun dari masyarakat masa lalu. Arti dari pappaseng tomatoa dalam masyarakat Bugis Sinjai pasti mengandung hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan, tentunya dalam lontara pappaseng dalam masyarakat Bugis Sinjai mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung dari isi dari pappaseng itu sendiri, begitu pula dengan riolo yaitu sesuatu , itu harus selalu dilakukan. dilestarikan sebagai wujud kebudayaan, pappaseng juga dapat diartikan sebagai pangngaja (pesan) yang berisi nasehat atau ajaran moral, dalam hal ini harus dipatuhi sebagai adat riolo yang sejak lama menjadi pedoman bagi masyarakat masa lalu sebagai falsafah budaya. hidup jika kita menggali secara mendalam tentang arti dari pappaseng tomatoa tentu memberikan kita banyak inspirasi atau motivasi, karena pappaseng mengandung banyak hal yang bisa.

SIMPULAN DAN SARAN

Saran

Mengingat begitu banyaknya nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lisan tomat Papaseng, maka sebaiknya generasi muda benar-benar menekankan pemahaman dan pengkajian tomat pappaseng sebagai sastra lisan yang mencerminkan nilai-nilai budaya. Makna yang terkandung dalam tomat pappaseng tentunya mengajarkan kita untuk saling mencintai, tidak saling menjatuhkan, dan selalu mendukung dalam hal yang baik. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, apa pun yang kita katakan atau lakukan, bersatu di dalam tetapi ketika kita pergi kita akan terpecah.

Saat matahari terbenam mendekat kita harus masuk ke dalam rumah untuk menghindari kejahatan. Berbaring di atas satu sama lain, saling berpegangan, bergerak ke arah satu sama lain, menarik ke atas, bukan menarik ke bawah.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hikmah dan manfaat zakat yang begitu besar bagi kehidupan masyarakat, tentunya dalam hal pengelolaan zakat itu sendiri melekat urgensi yang sangat signifikan sehingga pengelolaan