1
STIKes Dharma Husada Bandung BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Studi pendahuluan dilakukani pada bulan februari dan maret 2019 di SLB- C Sumber Sari Antapani Kota Bandung dengan narasumber kepala sekolah serta orang tua siswa. Di dapatkan Data sebanyak 117 siswi dimana terdapat 57 orang retardasi mental sedang, 30 orang retardasi ringan, 20 orang down syndrome, 10 orang autis. Adapun Fasilitas dan kegiatan yang tersedia diantaranya olaharaga, sepak bola, lompat tari, basket, pramuka, angklung, kesenian,voly. Kegiatan tersebut di harapkan dapat membantu anak-anak retardasi mental, down syndrome, autis. Dalam meningkatkan interaksi sosialnya. Namun demekian, berdasarkan hasil wawancara didapatkan data bahwa pada anak-anak dengan retardasi mental masih belum sesuai harapan dimana mengenai masalah dalam proses belajar, sosialisasi, komunikasi serta interaksi sosial. Disisi lain orang tua berkata bahwa peran orang tua hanya membantu sebatas berkenalan.
“ada 117 siswa yang belajar di SLB ini, kegiatan-kegiatan yang di adakan
di sini untuk membantu stumulus anak-anaknya, agar mereka mengeksplor kemampuan yang dimiliki serta membantu sosiali, komunikasi dalam interaksi, dengan teman maupun dengan kami para guru nya “
STIKes Dharma Husada Bandung
” kalau kita mah sebagai orang tua cuma bantu anak aja neng, bantu pas
kenalan, biar punya temen bisa ngobrol, ga diem aja. Soalnya kan dia itu susah kalau disuruh gabung sama temen-temenya teh. Kalau mau sekolah juga sama saya masih di pakein baju, suka nyengsol sebelah“
Alasan peneliti mengambil hanya retardasi mental sedang saja, karena dari data fenomena yang terbanyak adalah retardasi mental sedang dibanding retardasi ringan dan berat. Selain itu juga di lihat dari setiap hasil IQ anak retardasi mental.
Jika retardasi ringan masih bisa dia arahkan, jika retardasi berat akan lebih lama dalam penanganan yang di berikan. Maka dari itu alasan peneliti hanya mengambil retardasi mental sedang. Di SLB-C Sumber Sari Antapani Kota Bandung adalah SLB yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus, karena di SLB-C itu sendiri memberikan pengajaran serta kegiatan khusus yang sesuai. Di SLB-C Sumber Sari Antapani Kota Bandung juga ada kegiatan-kegiatan yang di lakukan. Seperti, pramuka, sepak bola, basket, kesenian, lompat tali, voly. Dimana membantu IQ dan stimulus respon pada anak retardasi mental dalam belajarnya, komunikasi, sosial dan interaksinya.
Pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental, mereka juga sedikit kesulitan dalam membantu proses belajarnya, karena terkadang anak retardasi mental ini juga emosinya sulit untuk di kendalikan. Lalu para orang tua mereka berfikir bahwa dengan disekolahkan disekolah umum, para sebagian orang tua takut jika anaknya tidak bisa mengikuti pelajaran dan tertekan. Maka para orang tua lebih memilih memasukan anaknya ke SLB-C Sumber Sari Antapani Kota Bandung. Dimana menurut mereka jika anaknya dimasukan ke SLB. Layanan
STIKes Dharma Husada Bandung pendidikan inklusif merupakan salah satu upaya yang efektif untuk meningkatkan
kemampuan. Dan bertemu dengan anak-anak yang sama dengan apa yang dialami anak retardasi mental ini.
interaksi sosial anak retardasi mental. Mampu di berikan didikan yang sesuai oleh guru. Pendidikan anak-anak yang memiliki hambatan harus dipandang oleh semua pendidik sebagai hak dan tanggung jawab bersama. Semua anak harus mempunyai tempat dan diterima di kelas-kelas. David Smith (2012) menurut Pendidikan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013. Sekolah SLB yang ada di Kota Bandung sekitar 93 sekolah. Dan menurut Dinas Pendidikan Kota Bandung Tahun 2015 terdapat hanya 43 sekolah SLB di Kota Bandung. Yaitu terdiri dari 8 SLB- C, 6 SLB-B, 1 SLB-ABC, 2 SLB-ABCD, 17 SLB-Umum, 1 SLB-A, 7 SLB-BC, 1 SLB-D.
Pengalaman orang tua dalam mempunyi anak retardasi mental menurut Marliyana (2017), mengatakan. Bahwa orang tua mengalami kesedihan karena anaknya tidak di perlakukan sama dengan anak normal lainya. Penerimaan orang tua terhadap kondisi anak sangat memengaruhi perkembangan anak-anak yang retardasi mental di masa mendatang. Beberapa penelitian menemukan orangtua dengan anak retardasi mental lebih menunjukkan masalah psikologis dibandingkan dengan orangtua yang memiliki anak normal (Bayat, Salehi, Bozorgnezhad, & Asghari, 2011).
Pengalaman orang tua tidak hanya cukup memberi makan, minum dan berpakaian saja kepada anak-anaknya, tetapi keseluruhan atau totalitas segala
STIKes Dharma Husada Bandung pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan digabungkan dengan suatu
pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lampau. Akan tetapi orang tua juga harus memberikan kasih sayang, perhatian, dan dukungan terhadap anak yang terlahir secara tidak normal. Sehingga anak mempunyai semangat untuk masa depannya Sudarsono (2008).
Menururt Mangunsong (2014), ada beberapa peran orang tua dari anak berkebutuhan khusus, yaitu: (1) orangtua sebagai pengambil keputusan. Tenaga profesional hanya sekedar membantu melayani, memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah sesuai dengan problem yang dihadapi oleh anak berkebutuhan khusus. (2) tanggung jawab sebagai orangtua. Merencanakan masa depan anak, (3) tanggung jawab sebagai guru. Orang tua memiliki pengaruh yang kuat terhadap anak, dan merupakan orang yang mengetahui anak karena memiliki waktu yang lebih banyak bersama anak. sehingga orangtua memahami kebutuhan pendidikan anak sesuai dengan perkembangannya, (4) sebagai penasehat.
Orangtua bertanggung jawab sebagai pendukung dan memberikan arahan.
Menurut Hewett dan Frank D, mengatakan. Peran orang tua pada anak retardasi mental memiliki peran yang sangat dalam. Dimana Orang tua sebagai orang yang sudah dari awal tau dan hidup bersama dengan anak sejak mulai dilahirkan, mereka memahami betul tentang bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Orang tua itu sendiri yang harus membantu dalam kemandirianya untuk melakukan kebutuhan sehari-hari, kemampuan kongnitif, kemampuan sosialisasi dan interaksi. Agar anak berkebutuhan khusus (retardasi mental) berhasil dan mampu melakukan sesuatu dengan cara mandiri.
STIKes Dharma Husada Bandung Pada dasarnya anak retardasi mental mempunyai dorongan untuk
berhubungan dengan orang lain seperti halnya anak-anak normal. Namun pada kenyataannya pada anak retardasi mental mengalami masalah dalam hal berinteraksi yaitu kesulitan dalam berhubungan dengan kelompok maupun individu di sekitarnya dan hal ini dipengaruhi akibat kecerdasan yang di bawah rata-rata, sehingga pendidikan dan pengajaran yang diberikan memerlukan program khusus.melakukan interaksi sosial.
Anak yang mengalami retardasi mental bukan berarti tidak dapat melakukan apa-apa sama sekali. Mereka justru harus dibiasakan agar dapat tetap beraktivitas dengan aktif sesuai kapasitas atau kemampuan dirinya untuk melatih kemandirian. Kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama keluarga, peran dan keterlibatan orang tua. Dalam keluarga anak mendapat kasih sayang, rasa nyaman serta penerimaan keluarga terhadap kondisinya, akan sangat berpengaruh dalam perkembangan sosial anak Soerjono Soekanto, 2012).
Interaksi sosial anak retardasi mental dalam berinteraksi dengan orang sekitar itu pun mampu ketika orang dapat berkomunikasi baik dengan dirinya, mampu membangun kedekatan, berbicara dengan banyak hal, serta dapat menciptakan suasana yang menyenangkan. Anak retardasi mental itu mempunyai ciri khas, dimana kita tidak bisa memanggilnya dengan ucapan singkat. Karena anak retardasi mental adalah anak yang butuh penjelasan yang detail. Nefrijanti sutikno (2017).
STIKes Dharma Husada Bandung Menurut Henry (1986), mengatakan. Proses sosialisasi pertama terjadi di
dalam keluarga, anak akan mempelajari kebiasaan, sikap, norma-norma, serta peran dan tingkah laku dalam perkembangannya. peranan orangtua dalam keluarga adalah membentuk kepribadian anak, hal itu karena orang-tua adalah orang yang pertama dan mempunyai banyak waktu dengan anak dalam keluarga.
Orang-tua adalah pendidik kodrati bagi anak di dalam keluarga. fase-fase pertumbuhan dan perkembangan anak sangat menentukan terjadinya komunikasi dan interaksi yang baik antara anak dan orang-tua.
Dimana menurut Desmita (2012). Peran orang tua itu harus disesuaikan dengan pola asuh yang akan diberikan. Dimana salah satu aspek penting dalam hubungan orangtua dan anak adalah gaya pola asuh orang tua yang dilakukan kepada anak, dengan demikian, penanaman bimbingan orang tua harus ditekankan sesuai dengan pola asuh.
Menurut Yulia Singgih D. Gunarso (2000). Pada anak retardasi mental orang tua harus memberikan pola asuh secara demokratis karenap pola asuh demokratis, adalah pola asuh yang menghargai kepentingan anak, tapi juga memberi rambu mana boleh dan mana tidak boleh. Anak dengan pola asuh demokratis, akan memiliki harga diri tinggi, mandiri, tumbuh rasa percaya diri, bisa mengontrol diri, senang belajar pada lingkungan. Menurut Aulia Fadhli (2010). Orangtua mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan anak yang mengalami retardasi mental. Pemberian stimulasi dapat dilakukan dengan cara latihan bermain. Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang memperoleh stimulus.
STIKes Dharma Husada Bandung Menurut Baumrind dalam Dariyo (2004). Membagi pola asuh orang tua
menjadi 4 macam, yaitu: Pola Asuh Otoriter (parent oriented) Ciri pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Pola Asuh Permisif Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Pola Asuh demokratis Kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Pola Asuh Situasional Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi serta ketidakcakapan dalam interaksi sosial Muttaqin (2008).
Retardasi Mental di kenal juga dengan sebutan Tunagrahita dimana keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Anak tunagrahita memiliki IQ di bawah rata-rata anak normal pada umumnya, sehingga menyebabkan fungsi kecerdasan dan intelektual mereka terganggu yang menyebabkan permasalahan-permasalahan lainnya yang muncul pada masa perkembangannya.
Hasil analisis dari Global Burden of Disease tahun 2004 dalam Kemenkes RI (2014), retardasi mental pada tahun 2003 sampai 2006 yaitu dari 0,69 % menjadi 1,38 %, kemudian tahun 2009 sampai 2012 yaitu dari 0,92% menjadi 2,45 % dari total jumlah penduduk di Indonesia Kemenkes RI (2014). jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang keterbelakangan mental adalah 62.011
STIKes Dharma Husada Bandung orang. Dengan perbandingan 60% diderita anak laki-laki dan 40% diderita anak
perempuan. Dari jumlah tersebut anak yang terkena retardasi mental sangat berat sebanyak 2,5%, anak retardasi mental berat sebanyak 2,8%, retardasi sedang sebanyak 2,6%, anak retardasi mental ringan sebanyak 3,5%.
Data Riskesdas (2013) jumlah penduduk Indonesia yang mengalami disabilitas termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus sebesar 8,3 % dari total populasi. WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari total jumlah anak di Indonesia terdapat 42,8 juta jiwa anak yang sekolah dengan rentangan usia 5-14 tahun, jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan kurang lebih 4,2 juta anak yang berkebutuhan khusus di Indonesia Kemenkes RI (2013). isi Deklarasi Bandung tersebut adalah menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal (Tim, 2004).
Upaya pemerintah Indonesia untuk menghilangkan eksklusifisme adalah melalui layanan pendidikan inklusif. Salah satu dokumen tertulis yang menyatakan bahwa Indonesia menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah Deklarasi Bandung. Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptif), yang mulai tampak pada awal kelahiran. Pada mereka yang mengalami mental retardation memiliki
STIKes Dharma Husada Bandung keterbelakangan dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan adaptasi
sosial. Pieter, Janiwarti dan Saragih (2011).
Merujuk data WHO tahun 2003 untuk anak penyandang cacat diperkirakan mencapai 7-10 % dari total penduduk Indonesia atau sekitar 295.250 jiwa anak dengan berkebutuhan khusus (Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011). Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya ketrampilan (kecakapan, skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya. Lumbantobing (2001).
Menurut Wedjajati (2008), agar hubungan interaksi berjalan dengan baik, diharapkan manusia mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Suatu interaksi sosial akan terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.
SoerjonoSoekanto (2012). Mengungkapkan bahwa pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial. Kehidupan terasing ditandai dengan ketidakmampuan seseorang melakukan interaksi social dengan pihak-pihak lain.
Terasingnya seseorang dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya karena cacat mental (hambatan mental/retardasi mental). Orang yang mengalami retardasi mental akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan untuk
STIKes Dharma Husada Bandung mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan tertutup sama
sekali.
Dari paparan di atas peneliti tertarik untuk meneliti ini karena menurut peneliti kasus pada anak retardasi mental yang bisa kita sebut sebagai anak berkebutuhan khusus itu memerlukan bantuan dan dukungan kita. Dimana anak retardasi ini sulit untuk belajar, mandiri,bersosialisasi, serta berinteraksi sosial dalam lingkungan luar. Meskipun tidak semuanya seperti itu, tetapi sebagian masih mengalami hal sulit yang harus kita dukung, agar anak retardasi mental dapat melakukan aktivitas seperti orang-orang yang normal lainya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasaarkan latar belakang yang peneliti buat, maka permaslahan penelitian dirumuskan sebagai berikut : “ Bagaimana pengalaman orang tua dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada anak retardasi mental di SLB- C Sumber Sari Antapani Kota Bandung“.
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui Pengalaman orang tua dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada anak retardasi mental di SLB Sumber Sari Antapani di Kota Bandung.
STIKes Dharma Husada Bandung D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan anak, khususnya keperawatan pada keperawatan jiwa dengan tingkat kemampuan interaksi sosial pada anak retardasi mental dengan cara mengembangkan asuhan keperawatan secara teoritis
2. Manfaat praktis
a. Bagi SLB-C Sumber Sari Antapani Kota BandungHasil penelitian ini.
Diharapkan dapat membantu sekolah dalam meningkatkan interaksi social, pembelajaran pada anak retardasi mental di dalam sekolah
b. Bagi institusi
Hasil penelitian dapat digunakan sebegai referensi dalam kontribusi sebagai sumber bacaan.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan wawasan dan pengetahuan untuk penelitian selanjutnya, dalam kesehatan khususnya keperawatan tentang peningkatan kemampuan interaksi sosial pada anak retardasi mental.
STIKes Dharma Husada Bandung E. RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di SLB Sumber Sari Majalaya Wilayah Antapani Wetan Kota Bandung.
2. Responden penelitian ini adalah orangtua yang anaknya mengalami retardasi mental di wilayah SLB Sumber Sari Majalaya Antapani Wetan Kota Bandung